You are on page 1of 2

Kasus Malpraktek RS Siloam Tak Kunjung Usai

Jumat, 12 Februari 2010 01:37 WIB

Jakarta, (tvOne)

Penyelesaian kasus malpraktek RS. Siloam International yang menimpa Alfonsus Budi Susant
tak kunjung usai, meskipun sudah lebih dari enam bulan bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta
Utara. 

Kuasa hukum AB.Susanto, Didit Wijayanto menilai proses peradilan terhadap kasus malpraktek
tersebut berlangsung lambat dan terdapat banyak ketidaksesuaian.  

Gugatan sudah dilakukan sejak Juli 2009, namun hingga saat ini belum juga selesai karena
banyak pelaksanaannya yang tidak sesuai, jelas Didit, di Jakarta, Kamis. 

Didit menjelaskan dalam beberapa sidang sering terjadi keterlambatan dari pihak kuasa hukum
tergugat yang menyebabkan saksi yang dihadirkan penggugat tidak dapat menunggu dan
berdampak pada dibatalkannya sidang. 

Bahkan, tambah Didit, dalam sidang terakhir Selasa (9/2) terjadi ketidaksesuaian hukum acara.
Seharusnya saksi dari penggugat diselesaikan seluruhnya terlebih dahulu, tetapi kemarin justru
dihadirkan saksi dari pihak tergugat,? ujar Didit. 

Selain terdapat ketidaksesuaian dalam proses peradilan, Didit menilai ahli yang dihadirkan untuk
memberikan keterangan tidak independen. Kedua ahli yang dihadirkan, yaitu Prof. Dr. Padmo
Satjojo dan Veronika Komda. "Saksi menjelaskan bagaimana injeksi cemen tersebut seharusnya
dilakukan, namun ia menjelaskannya dihubungkan dengan kondisi pasien," jelas Didit.  

Menurutnya, ahli hanya berkompeten memberikan keterangan sesuai dengan keahliannya,


bukan menambahkannya dengan informasi lain atau pun melakukan pembelaan.  

Hingga saat ini sudah dilaksanakan 16 persidangan untuk menghadirkan saksi dan ahli.
AB.Susanto berharap kasus ini dapat bisa segera selesai. "Saya berharap kasus ini bisa cepat
selesai karena ini bukan hanya masalah saya, tetapi menyangkut hak pasien dan konsumen
Indonesia," jelas 

Kasus ini bermula pada oktober 2005 ABS mengeluh sakit pada punggungnya dan berobat di RS.
Siloam Internasional di Karawaci, Tanggeran. Berbagai pemeriksaan, seperti MRI pun dilakukan.  

Kemudian dokter syaraf, Dr. Eka Julianta W yang memeriksannya menyarankan untuk dilakukan
?injeksi cement?, yaitu menyuntikan kandungan tulang ke dalam tulang. Namun, yang terjadi
adalah terjadi kegagalan dalam operasi tersebut. 

"Setelah operasi saya sadar saya tidak bisa menggerakan tubuh kiri saya, dan ternyata yang
melakukan suntikan tersebut bukan dokter Eka, tetapi asistennya dokter Juli," jelas  

AB.Susanto mengatakan, pihak rumah sakit atau pun dokter tidak memberitahukan sebelumnya
bahwa ada pergantian dokter, padahal sebelum operasi dimulai dokter eka masih ada.  

Alasannya dokter Eka pergi. Padahal selama ini dia yang merawat, tetapi tiba-tiba dialihkan
begitu saja ke asisten,?ujar ABS 

Selain itu, Didit mengatakan dokter tidak memberitahukan resiko kegagalan suntik injeksi ini.
"Pasien kan berhak tau segala kemungkinan yang bisa menimpanya. Ini pelanggaran hak
konsumen," jelas Didit. 

Bahkan, ia menambahkan pasien kesulitan mendapatkan rekam medis dari rumah sakit dengan
alasan isi rekam medis tersebut milik rumah sakit dan tidak boleh dibawa keluar.  

Kini, AB.Susanto harus berjalan dengan tongkat karena kaki kirinya lumpuh. Selain itu,
pinggang kirinya sering sekali kram dan kaki kanan sering terasa terbakar. "Menurut dokter
daya mengalami `brown sequard syndrome` semacam trauma dibagian tulang belakang," jelas
abs. 

Akibat malpraktik ini AB.Susanto mengalami banyak kerugian, ia tak lagi seproduktif dulu
karena terhambat geraknya dan harus rutin melakukan terapi. "Saya sekarang lima kali
seminngu terapi otot kaki agar sensor motoriknya bisa kembali dan otot tidak menjadi kecil,"
ujar AB.Susanto.

um

You might also like