You are on page 1of 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ginjal berfungsi sebagai filter penyaring darah. Ginjal akan mengeluarkan sampah
hasil metabolisme dan menyerap kembali bahan-bahan yang masih diperlukan
tubuh. Peran tersebut dapat terhambat  ketika ginjal mengalami gangguan berupa
peradangan (inflamasi). Pielonefritis akut (PNA) adalah radang akut dari ginjal,
ditandai primer oleh radang jaringan interstitial sekunder mengenai tubulus, dan
akhirnya dapat mengenai kapiler glomerulus; disertai manifestasi klinik dan
bakteriuri tanpa ditemukan kelainan-kelainan radiologik. Pielonefritis akut dan
kronik merupakan kelainan jaringna dari jaringan interstitial (tubulointerstitial)
ginjal yang sebabnya kompleks. Pielonefritis akut ditemukan pada setiap umur,
laki-laki atau wanita walaupun lebih sering ditemukan pada wanita dan anak-
anak. Pada laki-laki usia lanjut, pielonefritis akut biasanya disertai hipertrofi
prostat. Pada pielonefritis akut akan terjadi gejala demem, menggigil, malaise,
anoreksia, mual, muntah, diare, nyeri daerah lumbal kiri/kanan (jarang bilateral),
urine berwarna keruh dan disertai nyeri ketok angulus kostovertebre.1,2,3,5
Pengobatan umum ini sifatnya simptomatik untuk menghilangkan atau
meredakan gejala infeksi saluran kemih bagian bawah atau atas 1 . Pengobatan
medikamentosa dengan pemberian antibiotik. Teoritis pemilihan macam
antibiotika harus sesuai dengan hasil bakteriogram. Dalam praktek sulit
dilaksanakan karena hasil biakan dan uji kepekaan memerlukan waktu lama
(beberapa hari). Terapi yang akan diberikan pada pasien tergantung pada tingkat
keluhan pasien, komplikasi yang terjadi, sarana yang tersedia, dan pilihan pasien.
Di berbagai daerah di Indonesia kemampuan melakukan diagnosis dan modalitas
terapi pasien pyelonefritis akut tidak sama karena perbedaan fasilitas dan sumber
daya manusia di tiap-tiap daerah. Walaupun demikian dokter di daerah pun
diharapkan dapat menangani pasien pyelonefritis akut dengan sebaik-baiknya.

1
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Bagaimanakah karakteristik distribusi sampel dengan pielonefritis akut
berdasarkan hasil pemeriksaan BOF dan Ultrasonografi (USG) di Divisi
Radiodiagnostik (sentral) Bagian/SMF Radiologi FK UNUD/RSUP
Sanglah Denpasar selama periode 1 Juli – 30 November 2010?
b. Bagaimanakah pola ketepatan diagnosis pielonefritis akut dari kesan
hasil pemeriksaan BOF dan USG di Divisi Radiodiagnostik (sentral)
Bagian/SMF Radiologi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar periode 1
Juli – 30 November 2010?

1.3 Tujuan Penelitian


a. Untuk mengetahui karakteristik distribusi sampel dengan pielonefritis
akut berdasarkan hasil pemeriksaan BOF dan Ultrasonografi (USG) di
Divisi Radiodiagnostik (sentral) Bagian/SMF Radiologi FK
UNUD/RSUP Sanglah Denpasar selama periode 1 Juli – 30 November
2010.
b. Untuk mengetahui pola ketepatan diagnosis pielonefritis akut dari kesan
hasil pemeriksaan BOF dan USG di Divisi Radiodiagnostik (sentral)
Bagian/SMF Radiologi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar periode 1
Jui – 30 November 2010.

1.4 Manfaat Penelitian


a. Menambah ilmu pengetahuan tentang gambaran BOF dan USG pada
penderita pielonefritis akut dan memperdalam pengetahuan di bidang
penelitian deskriptif retrospektif.
b. Sebagai acuan sumber data dasar untuk melakukan evaluasi kinerja
pelayanan di Bagian/SMF Radiologi FK UNUD/RSUP Sanglah
Denpasar dan pedoman bagi penelitian-penelitian lain yang terkait
selanjutnya.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Pielonefritis akut (PNA) adalah radang akut dari ginjal, ditandai primer oleh
radang jaringan interstitial sekunder mengenai tubulus, dan akhirnya dapat
mengenai kapiler glomerulus; disertai manifestasi klinik dan bakteriuri tanpa
ditemukan kelainan-kelainan radiologik.1
Pielonefritis akut adalah suatu sindroma klinis dari nyeri pinggang,
rebound tenderness, demam, menggigil dan disertai bakteriuria.3

2.1 Epidemiologi
Pielonefritis adalah penyakit yang sangat umum terjadi, dengan frekuensi
12-13 kasus per tahun pada 10.000 penduduk yang berjenis kelamin wanita
dan 3-4 kasus per 10.000 pada pria. Wanita muda umumnya yang paling
mungkin akan terkena karena secara tradisional mencerminkan aktivitas
seksual dalam kelompok umur. Bayi dan orang tua juga berisiko tinggi karena
mencerminkan perubahan anatomi dan status hormonal. 3

2.3 Klasifikasi dan Etiologi

Table 1. Klasifikasi nefritis interstitial (tubulointerstitial nephritis)


Pielonefritis akut
1. Invasi bakteri (late and immediate effects)
2. Penyakit Legionaire
3. Reaksi sensitif terhadap obat: Fenidion, Metisilin< rifampisin, Tiazid,
NSAIDs
4. Infiltrasi sel-sel leukemia
5. Idiopatik
Pielonefritis kronik
1. Invasi bakteri (rekuren atau berulang)
2. Vaskuler: Diabetes mellitus, Usia lanjut, Penyakit sickle cell

3
3. Imunologik: Reaksi penolakan, Sarkoidosis, Sindrom Sjogren, Lepra
4. Fesikal: Radiasi sinar X, Deposit kalsium dan asam urat
5. Metabolisme: Hipokalemi kronik
6. Kimia: Lithium, Cadmium
7. Kongenital: Sindrom Alport, Kista medula
8. Nefropati balkan
9. Idiopatik

Etiologi pielonefritis akut


a. Faktor predisposisi
Pielonefritis dibagi 2 tipe: (a) tipe ”complicated” artinya telah terbukti
mempunyai faktor predisposisi atau merupakan infeksi sekunder dari
perjalanan penyakit ginjal; (b) tipe ”uncomplicated” artinya tidak terbukti
mempunyai faktor predisposisi. Di klinik kedua bentuk pielonefritis akut
ini harus dikenal, karena memerlukan pengelolaan maupun pengobatan
yang berlainan.1
b. Mikroorganisme
Mikroorganisme aerobic
Infeksi saluran kemih dan ginjal terutama disebabkan mikroorganisme
saluran cerna yaitu aerobic Gram Nergatif bentuk batang (basil).1,2,3,5

Tabel 2. Etiologi mikroorganisme pielonefritis akut


E. Coli 80% pielonefritis akut tipe uncomplicated

Klebsiella
Proteus
Enterobacter
Pseudomonas 20% pielonefritis akut tipe complicated
Stafilokokus
Streptokokus
Pielonefritis akut tipe uncomplicated terutama disebabkan oleh
golongan enterobakteria: Escherichia Coli (80%), kemudian menyusul

4
Klebsiella, Proteus dan Enterobakter. Pseudomonas, Stafilokokus dan
Streptokokus golongna D, tidak jarang merupakan penyebab pielonefritis
dengan frekuensi antara 5-10%. Mikroorganisme lainnya seperti Serratia
marcescens dan Candida albicans mungkin juga menyebabkan infeksi
saluran kemih dan ginjal melalui berbagai alat (instrumensasi), termasuk
infeksi nosokomial.1
Infeksi saluran kemih dan ginjal pada diabetes mellitus atau pasien-
pasien yang sedang mendapatkan pengobatan kortikosteroid atau
immunosupresif biasanya disebabkan oleh mikroorganisme yang sangat
jarang ditemukan di klinik.1

Mikroorganisme anaerobic
Mikroorganisme anaerobic jarang menyebabkan infeksi saluran kemih dan
ginjal. Diantara mikroorganisme anaerobic yang dapat menyebabkan
infeksi saluran kemih dan ginjal: bakteroides, streptokokus anaerobic,
laktobasili, dapat menyebabkan sindrom uretra pada wanita. Dahulu
sindrom ini dikenal sebagai sistitis abakterial.1

2.4 Patogenesis
Patogenesis pielonefritis pada manusia masih belum jelas, banyak factor turut
memegang peranan. Pada percobaan binatang mikroorganisme mencapai
ginjal melalui penyebaran hematogen maupun naik (ascending) melalui
saluran kemih (ureter). Pengalaman klinik menunjukkan bahwa pielonefritis
lebih sering ditemukan pada pasien-pasien dengan obstruksi saluran kemih.
Observasi klinik ini masih belum dapat membuktikan bahwa infeksi ginjal
dapat terjadi dengan cara ascending karena ditemukan juga tanda-tanda
bakteriemia, ini menunjukkan penyebaran hematogen.1,2,3
Pemasangan kateter daur sudah diketahui dapat menyebabkan sistitis
disertai bakteriuri, tyetapi masih diragukan dapat menyebabkan infeksi ginjal
(pielonefritis). Data-data klinik lain misalnya pielonefritis sebagai gejala sisa
dari bakteriemi pasca operasi striktur uretra tidak pernah ditemukan di klinik.
Pada percobaan binatang, memang bakteriemi sering dijumpai setelah trauma

5
kateter. Dalam kepustakaan sedikit dilaporkan insiden bakteriemi pasca
kateterisasi walaupun catheterization fever sudah dikenal dalam bidang
urologi.1
Gangguan katup vesiko-ureter mungkin menyebabkan refluk urin kedalam
pelvis ginjal. Refluk ini dapat dibuktikan secara radiologik dengan
pemeriksaan MCU (Micturating Cysto-Urethrogram) pada orang dewasa
walaupun kelainan ini lebih sering dijumpai pada anak-anak. Peranan
bakteriuri telah lama diketahui dan merupakan salah satu faktor yang penting
dalam genesis pielonefritis pada wanita. Akhir-akhir ini telah diselidiki perana
”urinary inhibitor”, ”local bladder defance” dan komplek imun, untuk
menerangkan mekanisme pielonefritis terutama bentuk yang kronik.1

2.5 Histopatologi Ginjal


Makroskopik (gross) ginjal membesar, tersebar abses kecil-kecil pada
permukaan ginjal. Pada permukaan irisan ginjal ternyata batas antara korteks
dan irisan ginjal telah hilang. Vaskularisasi bertambah terutama pada mukosa
pielum.1
Pemeriksaan di bawah mikroskop cahaya: tanda-tanda radang lokal atau
difus disertai infiltrasi sel lekosit PMN, sembab jaringan interstitial,
perdarahan kecil-kecil, tidak jarang ditemukan sel-sel pus dalam tubulus
ginjal, glomerulus masih normal kecuali bila terdapat infeksi berat.1

2.6 Gambaran Klinik


Pielonefritis akut ditemukan pada setiap umur, laki-laki atau wanita walaupun
lebih sering ditemukan pada wanita dan anak-anak. Pada laki-laki usia lanjut,
pielonefritis akut biasanya disertai hipertrofi prostat.1
Dalam riwayat penyakit harus dicari faktor-faktor yang berhubungan
dengan pielonefritis (lihat tabel 3). Keluhan pans badan disertai menggigil,
sakit lokal dari infeksi saluran kemih bagian bawah (lower urinay tract
infection) maupun infeksi saluran kemih bagian atas (upper urinary tract
infection) terutama di daerah ginjal. Sakit yang menetap pada daerah satu atau
kedua ginjal terutama disebabkan oleh regangan dari kapsul ginjal. Sakit ini

6
dapat menyebar ke daerah perut bagian bawah sehingga menyerupai
appendisitis. 1,2,3
Tabel 3. Faktor-faktor yang berhubungan dengan saluran kemih dan ginjal:1

Faktor predisposisi
 Kehamilan terutama dengan riwayat keracunan (toksemi gravidarum)
 Diabetes mellitus
 Hipertensi
 Anemia
 Umur lebih dari 60 tahun
 Hematuri
 Instrumensasi
 Riwayat penyakit ginjal
Pemeriksaan fisik yang harus diperhatikan:
 Tekanan darah
 Tanda-tanda anemia
 Palpasi abdomen
 Pemeriksaan genitalia

Pada pemeriksaan fisik diagnosis tampak sakit berat, panas intermiten


disertai menggigil dan takikardi. Frekuensi nadi dapat dijadikan pedoman
klinik untuk derajat penyakit. Bila infeksi disebabkan oleh E.Coli biasanya
frekuensi nadi kira-kira 90 kali permenit, tetapi infeksi oleh kuman
stapilokokus atau sterptokokus dapat menyebabkan takikardi lebih dari 140
kali permenit. Sakit sekitar ginjal dan pinggang sulit diraba karena
spasmeotot-otot. Firts percussion di daerah sudut kostovertebral selalu
dijumpai pada setiap pasien. Distensi pada abdomen sangant nyata dan
rebound tendernsess mungkin juga ditemukan, hal ini menunjukkan adanya
proses dalam perut, intra peritoneal. Bising usus mungkin melemah karena
ileus paralitik terutama pada pasien-pasien dengan septikemi.1
2.7 Penyulit (Komplikasi)
a. Pielonefritis kronik

7
Bila diagnosis terlambat atau pengobatan tidak adekuat, infeksi akut ini
menjadi kronik terutama bial terdapat refluks vesiko ureter. Pielonefritis
ini dapat menyebabkan: (a) insufisiensi ginjal; (b) sklerosis sekunder
mengenai pembuluh darah arterial sehingga menyebabkan iskemi ginjal
dan hipertensi; (c) pembentukan batu dan selanjutnya dapat menyebabkan
kerusakan jaringan/parenkim ginjal lebih parah lagi.1
b. Bakteriemia dan septikemia
Bakteriemia dengan atau tanpa septikemia sering ditemukan pada pasien-
pasien dengan pielonefritis berat (fulminatung pyelonephritis).
Bakteriemia mungkin juga menyebabkan infeksi atau pembentukan abses
multipel pada bagian korteks dari ginjal kontralateral. Bakteriemia disertai
septikemi terutama disebabkan mikroorganisme Gram Negatif.1
c. Pielonefrosis
Pada stadium akhir dari infected hydronephrosis atau pyonephrosis
terutana pada pasien-pasien diabetes mellitus mungkin disertai
pembentukan gas intrarenal sehingga dapat memberikan gambaran
radiologik air urogram pada otot polos perut.1

2.8 Diagnosis Banding


a. Pankreatitis akut
Pankreatitis akut dapat menimbulkan rasa sakit yang berasal dari belakang
sehingga dikacaukan dengan pielonefritis akut.1,2,3
b. Appendisitis akut dan kholesistitis
Appendisitis akut dan kholesistitis akut dapat memberikan gambaran
klinik menyerupai pielonefritis akut.1,2,3
c. Pneumonia lobaris atau pleuritis difragmatika.1
d. Divertikulitis akut dari kolon desenden dapat menimbulkan sakit di daerah
pinggang.1,2,3
e. Herpes zoster
Rasa sakit pada penyakit herpes zoster sebelum timbul lesi makula sering
dikacaukan dengan sakit pada pielonefritis akut.1,12

8
2.9 Pemeriksaan Penunjang Diagnosis
a. Pemeriksaan laboratorium
Lekositosis dapat mencapai 40.000 per mm3, neutrofilia, laju endapan
darah tinggi. Urin keruh, proteinuria 1-3 gram per hari, penuh dengan pus
dan kuman, kadang-kadang ditemukan eritrosit. Biakan urin selalu
ditemukan bakteriuria patogen bermakna dengan CFU per ml > 105. Faal
ginjal (LFG) masih normal, berat jenis urin dan uji fungsi tubulus lainnya
terganggu terutama bila disertai septikemia.1
b. Pemeriksaan radiologik
Foto polos perut mungkin sudah dapat memperlihatkan beberapa kelainan
seperti obliterasi bayangan ginjal karena sembab jaringan, perinephritic
fat dan perkapuran. Ekskresi urogram selama fase akut umunya
memperlihatkan sedikit penurunan fase ginjal walaupun pielum dan
kalises dari ginjal yang sakit mungkin mengecil karena sekresi volume uri
sedikit dibandingkan dengan ginjal yang sehat. Pemeriksaan ekskresi
urogram sangat penting untuk mengetahui adanya obstruksi.1,3
Bila terjadi infeksi berat, biasanya ginjal membesar dengan nefrogram
terlambat (delayed nephrogram) dan tidak ditemukan bayangan sistem
pelvio-kalises. Gambaran urogram (pielogram) akan normal kembali
setelah mendapat pengobatan yang adekuat.1
c. Pemeriksaan USG
Pada umumnya USG ginjal normal. Pemeriksaan ini sangat penting untuk
mengetahui faktor-faktor predisposisi infeksi seperti ginjal polikistik dan
nefrolitiasis.1
d. Radionuclide imaging
Bayangna ginjal dengan galium-67 dapat dipakai untuk menentukan
lokalisasi infeksi. Hasil positif mencapai 86% walaupun dapat juga
ditemukan hasil semupositif atau negatif (falsely positive/negative).1

Tabel 4. Pemeriksaan penunjang diagnosis pielonefritis akut


Analisis urin untuk protein, darah dan glikosa
Urin mikroskopik

9
Biakan urin, jumlah kuman, resistensi
Ureum dan kreatinin serum untuk:
 Anak-anak : serangan I
 Wanita : serangan II
 Laki-laki : serangan I
Pielogram intravena untuk:
 Wanita jika:
Kenaikan urem dan serum kreatinin
Hipertensi
Riwayat infeksi sejak anak-anak
Serangan yang berulang-ulang tanpa faktor0faktor tersebut diatas
 Laki-laki dan anak-anak walaupun baru serangan I
MCU (micturating cysto urethrogram) jika ditemukan kelainan-
kelainan pada pielogram intravena terutama pada anak-anak yang
dicurigai adanya refluk vesika ureter

2.10 Pencegahan dan Pengobatan


a. Pencegahan
Setiap pasien yang menderita infeksi ginjal yang sering kambuh (rekuren)
harus dicurigai kemungkinan adanya faktor predisposisi refluk vesiko
ureter. Tindakan-tindakan harus ditujukan untuk mengoreksi penyebab
dari refluk misalnya stenosis uretra.1
Infeksi saluran kemih dan ginjal yang ditemukan pada gadis dewasa
harus dicurugai kemungkinan adanya gangguan dari segmen uretero-
vesikal (incompetency of urethrovesical junction). Infeksi saluran kemih
dan ginjal yang ditemukan pada laki-laki biasanya sekunder dari obstruksi
misalnya litiasis, pembesaran kelenjar prostat. Koreksi terutama ditujukan
untuk menghilangkan penyebab obstruksi tersebut.1
Pada wanita-wanita yang sering menderita sistitis dengan atau tanpa
pielonefritis setelah melakukan senggama, dianjurkan minum 1 gram
sulfonamid atau 100 mg nitrofurantoin.1

10
b. Pengobatan1
b.1 Pengobatan umum
Pengobatan umum ini sifatnya simptomatik untuk menghilangkan
atau meredakan gejala infeksi saluran kemih bagian bawah atau atas.
Misalnya analgetik, anti spasmodik, alaklinisasi urin dengan
bikarbonat. Istirahat penting selama fase akut. Bila mual-mual atau
muntah-muntah perlu mendapatkan makanan parenteral.
Pasien dianjurkan minum banyak supaya jumlah diuresis
mencapai 2 liter perhari selama fase akut. Keuntungan minum
banyak: (a) pertumbuhan mikroorganisme E.Coli dapat dihambat; (b)
mengurangi risiko anuri selama pengobatan dengan sulfonamid: (c)
mikroorganisme banyak diekskresikan selama miksi. Beberapa
kerugian minum banyak: (a) pasien tidak istirahat karena sering
kencing; (b) mengurangi konsentrasi antibiotika dalam urin sehingga
mengurangi efek terapiutik.
b.2 Pengobatan medikamentosa
Teoritis pemilihan macam antibiotika harus sesuai dengan hasil
bakteriogram. Dalam praktek sulit dilaksanakan karena hasil biakan
dan uji kepekaan memerlukan waktu lama (beberapa hari).
Pengobatan awal dapat segera diberikan dan sebaiknya sesuai
dengan hasil pengecatan dengan gram dari bahan urin.
b.2.1 Pengobatan awal
Bila hasil pengecatan Gram dijumpai bentuk batang Gram
Negatif, golongan sulfonamid dan ampisilin dapat segera
diberikan sebagai pengobatan awal, inisial. Sulfonamid masih
cukup efektif untuk Gram Negatif bentuk batang, biasanya
E.Coli yang merupakan penyebab utama dari pielonefritis
akut tipe sederhana (uncomplicated).
Frekuensi penyembuhan cukup tinggi, mencapai 85%.
Salah satu golongan sulfonamid misalnya sulfomezatin

11
diberikan dengan takaran 500 mg q.d.s per hari selama 7
sampai 10 hari.
Golongan antibiotika lain yang masih cukup efektif seperti
tetrasiklin, ampisilin (amfipen, vidopen, penbritin,
pentreksil), sefaleksin dan co-trimoxazole. Montgemerie
(1976) menganjurkan pemberian ampisilin 2 gram per hari
intravena/intramuskular, selama 2 hari pertama, kemudian
dilanjutkan per oral selama 10 hari, untuk pasien-pasien
dengan pielonefritis akut berat yang disertai tanda-tanda
septikemia.
Untuk pasien-pasien pielonefritis akut yang dicurigai tipe
berkomplikasi sebaiknya diberikan antibiotika dengan
spektrum luas, seperti golongan ampisilin, sefaleksin atau co-
trimoxazole.
Bila setelah 48 jam pengobatan tidak memperlihatkan respon
klinik, antibiotika harus diganti dan disesuaikan dengan hasil
bakteriogram.
b.2.2 Pemilihan macam-macam antibiotika sesuai dengan hasil
bakteriogram.
b.3 Tindak lanjut
Selama follow up (tindak lanjut) pemeriksaan bakteriologi sangat
penting karena penyembuhan klinik tidak berarti telah terdapat
penyembuhan sempurna. Bahan urin (UTK) harus dibiak pada hari
ke 3 atau ke 4 selama pengobatan dan satu minggu setelah
pengobatan berakhir. Bila tidak terjadi reinfeksi, biakan urin setiap
bulan selama 3 bulan pertama dan selanjutnya setiap 3 bulan selama
9 bulan.
Bila pada hari ke 4 atau ke 5 selama pengobatan tidak
memperlihatkan penyembuhan klinik, biakan urin harus diulang
untuk menentukan pemilihan antibiotika yang tepat.

12
2.11 Prognosis
Prognosis pielonefritis baik (penyembuhan 100%) bila memperlihatkan
penyembuhan klinik maupun bakteriologi terhadap antibiotika. Bila faktor-
faktor predisposisi tidak diketahui atau berat dan sulit dikoreksi, kira-kira 40%
dari pasien menjadi kronik, pielonefritis kronik.1

BAB III
KERANGKA KONSEP PENELITIAN

13
Pasien RSUP Sanglah periode
1 Oktober – 30 November
2010

Pasien secara klinis dicurigai


pielonefritis akut

Dilakukan pemeriksaan
penunjang

BOF USG

Umur pasien
Jenis kelamin pasien
Diagnosa Klinis
Kesan hasil pemeriksaan
BOF
Kesan hasil pemeriksaan
USG

Gambar 3.1 Kerangka konsep penelitian

Oleh karena terbatasnya data sekunder yang digunakan, maka dalam penelitian ini
hanya dicari karakteristik pasien pielonefritis akut dengan pemeriksaan BOF dan
ultrasonografi (USG) di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah, Denpasar
selama periode 1 Oktober sampai 30 November 2010 berdasarkan kategori umur,
jenis kelamin, diagnosis klinis, dan kesan hasil pemeriksaan BOF dan USG

BAB IV
METODE PENELITIAN

14
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Unit Radiologi Sentral dan radiologi IRD
Bagian/SMF Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Rumah Sakit
Umum Pusat Sanglah Denpasar. Rentang waktu penelitiannya adalah mulai dari 6
Desember 2010 – 2 Januari 2011.

4.2 Rancangan Penelitian


Pada penelitian ini menggunakan rancangan studi deskriptif retrospektif
dengan menggunakan data sekunder catatan hasil pemeriksaan BOF dan
Ultrasonografi (USG) untuk mencari gambaran BOF dan USG pada sampel yang
menderita pielonefritis akut di Instalasi Radiologi Sentral RSUP Sanglah.

4.3 Populasi Penelitian


Populasi target penelitian adalah seluruh orang dengan kecurigaan
pielonefritis akut dan memeriksakan dirinya ke RSUP Sanglah selama periode 1
Juli – 30 November 2010. Sedangkan populasi terjangkau dari penelitan adalah
seluruh orang yang datang melakukan pemeriksaan BOF sekaligus USG di Divisi
Radiodiagnostik (Sentral) Bagian/SMF Radiologi FK UNUD/RSUP Sanglah
Denpasar dan didiagnosa menderita pielonefritis akut selama periode 1Juli – 30
November 2010.

4.4 Besar Sampel


Pada penelitian ini jumlah sampel yang diambil adalah 36 sample (pasien)
masyarakat yang datang melakukan pemeriksaan BOF sekaligus USG di Divisi
Radiodiagnostik (Sentral) Bagian/SMF Radiologi FK UNUD/RSUP Sanglah
Denpasar dan didiagnosa mengalami pielonefritis akut selama periode 1 Okteber –
30 November 2010.
4.5 Definisi Variabel Penelitian
1. Jenis kelamin dibedakan atas laki-laki dan perempuan sesuai catatan medik
dari pasien

15
2. Umur adalah umur biologis pasien yang dinyatakan dalam satuan tahun yang
tercantum dalam catatan medik pasien, yang dibagi menjadi rentang umur 30-
35 tahun, 36-40 tahun, 41-45 tahun, 46-50 tahun, 51-55 tahun, 56-60 tahun,
61-65 tahun, 66-70 tahun.
3. Keterangan klinis adalah keterangan diagnosa kondisi klinis pasien yang
tertera pada lembar permintaan BOF dan USG pasien, yang dibuat oleh dokter
yang merawat.
4. Pielonefritis akut adalah radang akut dari ginjal, ditandai primer oleh radang
jaringan interstitial sekunder mengenai tubulus, dan akhirnya dapat mengenai
kapiler glomerulus; disertai manifestasi klinik dan bakteriuri tanpa ditemukan
kelainan-kelainan radiologik.

4.6 Cara dan Alat Pengumpul Data


Cara pengumpulan data sekunder yang diterapkan adalah pencatatan lembar
rekam medik kunjungan pasien yang melakukan pemeriksaan BOF dan USG di
Divisi Radiodiagnostik (Sentral) Bagian/SMF Radiologi FK UNUD/RSUP
Sanglah Denpasar dan didiagnosa mengalami pielonefritis akut selama periode 1
Okteber – 30 November 2010. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan
data berupa pedoman check-list (tabel rekapitulasi) dan alat-alat kesekretariatan
lainnya.

4.7 Analisa Data


Data penelitian yang berhasil diperoleh, selanjutnya diolah berdasarkan data yang
didapat. Setelah data rekapitulasi pasien berhasil terkumpul, kemudian data
dianalisa secara kuantitatif menurut variabel umur, diagnosa klinis dan
kesimpulan kesan pemeriksaan BOF dan USG terhadap diagnosis pielonefritis
akut. Selanjutnya secara deskriptif dijabarkan dalam bentuk tabel beserta
naratifnya.
BAB V
HASIL PENELITIAN

16
Penelitian yang bertempat di bagian Radiologi Divisi Radiodiagnostik
(sentral) Bagian/SMF Radiologi FK UNUD/RSUP Sanglah ini telah berhasil
mengumpulkan data sekunder sebanyak 36 sampel dari rekam medis pasien
pielonefritis yang melakukan pemeriksaan BOF serta USG selama periode 1 Juli -
30 November 2010 dan dianggap telah memenuhi target jumlah sampel
penelitian yang diperlukan.
Penelitian kali ini berdesain dekriptif kuantitatif yang retrospektif yang
diambil dari sejumlah sampel pasien yang menderita pielonefritis di radiologi
sentral RSUP Sanglah. Sebagai informasi tambahan bahwa studi ini juga
bertujuan mengetahui pola penilaian diagnosis pielonefritis berdasarkan
pemeriksaan klinis serta kesan pada BOF dan USG. Seperti yang telah kita
ketahui bersama bahwa pemeriksaan USG penting karena dapat mengetahui
faktor-faktor predisposisi infeksi seperti ginjal polikistik dan nefrolitiasis

5.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Kategori Umur


Berdasarkan data sekunder dari catatan medik pasien yang berhasil terkumpul
selama periode 5 bulan (Juli – November 2010) dengan diagnosis pielonefritis dan
dilakukan BOF serta USG Urologi di RSUP Sanglah, maka karakteristik distribusi
sampel berdasarkan kategori umur ditampilkan pada tabel 5.1. Guna
mempermudah dalam menganalisa, maka kategori umur dikelompokkan dalam
rentangan 5 tahun seperti yang ditampilkan pada tabel 5.1. Dari keseluruhan 36
sampel yang berhasil dikumpulkan datanya, ditemukan bahwa kelompok umur
yang terbanyak terdiagnosis dengan pielonefritis dan mendapatkan pemeriksaan
BOF dan USG Urologi adalah kelompok umur 56-60 tahun. Sedangkan kelompok
umur yang paling sedikit terdiagnosis pielonefritis adalah kelompok umur 46-50
tahun.

Tabel 5.1 Distribusi sampel berdasarkan kategori umur

17
Umur Frekuensi Persen
26-30 5 13,8
31-35 3 8.3
36-40 4 11.1
41-45 4 11.1
46-50 2 5.6
51-55 4 11.1
56-60 9 25.0
61-65 1 2.8
66-70 4 11.1
Total 36 100.0

5.2. Distribusi Sampel Berdasarkan Kategori Jenis Kelamin


Berdasarkan data sekunder catatan medik pasien yang berhasil terkumpul selama
periode 5 bulan (Juli sampai dengan November 2010) dengan diagnosis
pielonefritis dan mendapatkan pemeriksaan BOF dan USG Urologi di RSUP
Sanglah, maka karakteristik distribusi sampel berdasarkan kategori jenis kelamin
ditampilkan pada tabel 5.2 adalah sebagai berikut :

Tabel 5.2 Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin


Jenis Kelamin Frekuensi Persen
Perempuan 20 55.6
Laki-laki 16 44.4
Total 36 100.0

Terlihat pada tabel 5.2 pola distribusi sampel berdasarkan kategori jenis kelamin
yang menggambarkan dominasi insiden terdiagnosisnya pielonefritis lebih banyak
terjadi pada kelompok jenis kelamin perempuan, yaitu sebesar 55,6% sedangkan
pada kelompok sampel laki-laki didapatkan sebanyak 44,4%.

18
5.3. Distribusi Sampel Berdasarkan Kategori Diagnosis Klinis
Berdasarkan data sekunder catatan medik pasien yang berhasil terkumpul selama
periode 6 bulan (Januari sampai Juni 2009) dengan diagnosis pielonefritis dan
mendapatkan pemeriksaan BOF serta USG Urologi di RSUP Sanglah, maka
karakteristik distribusi sampel berdasarkan keterangan diagnosis klinis
ditampilkan pada tabel 5.3 adalah sebagai berikut :

Tabel 5.3 Distribusi sampel berdasarkan diagnosis klinis


Diagnosa Frekuensi Persen
Pielonefritis Akut 24 66.7
Pielonefritis Kronis 12 33,3
Total 36 100.0

5.4. Distribusi Sampel Berdasarkan Kategori Kesan BOF


Berdasarkan data sekunder catatan medik pasien yang berhasil terkumpul selama
periode 5 bulan (Juli sampai November 2010) dengan diagnosis pielonefritis dan
mendapatkan pemeriksaan BOF serta USG Urologi di RSUP Sanglah, maka
karakteristik distribusi sampel berdasarkan kesan hasil pemeriksaan BOF
ditampilkan pada tabel 5.4 adalah sebagai berikut:

Tabel 5.4 Distribusi sampel berdasarkan kesan BOF


Kesan BOF Frekuensi Persen
Pembesaran Ginjal 10 27.8
Batu Ginjal 10 27.8
Normal 6 16.7
Total 36 100

5.5. Distribusi Sampel Berdasarkan Kategori Kesan USG Urologi


Berdasarkan data sekunder catatan medik pasien yang berhasil terkumpul selama
periode 5 bulan (Juli sampai November 2010) dengan diagnosis Pielonefritis dan
mendapatkan pemeriksaan BOF serta USG Urologi di RSUP Sanglah, maka

19
karakteristik distribusi sampel berdasarkan kesan hasil pemeriksaan USG
ditampilkan pada tabel 5.5 adalah sebagai berikut:

Tabel 5.5 Distribusi sampel berdasarkan kemungkinan faktor predisposisi dari


pielonefritis
Kesan USG Frekuensi Persen
Polinefritis Bilateral 12 33.3
Batu Ginjal 8 22.2
Kista 9 25
Normal 7 19.4
Total 36 100

BAB VI
PEMBAHASAN

6.1 Karakteristik Sampel


Pada penelitian ini sampel yang dikumpulkan selama periode 1 Juli – 30
November 2010 berjumlah 36 sampel pasien dengan diagnosis batu ginjal

20
berdasarkan pemeriksaan BOF dan USG di RSUP Sanglah. Data tersebut diolah
secara statistik untuk memperoleh informasi dan karakteristik sampel pasien batu
ginjal berdasarkan kategori umur, jenis kelamin, diagnosis klinis serta kesan hasil
pemeriksaan klinis BOF dan USG

6.1.1 Kategori Umur


Pada bab sebelumnya tentang hasil dan pembahasan pada tabel 5.1 tentang
distribusi sampel berdasarkan kategori umur dari 36 sampel dan dengan rentangan
umur sampel dari 26 tahun sampai 70 tahun. Frekuensi pieonefritis paling banyak
terjadi pada usia 56-60 tahun berjumlah 9 sampel (25.0%). Secara teori penyakit
ini paling sering didapatkan pada wanita muda, bayi dan orang tua.4

6.1.2 Kategori Jenis Kelamin


Pada tabel 5.2 tentang distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin,
frekuensi terjadinya pielonefritis paling banyak terjadi pada perempuan 20 sampel
(55,6%) sedang pada laki-laki 16 (44,4%). Secara teori didapatkan bahwa faktor
epidemiologi dari pielonefritis salah satunya adalah jenis kelamin. Jumlah pasien
perempuan dikatakan lebih banyak tiga hingga empat kali lipat daripada laki-laki.3

6.1.3 Kategori Diagnosis Klinis


Pada tabel 5.3 tentang distribusi sampel berdasarkan diagnosis klinis,
terdapat hasil bahwa kasus curiga pielonefritis akut lebih besar yaitu sebanyak 24
sampel (66.7%) sedangkan pielonefritis kronik terdapat jumlah sampel sebanyak
12 (33.3%).

6.1.4 Kategori Kesan BOF


Pada tabel 5.4 tentang distribusi sampel berdasarkan kesan BOF
didapatkan frekuensi pembesaran ginjal sebanyak 10 sampel (27.8%) sedangkan
terdapat hal yang menarik yaitu adanya batu ginjal sebanyak 10 sampel (27.8%)
sedangkan ginjal yang normal terdapat 6 sampel (16.7%). Secara teori didapatkan
bahwa hasil foto polos abdomen akan lebhi terlihat jelas pembesaran ginjal pada
pasien yang sudah mengalami kelainan yang berat. Disamping itu karena umur

21
terbanyak yang terkena adalah diatas 50 tahun maka kemungkinan bisa
didapatkan batu ginjal.

6.1.4 Kategori Kesan USG Urologi


Pada tabel 5.5 tentang distribusi sampel berdasarkan kesan USG Urologi
didapatkan frekuensi terdiagnosis pielonefritis bilateral terdapat pada 12 sampel
(33.3%). Pada kesan USG juga terdapat batu ginjal dengan frekuensi 8 sampel
(22.2%) sedangkan diagnosis kista terdapat pada 9 sampel (25%) sedangkan
ginjal normal didapatkan sebanyak 7 sampel (19.4%). Secara teori pada USG
Urologi sangat penting untuk mengetahui faktor-faktor predisposisi infeksi seperti
ginjal polikistik dan nefrolitiasis.1

BAB VII
PENUTUP

7.1 Simpulan
1. Karakteristik sampel dari 36 sampel pasien batu ginjal dengan
pemeriksaan BOF dan USG RSUP Sanglah periode Juli sampai November
tahun 2010 didapatkan bahwa kelompok umur yang terbanyak
terdiagnosis dengan batu ginjal dan mendapatkan pemeriksaan BOF dan

22
USG Urologi adalah kelompok umur 46-50 tahun. Didapatkan Perempuan
(55.6%) terdiagnosis batu ginjal lebih banyak daripada laki-laki.
2. Distribusi diagnosis klinis dari sampel didapatkan kasus curiga
pielonefritis akut lebih besar yaitu sebanyak 24 sampel (66.7%) sedangkan
pielonefritis kronik terdapat jumlah sampel sebanyak 12 (33.3%).
3. Distribusi sampel dari kesan BOF didapatkan frekuensi adanya
pembesaran ginjal sebanyak 10 sampel (27.8%) sedangkan terdapat hal
yang menarik yaitu adanya batu ginjal sebanyak 10 sampel (27.8%)
sedangkan ginjal yang normal terdapat 6 sampel (16.7%).
4. Distribusi sampel dari kesan USG Urologi didapatkan frekuensi
terdiagnosis pielonefritis bilateral terdapat pada 12 sampel (33.3%). Pada
kesan USG juga terdapat batu ginjal dengan frekuensi 8 sampel (22.2%)
sedangkan diagnosis kista terdapat pada 9 sampel (25%) sedangkan ginjal
normal didapatkan sebanyak 7 sampel (19.4%)

7.2 Saran
1. Penyimpanan rekam medis pasien yang menjalani radioterapi di RS
Sanglah perlu memanfaatkan sistem informasi berbasis komputer sehingga
lebih terstruktur sebagai upaya dalam meningkatkan pelayanan terhadap
pasien serta mempermudah akses informasi mengenai data pasien.

2. Pada penelitian kali ini masih terdapat beberapa kelemahan baik dalam
teknis pelaksanaan maupun analisanya, sehingga untuk selanjutnya
diharapkan kelemahan yang telah disampaikan dalam pembahasan dapat
sebagai landasan perbaikan melakukan penelitian-penelitian sejenis
selanjutnya.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Sukandar, E. 2006. Infeksi Akut Saluran Kemih Atas (Ginjal) Pielonefritis


Akut. Dalam Nefrologi Klinik. Edisi III. Pusat Informasi Ilmiah Bagian
Penyakit Dalam FK UNPAD/RS dr. Sadikin. Bandung.

2. Stamm, W.E. 2004. Urinary Tract Infections and Pyelonephritis. In


Harrison’s Principles of Internal Medicine. Mc Graw Hill 16 th ed, vol. II.. Pp
1715-1721.

3. Nicolle, L.E., Ronald, A.R. 2006. Infections of The Upper Urinary Tract. In
Textbook of Nephrology. Lippincott, Williams & Wilkins. Chapter 34.

24
4. Sukandar, E. 2006. Infeksi Saluran Kemih Pasien Dewasa. Dalam Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Keempat, Jilid I. Pusat Penelitian Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FK UI. Jakarta. Hal 564-568.

5. Suwitra, K. 1994. Infeksi Saluran Kemih. Dalam Pedoman Diagnosis dan


Terapi Ilmu Penyakit Dalam RSUP Denpasar. Lab/SMF Penyakit Dalam FK
UNUD/RSUP Denpasar. Bali.

6. Anonyme. 2004. Pielonefritis Akut. [Accessed: March 12 2008]. Available


from: http://www.medicastore.com/cybermed/detail.

25

You might also like