You are on page 1of 9

PENENTUAN MINIMUM INHIBITORY CONCENTRATION (MIC)

DARI SEDIAAN UJI YANG BERPOTENSI SEBAGAI ANTIBIOTIK

I. TUJUAN
Menentukan Minimum Inhibitory Concentration (MIC) suatu sedian uji
terhadap bakteri gram positif maupun bakteri gram negatif.

II. PRINSIP
1. Turbidimetri
Menentukan ada atau tidaknya pertumbuhan bakteri dengan melihat adanya
kekeruhan larutan.
2. Pengenceran
Pengenceran antibiotik pada konsentrasi berbeda untuk menentukan
aktivitas antibiotik. Rumus pengenceran :
M 1V1 = M 2V 2

M1 = Konsentrasi awal
V1 = Volume awal
M2 = Konsentrasi campuran
V2 = Volume pencampuran

III. TEORI
Konsentrasi minimun penghambatan atau lebih dikenal dengan MIC
(Minimum Inhibitory Concentration) adalah konsentrasi terendah dari
antibiotika atau antimikrobial yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba
tertentu. Nilai MIC adalah spesifik untuk tiap-tiap kombinasi dari antibiotika
dan mikroba (Greenwood, 1995).
MIC dari sebuah antibiotika terhadap mikroba digunakan untuk mengetahui
sensitivitas dari mikroba terhadap antibiotika. Nilai MIC berlawanan dengan
sensitivitas mikroba yang diuji. Semakin rendah nilai MIC dari sebuah
antibiotika, sensitivitas dari bakteri akan semakin besar. MIC dari sebuah
antibiotika terhadap spesies mikroba adalah rata-rata MIC terhadap seluruh
strain dari spesies tersebut. Strain dari beberapa spesies mikroba adalah sangat
berbeda dalam hal sensitivitasnya. (Greenwood, 1995).
Terdapat dua tipe MIC, yaitu:
1. MIC cair
2. MIC padat
Pada percobaan ini dilakukan metoda MIC cair. Pada prinsipnya
pengurangan konsentrasi (pengenceran) secara berseri dari antibiotik disiapkan
dalam medium pertumbuhan yang cocok, dan suspensi dari organisme yang
menginfeksi ditambahkan pada tiap-tiap konsentrasi. Setelah diinkubasi (18 –
24 jam), konsentrasi yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri dapat
ditentukan.organisme dikatakan “sensitif” untuk konsentrasi yang paling kecil
yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Jika konsentrasi yang
dibutuhkan untuk membunuh organisme hanya sebanyak konsentrasi
penghambat, maka antibiotik tersebut dinamaka bakterisida; jika konsentrasi
tertinggi yang dibituhkan, maka antibiotik tersebut dinamakan bakteriostatik
(Nester et. al., 1973).
Penetapan MIC yaitu dengan menguji berbagai konsentrasi dengan cara
pengenceran, metode yang biasa digunakan adalah turbidimetri ataupun difusi
agar. Pengujian dilakukan dengan menyiapkan larutan baku antibiotik yang
akan ditentukan MICnya, selanjutnya antibiotik diencerkan sampai mendekati
dosis uji. Setelah men dekati dosis uji, antibiotik selanjutnya diencerkan
dengan media biakan yang sesuai dengan bakteri uji (Sanjaya, 2007).
Penentuan MIC antibiotik terhadap bakteri dilakukan secara in vitro.
Namun MIC ini tidak dapat dianggap setara dengan MIC in vivo karena dalam
tubuh manusia terjadi metabolisme, atau terjadi penguraian antibiotik dalam
tubuh sehingga aktivitas antibiotik berkurang (Sanjaya, 2007).
Aktivitas (potensi) antibiotik dapat ditunjukkan pada kondisi yang sesuai
dengan efek daya hambat terhadap mikroba. Suatu penurunan aktivitas
antimikroba juga akan dapat menunjukkan perubahan kecil yang tidak dapat
ditentukan dengan metode kimia, sehingga pengujian secara biologi atau
mikrobiologi biasanya digunakan sebagai standar untuk mengatasi keraguan
tentang kemungkinan hilangnya aktivitas (Sanjaya, 2007).
Ketika bakteri patogen diisolasi, maka sensitivitas dari bermacam antibiotik
dapat dicek. Pemberian antibiotik tergantung pada beberapa faktor, meliputi
kondisi fisik secara umum, adanya alergi terhadap obat, patogen , dan sisi
infeksi. Sisi infeksi merupakan hal yang paling penting (Wistreich dan
Lechtman, 1980).
Antibiotik merupakan suatu jenis obat yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri dan bahkan dapat membunuh bakteri.(Sudrajat, 2009).
Dalam menggunakan antibiotik harus berhati-hati dan harus sesuai
petunjuk karena jika tidak dapat menimbulkan berbagai permasalahan.
Misalnya dapat terjadi resistensi bakteri karena tidak menggunakan antibiotik
secara tepat sehingga menyebabkan bakteri bermutasi dan menjadi resisten
terhadap antibiotik tersebut. Selain itu ketidaktepatan penggunaan antibiotik
dapat menyebabkan alergi dari yang ringan seperti gatal-gatal, ruam hingga
yang berat seperti pembengkakan bibir, kerusakan hati atau sesak napas
(Anonim2, 2006).
Contoh dari antibiotik adalah kloramfenikol. Kloramfenikol diisolasi
pertama kali pada tahun 1947 dari Streptomyces venezuelae. Karena ternyata
kloramfenikol mempunyai daya antimikroba yang kuat maka penggunaan
kloramfenikol meluas dengan cepat sampai pada tahun 1950 diketahui bahwa
kloramfenikol dapat menimbulkan anemia aplastik yang fatal (Anonim1, 2000).
Kloramfenikol merupakan suatu antibiotik yang broad spectruim aktif
terhadap bakteri gram positif dan gram negatif. Antibiotik ini dihasilkan oleh
Streptomyces venezuelae dan merupakan antibiotik yang terpilih untuk
mengobati penyakit tifus perut (tifus abdominalis), selanjutnya kloramfenikol
juga digunakan untuk mengobati penyakit infeksi lainnya seperti batuk rejan
(kinkhoest), kolera dan lain-lain penyakit yang dapat digolongkan penyakit
cukup berat (Sudrajat, 2009).
Mekanisme kerja kloramfenikol adalah menghambat sintesis protein yang
dibutuhkan untuk pembentukan sel-sel bakteri, sehingga kloramfenikol
menghambat fungsi RNA bakteri. Dosis biasa : oral 4 x sehari 250-500mg.
Untuk anak-anak : 50mg/kg berat badan sehari dalam 4 takaran (Widjajanti,
1988).
Pada percobaan digunakan bakteri Eschericia colli dengan antibiotik
kloramfenikol. Suatu zat antimikroba yang ideal memiliki toksisitas selektif.
Istilah ini berarti bahwa suatu obat berbahaya bagi parasit, tetapi tidak
membahayakan inang. Seringkali, toksisitas selektif lebih bersifat relatif dan
bukan absolut; ini berarti bahwa suatu obat yang pada konsentrasi tertentu dapt
ditoleransi oleh inang, dapat merusak parasit (Jawetz et. al., 1987).
Eschericia coli ditemukan oleh Theodor Escheric, seorang dokter anak dan
bakteriologis, bakteri ini merupakan spesies utama yang hidup di usus halus
bagian bawah pada makhluk hidup berdarah panas dan baik untuk pencernaan
makanan. Kehadirannya pada air tanah merupakan indikator umum adanya
kontaminasi feses. Eschericia coli termasuk enterobacter dan sering digunakan
sebagai model organisme untuk bateri secara umum (Rudolf, 2006).
Eschericia coli termasuk ke dalam bakteri heterotrof yang memperoleh
makanan berupa zat oganik dari lingkungannya karena tidak dapat menyusun
sendiri zat organik yang dibutuhkannya. Zat organik diperoleh dari sisa
organisme lain. Bakteri ini menguraikan zat organik dalam makanan menjadi
zat organik dalam makanan menjadi zat anorganik, yaitu CO2, H2O, energi, dan
mineral. Di dalam lingkungan bakteri pembusuk ini berfungsi sebagai pengurai
dan penyedia nutrisi bagi tumbuhan. Dalam usus manusia terdapat juga bakteri
yang hidup secara saprofit (menguraikan serat-serat pada makanan) dan
menguntungkan adalah bakteri Eschericia coli (Rudolf, 2006).

(
R
u
d
olf, 2006).
Escherichia coli ialah bakteri yang berbentuk batang pendek (Basil)
tergolong dalam Gram negatif dan hidup dalam saluran pencernaan atau usus
baik pada hewan dan manusia. Escherichia coli yang mencemari bahan
makanan berasal dari tinja manusia, sehingga keberadaannya pada bahan
makanan atau ikan segar menunjukkan adanya ancaman kesehatan pada
konsumen (manusia), sebab dapat diartikan bahwa bahan makanan telah
tercemar oleh tinja manusia. Oleh karena itu maka, Escherichia coli dipakai
sebagai indikator cemaran yang berbahaya bagi manusia dan hewan
(Ismamendale, 2009).
Ancaman yang dapat membahayakan kesehatan konsumen, sebab beberapa
strain Escherichia coli bersifat patogen yang dapat menyerang manusia maupun
hewan. Hal ini disebabkan oleh kemampuan bakteri Escherichia coli
memproduksi toxin yang dapat menyebabkan timbulnya gastro enteritis pada
manusia dan hewan yang ditandai dengan gejala diare, demam kadang disertai
muntah bahkan kematian (Ismamendale, 2009).
Binatang ternak terutama sapi, domba, dan kambing, merupakan reservoar
bakteri EHEC. Kotoran hewan yang mengandung bakteri ini dapat
mengontaminasi daging atau susu, yang kemudian diolah kurang sempurna
(Ismamendale, 2009).
Penyakit yang disebabkan oleh Escherichia coli pada manusia
menyebabkan gastro enteritis yang ditandai dengan gejala diare, demam
kadang disertai muntah bahkan kematian dan menimbulkan berbagai kasus
seperti diare akut pada berbagai spesies hewan ternak dan unggas. Pada hewan
ternak dan unggas secara ekonomi dapat menimbulkan kerugian yang cukup
besar, seperti penurunan produktifitas, penurunan berat badan, bahkan dapat
diikuti dengan kematian (Ismamendale, 2009).
Terdapat tiga situasi dimana Eschericia coli yang tidak berbahaya dapat
menyebabkan sakit. Ketika bakteri keluar dari intestinal dan masuk ke saluran
kencing. Ia dapat menyebabkan infeksi, yang disebut sistitis, yang dapat
disebabkan hubungan seksual yang dapat menyebabkan bakteri masuk ke
kandung kemih. Walaupun pada umunya banyak terjadi pada wanita , infeksi
jalur kencing, dapat juga ditemukan pada pria. Ketika bakteri keluar dari
saluran intestinal menuju lubang (misalnya yang disebabkan oleh bisul atau
luka) dan pada abdomen, Eschericia coli biasanya menyebabkan infeksi
peritoritis yang dapat berakibat fatal. Tapi E. coli sangat sensitif terhadap
antibiotik seperti sterptomisin, gentamisin (Rudolf, 2006).
Eschericia coli merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang, uji indol
positif dan mampu memfermentasikan berbagai karbohidrat seperti glukosa,
laktosa, manitol, dan arabinosa. Media yang digunakan untuk mengidentifikasi
keberadaan Eschericia coli, yaitu :
1. Media Eosin Methylene Blue
Mikroba yang memfermentasi laktosa menghasilkan koloni dengan inti
berwarna gelap dengan mengkilap logam.
2. Media MacConkey Agar
Kemampuan Eschericia coli memfermentasi laktosa menyebabkan
penurunan pH, sehingga mempermudah absorpsi neutral red untuk
mengubah koloni menjadi merah bata dan bilel empedu diendapkan.
3. Media MacConkey Broth
Adanya Oxgall dalam media berperan dalam menghambat bakteri gram
positif. Fermentasi laktosa oleh Eschericia coli menyebabkan pH turun.
Kondisi asam akan menyebabkan bromo cresol purple (media ungu)
berubah menjadi kuning (media berwarna kuning) dan adanya
pembentukan gas yang dapat diamati pada tabung Durham (Zinsser,
1957).
Penentuan jenis bakteri patogen ditentukan dengan pemeriksaan
laboratorium, yaitu teknik khusus seperti pewarnaan gram dan teknik kultur
bakteri juga dapat dilakukan, dengan cara mengambil bakteri dari infeksi
pasien dan kemudian dibiarkan tumbuh. Dari cara bakteri ini tumbuh dan
penampakannya dapat membantu mengidentifikasi spesies bakteri. Dengan
kultur bakteri, sensitifitas antibiotik juga dapat diuji (Surini, 2006).

IV. ALAT DAN BAHAN


• ALAT
1. Inkubator
2. Kawat ose
3. Labu ukur 100 ml
4. Lampu spirtus
5. Rak tabung
6. Tabung reaksi besar dan kecil
7. Volume pipet ukuran 1 ml dan 10 ml
• BAHAN
1. Air suling
2. Nutrient Broth (NB) double strength
3. Nutrient Broth (NB)
4. Sedian Uji (Kloramfenikol)
5. Suspensi Bakteri Escherichia Coli

V. PROSEDUR
Dihitung konsentrasi campuran pada masing-masing tabung besar dan tabung
kecil. Kemudian dibuat pengenceran bertingkat larutan sedian uji dengan air
suling steril dalam tabung- tabung reaksi besar.
Diisi tabung reaksi kecil pertama dengan 1 ml NB double strength,
sedangkan tabung-tabung reaksi selanjutnya dengan 1 ml NB biasa. Setelah itu
dipipet 1 ml hasil pengenceran terakhir ke dalam tabung 1 yang telah berisi NB
double strength, kemudian dikocok sampai homogen. Setelah itu dipipet 1 mL
campuran dari tabung 1 ke tabung 2, dikocok sampai homogen. Diulangi
langkah tersebut sampai tabung terakhir, kemudian dibuang 1 ml campuran dari
tabung terakhir.
Ditambah 1 ose bakteri Escherichia Coli ke dalam masing-masing tabung
kecil, dikocok sampai homogen. Kemudian dibuat 1 kontrol positif dan 1
kontrol negatif. Kontrol positif terdiri dari 1 ml NB dan 1 ose bakteri. Kontrol
negatif hanya berisi 1 ml NB.
Langkah terakhir adalah menginkubasi semua tabung kecil pada suhu 37oC
selama 18-24 jam. Setelah itu diamati kekeruhan yang terjadi, lalu dibandingkan
dengan kontrol positif dan negatif.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim1. 2000. Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000. Jakarta :


Departemen Kesehatan Indonesia

Anonim2. 2006. Obat-Obat Penting Untuk Pelayanan Kefarmasian Edisi Revisi.


Yogyakarta : Universitas Gajah Mada Press

DirJen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi Keempat. Jakarta : Departemen


Kesehatan Republik Indonesia

Greenwood. 1995. Antibiotics Susceptibility (Sensitivity) Test, Antimicrobial and


Chemoterapy. New York : David and sons inc

Ismamendale. 2009. Escherichia Coli. Available online at :


http://ismamendale.multiply.com/journal/item/1/Abstrak_Penelitianku_Identifi
kasi_Bakteri_Escherichia_coli [Diakses tanggal 23 Maret 2009]
Jawetz, E., J. L. Melnick, & L. N. Ornston. 1987. Mikrobiologi Kedokteran Edisi
20. Diterjemahkan oleh Edi Nugroho dan RF Maulany. Jakarta : EGC

Nester, E. W., C. E. Roberts, B. J. Mc.Carthy, & N. N. Pearsall. 1973. Molecules,


Microbes, & man. New York : Holt, Rinehart and Wiston, Inc.

Rudolf, M. 2006. Differentiation and developmental pathways of uropathogenic


Escheria coli. Available online at
http://www.sains.com/proceedings_of_the_national_academy_of_sciences.htm
[Diakses tanggal 22 Maret 2009]

Sanjaya, N. 2007. Antibiotik. Available online at http://els.fk.umy.ac.id [Diakses


tanggal 22 Maret 2009]

Sudrajat, D. 2009. Antibiotik untuk Kesehatan. http://digilib.batan.go.id/e-


prosiding/File%20Prosiding/Kesehatan/Risalah%202000/2000/Dadang-
sudrajat.pdf [Diakses tanggal 22 Maret 2009]

Surini, S. 2006. Antibiotik, Si Peluru Ajaib Bagian kedua. Available online at


http://www.beritaiptek.com/zberita-beritaiptek-2006-01-12-Antibiotik,-Si-
Peluru-Ajaib-(Bagian-Kedua).html. [Diakses tanggal 22 Maret 2009]

Widjajanti, V.N. Obat-obatan. 1988. Penerbit Kanisius : Yogyakarta.

Wistreich G. A., & M. D. 1980. Microbiology. London : Collier Mc.Millan


publishers.

Zinsser. 1957. Microbiology. New York : Appleton-century crofts inc.

You might also like