You are on page 1of 6

LATAR BELAKANG

Singkong atau tapioka merupakan bahan pangan yang banyak diproduksi di Indonesia.
Indonesia termasuk sebagai negara penghasil ubi kayu terbesar ketiga (13.300.000 ton) setelah
Brazil (25.554.000 ton), Thailand (13.500.000 ton) serta disusul negara-negara seperti Nigeria
(11.000.000 ton), India (6.500.000 ton) dari total produksi dunia sebesar 122.134.000 ton per
tahun. (Global-net, 2009)
Singkong merupakan umbi atau akar pohon yang panjang dengan fisik rata-rata bergaris
tengah 2-3 cm dan panjang 50-80 cm, tergantung dari jenis singkong yang ditanam. Daging
umbinya berwarna putih atau kekuning-kuningan. Umbi singkong tidak tahan simpan meskipun
ditempatkan di lemari pendingin. Gejala kerusakan ditandai dengan keluarnya warna biru gelap
akibat terbentuknya asam sianida yang bersifat racun bagi manusia.
Umbi singkong merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat namun sangat miskin
protein. Sumber protein yang bagus justru terdapat pada daun singkong karena mengandung
asam amino metionin. Dari proses pengolahan singkong menjadi tepung tapioka, dihasilkan
limbah sekitar 2/3 bagian atau sekitar 75% dari bahan mentahnya. (Sudjiono, 1996)
Pada singkong banyak terdapat kandungan gula dalam bentuk hemiselulosa. Dimana
fungsi dan strukturnya sangat berpengaruh terhadap metabolisme tubuh. Hemiselulosa mirip
dengan selulosa yang merupakan polymer gula. Namun, berbeda dengan selulosa yang hanya
tersusun dari glukosa, hemiselulosa tersusun dari bermacam-macam jenis gula. Monomer gula
penyusun hemiselulosa terdiri dari monomer gula berkarbon 5 (C-5) dan 6 (C-6), misalnya:
xylosa, mannose, glukosa, galaktosa, arabinosa, dan sejumlah kecil rhamnosa, asam glukoroat,
asam metal glukoronat, dan asam galaturonat. Xylosa adalah salah satu gula C-5 dan merupakan
gula terbanyak kedua di di biosfer setelah glukosa. Kandungan hemiselulosa di dalam biomassa
lignoselulosa berkisar antara 11% hinga 37 % (berat kering biomassa). Hemiselulosa lebih
mudah dihidrolisis daripada selulosa, tetapi gula C-5 lebih sulit difermentasi menjadi etanol
daripada gula C-6.
Gambar hemiselulosa
    (Ahmed, 1991)
Selama ini orang hanya memanfaatkan daging singkong sebagai bahan pangan, namun
limbahnya tidak diolah kembali. Bagi kebanyakan orang limbah tapioka hanyalah sampah dan
polutan yang mencemari lingkungan. Limbah tapioka oleh para petani hanya digunakan sebagai
pakan ternak atau dibuang begitu saja ke sungai atau parit-parit. Hal tersebut dapat
membahayakan lingkungan karena dapat merubah kandungan oksigen di air menjadi berkurang.
Dengan inovasi teknologi yang diterapkan, limbah tapioka ini dapat diolah lebih lanjut
dan dimanfaatkan sebagai bahan pangan produk nata yang berbahan dasar ampas singkong.
Dimana Indonesia merupakan penghasil singkong terbesar ketiga di dunia (13.300.000
ton/tahun). Sehingga untuk ketersediaan bahan baku, nata dari ampas singkong ini tidak akan
menjadi masalah. Seperti nata de coco, yang selama ini telah beredar di pasaran dan banyak
digemari masyarakat, diharapkan produk nata dari ampas singkong ini dapat menjadi sumber
alternative bahan pangan untuk masyarakat dengan penciptaan nilai tambah pada limbah tapioca
yang sangat berlimpah daripada hanya dibuang begitu saja ke lingkungan atau hanya digunakan
sebagai pakan ternak saja. (Rahman, 2009)

TUJUAN
            Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk memanfaatkan limbah sampingan pembuatan
tepung tapioka menjadi bahan pangan tambahan. Salah satunya yakni pembutan nata dari
singkong. Selain itu tujuan lainnya yakni memberdayakan hasil alam semaksimal mungkin
dengan pengeluaran biaya seminim-minimnya. Karena pembuatan nata singkong lebih ekonomis
dan efisien dari pada nata de coco.
            Pada aalanya penelitian ini dilakukan untuk melihat senyawa apa saja yang dikandung
singkoong, sehingga mampu menjadi bahn pangan, alhasil penelitian berlanjut dengan
perkembanggan ilmu dan tekhnologi yang ada pada saat ini.

METODE

            Penulisan tugas ini menggunakan studi literature. Dimana penelitian yang dilakukan
menggunakan metode eksperimen.
            Pada studi literature yang ada penelitian ini menggunakan bahan utama yakni singkong
(Manihot utillisima) yang akan difermentasikan. Penelitian ini juga menggunakan Bakteri
Acetobacter xylinum sebagai mikroorganisme yang melakukan fermentasi terhadap singkong.
            Bakteri Acetobacter xylinum adalah bekteri Gram negatif yang dapat mensintesis
selulosa dari fruktosa. Selulosa ini memiliki pori melintang pada kristal mini glukan yang
kemudian terkoalisi ke dalam mikrofibril. Cluster mikrofibril yang ada dalam struktur senyawa
yang terbentuk seperti pita-pita dapat diamati secara langsung dengan menggunakan mikroskop.
Acetobacter xylinum merupakan suatu model sistem untuk mempelajari enzim dan gen yang
terlibat dalam biosintesis selulosa. Jumlah inokulum yang diberikan 10 – 20 % dari bakteri umur
6 hari.
            Pembuatan nata dari ampas singkong ini memerlukan serangkaian proses. Proses pertama
adalah pemarutan singkong, singkong yang telah dikupas dan dicuci bersih kemudian diparut.
Hasil parutan singkong ini kemudian dilarutkan ke dalam air untuk mendapatkan pati singkong.
Dari hasil perasan singkong kemudian didapatkan pati singkong. Ampas singkong kemudian
diambil dan difermentasi. Hasil fermentasi ampas singkong atau tapioca ini kemudian ditutup
untuk meminimalkan kontak dengan udara dan didiamkan selama sepuluh hari. Produk nata ini
siap untuk dikonsumsi.
PEMBAHASAN

Menurut pakar tanaman obat, Prof Hembing Wijayakusuma, efek farmakologis dari
singkong adalah sebagai antioksidan, antikanker, antitumor, dan menambah napsu makan.
Bagian yang umum dipakai pada tanaman ini adalah daun dan umbi. Umbi singkong memiliki
kandungan kalori, protein, lemak, hidrat arang, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin B dan C, dan
amilum. Daun mengandung vitamin A, B1 dan C, kalsium, kalori, forfor, protein, lemak, hidrat
arang, dan zat besi. Sementara kulit batang, mengandung tannin, enzim peroksidase, glikosida,
dan kalsium oksalat. Selain sebagai makanan, tanaman singkong memiliki berbagai khasiat
sebagai obat. Di antaranya obat rematik, sakit kepala, demam, luka, diare, cacingan, disentri,
rabun senja, beri-beri, dan bisa meningkatkan stamina.
Kandungan serat pangan pada singkong juga cukup baik Kandungan serat pangan pada
singkong adalah 2,56 %, lebih tinggi dibandingkan jenis sayuran tropis lainnya, seperti
kecambah kedelai (1,27 %), petai (1,58 %), ketimun (0,61 %), dan sawi (1,01 %). Serat pangan
(dietary fiber) sempat cukup lama dabaikan sebagai faktor penting dalam gizi manusia karena
tidak menghasilkan energi. Selain itu, kekurangan serat tidak menimbufkan gejala spesifik,
seperti halnya yang terjadi pada kekurangan zat-zat gizi tertentu.
Akhir-akhir ini, melalui penelitian epidemiologis telah dibuktikan peran fisiologis serat
pangan terhadap usus. Kurangnya konsumsi serat dapat menyebabkan timbulnya penyakit ala
masyarakat Barat, seperti aterosklorosis (penyumbatan pembuluh darah), koroner, diabetes
melitus (kencing manis), hiperkolesterolemia (kelebihan kolesterol), hipertensi, hiperlipidemia
(kelebihan lemak), dan kanker kolon (usus besar).
Serat pangan adalah senyawa berbentuk karbohidrat kompleks yang banyak tedapat pada
dinding sel tanaman pangan. Serat pangan tidak dapat dicerna dan diserap oleh saluran
pencernaan manusia, tetapi memiliki fungsi yang sangat panting bagi pemeliharaan kesehatan,
pencegahan penyakit, dan sebgai komponen penting dalam terapi gizi.
Rata-rata konsumsi serat pangan penduduk Indonesia adalah 10,5 gram per hari. Angka
ini menunjukkan bahwa penduduk Indonesia baru memenuhi kebutuhan serat sekitar sepertiga
dan kebutuhan ideal sebesar 30 gr setiap hari. (Michael, 1994)
Nata merupakan produk fermentasi dari bakteri Acetobacter xylinum yang berupa
lembaran selulosa dari pengubahan gula yang terdapat pada substrat (umumnya air kelapa tetapi
dapat pula dari bahan lain) menjadi pelikel selulosa. Nata ini kandungan utamanya adalah air dan
serat sehingga baik untuk diet dan sering digunakan dalam pembuatan dessert atau sebagai
tambahan substansi pada koktail, es krim dan sebagainya. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
pembuatan nata di antaranya adalah bakteri, gula dan nitrogen, selain itu harus pula diperhatikan
suhu dan pH serta jangan tergoyanng agar pembentukan pelikel berlangsung baik.
Pembuatan nata dari ampas singkong ini memerlukan serangkaian proses. Proses pertama
adalah pemarutan singkong, singkong yang telah dikupas dan dicuci bersih kemudian diparut.
Hasil parutan singkong ini kemudian dilarutkan ke dalam air untuk mendapatkan pati singkong.
Dari hasil perasan singkong kemudian didapatkan pati singkong. Ampas singkong kemudian
diambil dan difermentasi. Hasil fermentasi ampas singkong atau tapioca ini kemudian ditutup
untuk meminimalkan kontak dengan udara dan didiamkan selama sepuluh hari. Produk nata ini
siap untuk dikonsumsi.
Setiap satu kilogram ampas singkong, setelah diproduksi menjadi lima kilogram
lembaran nata. Selain bernilai ekonomis, produk nata dari singkong baik untuk kesehatan.
Produk nata yang dihasilkan berserat tinggi, sehingga dapat membantu melancarkan pencernaan.
Namun, pembuatan nata ini membutuhkan waktu yang lebih lama untuk hidrolisis karbohidrat
menjadi gula melalui proses fermentasi. Produk nata dari singkong ini mengandung gula 5-7 %
sehingga tidak diperlukan penambahan gula kembali. Selama ini pembuatan nata de coco masih
membutuhkan penambahan gula, sehingga untuk skala produksi nata dari ampas singkong ini
lebih ekonomis dan efisien. Selain itu nata yang dihasilkan lebih kenyal, tebal dan lebih putih.
Upaya pengolahan ampas singkong menjadi suatu makanan bernilai gizi ini dapat
membantu mengurangi pencemaran lingkungan oleh limbah atau proses samping dari singkong
yang selama ini hanya dimanfaatkan oleh petani sebagai pakan ternak atau dibuang begitu saja
ke sungai atau parit. Selain itu upaya pengelolaan ampas singkong ini dapat menghasilkan
produk makanan yang benilai gizi bagi masyarakat. (Rahman,, 2009)
Bahan makanan yang berupa karbohidrat, lemak, dan protein yang dioksidasi akan
menghasilkan energi. Energi dari karbohidrat, lemak, dan protein semuanya digunakan untuk
membentuk sejumlah besar Adenosine TriPosphate (ATP), dan selanjutnya ATP tersebut
digunakan sebagai sumber energi bagi banyak fungsi sel. Bila ATP di urai secara kimia sehingga
menjadi Adenosine DiPosphate (ADP) akan menghasilkan energi sebesar 8 kkal/mol, dan cukup
untuk berlangsungnya hampir semau langkah reaksi kimia dalam tubuh. Beberapa reaksi kimia
yang memerlukan energi ATP hanya menggunakan beberapa ratus kalori dari 8 kkal yang
tersedia, sehingga sisa energi ini hilang dalam bentuk panas. Beberapa fungsi utama ATP
sebagai sumber energi adalah untuk mensintesis komponen sel yang penting, kontraksi otot, dan
transport aktif untuk melintasi membran sel ( Schumm, 1993 ).
Bila dilihat secara persentase, energi yang menjadi panas sebesar 60% selama
pembentukan ATP, kemudian lebih banyak lagi energi yang menjadi panas sewaktu dipindahkan
dari ATP ke sistem fungsional sel. Sehingga hanya 25% dari seluruh energi dari makanan yang
digunakan oleh sistem fungsional sel ( vanders, 1994 ).

KESIMPULAN

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa singkong merupakan bahan pangan alternatif yang
memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi. Pemanfaatan singkong dapat dimaksimalkan
dengan memanfaatkan ampas-ampas pembuatan tepung tapioka dari singkong menjadi nata.
Nata yang berbahan baku singkong lebih ekonomis dibandingkan nata de coco, karena terdapat
kandungan gula yang membuat nata ini terasa manis tanpa tambahan gual lagi, berbeda dengan
nata de coco yang memerlukan gula dalam proses pembuatannya. Singkong dapat dijadikan
sebagai salah satu sumber bahan organik untuk pembentukan energi, sehingga metabolisme
tubuh dapat berjalan dengan lebih baik. Penelitian BPOM menyatakan kandungan singkong
meliputi karbohidrat, protein, mineral dan sedikit lemak.

You might also like