You are on page 1of 141

Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi

Lewat Metode Survey Citizen Report Card


Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

KATA PENGANTAR
Puji syukur Kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya
atas karunia-Nya, Kami dapat menyelesaikan pemantauan pelaksanaan RAD PK Kota
Bandung pada Badan Publik yang ada di Kota Bandung melalui metode Citizen Report
Card Survey (CRC). Ada pun Badan Pubik yang dipilih pada pemantauan pelaksaan
RAD PK Kota Bandung melalui Survey CRC di Tahun 2010, adalah: Dinas Pendidikan
dan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) di Kota Bandung.
Terimakasih sebesar-besarnya Kami sampaikan kepada pihak Kemitraan
untuk Pembaharuan Tata Pemerintahan di Indonesia dan Direktorat Hukum dan
HAM Bappenas yang telah mempercayakan pelaksanaan kegiatan ini kepada
lembaga Kami. Patut pula Kami sampaikan terimakasih dan penghargaan kepada
Walikota dan Wakil Walikota Bandung beserta seluruh jajaran aparat di Pemerintah
Kota Bandung, khususnya Sekretaris Daerah, Kepala Bappeda Kota Bandung dan
Inspektorat Kota Bandung yang menyambut baik pelaksanaan Survey CRC ini. Ucapan
terima kasih Kami sampaikan juga kepada pihak Dinas Pendidikan dan BPPT Kota
Bandung, atas kesediaan dan kerjasama dalam pelaksanaan Survey CRC ini. Tidak
lupa Kami sampaikan penghargaan kepada warga/masyarakat Kota Bandung yang
telah bersedia menjadi responden dalam survey ini, karena sesungguhnya survey
dengan metoda CRC lebih menempatkan warga/masyarakat sebagai narasumber
utama dalam memberikan penilaian atas kualitas pelayanan yang telah mereka
terima dari Badan Publik yang ada di Kota Bandung
Kami menyadari bahwa Survey CRC masih terbatas dilakukan, sebagaimana
kesepakatan awal yang dibangun antara Lembaga Advoksi Kerakyatan dengan
Pemerintah Kota Bandung pada program SUCCES, bahwasanya Survey CRC akan
difokuskan dulu pada dua (2) Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), yaitu: Dinas
Pendidikan dan BPPT Kota Bandung. Oleh karena itu, Kami berharap, hasil Survey
CRC ini dapat dijadikan masukan bagi upaya perubahan dan perbaikan dari layanan
publik di Dinas Pendidikan dan BPPT Kota Bandung. Selanjutnya secara bertahap dan
simultan, perlu diupayakan agar Survey CRC dapat dilaksanakan pada semua Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD), khususnya SKPD pelaksana Rencana Aksi Daerah
(RAD PK) Kota Bandung, sebagaimana yang tercantum di dalam Peraturan Walikota
Bandung No. 891 Tahun 2009 tentang Rencana Aksi Daerah Pemberantasan Korupsi
(RAD PK) Kota Bandung, Tahun 2009 – 2013. Dengan demikian secara bertahap dan
terus menerus Pemerintah Kota Bandung beserta warga/masyarakatnya dapat
bersama-sama mendorong pengembangan sistem integritas dalam upaya
pencegahan korupsi pada Badan Publik yang ada di Kota Bandung.

Bandung, 30 Desember 2010

Fridolin Berek
Direktur Eksekutif
Lembaga Advokasi Kerakyatan (LAK)
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

RINGKASAN EKSEKUTIF
Pada Tahun 2008, Kota Bandung telah dijadikan salah satu pilot project
bersama-sama dengan lima (5) kabupaten/kota lainnya yang ada di Negara Kesatuan
Republik Indonesia oleh Direktorat Hukum dan HAM, Bappenas Republik Indonesia
dan Kemitraan untuk Pembaharuan Tata Pemerintahan di Indonesia untuk
melaksanakan proses penyusunan Rencana Aksi Daerah Pemberantasan Korupsi
(RAD PK) dan Citizen Report Card Survey. Atas fasilitasi dari Kemitraan dan Bappenas
dengan dibantu mitra lokal di Kota Bandung yakni Lembaga Advokasi Kerakyatan
(LAK), Pemerintah Kota Bandung berhasil menyusun dan menetapkan Rencana Aksi
Daerah Pemberantasan Korupsi (RAD PK) ke dalam Peraturan Walikota Bandung No.
891 Tahun 2008 tentang Rencana Aksi Daerah Pemberantasan Korupsi (RAD PK) Kota
Bandung, Tahun 2009 - 2013.
Setelah lewat dua tahun, maka dipandang perlu dilakukan evaluasi atas
capaian pelaksanaan rencana aksi daerah tersebut. Oleh karena itu pada Tahun
2010, Kota Bandung dipilih lagi menjadi pilot project bersama-sama dua (2) daerah
lain, yakni Kota Makasar dan Kota Denpasar, dalam pelaksanaan program SUCCES
yang merupakan kerjasama antara Direktorat Hukum dan HAM Bappenas dan
Kemitraan untuk Pembaharuan Tata Pemeritahan di Indonesia
Salah satu kegiatan penting dalam skema pelaksanaan program SUCCES di
Kota Bandung adalah pemantuan pelaksanaan Rencana Aksi Daerah (RAD PK) melalui
metode Citizen Report Card Survey (CRC), pada beberapa Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) pelaksana dari RAD PK, sebagaimana termaktub dalam Peraturan
Walikota No. 891 Tahun 2008.
Atas kesepakatan bersama antara Kemitraan, Direktorat Hukum dan HAM
Bappenas dan Pemerintah Kota Bandung, khususnya Bappeda dan Inspektorat Kota
Bandung maka CRC difokuskan pada layanan publik pendidikan di Dinas Pendidikan
dan layanan perizinan di Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Bandung.
Ada pun lembaga mitra lokal yang dipilih oleh Kemitraan, Direktorat Hukum dan
HAM Bappenas dan Pemerintah Kota Bandung untuk melaksanakan Survey CRC ini
adalah Lembaga Advokasi Kerakyatan (LAK), sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) yang memfokuskan diri pada upaya mendorong perbaikan tata pemerintahan
di daerah, terutama dalam hal perbaikan pelayanan publik, pencegahan korupsi dan
pemenuhan hak-hak dasar warga/masyarakat.
Pelaksanaan Survey CRC di Dinas Pendidikan Kota Bandung, difokuskan pada
layanan program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah, sebagaimana
terlampir dalam Matriks Rencana Aksi Daerah Pemberantasan Korupsi (RAD PK) Kota
Bandung. Sedangkan Survey CRC di BPPT Kota Bandung difokuskan pada layanan Izin
Mendirikan Bangunan (IMB).
Survey CRC terhadap pelaksanaan atau penyaluran dana dari program
Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah, dilakukan kepada dua kelompok
responden, yaitu: pihak sekolah yang mendapatkan dana bantuan pendidikan dari
program ini, sekaligus sebagai pengelola dana program dan orang tua siswa miskin
yang putra-putrinya sebagai penerima dana bantuan pendidikan dari program ini.
Secara umum, responden pihak sekolah maupun orang tua siswa miskin yang
putra-putrinya mendapatakan dana bantuan pendidikan dari program Bantuan Siswa
Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah, menyatakan puas terhadap layanan program
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

bantuan pendidikan ini. Meski pun begitu masih terdapat beberapa catatan untuk
perbaikan kualitas layanan ke depan. Catatan pertama, berkenaan dengan proses
sosialisasi kebijakan atau program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
yang dinilai masih belum optimal. Oleh karena itu, diusulkan sosialisasi yang lebih
intensif dengan pilihan metode dan media yang lebih variatif dan aplikatif, serta
dapat diakses warga/masyarakat Kota Bandung dengan lebih mudah.
Catatan penting lainnya yang direkomendasikan untuk perbaikan kualitas
layanan ke depan antara lain, adalah:
 Mengenai metode verifikasi dan validasi data siswa miskin sebagai penerima
dana bantuan pendidikan dari program Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/BAWAKU Sekolah. Hal ini harus diawali dengan adanya kebijakan yang
mengatur koordinasi antara Dinas Pendidikan Kota Bandung, pihak sekolah
pada jenjang pendidikan menengah (SMA/MA/SMK Negeri/Swasta) dan level
pemerintahan paling bawah di Kota Bandung (mulai dari tingkat RT/RW,
kelurahan dan kecamatan). Juga diperlukan adanya metode standar verifikasi
yang berlaku umum di setiap sekolah jenjang pendidikan menengah
(SMA/MA/SMK Negeri dan Swata) yang ada di Kota Bandung.
 Terkait dengan penentuan kuota siswa miskin penerima dana bantuan
pendidikan dari program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah,
masing-masing pihak sekolah jenjang pendidikan menengah yang ada di Kota
Bandung perlu dilibatkan sejak awal. Selain itu Dinas Pendidikan Kota
Bandung diharapkan membuat proyeksi jumlah siswa miskin berdasarkan
data yang lebih terpadu dan bekerjasama dengan instansi terkait (BPS Kota
Bandung, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bandung, BPPKB Kota
Bandung, masing-masing pihak jenjang pendidikan wajib belajar Sembilan (9)
tahun (SMP/MTs) yang ada di Kota Bandung, dan masing-masing pihak
jenjang pendidikan menengah (SMA/MA/SMK Negeri/Swasta) yang ada di
Kota Bandung) dan elemen warga/masyarakat pendidikan di Kota Bandung
 Pengelolaan dana program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah,
dinilai masih kurang transparan. Untuk itu diperlukan perbaikan khususnya
pada penjadwalan pencairan dan keseluruhan proses pengelolaan dana
bantuan pendidikan dari program ini.

Survey CRC terhadap layanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dilakukan pada
para pemohon IMB di Tahun 2009. Sebagian besar dari responden yang mengurus
IMB di Tahun 2009 mengurus IMB untuk jenis rumah tinggal.
Berdasarkan hasil survey CRC ini, terungkap bahwa sesungguhnya
warga/masyarakat belum memahami secara utuh kebijakan layanan IMB. Hal ini
dapat dilihat dari besarnya prosentase responden survey (representasi
warga/masyarakat Kota Bandung) yang tidak mengetahui syarat, prosedur dan biaya
pengurusan IMB dikarenakan banyaknya responden (representasi warga/masyarakat
Kota Bandung) yang tidak pernah mendapatkan sosialisasi tentang kebijakan dan
layanan IMB.
Hal lain yang perlu menjadi catatan untuk dibahas lebih lanjut adalah
kenyataan yang menunjukkan bahwa lebih dari 89% responden survey (sebagai
representasi warga/masyarakat) memilih menggunakan jasa penghubung dalam
mengurus IMB. Bahkan pihak penghubung yang paling banyak digunakan oleh
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

responden adalah pegawai BPPT Kota Bandung dan Dinas Cipta Karya (Distarcip) Kota
Bandung. Sementara di pihak lain, pemohon (responden survey) yang mengurus IMB
secara langsung menyatakan masih ada pungutan tidak resmi (liar) di hampir semua
tahapan pengurusan IMB.
Atas berbagai penilaian tentang layanan IMB yang diperoleh melalui survey
ini, diusulkan beberapa agenda perbaikan sebagai berikut :
 Perlu adanya peningkatan intensitas sosialisasi dengan pilihan metode dan
media yang mudah diakses warga/masyarakat Kota Bandung secara
keseluruhan.
 Masih dibutuhkan peningkatan kompetensi petugas (front office) BPPT Kota
Bandung, agar dapat memberikan penjelasan yang detail tentang layanan
IMB.
 Perlu dikembangkan mekanisme pemantuan yang efektif terhadap berbagai
praktek pungutan tidak resmi (liar) dan percaloan, serta penindakan tegas
terhadap pegawai/aparat yang melakukan praktek pungutan liar dan
percaloan pada layanan IMB.
Dalam rangka meningkatan pemahaman sekaligus partisipasi
warga/masyarakat untuk perbaikan layanan IMB maka diusulkan untuk
mengembangkan mekanisme pengaduan dan konsultasi. Melalui mekanisme
pengaduan, kontrol atau pengawasan warga/masyarakat akan berjalan efektif.
Sementara melalui proses konsultasi, diharapkan mampu meningkatkan pemahaman
warga/masyarakat secara lengkap tentang perizinan dan manfaatnya bagi penataan
ruang yang pro warga/masyarakat di Kota Bandung. Dengan demikian, pada
gilirannya baik pihak penyelenggara maupun pemohon secara bersama-sama dapat
mendorong pelaksanaan kebijakan publik secara lebih baik.
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hakekatnya suatu Negara (dalam hal ini birokrasi di pemerintahan)
merupakan representasi dari warga negara/masyarakat yang berada di dalam suatu
sistem pemerintahan guna melaksanakan tugas-tugas administrasi, baik yang
sifatnya ke dalam (untuk melayani kepentingan pemerintah itu sendiri), maupun ke
luar (untuk melayani kepentingan warga/masyarakat). Dalam hal melayani
kepentingan warga/masyarakat, posisi Negara adalah sebagai pelayan (servant) dan
pemberi layanan. Sementara warga/masyarakat selaku pemberi mandat, memiliki
hak atas layanan dan pelayanan yang disediakan oleh Negara. Ini dikarenakan
warga/masyarakat, telah memenuhi kewajibannya sebagai warga Negara dengan
membayar pajak, retribusi dan segala bentuk partisipasi lain dalam pelaksanaan
pembangunan dan pemerintahan.
Oleh karena itu, sudah seharusnya birokrasi pemerintahan menjadi abdi dari
masyarakat. Akan tetapi, fakta menunjukkan, bahwa birokrasi pemerintahan (pusat
maupun daerah) telah berubah menjadi alat kekuasaan atau sekedar alat untuk
memperkaya diri dan kelompok.
Terkait dengan fungsi layanan publik oleh birokrasi, terdapat beberapa
permasalahaan krusial yang perlu diwaspadai, yaitu:
1. Fenomena munculnya konflik kepentingan dalam diri pejabat publik,
antara mengutamakan kepentingan umum atau mendahulukan
kepentingan pribadi yang orientasinya hanya sebatas bagaimana
memaksimalkan keuntungan
2. Monopoli pelayanan publik oleh pemerintah, tanpa memberi ruang dan
peluang bagi masyarakat untuk memilih alternatif lain
3. Adanya fenomena tunggal asimetri informasi dan asimetri anggaran
(birokrasi selalu mengetahui atau menganggap lebih banyak tahu tentang
bagaimana mengalokasikan sumber daya publik)1
Secara lebih spesifik, Masyarakat Peduli Pelayanan Publik (MP3),
menyebutkan bahwa ada 5 masalah terkait dengan pelayanan publik di Negara
Kesatuan Republik Indonesia2, yakni:
1. Rendahnya kualitas produk maupun jasa layanan yang disediakan.
2. Rendahnya kualitas penyelenggaraan layanan
3. Ketiadaan akses bagi kelompok rentan, penyandang cacat dan komunitas
adat terpencil terhadap pelayanan publik
4. Ketiadaan mekanisme pengaduan, penyelesaian gugatan atau sengketa
atas ketidakpuasan warga/masyarakat terhadap pelayanan publik
5. Ketiadaaan ruang partisipasi warga/masyarakat dalam penyelenggaraan
pelayanan publik.

1
Sumber; Tabloid Lesung, III/04 November 2004. FPPM-Bandung
2
5 pokok masalah pelayanan publik di Indonesia dalam kertas Posisi Masyarakat Peduli Pelayanan Publik (MP3)
–Yappika. 2006
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

Ketiadaan ruang partisipasi warga/masyarakat dalam penyelenggaraan


pelayanan publik, disebabkan lemahnya kapasitas warga/masyarakat dalam
mengontrol atau mengawasi, melakukan penilaian sekaligus memberikan masukan
bagi perbaikan pelayanan publik.
Di sisi lain, kerangka kebijakan formal telah dibuat untuk menjamin adanya
kontrol dari masyarakat atas penyelenggaran pelayanan publik. Pasal 35 ayat 3 butir
a, Undang - Undang No.25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, menyebutkan
bahwa pengawasan eksternal terhadap penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan
melalui berbagai cara, termasuk di dalamnya pengawasan oleh masyarakat.
Pengawasan oleh masyarakat ini, berupa laporan atau pengaduan masyarakat
terhadap penyelenggaraan pelayanan publik. Pasal tersebut dengan tegas
menyatakan: bahwa, laporan pengaduan masyarakat merupakan instrumen penting
bagi masyarakat dalam melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan
pelayanan publik.
Faktanya, tidak banyak warga/masyarakat yang menyampaikan laporan atau
pengaduan atas penyelenggaraan pelayanan publik yang diterima. Minimnya
pengaduan warga/masyarakat, disebabkan oleh dua hal penting, yakni:
1. Kurangnya pemahaman tentang hak dan kewajiban warga/masyarakat
atas pelayanan publik
2. Lemahnya kemampuan teknis warga/masyarakat dalam mengembangkan
mekanisme pengawasan sampai dengan pengaduan yang efektif dan
berpengaruh terhadap perbaikan dari penyelenggaraan pelayanan publik.
Karena itu, dibutuhkan upaya penguatan bagi warga/masyarakat agar mampu
melakukan pengawasan sekaligus memberikan penilaian dan dorongan bagi
perbaikan dan peningkatan kualitas pelayanan publik. Salah satu metoda yang cocok
untuk hal ini adalah dengan menggunakan Citizen Report Card Survey atau Kartu
Penilaian Masyarakat.
Melalui kartu penilaian, warga/masyarakat dapat memberikan informasi
mengenai:
1. Kualitas jasa layanan publik
2. Kualitas interaksi petugas pelayanan publik dengan warga/masyarakat
3. Nilai atau bobot atas dasar kriteria tertentu, baik itu masalah pelayanan
yang diterima maupun sejauh mana masalah yang ada dan timbul dapat
diatasi oleh penyelenggaran pelayanan publik.
Selain itu kartu penilaian masyarakat (citizen report card) dapat digunakan
sebagai dasar untuk merumuskan strategi dalam meningkatkan kinerja dan kualitas
dari penyelenggaraan pelayanan publik.

1.2 Tujuan dan Sasaran


Secara umum tujuan pelaksanaan survey dengan menggunakan Metode CRC,
adalah untuk menilai dan mengukur kualitas pelayanan publik berdasarkan persepsi
pengguna jasa layanan publik. Pada pelaksanaan pemantauan pelayanan publik di
Kota Bandung kali ini, ditetapkan dua Badan Publik yang menjadi locus pelaksanaan
survey dengan menggunakan metode CRC, yaitu: Dinas Pendidikan dan Badan
Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT).
Penetapan dua Badan Publik yang menjadi locus Survey CRC di atas,
merupakan kesepakatan bersama antara Lembaga Advokasi Kerakyatan (LAK)
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

dengan Bappeda dan Inspektorat Kota Bandung dalam rangka pemantauan


pelaksanaan Rencana Aksi Daerah Pemberantasan Korupsi (RAD PK) Kota Bandung.
Tujuan utama Survey CRC di Dinas Pendidikan dan Badan Pelayanan Perijinan
Terpadu (BPPT) Kota Bandung, adalah untuk menilai kualitas pelayanan di sektor
pendidikan dan perizinan, didasarkan kepada persepsi masyarakat pengguna jasa
layanan sektor pendidikan dan perizinan di Kota Bandung.
Sebagaimana diketahui bahwa pada Tahun 2008, atas dukungan Kemitraan
dan Direktorat Hukum dan HAM Bappenas, Pemerintah Kota Bandung telah
menyusun dan menetapkan Peraturan Walikota Bandung No. 891 Tahun 2008
tentang Rencana Aksi Daerah Pemberantasan Korupsi (RAD PK) Kota Bandung
Tahun 2009 - 2013. Dalam dokumen Peraturan Walikota tersebut, terdapat 10 SKPD
(Satuan Kerja Perangkat Daerah) pelaksana Rencana Aksi Daerah Pemberantasan
Korupsi (RAD PK) yang telah mengusulkan program dan kegiatan sebagai usulan aksi
percepatan pemberantasan korupsi. Dengan demikian, Survey CRC ini sekaligus
merupakan alat (tools) bagi pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan RAD PK di
Kota Bandung.
Sebagai langkah pemantauan atas pelaksanaan RAD PK, maka sasaran Survey
CRC di Dinas Pendidikan dan BPPT Kota Bandung, diarahkan pada program dan
kegiatan yang diusulkan oleh kedua SKPD tersebut sebagai program/kegiatan aksi.
Sesuai program dan kegiatan dalam RAD PK, maka ditetapkan fokus Survey CRC di
Dinas Pendidikan Kota Bandung adalah mengenai pelaksanaan Program/Kegiatan
Bantuan Siswa Miskin atau yang lazim dikenal sebagai Program Bantuan Walikota
Khusus (BAWAKU) untuk Sekolah. Sedangkan untuk fokus Survey CRC di BPPT Kota
Bandung, dipilih satu jenis layanan pemanfaatan ruang dari 3 jenis layanan yang
disediakan, yaitu layanan IMB (Izin Mendirikan Bangunan). Badan Pelayanan
Perijinan Terpadu (BPPT) Kota Bandung sendiri, menyediakan atau mengelola 30
jenis jasa layanan.

1.3 Keluaran dan Hasil


Keluaran utama Survey CRC terhadap penyelenggaraan pelayanan publik dari
dua badan publik yang menjadi locus survey, adalah: penilaian terhadap kualitas
layanan serta penyataan tingkat kepuasan atas pelaksanaan program Bantuan Siswa
Miskin (BSM/Bawaku Sekolah) di Dinas Pendidikan Kota Bandung dan layanan ijin
mendirikan bangunan (IMB) di BPPT Kota Bandung.
Secara detail, hasil Survey CRC tentang pelaksanaan program Bantuan Siswa
Miskin (BSM) atau lazimnya disebut BAWAKU SEKOLAH, meliputi :
 Tingkat pengetahuan warga/masyarakat miskin Kota Bandung yang
mendapat bantuan pendidikan ini, tentang kebijakan, program dan
kegiatan Bantuan Siswa Miskin (BSM) atau BAWAKU Sekolah
 Tingkat pemahaman dan penilaian warga/masyarakat miskin Kota
Bandung yang mendapat bantuan pendidikan ini, tentang syarat,
prosedur dan mekanisme pelaksanaan program/kebijakan Bantuan
Siswa Miskin (BSM) atau BAWAKU Sekolah
 Penilaian warga/masyarakat miskin Kota Bandung yang mendapat
bantuan pendidikan ini, tentang kelembagaan pelaksanaan
program/kebijakan Bantuan Siswa Miskin (BSM) atau BAWAKU
Sekolah.
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

 Tanggapan dan penilaian warga/masyarakat miskin Kota Bandung


yang mendapat bantuan pendidikan ini, tentang capaian serta dampak
pelaksanaan program Bantuan Siswa Miskin (BSM) atau BAWAKU
Sekolah.
 Hasil penilaian yang menyatakan tingkat kepuasan warga/masyarakat
miskin Kota Bandung yang mendapatkan bantuan pendidikan ini, atas
layanan program Bantuan Siswa Miskin (BSM) atau BAWAKU Sekolah
 Saran dan rekomendasi dari warga/masyarakat miskin Kota Bandung
yang mendapat bantuan pendidikan ini, bagi peningkatan kualitas
layanan program Bantuan Siswa Miskin (BSM) atau BAWAKU Sekolah

Sedangkan hasil yang diharapkan dari pelaksanaan Survey CRC atas Layanan
Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di BPPT Kota Bandung, adalah:
 Tingkat pemahaman warga/masyarakat Kota Bandung yang pernah
mengurus IMB tentang kebijakan Izin Mendirikan Bangunan
 Tingkat pemahaman dan penilaian warga/masyarakat Kota Bandung
yang pernah mengurus IMB, tentang syarat, prosedur dan mekanisme
pelaksanaan layanan IMB di BPPT Kota Bandung
 Tanggapan dan atau penilaian warga/masyarakat Kota Bandung yang
pernah mengurus IMB tentang proses penyelenggaraan layanan,
khususnya perilaku petugas pemberi layanan di BPPT Kota Bandung
 Tanggapan dan penilaian warga/masyarakat Kota Bandung yang
pernah mengurus IMB tentang proses sosialisasi kebijakan dan tingkat
transparansi
 Tanggapan dan penilaian warga/masyarakat Kota Bandung yang
pernah mengurus IMB tentang mekanisme pengaduan dan proses
konsultasi dari pelayanan IMB di BPPT Kota Bandung

1.4 Kerangka Akademik


1.4.1 Pengertian Dasar
Secara sederhana, Metode Survey CRC dapat diibaratkan sebuah raport yang
dibuat guru dan diberikan kepada orangtua siswa, baik per semester atau pun per
catur wulan. Raport tersebut berisikan laporan tertulis dalam satu periode dari
perkembangan pendidikan siswa. Sama halnya dengan Metode Survey CRC,
warga/masyarakat kota atau penduduk dapat mengetahui perkembangan dan
tingkat keberhasilan instansi atau lembaga pemerintah, maupun instansi atau
lembaga non pemerintah. Baik raport siswa maupun CRC, keduanya memiliki fungsi
yang sama, yaitu untuk menyajikan informasi mengenai suatu tingkat keberhasilan
atau kemajuan.
Metode CRC pertama kali diperkenalkan Samuel Paul pada Public Affair
Center (PAC) untuk menilai layanan publik di Bengalore, India. (Untuk Kota Bandung
sendiri, Metode CRC diperkenalkan pertama kali oleh BIGS (Bandung Institute for
Governance Studies) pada Tahun 2002 dan 2005 dengan melibatkan sedikitnya 400
responden yang merupakan warga/masyarakat atau penduduk Kota Bandung yang
menerima langsung layanan dari badan publik di Kota Bandung. Aspek yang dinilai
dari warga/masyarakat atau penduduk Kota Bandung sebagai penerima layanan
publik dalam survey yang dilakukan Tahun 2002 dan 2005 oleh BIGS, adalah kualitas,
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

efisiensi dan permasalahan yang dihadapi ketika mengurus atau pun menerima suatu
layanan dari penyelenggara layanan publik. Secara umum survey dengan Metode
CRC di Kota Bandung yang dilakukan oleh BIGS Tahun 2002 dan 2005, memberikan
gambaran tentang kepuasan dan ketidakpuasan konsumen terhadap layanan publik
yang mereka terima).
Citizen Report Card (CRC) sendiri bukanlah berbentuk opini, melainkan
kenyataan atau fakta yang dihadapi warga dalam memenuhi kebutuhan dasar atau
mendapatkan hak dasarnya melalui layanan jasa publik yang diberikan pemerintah,
baik itu pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten/kota. Karena bukan opini,
kepuasan dan keluhan yang diungkapkan warga sebagai konsumen perlu
mendapatkan perhatian demi perbaikan layanan
Dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan, Metode CRC dapat digunakan
sebagai salah satu alat dalam memonitoring akuntabilitas. Oleh karena itu, CRC
wajibnya dibuat secara berkala oleh institusi atau lembaga pemerintah agar dapat
memperoleh umpan-balik dari masyarakat terhadap layanan yang mereka
selenggarakan. Metode CRC ini dapat dijadikan baseline untuk mengukur kemajuan
atau kemunduruan akuntabilitas layanan dari sisi konsumen. Selain itu hasil dari
Metode CRC juga dapat digunakan sebagai alat perbandingan (bencmarking) kualitas
layanan antara satu kota/kabupaten dengan kota/kabupaten lainnya.

1.4.2 Manfaat dan Kegunaan CRC


Metode CRC mampu menginformasikan umpan balik warga terhadap jasa
layanan yang diberikan oleh penyedia layanan (provider) serta dapat memberikan
gambaran tentang tingkat kepuasan masyarakat secara sederhana dan komunikatif.
Manfaat Metode CRC juga tidak sebatas pada pengukuran kepuasan. Tetapi juga
pada pembahasan aspek spesifik interaksi antara penyedia layanan dengan warga
dan pengidentifikasian isu - isu terkait yang muncul.
Dalam interkasi antara pemerintah dengan warga, CRC mampu menyediakan
indikasi atau ukuran alternatif terkait penyelenggaraan layanan publik yang baik. CRC
tidak saja dapat mengidentifikasi dan menginventarisasi umpan balik warga terhadap
penyelenggaraan layanan publik, tetapi juga mampu menguji pilihan berbeda yang
diharapkan warga dalam memecahkan suatu persoalan yang terkait dengan
penyelenggaraan layanan publik.
Adapun beberapa manfaaat dan kegunaan Metode CRC, seperti yang pernah
dilakukan di beberapa kota, adalah:3
1. Metode CRC dapat digunakan untuk mengetahui gambaran umum
tentang penyelenggaraan layanan
2. Metode CRC menginformasikan umpan balik warga secara sederhana
dalam mengindikasikan tingkat kepuasan layanan
3. Metode CRC merupakan ukuran kepuasan warga akan layanan publik
yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat, pemerintah provinsi
maupun pemerintah kabupaten/kota

3
Hal. 3 - 4, Buku Pelayanan Publik Dalam Persepsi Masyarakat, Hasil Survey Persepsi Masyarakat Dengan
Metode citizen Report Card di Lima Daerah Di Indonesia (Kota Denpasar, Kabupaten Jembrana, Kabupaten
Pemalang, Kota Magelang dan Kabupaten Indramayu) Tahun 2008
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

4. Metode CRC tidak berhenti pada mengukuran kepuasan, tetapi juga


membahas aspek spesifik interkasi antara penyedia layanan dengan
warga dan mengidentifikasi isu terkait yang muncul
5. Metode CRC mampu mengidentifikasi isu strategis yang terkait dengan
kualitas layanan publik yang dinikmati oleh warga
6. Metode CRC mampu memberikan sudut pandang yang berbeda untuk
mengidentifikasi potensi permasalahan dalam penyelenggaraan layanan
publik
7. Metode CRC tidak hanya mampu mengumpulkan umpan balik dalam
penyelenggaraan layanan publik, tetapi juga mampu mengidentifikasikan
tindak lanjut atas umpan balik tersebut.
8. Metode CRC diselenggarakan guna menguji beberapa pilihan berbeda
yang diharapkan warga, terkait upaya pemecahan masalah dalam
penyelenggaraan layanan publik.
9. Metode CRC mampu menyediakan gambaran umpan balik warga secara
komprehensif dan handal
10. Metode CRC dapat menilai kualitas, efisiensi, kecukupan dan masalah
yang dihadapi warga ketika berinteraksi dengan institusi, badan atau
lembaga penyelenggara layanan publik
11. Metode CRC juga dapat digunakan untuk membandingkan kualitas dan
karateristik berbagai layanan jasa layanan publik yang diterima warga
12. Metode CRC dapat digunakan sebagi salah satu alat penting dalam
memonitoring akuntabilitas badan, institusi atau lembaga penyelenggara
jasa layanan publik
13. Metode CRC dapat dijadikan baseline untuk mengukur kemajuan atau
kemunduran akuntabilitas layanan yang diberikan badan, institusi atau
lembaga penyelenggara jasa layanan publik, dari sisi konsumen
14. Metode CRC dapat digunakan sebagai alat pembanding (benchmarking)
kualitas layanan publik antara satu kota/kabupaten dengan
kota/kabupaten lain
Dalam konteks yang lebih luas dan lebih substantif, Metode CRC idealnya
dapat digunakan untuk:
1. Memberikan masukan terhadap perubahan dalam perumusan
kebijakan/aturan dan implementasinya
2. Memberikan masukan kepada pembuat kebijakan/aturan dan perangkat
pelaksananya
3. Mengorganisasi opini dan partisipasi masyarakat
4. Memperjuangkan kepentingan masyarakat luas
5. Alat untuk mewujudkan demokrasi yang substantive

1.4.3 Kelebihan Metode CRC Dibandingkan dengan Metode Lain4


Penelitian untuk menilai kinerja pelayanan publik atau kinerja pelayanan
pemerintah sudah sering dilakukan dengan memanfaatkan berbagai metode. Hanya
saja sebagian besar hasil penelitian tersebut bersifat opini atau penilaian dari para

4
Hal. 39, Buku Membangun Sistem Integritas Dalam Pemberantasan Korupsi Di Daerah (Catatan Atas
Pengalaman Pengawalan Rencana Aksi Daerah Pemberantasan Korupsi (RAD PK) dan Pelaksanaan Citizen
Report Card (CRC) di Lima Daerah. Bappenas-Kemitraan.Desember 2008
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

pakar atau ahli yang lebih banyak menggambarkan dan menganalisis kualitas layanan
dari sudut pandang yang sifatnya normatif. Sementara itu masih belum banyak
dilakukan penelitian yang dapat menggambarkan fakta langsung yang diberikan oleh
masyarakat sebagai pengguna langsung dari layanan publik secara empiris. Dengan
kata lain, sebagian besar hasil penelitian tentang penyelenggaraan pelayanan publik
merupakan persepsi responden terhadap layanan publik. Di sini penentuan indikator
dan instrumen yang digunakan didasarkan atas teori, bukan fakta atau kebutuhan
masyarakat. Sehingga hasil yang dirumuskannya pun didasarkan pada interpretasi
seorang ahli dengan menggunakan bahasa ilmiah yang seringkali sulit dipahami dan
sulit diimplementasikan untuk mempengaruhi kebijakan atau memperbaiki kualitas
penyelenggaraan pelayanan publik. Sementara itu dalam prosesnya, penelitian
tersebut tidak banyak melibatkan masyarakat secara partisipatif, khususnya yang
mendapatkan atau merasakan langsung dari layanan publik yang disediakan oleh
badan publik atau penyelenggara layanan publik. Oleh karena itu, dapat dimengerti
apabila hasil penelitian tersebut kurang memberikan dampak secara langsung
kepada masyarakat.
Pada Metode CRC, penentuan indikator dan perumusan instrumen penelitian
didasarkan atas kebutuhan masyarakat yang dilakukan melalui focus group
discussion (FGD) atau survey pendahuluan terhadap layanan publik yang akan diteliti.
Mengapa dilakukan hal demikian? Argumentasi sederhananya adalah bahwa layanan
publik yang diberikan kepada masyarakat atau konsumen seharusnya mampu
memberikan layanan terbaik sesuai dengan kebutuhan masyarakat sebagai
konsumen. Dengan demikian, kebutuhan masyarakat atau konsumen didasarkan atas
prinsip partisipasi. Partisipasi ini mencakup keseluruhan proses pemanfaatan jasa
layanan publik mulai dari informasi yang didapat (sosialisasi dan transparansi),
prosedur yang harus dilakukan, persyaratan yang harus dipenuhi dan juga waktu
serta biaya yang dibutuhkan. Oleh karenanya, hasil Survey CRC tidak hanya berupa
persepsi dan interpretasi yang didasarkan pada teori, akan tetapi berupa gambaran
atau fakta empiris yang diberikan oleh masyarakat sebagai konsumen langsung dari
jasa layanan publik.

Berikut adalah beberapa kelebihan dari Metode CRC, yaitu:


1. Metode CRC dapat menjadi alat ukur kualitas pelayanan publik secara
berkala dan dapat digunakan juga untuk memperbandingkan antar jenis
layanan dan antar waktu atau wilayah. Perbandingan ini berguna sebagai
patokan (benchmark) dalam pengukuran kelayakan atau kualitas layanan
publik yang disediakan oleh suatu pemerintahan daerah
2. Dengan pengukuran tersebut juga akan dapat ditentukan tingkat
pencapaian atau keberhasilan pelayanan publik, sehingga dapat dipakai
untuk meningkatkan kinerja pelayanan publik dari badan publik
bersangkutan
3. Adanya tindakan dan pemeringkatan yang dibuat, dapat menjadi alat ukur
bagi masyarakat selaku konsumen yang juga selaku pembayar pajak dan
retribusi daerah untuk menilai layanan publik. Hasil pengukuran ini dapat
dijadikan alat oleh masyarakat dalam melakukan komplain atau
penuntutan atas kinerja pelayanan publik yang peringkatnya kurang baik
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

4. Penilaian yang dibuat dapat dijadikan alat diagnosis dalam


mengidentifikasikan kelemahan dan kelebihan suatu jenis pelayanan
publik tertentu. Oleh karena itu, report card (kartu penilaian) yang
dihasilkan dari survey menggunakan Metode CRC ini dapat dipergunakan
sebagai masukan bagi pembuat kebijakan dalam proses perumusan
kebijakan atau aturan terkait penyelenggaraan pelayanan publik
5. Karena dapat dijadikan sebagai alat ukur kualitas, penelitian ini dapat
dijadikan alat untuk melakukan advokasi dalam upaya mencegah atau
mengurangi kemungkinan terjadinya korupsi di sektor pelayanan publik. 5

1.4.4 Prinsip-prinsip Metode CRC


Akuntabilitas pelayanan publik ditentukan oleh dua faktor, yaitu:
1. Voice, yaitu seberapa besar sarana atau kesempatan bagi konsumen
untuk melakukan komplain atau protes bila terjadi masalah atau
ketidakpuasan dalam pelayanan publik. Makin besar sarana untuk
melakukan voice, semakin mendorong penyedia layanan publik untuk
meningkatkan kualitasnya.
2. Exit, yaitu kondisi didalamnya. Jika seorang konsumen atau pengguna
suatu layanan publik tidak suka atau tidak puas atas layanan yang ada
atau yang dia dapatkan, maka dia dapat memilih jenis layanan lain yang
merupakan pengganti dari layanan tersebut. Misalnya, jika seseorang
tidak menyukai atau tidak puas dengan layanan kereta api, maka ia dapat
memilih untuk menggunakan jasa layanan bus antar kota atau
menggunakan jasa penyewaan mobil. Sebaliknya untuk kondisi exit yang
rendah, misalnya terjadi dalam penggunan jalan raya. Seseorang tidak
dapat memilih alternatif lain jika dia merasa tidak puas atas kondisi jalan
raya (misalnya karena macet), tetapi tetap terpaksa menggunakan jalan
tersebut. Semakin tinggi kondisi exit pada suatu layanan publik, maka
semakin tinggi akuntabilitas pelayanan tersebut. Sementara tingginya
akuntabilitas pelayanan akan meningkatkan kualitas pelayanan publik
yang ada.
Konsepsi report card sendiri dikembangkan atas dasar keinginan untuk
memperbaiki akuntabilitas penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan
pemerintah untuk kepentingan masyarakat sebagai pengguna jasa layanan.
Diharapkan dengan melakukan survey menggunakan Metode CRC, dapat terjadi
proses timbal balik antara provider dalam hal ini pemerintah sebagai penyelenggara
pelayanan publik dengan masyarakat sebagai konsumen dari jasa layanan publik.
Untuk itu, dalam penyelenggaraan CRC perlu diperhatikan 9 faktor kritis yang
dapat disebut sebagai 9 Prinsip CRC, yaitu:
1. Konteks Politik
Konteks politik sebuah Negara akan menentukan tipe interaksi antara
pemerintah dan warganya. Pola interaksi pemerintah dengan masyarakat
sipil, media, kelompok bisnis dan warga pada umumnya sangat
dipengaruhi oleh konteks politik. Jika warga dapat berpartisipasi dan

5
Hal. 40, Buku Membangun Sistem Integritas Dalam Pemberantasan Korupsi Di Daerah (Catatan Atas
Pengalaman Pengawalan Rencana Aksi Daerah Pemberantasan Korupsi (RAD PK) dan Pelaksanaan Citizen
Report Card (CRC) di Lima Daerah
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

mempengaruhi suatu kebijakan pemerintah (pusat, provinsi maupun


kabupaten/kota), maka CRC bisa menjadi mekanisme yang efektif untuk
menyuarakan pengalaman warga ketika menjadi pengguna atau
mendapatkan suatu layanan publik yang disediakan pemerintah. Jika
sarana yang dimiliki warga untuk menyuarakan pendapat minim, baik
melalui PEMILU, diskusi publik dan cara lainnya, maka institusi/lembaga
dan proses politik biasanya minim juga untuk bisa mengakomodasikan
usulan warga.
Rintangan atau hambatan dalam melakukan survey dengan
menggunakan Metode CRC berasal dari internal pemerintah (pusat,
provinsi maupun kabupaten/kota). Jika memang sebuah pemerintahan
terlihat akan merintangi pelaksanaan survey, maka sebaiknya melibatkan
pemerintah sejak awal dalam proses pelaksanaan CRC, walaupun mungkin
hasilnya nanti akan menimal, akan tetapi setidaknya pihak pemerintah
dapat belajar memahami perspektif dari pelaksanaan CRC
2. Desentralisasi
Prinsip kedua yang perlu diperhatikan adalah desentralisasi.
Berdasarkan amanat UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah dan PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, maka Pemerintah Pusat
mendesentralisasikan beberapa kewenangan atau tanggungjawab
penyelenggaraan layanan publik kepada daerah.
Pada pasal 2, ayat 4 dari PP No. 38 Tahun 2007, menyebutkan ada 31
bidang urusan pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkatan
dan/atau susunan pemerintahan, meliputi:
1) Urusan Pendidikan
2) Urusan Kesehatan
3) Urusan Pekerjaan Umum
4) Urusan Perumahan
5) Urusan Penataan Ruang
6) Urusan Perencanaan Pembangunan
7) Urusan Perhubungan
8) Urusan Lingkungan Hidup
9) Urusan Pertanahan
10) Urusan Kependudukan dan Catatan Sipil
11) Urusan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
12) Urusan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera
13) Urusan Sosial
14) Urusan Ketenagakerjaan dan Ketransmigrasian
15) Urusan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
16) Urusan Penanaman Modal
17) Urusan Kebudayaan dan Pariwisata
18) Urusan Kepemudaan dan Olahraga
19) Urusan Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

20) Urusan Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Adminsitrasi


Keuangan Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian dan
Persandian
21) Urusan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa
22) Urusan Statistik
23) Urusan Kearsipan
24) Urusan Perpustakaan
25) Urusan Komunikasi dan Informatika
26) Urusan Pertanian dan Ketahanan Pangan
27) Urusan Kehutanan
28) Urusan Energi dan Sumber Daya Mineral
29) Urusan Kelautan dan Perikanan
30) Urusan Perdagangan
31) Urusan Industri
Dari 31 urusan pemerintahan yang dibagi atau diserahkan kepada
pemerintahan daerah (provinsi maupun kabupaten/kota), masing-masing
urusan tersebut terdiri dari sub bidang dan setiap sub bidang terdiri dari
sub-sub bidang (pasal 2 ayat 5 PP No. 38 Tahun 2007). Penyerahan ke 31
urusan pemerintahan kepada pemerintah daerah (provinsi maupun
kabupaten/kota) disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana
dan prasarana, serta kepegawaian (pasal 3 PP No. 38 Tahun 2007).
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengaturan teknis untuk masing-masing
sub bidang atau sub-sub bidang dari 31 urusan pemerintahan yang
diserahkan kepada pemerintah daerah (provinsi maupun
kabupaten/kota), diatur dengan peraturan menteri/kepala lembaga
pemerintahan non departemen yang membidangi urusan pemerintahan
yang bersangkutan setelah berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri
(pasal 4 ayat 2 PP No. 38 Tahun 2007)
Ketigapuluh satu urusan pemerintahan yang diserahkan kepada
pemerintahan daerah (provinsi maupun kabupaten/kota), terbagi lagi
menjadi dua, yaitu: urusan wajib dan urusan pilihan. Yang dimaksud
dengan urusan wajib adalah: urusan pemerintahan yang wajib
diselenggarakan oleh pemerintah daerah provinsi dan pemerintah
daerah kabupaten/kota, berkaitan dengan pelayanan dasar (pasal 7
ayat 1 PP No. 38 Tahun 2007), terdiri dari:
1) Urusan Pendidikan
2) Urusan Kesehatan
3) Urusan Lingkungan Hidup
4) Urusan Pekerjaan Umum
5) Urusan Penataan Ruang
6) Urusan Perencanaan Pembangunan
7) Urusan Perumahan
8) Urusan Kepemudaan dan Olahraga
9) Urusan Penanaman Modal
10) Urusan Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
11) Urusan Kependudukan dan Catatan Sipil
12) Urusan Ketenagakerjaan
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

13) Urusan Ketahanan Pangan


14) Urusan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
15) Urusan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera
16) Urusan Perhubungan
17) Urusan Komunikasi dan Informatika
18) Urusan Pertanahan
19) Urusan Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri
20) Urusan Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi
Keuangan Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian dan
Persandian
21) Urusan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa
22) Urusan Sosial
23) Urusan Kebudayaan
24) Urusan Statistik
25) Urusan Kearsipan
26) Urusan Perpustakaan
Sedangkan yang dimaksud dengan urusan pilihan adalah urusan
pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi,
kekhasan dan potensi unggulan daerah yangb bersangkutan (pasal 7
ayat 3 PP No. 38 Tahun 2007). Urusan pilihan tersebut meliputi:
1) Urusan Kelautan dan Perikanan
2) Urusan Pertanian
3) Urusan Kehutanan
4) Urusan Energi dan Sumber Daya Mineral
5) Urusan Pariwisata
6) Urusan Industri
7) Urusan Perdagangan
8) Urusan Ketransmigrasian
Penentuan urusan pilihan ditetapkan atau diserahkan kepada masing-
masing pemerintahan daerah (pasal 7 ayat 5 PP No. 38 Tahun 2007)
Fakta yang terjadi di beberapa daerah, kualitas dari layanan publik
khususnya layanan dasar membaik seiring dengan diberlakukannya
desentralisasi. Di sisi lain, pemberlakuan desentralisasi juga telah
meningkatkan penyalahgunaan dana dan memperlihatkan kegagalan
pemerintah daerah dalam menyelenggarakan layanan publik yang baik,
khususnya untuk layanan dasar.
Oleh karena itu, dalam konteks pelaksanaan survey dengan Metode
CRC, penting adanya pemahaman terhadap dampak desentralisasi guna
mengidentifikasi pihak-pihak yang bertanggungjawab terhadap
penyelenggaraan layanan publik. Sehingga nantinya, usaha-usaha yang
akan dirintis guna memperbaiki layanan publik, tertuju langsung kepada
institusi yang bersangkutan
3. Keamanan
Keamanan yang dimaksud disini adalah jaminan kebebasan berbicara
dalam proses tahapan-tahapan pelaksanaan survey dengan menggunakan
Metode CRC, mulai dari pelaksanaan focus group discussion atau diskusi
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

terbuka untuk mengidentifikasikan masalah-masalah yang terjadi pada


pelayanan publik, sampai dengan proses diseminasi temuan atau hasil
survey. Jika perangkat institusi hukum dan perangkat dibawahnya tidak
dapat menjamin adanya keamanan, maka proses pelaksanaan CRC akan
menjadi sulit
4. Kebebasan Warga atau Masyarakat Untuk Menyuarakan Pengalaman
Terkait dengan isu keamanan di atas, kebebasan untuk
mengemukakan pendapat terhadap kebijakan publik yang dibuat
pemerintah. Tanpa adanya jaminan kebebasan warga sebagai individu
dalam mendiskusikan pengalaman mereka mengenai pelayanan publik
yang mereka terima secara terbuka, maka pelaksanaan CRC tidak dapat
dilakukan. Hal tersebut harus diputuskan terlebih dahulu, sebelum
pelaksanaan CRC diputuskan. Pemanfaatan Metode CRC bisa lebih efektif
jika warga secara individu dapat mengemukakan pendapatnya secara
bebas terhadap kebijakan apapun yang dikeluarkan pemerintah tanpa
perasaan takut. Jika warga takut untuk mengomentari atau memberikan
masukan kepada pemerintah, maka realibilitas masukan yang
dikemukakan warga sebagai responden menjadi tidak dapat
dipertanggungjawabkan. Warga sebagai responden survey, sekaligus
konsumen langsung dari suatu layanan publik pada akhirnya mungkin
akan menjawab pertanyaan dengan tidak akurat atau bahkan menolak
untuk diwawancara
5. Kehadiran Civil Society Organization (CSO) atau Organisasi Masyarakat
Sipil (OMS)
Dibeberapa Negara, CSO memiliki peran yang sangat penting dalam
kehidupan bermasyarakat. Keaktifan CSO mengindikasikan tingginya
inisiatif warga dan hal ini sangat penting dalam penyelenggaraan CRC.
CSO dapat menyediakan beberapa layanan yang gagal disediakan
pemerintah dan juga dapat mengadvokasikan revisi perundang-undangan,
serta memberikan informasi penting kepada publik.
Dengan demikian, dibutuhkan CSO yang terorganisir dengan baik, aktif
dan netral untuk berpartisipasi dalam tahapan penyelenggaraan CRC
6. Kelompok atau NGO yang Profesional
NGO yang professional, seharusnya adalah organisasi yang memilki
keahlian-keahlian terkait dengan tahapan penyelenggaraan CRC terutama
tahap metodologi. Kelompok akademisi atau kelompok peneliti
independen dapat membantu pelaksanaan CRC dari sisi metodologi. Oleh
karena itu untuk menjamin kualitas pengumpulan data sebuah lembaga
yang melakukan CRC, sebaiknya:
a) Memiliki keahlian dalam melakukan teknik survey ilmu-ilmu sosial
b) Memiliki pengetahuan yang memadai mengenai layanan publik di
daerah dimana CRC dilakukan
c) Dapat mengembangkan desain sampling
d) Berpengalaman dalam melakukan kerja-kerja lapangan
Sementara untuk melengkapi analisis temuan, sebuah lembaga
sebaiknya memiliki keahlian dalam mengumpulkan dan
menginterpretasikan data. Sedangkan untuk mengejar dampak, sebuah
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

lembaga sebaiknya memiliki ruang publikasi, komunikasi dan keahlian


advokasi
7. Kualitas Media
Sebuah media independen akan melakukan pengecekan alami, baik
terhadap pemerintah, kelompok bisnis atau stakeholder lainnya yang ada
di masyarakat. Selama tahap distribusi temuan CRC, peran media sangat
penting, terlebih media independen yang mampu menjangkau audience
yang lebih luas. Sedangkan media yang dikontrol ketat pemerintah
mungkin tidak akan mendukung proses distribusi temuan dengan tepat
8. Orientasi Kepemimpinan Penyedia Layanan
Efektifitas temuan CRC sangat bergantung pada orientasi
kepemimpinan penyedia layanan. Temuan CRC akan efektif jika penyedia
layanan terbuka terhadap masukan-masukan eksternal dan memiliki
kemauan untuk memperbaiki layanan publik. Orientasi kepemimpinan
penyedia layanan memperlihatkan kemauan untuk mendengarkan dan
merespon aspirasi warga.
9. Kepentingan Pemerintah Dalam Mengusung Inisiatif
Walaupun layanan publik yang menyentuh langsung warga berada
ditingkat pemerintahan kabupaten/kota, akan tetapi pemerintahan yang
lebih tinggi seperti pemerintah pusat dan provinsi bisa saja
mempengaruhi pemerintah kabupaten/kota, baik secara financial atau
lainnya untuk memulai memperbaiki layanan publik di tingkat daerah.
Sementara jika pemerintahan yang lebih tinggi seperti pemerintah
pusat dan provinsi tidak mendukung inisiatif daerah, maka
pengimplementasian temuan CRC menjadi lebih sulit untuk dilakukan. Jika
hal ini terjadi, maka dukungan keuangan untuk mengimplementasikan
reformasi layanan publik mungkin menarik untuk dilakukan

1.4.5 Proses CRC


Untuk melakukan CRC, tahapan-tahapan yang harus dilakukan tidak jauh
berbeda dengan penelitian survey lainnya. Yang perlu diperhatikan, agar proses
survey kepada masyarakat dilakukan oleh surveyor yang memahami betul teknik
penjaringan data dari masyarakat tanpa melakukan manipulasi, karena hasil survey
report card harus benar-benar merupakan gambaran fakta yang dialami masyarakat
pengguna dari provider jasa layanan publik. Beberapa tahapan dalam proses CRC
adalah sebagai berikut:
1. Tahap persiapan
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam tahap persiapan, adalah:
 Data dari masing-masing provider yang akan disurvey
 Penentuan jenis jasa layanan yang akan disurvey
 Mempersiapkan dan melaksanakan focus discussion group
 Mendapatkan rumusan indikator penelitian
 Membuat kisi-kisi instrumen
Sedangkan tujuan dari diadakannya focus group discussion adalah:
mengidentifikasikan kembali jenis dan ukuran pelayanan publik yang
paling dibutuhkan atau paling penting bagi masyarakat dilihat dari sisi
masyarakat maupun sisi pemerintah dan mempertemukan keinginan dari
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

masyarakat dengan keinginan dari pemerintah. Selain itu FGD dalam CRC
ditujukan juga untuk mengidentifikasikan dan merumuskan indicator
instrument penelitian yang akan digunakan dalam survey. Untuk itu FGD
dapat dilakukan dengan 2 tahap, pertama FGD khusus untuk provider
(penyedia jasa layanan) dan FGD khusus untuk customer (masyarakat
pengguna jasa layanan). Pemisahan pelaksanaan FGD CRC ini
dimaksudkan agar eksploitasi kebutuhan atau harapan dari masing-
masing stakeholders dapat diakomodasikan secara maksimal
FGD CRC dengan provider, dapat dilakukan untuk mengidentifikasi
jenis jasa layanan yang diberikan, karateristik pelayanan, karateristik
pelanggan atau konsumen jasa layanan, cakupan layanan, mekanisme
serta tata laksana pelayanan. Sedangkan FGD dengan pelanggan atau
konsumen, berfungsi untuk mengidentifikasi kebutuhan atau harapan
konsumen, masalah yang sering dialami konsumen dan lain-lain
2. Tahap pelaksanaan
Keluaran yang diperoleh dari tahap pelaksanaan survey secara
keseluruhan adalah:
 Data tingkat penggunaan
 Data tingkat kepuasan
 Data peringkat tingkat penggunaan dan tingkat kepuasan
 Masalah-masalah atau keluhan
 Pemetaan data pada masing-masing wilayah survey

3. Tahap pelaporan dan Advokasi


Keluaran yang diperoleh dari tahap pelaporan dan advokasi adalah
dokumen laporan hasil penelitian lengkap berdasarkan hasil survey dan
interpretasi hasil melalui proses diskusi dan wawancara mendalam. Pada
tahap akhir ini, penting diperhatikan agar hasil CRC menjadi sebuah
kerangka advokasi yang dilakukan secara sistematis, agar tujuan utama
dilakukan CRC guna mendorong pemerintah sebagai penyedia jasa
layanan publik, tercapai.

1.5 Metode Penelitian


1.5.1 Mapping Sampel
Mapping sampel dilakukan untuk mengetahui sebaran konsumen jasa
layanan yang diberikan oleh Badan Publik yang ada di pemerintah kota pada setiap
wilayah kota. Report card sendiri merupakan penelitian yang menggambarkan
kualitas jasa layanan yang diberikan oleh penyedia jasa layanan publik melalui survey
langsung kepada pengguna jasa layanan (masyarakat).
Mapping sampel report card dapat dilakukan dengan menggunakan populasi
penduduk kota serta sebarannya di tiap kecamatan, kelurahan dan satuan terkecil
yaitu rumah tangga. Untuk penarikan sampel pada jenis penggunaan jasa layanan
yang dipergunakan hampir seluruh masyarakat dan mapping sampel untuk penarikan
sampel dari populasi pelanggan jasa layanan pada satu provider. Selanjutnya untuk
menentukan besaran sampel penelitian, peneliti dapat menggunakan beberapa
teknik penarikan sampel yang dianggap tepat atau memiliki tingkat kepercayaan
(validitas) tinggi, sehingga sampel penelitian dapat menggambarkan populasi.
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

1.5.2 Penarikan Sampel


A. Penarikan Sampel untuk Program Bawaku Sekolah
Jumlah populasi yang diambil pada survey pendidikan adalah jumlah siswa tidak
mampu (siswa miskin) tingkat SMA Negeri dan Swasta) dan SMK (Negeri dan Swasta)
yang mendapatkan Bawaku Sekolah dari Pemerintah Kota Bandung sejak Tahun
Ajaran 2007/2008 – 2009/2010. Berdasarkan data pada Tahun 2009 tercatat 5251
siswa SMA/MA yang tersebar di 84 sekolah (Negeri dan Swasta) dan 11925 siswa
SMK yang tersebar di 94 SMK (Negeri dan Swasta). Berdasarkan data ini, total
penerima Bawaku Sekolah pada Tahun Anggaran 2009 adalah 17.176 siswa.
Dengan menggunakan rumus Slovin, dengan sampling error sebesar (E) 0,065,
dihitung besar sampel sebagai berikut:
17.176
N
n= = 1 + 17.176 (0,065)2
1 + N (E)2
17.176
n= 73,57 = 233, 47 = 234

B. Sebaran Sampel untuk Survey Bawaku


Setelah dihitung jumlah sampel dan dibagi proporsinya di setiap kecamatan dan
kelurahan, maka didapat sebaran sampel sebagai berikut:
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

C. Penarikan Sampel BPPT


Jumlah populasi yang diambil pada survey pelayanan perijinan mendirikan
bangunan, adalah 3.417 konsumen dan tersebar pada 6 wilayah pembangunan di
Kota Bandung, sebaran konsumen di 6 wilayah tersebut, 574 konsumen tersebar di
Wilayah Pembangunan Ujung Berung, 610 konsumen di Wilayah Pembangunan
Tegalega, 364 konsumen di Wilayah Pembangunan Bojonegara, 527 konsumen di
Wilayah Pembangunan Cibeunying, 557 konsumen di Wilayah Pembangunan Karees,
serta 785 konsumen yang tersebar di Wilayah Pembangunan Gedebage.
Dengan menggunakan rumus Slovin, dengan sampling error sebesar (E) 0,065,
dihitung besar sampel sebagai berikut:
N 3.417
n= =
1 + N (E)2 1 + 3.417 (0,065)2

3.417
n= = 221,354 = 221
15,437
Berdasarkan perhitungan sampel di atas, jumlah sampel yang dibutuhkan
sebanyak 221 responden, namun dalam pelaksanaannya jumlah sampel yang
digunakan sebanyak 250 responden. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kualitas
hasil survey, terutama dalam mengantisipasi kekurangan data lapangan. Berdasarkan
penetapan total sampel 250 responden, maka dilakukan perhitungan proporsi
sampel pada masing-masing daerah yang disurvey. Hasil perhitungan proporsi
sampel ini dapat dilihat pada tabel berikut.
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

1.5.4 Teknik Pengumpulan Data


Data utama dari penelitian report card merupakan penilaian dari konsumen
terhadap layanan publik yang diselenggarakan pemerintahan. Pengumpulan data
dilakukan dengan melakukan survei kepada masyarakat (pengguna jasa layanan)
yang dilakukan dengan cara tatap muka langsung (face to face interview).
Dari data yang diberikan oleh responden (konsumen jasa layanan publik di
Kota Bandung) akan dihasilkan kualitas dan peringkat layanan publik yang diperoleh
dengan teknik Report Card (Kartu Penilaian). Dalam kartu penilaian, konsumen
memberikan informasi mengenai kualitas, serta kecukupan dan masalah yang
mereka hadapi ketika menggunakan atau berinteraksi dengan lembaga penyedia
pelayanan publik.
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

BAB II
SASARAN PELAKSANAAN CITIZEN REPORT CARD
SURVEY DI KOTA BANDUNG
TAHUN 2010
Citizen report card (CRC) yang dilaksanakan di Kota Bandung pada Tahun
2010, mengambil locus penelitian di dua SKPD (Badan Publik) yang memberikan
layanan publik bagi warga/masyarakat Kota Bandung. Kedua SKPD (Satuan Kerja
Perangkat Daerah) tersebut adalah: Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) dan
Dinas Pendidikan Kota Bandung. Berikut adalah gambaran mengenai kedua SKPD
yang menjadi locus pelaksanaan Survey CRC di Kota Bandung Tahun 2010.

2.1 Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Kota


Bandung
2.1.1 Sejarah Pembentukan
Dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat, khususnya
dalam urusan perijinan, maka pada Tahun 2002, Pemerintah Kota Bandung
mengambil suatu kebijakan untuk membentuk Unit Pelayanan Satu Atap (Yantap)
yang didasarkan pada Peraturan Daerah Kota Bandung No. 2 Tahun 2002. Unit ini
dibentuk untuk menciptakan keseragaman pola dan langkah penyelenggaraan dan
pelayanan aparatur pemerintah daerah Kota Bandung kepada masyarakat dalam hal
proses pemberian perizinan maupun non perizinan.6
Namun dalam perjalanannya, perkembangan dan keefektifan Unit Pelayanan
Satu Atap (Yantap) masih dirasakan belum maksimal, guna memenuhi kebutuhan
warga/masyarakat Kota Bandung. Oleh karena itu pada Tahun 2007, dibentuklah
lembaga baru dengan nama Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan
Terpadu (BPMPPT) yang merupakan penggabungan dari dua unit kerja, yaitu: Kantor
Penanaman Modal Daerah (KPMD) dan Unit Pelayanan Satu Atap (Yantap). Badan
baru tersebut terbentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandung No. 12 Tahun
2007 tentang Pembentukan dan Susunan Lembaga Teknis Daerah.7
Sesuai ketentuan dalam Peraturan Daerah Kota Bandung No. 12 Tahun 2007,
maka Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPMPPT)
mempunyai tugas pokok, yaitu: menyusun dan melaksanakan kebijakan daerah di
bidang penanaman modal dan pelayanan perizinan terpadu. Sedangkan fungsi dari
badan ini adalah:
1) Merumuskan kebijakan teknis bidang pelayanan penanaman modal
dan pelayanan perizinan terpadu
2) Pembinaan dan pelaksanaan pengelolaan penanaman modal dan
pelayanan perizinan terpadu yang meliputi penanaman modal,
perizinan usaha, perizinan non usaha serta data dan sistem informasi

6
Hal. 1, Buku Selayang Pandang Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Pada Badan Penanaman Modal dan
Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Bandung
7
Hal. 3, Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) dari Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota
Bandung Tahun 2010
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

3) Melaksanakan pelayanan teknis administratif badan


4) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan
fungsi dan tugasnya8
Kemudian di Tahun 2009, berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandung No.
12 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Bandung No. 12
Tahun 2007 tentang Perubahan dan Susunan Organisasi Lembaga Teknis Daerah,
khususnya terkait dengan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang
pelayanan perizinan terpadu, maka Badan Penanaman Modal dan Pelayanan
Perizinan Terpadu (BPMPPT) mengalami penyempurnaan menjadi Badan Pelayanan
Perizinan Terpadu (BPPT). Harapannya dengan adanya penyempurnaan tersebut
dapat melayani kepentingan masyarakat dalam mengurus perizinan dengan lebih
baik yang didasarkan pada prinsip-prinsip pelayanan publik, yaitu: kesederhanaan,
kejelasan, kepastian waktu, akurasi, keamanan, tanggung jawab, kelengkapan
sarana dan prasarana, kemudahan akses, kedisiplinan, kesopanan dan keramahan
serta kenyamanan sehingga dapat mempercepat terwujudnya visi Kota Bandung.

2.1.2 Tugas Pokok, Fungsi dan Struktur Kelembagaan


Sesuai dengan Perda Kota Bandung No. 12 Tahun 2009, tugas pokok dari
Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) adalah: melaksanakan koordinasi dan
menyelenggarakan pelayanan administrasi di bidang perijinan secara terpadu
dengan prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi, simplifikasi, keamanan dan
kepastian.
Sedangkan fungsi dari BPPT adalah:
1) Pelaksanaan penyusunan program
2) Penyelenggaraan pelayanan adminsitrasi perijinan
3) Pelaksanaan koordinasi proses pelayanan perijinan
4) Pelaksanaan administrasi pelayanan perijinan
5) Pemantauan dan evaluasi proses pemberian pelayanan perijinan
6) Pelaksanaan pelayanan teknis administratif Badan
7) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan
tugas pokok dan fungsinya

8
Hal. 3 dan 4, Buku Selayang Pandang Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Pada Badan Penanaman Modal
dan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Bandung
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

Gambar. 2.1. Struktur Organisasi Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Sesuai
Dengan Perda Kota Bandung No. 12 Tahun 2009
Kepala Badan

Bagian Tata
Usaha

Kelompok Sub Bag Umum Sub Bag Sub Bag


Jabatan dan Keuangan dan Informasi dan
Fungsional Kepegawaian Program Pelayanan
Pengaduan

Bidang Bidang Perijinan Bidang Perijinan Bidang Perijinan


Perijinan I II III IV

Tim Teknis Tim Teknis Tim Teknis Tim Teknis

Adapun penjelasan tugas pokok dan fungsi dari masing-masing jabatan atau
posisi yang ada pada struktur oraganisasi dari Badan Pelayanan Perizinan Terpadu,
adalah sebagai berikut:

1. Kepala Badan
Tugas pokok dari Badan Pelayanan Perizinan Terpadu, adalah
melaksanakan sebagian kewenangan daerah di bidang pelayanan perizinan.
Oleh karena itu, untuk melaksanakan tugas pokok dari Badan, maka fungsi
dari Kepala Badan adalah:
a) Perumusan kebijakan teknis di bidang pelayanan perizinan
terpadu
b) Perencanaan, penyusunan, pengkoordinasian, pelaksanaan
dan penyelenggaraan program dan kegiatan pelayanan dan
pendaftaran perizinan
c) Pelaksanaan pelayanan teknis dan ketatausahaan badan
d) Pembinaan dalam upaya peningkatan kinerja sumber daya
manusia di lingkungan BPPT9
2. Kepala Bagian Tata Usaha
Tugas pokok dari Kepala Bagian Tata Usaha, adalah: melaksanakan
sebagian tugas Badan Pelayanan Perizinan Terpadu di bidang
ketatausahaan. Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, maka Bagian Tata
Usaha memiliki fungsi sebagai berikut:
a) Pengkoordinasian tugas-tugas pelayanan admnistrasi tiap-tiap
bidang beserta seluruh komponen yang ada di lingkungan
Badan
b) Melaksanakan dan menyusun rencana pengelolaan
ketatausahaan Badan
9
Hal. 5, Dokumen Rencana Kerja Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Bandung Tahun 2011
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

c) Melaksanakan ketatausahaan Badan yang meliputi


Administrasi Umum, Administrasi Kepegawaian, Administrasi
Keuangan dan Penyusunan Program
d) Menyusun laporan pertanggungjawaban (akuntabilitas)
penyelenggaraan kegiatan Badan secara berkala
e) Melaksanakan monitoring dan evaluasi dari laporan kegiatan
ketatausahaan Badan
3. Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian
Tugas pokok dari Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian adalah:
melaksanakan sebagian tugas ketatausahaan di bidang admnistrasi umum
dan kepegawaian. Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, maka Sub
Bagian Umum dan Kepegawaian memiliki fungsi sebagai berikut:
a) Melaksanakan dan menyusun rencana pengelolaan
administrasi umum dan kepegawaian
b) Melaksanakan pengelolaan administrasi umum yang meliputi
kegiatan surat menyurat, pengagendaan dan penggandaan
naskah dinas, kearsipan, kerumahtanggaan, kehumasan dan
adminstrasi perjalanan dinas
c) Melaksanakan pengelolaan administrasi perlengkapan yang
meliputi: inventarisasi, pengadaan, pemeliharaan dan
pengaturan penggunaan perlengkapan dinas
d) Melaksanakan pengelolaan administrasi kepegawaian yang
meliputi penyiapan bahan penyusunan rencana kebutuhan,
mutasi, disiplin, pengembangan pegawai dan kesejahteraan
pegawai
e) Melaksanakan evaluasi dan pelaporan kegiatan Sub Bagian
Umum dan Kepegawaian10
4. Kepala Sub Bagian Keuangan dan Program
Tugas pokok Sub Bagian Keuangan dan Program adalah:
melaksanakan sebagian tugas ketatausahaan di bidang administrasi
keuangan dan penyusunan program. Untuk melaksanakan tugas pokok
tersebut, maka Sub Bagian Keuangan dan Program mempunyai fungsi sebagai
berikut:
a) Melaksanakan dan menyusun rencana pengelolaan
administrasi keuangan dan program
b) Melaksanakan adminsitrasi keuangan yang meliputi penyiapan
bahan penyusunan anggaran belanja langsung dan tidak
langsung, perbendaharaan dan pembukuan, penerimaan dan
pengeluaran anggaran, belanja langsung dan tidak langsung
c) Mengelola administrasi rencana dan program yang meliputi
pengumpulan dan penyiapan bahan program serta
perencanaan dan pengkajian program untuk kegiatan badan
d) Melakukan evaluasi dan pelaporan penyelenggaraan kegiatan
Sub Bagian Keuangan dan Program

5. Kepala Sub Bagian Informasi dan Pengaduan


10
Hal. 6, Dokumen Rencana Kerja Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Bandung Tahun 2011
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

Tugas pokok Sub Bagian Informasi dan Pengaduan adalah:


melaksanakan sebagian tugas ketatausahaan di bidang pengelolaan data
dan informasi. Sedangkan fungsi dari Sub Bagian Pelayanan Informasi dan
Pengaduan, adalah:
a) Pengumpulan dan penganalisaan data di bidang pelayanan
informasi dan pengaduan sebagai bahan perumusan kebijakan
b) Menyiapkan bahan petunjuk teknis di Pelayanan Informasi dan
Pengaduan
c) Melaksanakan pengolahan bidang pelayanan informasi dan
pengaduan, yang meliputi: penyiapan bahan pelayanan
informasi, pelatihan pelayanan perizinan terpadu, pemberian
pelayanan informasi melalui media cetak, elektronik, website
dan pemberian pelayanan pengaduan public
d) Melakukan evaluasi dan pelaoran penyelenggaraan kegiatan
Sub Bagian Pelayanan Informasi dan Pengaduan 11
6. Kepala Bidang I (Urusan Perdagangan, Industri, Kebudayaan dan Pariwisata)
Tugas pokok dari Bidang I adalah: melaksanakan sebagian tugas BPPT
di bidang pelayanan dan pendaftaran perizinan perdagangan, industry,
kebudayaan dan pariwisata. Adapun fungsi dari Bidang I adalah:
a) Merencanakan dan menyusun program di bidang perizinan
perdagangan, industry, kebudayaan dan pariwisata
b) Melaksanakan dan menyusun Petunjuk Teknis bidang perizinan
perdagangan, industry, kebudayaan dan pariwisata
c) Mengkoordinasi penyelenggaraan tugas-tugas di bidang
perizinan perdagangan, industri, kebudayaan dan pariwisata
d) Melakukan monitoring dan evaluasi penyelenggaran kegiatan
bidang perizinan perdagangan, industri, kebudayaan dan
pariwisata
7. Kepala Bidang II (Urusan Sub Bidang Bina Marga, Sumber Daya Air dan
Lingkungan Hidup)
Tugas pokok dari Bidang II adalah: melaksanakan sebagian tugas
BPPT dalam pelayanan, pendaftaran, pengolahan dan penerbitan perizinan
bidang Bina Marga, Sumber Daya Air dan Lingkungan Hidup. 12 Sedangkan
fungsi dari Bidang II, adalah:
a) Merencanakan dan menyusun program di bidang perizinan
bidang bina marga, sumber daya air dan lingkungan hidup
b) Menyusun petunjuk tenis bidang perizinan bidang bina marga,
sumber daya air dan lingkungan hidup
c) Pengkoordinasian penyelenggaraan tugas-tugas di bidang
perizinan bidang bina marga, sumber daya air dan lingkungan
hidup
d) Melakukan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan kegiatan
bidang perizinan bidang bina marga, sumber daya air dan
lingkungan hidup

11
Hal. 7, Dokumen Rencana Kerja Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Bandung Tahun 2011
12
Hal. 8, Dokumen Rencana Kerja Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Bandung Tahun 2011
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

8. Kepala Bidang III (Urusan Penataan Ruang, Sub Bidang Bangunan, Sub Bidang
Konstruksi dan Urusan Pertanahan)
Tugas pokok dari Bidang III adalah: melaksanakan sebagian tugas
BPPT dalam pelayanan, pendaftaran serta pengolahan dan penerbitan
perizinan bidang penataan ruang, pekerjaan umum sub bidang bangunan,
sub bidang konstruksi dan pertanahan. Untuk melaksanakan tugas pokok
tersebut.
Bidang III mempunyai fungsi adalah sebagai berikut:
a) Merencanakan dan menyusun program di bidang penataan
ruang, pekerjaan umum sub bidang bangunan, sub bidang
konstruksi dan pertanahan
b) Menyusun petunjuk teknis bidang penataan ruang, pekerjaan
umum sub bidang bangunan, sub bidang konstruksi dan
pertanahan
c) Pengkoordinasian penyelenggaraan tugas-tugas di bidang
penataan ruang, pekerjaan umum sub bidang bangunan, sub
bidang konstruksi dan pertanahan
d) Melakukan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan kegiatan
bidang penataan ruang, pekerjaan umum sub bidang
bangunan, sub bidang konstruksi dan pertanahan 13
9. Kepala Bidang IV (Urusan Perhubungan, Komunikasi dan Informatika)
Tugas pokok dari Bidang IV adalah: melaksanakan sebagian tugas
BPPT di bidang pelayanan perizinan perhubungan, komunikasi dan
informasi. Adapun fungsi dari Bidang IV, dalam melaksanakan tugas pokok
tersebut, adalah:
a) Merencanakan dan menyusun program di bidang pelayanan
perizinan perhubungan, komunikasi dan informasi
b) Menyusun petunjuk teknis bidang pelayanan perizinan
perhubungan, komunikasi dan informasi
c) Melakukan pengkoordinasian penyelenggaraan tugas-tugas di
pelayanan perizinan perhubungan, komunikasi dan informasi
d) Melakukan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan kegiatan
pelayanan perizinan perhubungan, komunikasi dan informasi14
Ruang lingkup dari pelayanan perizinan yang disediakan oleh Badan
Pelayanan Perizinan Terpadu ini adalah:
1) Pemberian perizinan baru
2) Perubahan perizinan
3) Perpanjangan/herregistrasi/daftar ulang perizinan
4) Pemberian salinan perizinan
5) Pembatalan perizinan
6) Penolakan perizinan
7) Legalisasi perizinan

Sedangkan jenis perizinan yang dilayani oleh Badan Pelayanan Perizinan


Terpadu (BPPT), adalah: perizinan dalam pemanfaatan tata ruang, kebinamargaan,

13
Hal. 9, Dokumen Rencana Kerja Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Bandung Tahun 2011
14
Hal. 10, Dokumen Rencana Kerja Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Bandung Tahun 2011
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

pengairan dan lingkungan hidup dan perizinan usaha. Perizinan dalam pemanfaatan
tata ruang terdiri dari:
1) Izin Lokasi
2) Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT)
3) Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

Perizinan dalam pemanfaatan tata ruang terdiri dari:


1) Izin Lokasi
2) Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT)
3) Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

Perizinan kebinamargaan, pengairan dan lingkungan hidup terdiri dari:


1) Izin Pemancangan Tiang Pancang Reklame, Jembatan Penyeberangan
Orang (JPO) dan sejenisnya
2) Izin Pembuatan Jalan Masuk Pekarangan
3) Izin Pembuatan Jalan Masuk Di Dalam Kompleks Perumahan,
Pertokoan dan Sejenisnya
4) Izin Penutupan/Penggunaan Trotoar, Berm dan Saluran
5) Izin Pematangan Lahan/Tanah
6) Izin Pengelolaan Air Bawah Tanah
7) Izin Penggalian Ruang Milik Jalan (RUMIJA)
8) Izin Pengambilan Air Permukaan
9) Izin Pembuangan Air Buangan ke Sumber Air
10) Izin Perubahan Alur, Bentuk, Dimensi dan Kemirinagn Dasar
Saluran/Sungai
11) Izin Perubahan atau Pembuatan Bangunan dan Jaringan Pengairan
serta Perkuatan Tanggul yang Dibangun Oleh Masyarakat
12) Izin Pembangunan Lintasan yang berada Di Bawah/Diatasnya
13) Izin Pemanfaatan Bangunan Pengairan dan Lahan Pada Daerah
Sempadan dan Saluran/Sungai
14) Izin Pemanfaatan Lahan Mata Air dan Lahan Pengairan Lainnya

Sedangkan perizinan usaha yang dilayani oleh BPPT teridiri dari:


1) Izin Undang-undang Gangguan (HO)/Izin Tempat Usaha
2) Tanda Daftar Perusahaan (TDP)
3) Izin Usaha Perdagangan (SIUP)
4) Tanda Daftar Gudang (TDG)
5) Tanda Daftar Industri (TDI)
6) Izin Usaha Industri (IUI)
7) Izin Usaha Kepariwisataan (IUK)
8) Izin Trayek
9) Izin Usaha Jasa Konstruksi (IUJK)
10) Izin Pengelolaan Tempat Parkir
11) Izin Jasa Titipan
12) Izin Penyelenggaraan Reklame
13) Izin Angkutan Barang
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

Ada pun prosedur atau tahapan pelayanan perizinan pada Badan Pelayanan
Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Bandung, adalah:
1. Pendaftaran
1) Pemohon mendapatkan informasi dari petugas pelayanan tentang izin
yang dimohon
2) Pemohon mengisi formulir permohonan yang telah disediakan dan
melengkapi persyaratan yang ditetapkan
3) Petugas di loket pelayanan melakukan pemeriksaan berkas
permohonan dan kelengkapan persyaratan perizinan
4) Berkas permohonan tidak lengkap, maka berkas dikembalikan kepada
pemohon untuk dilengkapi sesuai ketentuan yang berlaku
2. Pengolahan
1) Petugas pelayanan dan pendaftaran melakukan pendataan dan
mencetak tanda terima permohonan
2) Berkas permohonan diteruskan kepada petugas pengolahan dan
penerbitan oleh petugas pendaftaran
3) Petugas pengolahan dan penerbitan berwenang menentukan proses
berkas perizinan yang memerlukan kajian teknis atau dapat
dilanjutkan tanpa melalui kajian teknis
3. Pengkajian Berkas
A. Dalam hal berkas permohonan perizinan melakukan kajian dari Tim
Teknis, ditempuh langkah-langkah operasional sebagai berikut:
1) Petugas pengolahan dan penerbitan menyampaikan
permintaan tertulis kepada Tim Teknis untuk melakukan
pemeriksaan teknis
2) Petugas administrasi Tim Teknis melakukan penjadwalan dan
perencanaan untuk melakukan pemeriksaan lapangan
3) Tim Teknis melakukan pemeriksaan lapangan dan/atau
pembahasan yang dilanjutkan dengan pembuatan berita acara
pemeriksaan
4) Hasil pemeriksaan teknis yang dilakukan oleh Tim Teknis
dituangkan dalam berita acara pemeriksaan dan
direkomendasikan
B. Jika hasil rekomendasi Tim Teknis menyatakan bahwa perizinan
ditolak atau ditangguhkan prosesnya karena memerlukan
penyesuaian persyaratan teknis, maka:
1) Petugas administrasi Tim Teknis menyampaikan kepada
petugas pengolahan dan penerbitan bahwa perizinan yang
domohonkan, ditolak atau ditangguhkan
2) Petugas pengolahan dan penerbitan membuat surat penolakan
atau menangguhkan proses perizinan dan diteruskan kepada
Sekretariat Badan untuk dilakukan penomoran dan
pengarsipan
3) Sekretariat Badan meneruskan surat penolakan atau
penangguhan proses perizinan kepada petugas pengambilan
berkas untuk disampaikan kepada pemohon
4. Penerbitan Izin
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

1) Dalam hal rekomendasi Tim Teknis menyatakan bahwa perizinan


disetujui, maka permohonan dilanjutkan kepada petugas penerbitan
dokumen perizinan
2) Petugas pengolahan dan penerbitan perizinan mencetak naskah
perizinan SKRD dan/atau SKP Daerah untuk ditandatangani oleh
Kepala Badan
3) Atas perizinan yang disetujui, petugas pengolahan dan penerbitan
perizinan menginformasikan kepada pemohon bahwa perizinan telah
selesai beserta ketetapan retribusi dan/atau pajak yang harus
dibayarkan
4) Setiap dokumen perizinan yang dikeluarkan dibuat dalam 4 rangkap,
terdiri dari lembar asli untuk diserahkan kepada pemohon, lembar
kedua sebagai arsip Badan, lembar ketiga diserahkan kepada SKPD
terkait, dan lembar keempat untuk kepentingan lainnya
5) Perizinan yang telah ditandatangani oleh Kepala Badan disampaikan
kepada petugas Sekretariat Badan untuk dilakukan
pengadministrasian dan pengarsipan
6) Petugas Sekretariat Badan menyampaikan dokumen perizinan kepada
petugas penyerahan dokumen
7) Untuk perizinan yang terbebani retribusi atau pajak, pemohon
mengambil SKRD dan/atau SKP Daerah dari petugas penyerahan
dokumen dan melakukan pembayaran di Bank dan menyampaikan
bukti pembayaran retribusi dan/atau pajak kepada petugas
penyerahan dokumen
8) Petugas penyerahan dokumen menyampaikan dokumen perizinan
kepada pemohon setelah pemohon menandatangani penerimaan
dokumen
5. Pembayaran Retribusi dan Pajak
1) Setiap permohonan atas satu izin tertentu dan/atau beberapa izin
secara paralel, pemohon wajib membayar retribusi atau pajak
dan/atau retribusi dan pajak yang dikenakan sesuai ketentuan yang
berlaku, dengan membayar ke kas daerah melalui bank yang ditunjuk
2) Besarnya jasa retribusi atau pajak dan/atau retribusi dan pajak yang
harus dibayar pemohon sesuai dengan yang tercantum dalam SKRD
atau SKP daerah dan/atau SKRD dan SKP daerah yang diterbitkan oleh
Badan dalam rangkap 4 (empat) sebagai bukti pembayaran
3) Diterbitkannya Surat Tanda Setoran/STS Retribusi atau pajak dan/atau
retribusi dan pajak yang telah disetor ke kas daerah

Wewenang atau tugas dan tanggung jawab untuk melakukan pemeriksaan


kelapangan atas izin yang diajukan oleh seorang warga/masyarakat Kota Bandung
selaku pemohon suatu layanan perizinan ada pada Tim Teknis, yang mana Tim Teknis
ini terdiri dari pejabat struktural SKPD terkait yang mempunyai kompetensi dan
kemampuan sesuai dengan bidang tugasnya (Dinas Cipta Karya dan Dinas Bina
Marga Kota Bandung)
Bagi masyarat atau warga Kota Bandung yang ingin melakukan pengaduan
terhadap proses penyelenggaraan perizinan, dapat melalui loket pengaduan, baik
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

secara lisan, tulisan dan media lain yang disediakan BPPT di loket. Badan Pelayanan
Perijinan Terpadu Kota Bandung, akan menindaklanjuti pengaduan tersebut
selambat-lambatnya 3 hari kerja sejak pengaduan diterima.
Selain itu Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Kota Bandung juga
menyediakan papan informasi yang berisikan rincian biaya, persyaratan dan
prosedur yang harus ditempuh warga dalam mengurus perizinan di ruang tunggu
Badan. Informasi biaya pengurusan izin, menjelaskan juga nilai atau nominal yang
harus dibayarkan oleh warga ketika mengurus izin dan tata cara perhitungan dari
biaya yang dikenakan. Untuk informasi persyaratan dan prosedur, selain disediakan
di ruang tunggu, dapat juga di lihat di website BPPT, yaitu: www.boss.go.id,
Di ruang tunggu Badan, selain disediakan papan informasi, juga disediakan
komputer touch screen. Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Bandung juga
dilengakapi dengan mobile service, yang berfungsi untuk melakukan sosialisasi
keliling terhadap jenis-jenis layanan dan prosedur pengurusan layanan perizinan
yang disediakan
Guna melakukan evaluasi dan control terhadap Pelayanan Perizinan Terpadu
Satu Pintu (PPTSP) yang di selenggarakan BPPT Kota Bandung, maka pihak Badan
menyediakan akses bagi pemohon untuk memantau proses perizinan melalui
website di: www.boss.go.id atau melalui sms gateway.
Selain itu secara berkala BPPT Kota Bandung juga melakukan survey kepuasan
pelanggan secara langsung lewat penyebaran angket/kuestioner, internet maupun
sms gateway.
Mengenai retribusi izin mendirikan bangunan sendiri di Kota Bandung, diatur
oleh Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung No. 24 Tahun 1998
tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan yang disempurnakan lagi melalui
Peraturan Walikota Bandung No. 550 Tahun 2008 tentang Prosedur
Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PPTSP). Dalam Perwal
Bandung No. 550 Tahun 2008, pasal 1 ayat 27, dijelaskan yang dimaksud dengan izin
mendirikan bangunan yang selanjutnya disingkat IMB adalah izin yang diterbitkan
untuk kegiatan mendirikan bangunan. Sasaran/objek dari IMB adalah: Setiap
orang/badan hukum yang mendirikan bangunan dan atau bangun bangunan. Yang
termasuk jenis bangun bangunan dari layanan ijin mendirikan bangunan, adalah: 15
 Pagar
 Menara
 Bangunan
 Bangunan Reklame
 SPBU
 Kolam Renang
 Lapangan Olahraga Terbuka
 Instalasi Pengolahan Air
 Perkerasan Halaman
 Turap (tembok penahan tanah)
 Sumur
 Instalasi/Utilitas
 Jembatan
15
Hal. 30, Lampiran Peraturan Walikota Bandung No. 550 Tahun 2008 tentang Prosedur Penyelenggaraan
Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PPTSP)
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

 Reservoar
Sedangkan untuk masa berlaku dari izin mendirikan bangunan (IMB), adalah:
selama bangunan berdiri dan tidak mengalami perubahan. Adapun persyaratan
yang harus dipenuhi ketika akan mengurus izin mendirikan bangunan (IMB), adalah: 16
1. Untuk Bangunan Rumah Tinggal
a. Mengisi dan menandatangani formulir permohonan
b. Photocopy bukti kepemilikan tanah
c. Salinan akta pendirian untuk pemohon Berbadan Hukum
d. Surat pernyataan/perjanjian penggunaan tanah bagi pemohon yang
menggunakan tanah bukan miliknya
e. Surat kuasa pengurusan apabila dikuasakan
f. Izin Peruntukkan Penggunaan Tanah (IPPT)
g. Gambar rencana teknis bangunan skala 1 : 100 (4 rangkap)
h. Gambar dan perhitungan konstruksi beton/baja apabila bertingkat (2
rangkap)
i. Gambar instalasi listrik, air minum, air kotor, dan sebagainya
j. Photo copy KTP pemohon izin
k. Bukti pembayaran Pajak Bumi Bangunan (PBB) terakhir

2. Untuk Bangunan Bukan Rumah Tinggal


a. Mengisi dan menandatangani formulir permohonan
b. Photo copy bukti pemilikan tanah
c. Salinan akta pendirian untuk pemohon Berbadan Hukum
d. Surat pernyataan/perjanjian penggunaan tanah bagi pemohon yang
menggunakan tanah bukan miliknya
e. Surat kuasa pengurusan apabila dikuasakan
f. Izin Peruntukkan Penggunaan Tanah (IPPT)
g. Gambar rencana teknis bangunan skala 1 : 100 (4 rangkap)
h. Gambar dan perhitungan konstruksi beton/baja apabila bertingkat (2
rangkap)
i. Gambar instalasi listrik, air minum, air kotor dan sebagainya
j. Hasil penelitian tanah untuk bangunan besar dan atau bertingkat 3 atau
lebih dan/atau terletak di daerah yang struktur rawan bertingkat (3
rangkap)
k. Photocopy KTP pemohon
l. Bukti pelunasan pembayaran Pajak Bumi Bangunan (PBB) terakhir
Untuk jangka waktu penyelesaian pengurusan izin mendirikan bangunan,
sampai dengan izin terbit atau dikeluarkan, adalah sebagai berikut:
1) Bangunan Rumah Tinggal
 Bangunan sampai 2 lantai, selama 19 hari
 Bangunan yang memerlukan penelitian rencana arsitektur
secara khusus, selama 30 hari
 Bangunan lebih dari 2 lantai, selama 30 hari
2) Bangunan Bukan Rumah Tinggal
 Bangunan sampai dengan 2 lantai, selama 19 hari

16
Hal. 30, Lampiran Peraturan Walikota Bandung No. 550 Tahun 2008 tentang Prosedur Penyelenggaraan
Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PPTSP)
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card


Bangunan dengan bentang atau lebar sampai dengan 18
meter, selama 19 hari
3) Bangunan Bertingkat 2 Lantai Yang Dibebaskan Dari Perhitungan
Konstruksi, selama 36 hari
4) Bangunan Bertingkat atau Tidak Bertingkat Yang Memerlukan
Rencana Konstruksi, selama 36 hari
5) Bangunan Yang Memerlukan Perlengkapan, selama 42 hari
6) Bangunan Bertingkat Diatas 3 Lantai, selama 50 hari
7) Bangunan Khusus/Tertentu, selama 60 hari17
Berikut ini adalah perhitungan besaran tarif retribusi bangunan yang
dikenakan, meliputi:
1) Bangunan satu (1) lantai : Luas x Tarif Dasar x 1%
a. Perbaikan bangunan : Luas x Tarif Dasar x 0,5%
b. Pembongkaran bangunan: Luas x Tarif Ongkos
2) Bangunan vertical (> 5M) dan dianggap dua (2) lantai, dengan
koefisien lantai:
a. Basement : 1,200
b. Lantai Dasar : 1,000
c. Lantai II : 0,090
d. Lantai III : 1,120
e. Lantai IV : 1,135
f. Lantai V : 1,162
g. Lantai VI : 1,197
h. Lantai VII : 1,236
i. Lantai VIII : 1,265
j. Selanjutnya ditambah 0,03 untuk setiap kenaikan satu (1) lantai

17
Hal. 31, Lampiran Peraturan Walikota Bandung No. 550 Tahun 2008 tentang Prosedur Penyelenggaraan
Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PPTSP)
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

2.2 Dinas Pendidikan Kota Bandung


2.2.1 Tugas Pokok, Fungsi dan Struktur Kelembagaan
Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah,
menyatakan bahwa, pendidikan merupakan salah satu urusan pemerintahan yang
dibagi bersama dan wajib dilaksanakan oleh pemerintah daerah Kabupaten/Kota.
Berkenaan dengan kewajiban tersebut, Pemerintah Kota Bandung telah menetapkan
kewenangan daerah sebagai daerah otonom yang ditetapkan dalam Peraturan
Daerah Kota Bandung No. 2 Tahun 2001 tentang kewenangan daerah Kota Bandung
sebagai daerah otonom. Dan untuk menyelenggarakan pemerintahan dan
pelaksanaan pembangunan, telah ditetapkan pula Peraturan Daerah Kota Bandung
No. 5 Tahun 2001 tentang pembentukan dan susunan organisasi dinas daerah Kota
Bandung, yang merupakan Satuan Kerja Perangkat Daerah di Lingkungan Pemerintah
Kota Bandung yang bertanggungjawab langsung kepada Walikota Bandung melalui
Sekretaris Daerah Kota Bandung.18
Atas dasar Peraturan Daerah Kota Bandung No. 5 Tahun 2001 itulah, Dinas
Pendidikan Kota Bandung dibentuk. Adapun tugas pokok dari Dinas Pendidikan,
sebagai bagian dari Satuan Kerja Perangkat Daerah yang dilimpahi kewenangan
untuk mengurus urusan pemerintah daerah di bidang pendidikan, berdasarkan
asas otonomi dan pembantuan. Sedangkan fungsi dari Dinas Pendidikan Kota
Bandung:
1) Perumusan kebijakan teknis lingkup Pendidikan Taman Kanak-kanak
dan Sekolah Dasar (PTKSD), Pendidikan Sekolah Menengah Pertama
(PSMP), Pendidikan Sekolah Menengah Atas dan Kejuruan (PSMAK),
Pendidikan Non Formal dan Informal
2) Menyelenggarakan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di
bidang pelaksanaan kegiatan teknis operasional bidang pendidikan,
Pendidikan Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar (PTKSD),
Pendidikan Sekolah Menengah Pertama (PSMP), Pendidikan Sekolah
Menengah Atas dan Kejuruan (PSMAK), Pendidikan Non Formal dan
Informal
3) Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang pendidikan, Pendidikan
Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar (PTKSD), Pendidikan Sekolah
Menengah Pertama (PSMP), Pendidikan Sekolah Menengah Atas dan
Kejuruan (PSMAK), Pendidikan Non Formal dan Informal
4) Melaksanakan tugas lain yang diberikan Walikota sesuai dengan tugas
dan fungsinya
5) Pembinaan, monitoring, evaluasi dan menyusun laporan
penyelenggaraan kegiatan dinas19

Sesuai dengan kewenangan untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi


sebagaimana telah diuraikan diatas, maka struktur organisasi Dinas Pendidikan yang
berlaku sampai sekarang adalah sebagai berikut:
a. Kepala Dinas

18
Hal. 1 dan 2, Dokumen Rencana Strategis Dinas Pendidikan
Kota Bandung Tahun 2009 - 2013
19
Hal. ii, Dokumen Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
(LAKIP) Dinas Pendidikan Kota Bandung Tahun 2009
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

b. Sekretariat, membawahi:
1. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian
2. Sub Bagian Program
3. Sub Bagian Keuangan
c. Bidang Pendidikan Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar (PTKSD),
membawahi:
1. Seksi Manajemen dan Sarana Prasarana
2. Seksi Kurikulum dan Sistem Pengujian
3. Seksi Pengembangan Tenaga Pendidik dan Kesiswaan
d. Bidang Pendidikan Sekolah Menengah Pertama (PSMP), membawahi:
1. Seksi Manajemen dan Sarana Prasarana
2. Seksi Kurikulum dan Sistem Pengujian
3. Seksi Pengembangan Tenaga Pendidik dan Kesiswaan
e. Bidang Pendidikan Sekolah Menengah Atas dan Kejuruan (PSMAK),
membawahi:
1. Seksi Manajemen dan Sarana Prasarana
2. Seksi Kurikulum dan Sistem Pengujian
3. Seksi Pengembangan Tenaga Pendidik dan Kesiswaan
f. Bidang Pendidikan Non Formal dan Informal
1. Seksi Pendidikan Anak Usia Dini dan Kesetaraan
2. Seksi Kursus dan Kelembagaan
3. Seksi Pendidikan Masyarakat dan Seni Budaya
g. Unit Pelayanan Teknis Dinas (UPTD)
h. Kelompok Jabatan Fungsional20

20
Hal. 2 dan 3, Dokumen Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
(LAKIP) Dinas Pendidikan Kota Bandung Tahun 2009
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

2.2.2 Jenis Layanan Publik


Sebagaimana yang telah dijelaskan pada Tabel. 2.2, tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Kota Bandung Tahun 2009 – 2013, maka arah
kebijakan dalam sektor pendidikan difokuskan pada upaya pemberian layanan bagi
perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan bagi seluruh
warga/masyarakat di Kota Bandung, meliputi:
1. Memberi bantuan biaya pendidikan untuk tingkat pendidikan dasar
(SD/MI, SMP/MTs) dan bantuan biaya pendidikan bagi siswa yang
berasal dari keluarga tidak mampu (pra sejahtera I dan II) untuk
menempuh pendidikan di jenjang pendidikan menengah
(SMA/MA/SMK)
2. Mengupayakan peningkatan kualitas dan kuantitas penyelenggaraan
pendidikan
3. Mendorong peningkatan kualitas dan kuantitas infrastuktur dan
sarana pendidikan
4. Mengupayakan peningkatan produktivitas kerja dan menciptakan
pelayanan yang dapat memuaskan stakeholder pendidikan
5. Mendorong pengembangan kemampuan dan memberikan
kesejahteraan kepada tenaga kependidikan dalam melaksanakan
tugas
6. Mengupayakan peningkatan pengelolaan penyelenggaraan
pendidikan secara efisien dan efektif sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi

2.2.3 Kerangka Kebijakan Program Bantuan Siswa Miskin


(BSM)/BAWAKU Sekolah
A. Peraturan Walikota Bandung No. 15 Tahun 2008
Perwal Bandung No. 177 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan atau
Tata Cara Penerimaan Peserta Didik Baru Pada Taman Kanak-kanak/Raudhatul
Athfal dan Sekolah/Madrasah Tahun Ajaran 2010 – 2011.
Adapun tujuan penerimaan peserta didik baru pada Perwal Bandung No. 177
Tahun 2010, sesuai dengan pasal 2, adalah:
1) Tujuan penerimaan peserta didik yaitu memberi kesempatan seluas-
luasnya bagi warga daerah usia sekolah agar memperoleh layanan
pendidikan yang berkualitas sesuai dengan pilihannya
2) Memberikan kesempatan kepada masyarakat luas untuk
mendapatkan layanan jasa pendidikan yang berkualitas di daerah
3) Memberikan kesempatan warga yang berasal atau berdomisili di luar
daerah sesuai dengan kuotanya untuk tetap berkesempatan
memperoleh layanan pendidikan

Sementara pada pasal 3 dari Perwal Bandung No. 177 Tahun 2010,
menerangkan tentang asas penerimaan peserta didik baru, adalah:
a. Obyektivitas, bahwa penerimaan peserta didik, baik peserta didik baru
maupun pindahan harus memenuhi ketentuan umum sesuai dengan
peraturan perundang-undangan
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

b. Transparansi, dimana pelaksanaan penerimaan peserta didik bersifat


terbuka dan dapat diketahui oleh masyarakat termasuk orangtua siswa,
untuk menghindarkan penyimpangan-penyimpangan yang mungkin
terjadi
c. Akuntabilitas, artinya penerimaan peserta didik dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat, baik prosedur maupun
hasilnya
d. Berkeadilan, artinya penerimaan peserta didik tidak membeda-bedakan
suku, ras, agama dan status social ekonomi pendaftar dan harus
memenuhi ketentuan umum serta sesuai dengan perundang-undangan

Sedangkan sistem penerimaan peserta didik baru Tahun Ajaran 2010 – 2011,
ditentukan dengan sistem kluster yang berbasis rayonisasi (pasal 4 ayat 1). Pasal 4
ayat 2, menerangkan yang dimaksud dengan sistem kluster sekolah berbasis
rayonisasi adalah pengelompokkan sekolah pada SMP/MTs Negeri dan SMA/MA
Negeri berdasarkan passing grade penerimaan peserta didik baru dan/atau hasil UN
tahun sebelumnya, dengan pertimbangan lokasi/rayon sekolah, serta mutu
proses/kinerja sekolah dan/atau pertimbangan lainnya. Untuk penetuan kelompok
kluster, ditetapkan oleh Kepala Dinas Pendidikan (pasal 4 ayat 3)
Pada pasal 6 ayat 1 Perwal Bandung No. 177 Tahun 2010, menyebutkan
bahwasannya jalur seleksi untuk penerimaan peserta didik baru, meliputi: akademis
dan non akademis. Pasal 6 ayat 2 menerangkan seleksi melalui jalur akademis,
berupa tes tertulis atau pemeringkatan terhadap:
a. Nilai UASBN, yaitu jumlah nilai mata pelajaran Bahasa Indonesia,
Matematika dan IPA untuk SMP/MTs
b. Nilai UN, yaitu jumlah nilai mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa
Inggris, Matematika dan IPA untuk SMA
c. Hasil pembobotan nilai UN dan UAS pada mata pelajaran yang
disesuaikan dengan ciri khas program SMK serta tes khusus yang
ditetapkan oleh Kepala Dinas

Masih pada pasal yang sama, yaitu: pasal 6 ayat 3, menjelaskan mengenai
seleksi melalui jalur non akademis, terbagi dua, yaitu: jalur prestasi/bakat istimewa
dan peserta didik tidak mampu. Seleksi melalui jalur non akademis berdasarkan
prestasi/bakat istimewa, dapat berupa pemeringkatan dan/atau pembobotan
terhadap penghargaan dan sertifikasi peserta didik serta uji kompetensi (pasal 6 ayat
4). Untuk seleksi jalur non akademis, bagi peserta didik tidak mampu, dapat berupa
pendataan terhadap keadaan social ekonomi orangtua peserta didik (pasal 6 ayat 5)
Perwal Bandung No. 177 Tahun 2010, juga mengatur mengenai kuota
penerimaan peserta didik baru, meliputi:
a. Kuota calon peserta didik yang berasal atau berdomisili di luar daerah
(pasal 7, ayat 1, huruf a)
b. Kuota calon peserta didik jalur non akademis yang terdiri atas jalur
prestasi dan jalur khusu bagi yang tidak mampu (pasal 7, ayat 1, huruf b)
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

Penentuan persentase besaran angka kuota, merupakan hasil perbandingan


jumlah daya tampung untuk jenjang pendidikan SMP/MTs Negeri dan SMA/MA/SMK
Negeri sesuai dengan klusternya (pasal 7, ayat 2).
Selain itu penerimaan jumlah calon peserta didik baru harus ditetapkan oleh
satuan pendidikan masing-masing dengan memperhatikan kondisi sarana dan
sumber daya serta kecenderungan pendaftar pada tahun-tahun sebelumnya (pasal 7,
ayat 4) dan daya tampung calon peserta didik Tahun Pelajaran yang bersangkutan,
harus disampaikan oleh Kepala Sekolah kepada Kepala Dinas paling lambat minggu
kedua Bulan Juni di Tahun Pelajaran yang bersangkutan (pasal 7, ayat 3)
Untuk pembiayaan pendidikan bagi peserta didik baru yang orangtua
dan/atau walinya tidak mampu secara ekonomi, Perwal Bandung No. 177 Tahun
2010 mengaturnya pada pasal 28:
 Ayat 1: Calon peserta didik yang tidak mampu agar mendaftarkan ke
Sekolah/Madrasah Negeri/Swasta yang terdekat dengan domisili
tempat tinggal dalam satu kecamatan atau kecamatan yang
berbatasan, dan/atau ke Sekolah/Madrasah gratis kecuali untuk calon
peserta didik peminat sekolah kejuruan (SMK)
 Ayat 2: Ketidakmampuan peserta didik sebagaimana dimaksud pada
ayat 1, dinyatakan melalui Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM)
dari Kelurahan dan Kecamatan tempat tinggal atau Daftar Penerima
Bantuan Siswa Miskin (BSM) dari sekolah asal yang dikeluarkan Dinas
 Ayat 3: Sekolah/Madrasah dapat melakukan kunjungan rumah (home
visit) dan pengecekkan lapangan kepada calon peserta didik yang
diterima sebagaiman dimaksud pada ayat 1, untuk melihat
kebenaran/keabsahan ketidakmampuan social ekonomi sebelum
memberikan keringanan dan/atau pembebasan biaya pendidikan
 Ayat 4: Bagi peserta didik SD/MI dan SMP/MTS bebas dari biaya
pendidikan, sedangkan bagi siswa SMA/MA dan SMK, pembebasan
biaya pendidikan diberikan kepada Warga Daerah yang tidak mampu
secara social ekonomi

Adapun kuota jalur non akademsi untuk penerimaan peserta didik baru
Tahun Pelajaran 2010/2011 tingkat SMA/MA/SMK, adalah 10% dari daya tampung,
dengan ketentuan untuk jalur prestasi dan jalur tidak mampu prosentasenya sesuai
dengan perbandingan jumlah pendaftar, sedangkan untuk SMA RSBI, kuota 10%
tersebut dihitung dari jumlah peserta didik yang mengikuti kelas reguler 21

B. Peraturan Walikota Bandung No. 570 Tahun 2009


Peraturan Walikota Bandung No. 570 Tahun 2009, berisikan tentang Petunjuk
Pelaksanaan Penyaluran/Pemberian Dana Hibah Kependidikan Untuk Siswa dan
Warga Belajar Di Kota Bandung Tahun Anggaran 2009
Maksud pelaksanaan penyaluran/pemberian dana hibah kependidikan untuk
siswa dan warga belajar di Kota Bandung Tahun Anggaran 2009, agar dapat

21
Hal 16 dan 21, Lampiran I Kep. Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung No. 422.1/1209-Sekrt/2010 tentang
Petunjuk Teknis Penerimaan Peserta Didik Baru Pada TK, Raudhatul Athfal, Sekolah dan Madrasah Tahun
Pelajaran 2010/2011 Di Kota Bandung
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

terlaksananya program Pemerintah Kota Bandung dalam melaksanakan


pembangunan di bidang pendidikan, dengan program kegiatan yang meliputi:
1. Penyediaan Bantuan Biaya Pendidikan bagi Warga Belajar Kejar Paket
A/B/C
2. Penyediaan Beasiswa bagi Siswa Kurang Mampu tingakt SMA/MA/SMK
3. Penyediaan Beasiswa bagi Siswa Berprestasi tingakt SD/MI, SMP/MTs dan
SMA/MA/SMK.
4. Penyediaan Bantuan Biaya Pendidikan bagi Siswa Berprestasi tingkat
SMA/MA/SMK yang melanjutkan22

Tujuan dari program pelaksanaan penyaluran/pemberian dana hibah


kependidikan untuk siswa dan warga belajar di Kota Bandung Tahun Anggaran 2009,
ialah:
1. Memberikan bantuan biaya pendidikan bagi warga belajar, agar
memeroleh layanan pendidikan yang lebih bermutu
2. Membebaskan biaya pendidikan bagi siswa tidak mampu secara ekonomi
dan meringankan bagi siswa yang lain, selain siswa penerima biaya
operasional sekolah (BOS) agar memperoleh layanan pendidikan yang
lebih bermutu bagi siswa pada jenjang pendidikan menengah tingkat
SMA/MA/SMK
3. Memberikan bantuan beasiswa bagi siswa berprestasi di bidang akademik
dan non akademik untuk menunjang pembiayaan dalam rangka
pengembangan dan peningkatan prestasi siswa yang bersangkutan
4. Memberikan bantuan biaya pendidikan bagi lulusan berprestasi yang
melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan tinggi

Sasaran program kegiatan Pelaksanaan Penyaluran/Pemberian Dana Hibah


Kependidikan untuk Siswa dan Warga Belajar di Kota Bandung Tahun Anggaran 2009
ialah:
1. Penyediaan bantuan biaya pendidikan bagi warga belajar Kejar Paket
A/B/C sebanyak 2000 orang
2. Penyediaan beasiswa bagi siswa kurang mampu secara ekonomi kepada
25000 siswa, terdiri dari:
 Siswa kurang mampu dari SMA/MA sebanyak 10000 siswa, selain
Penyelenggara Sekolah Gratis/Biaya Operasional Sekolah (BOS)
 Siswa kurang mampu dari SMK sebanyak 15000 siswa, selain
Penyelenggara Sekolah Gratis/Biaya Operasional Sekolah (BOS)
3. Penyediaan beasiswa bagi siswa berprestasi di bidang akademik dan non
akademik sebanyak 300 siswa terdiri dari siswa SD/MI, SMP/MTs dan
SMA/MA/SMK
4. Penyediaan bantuan biaya pendidikan bagi siswa berprestasi
(SMA/MA/SMK) yang malanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan
tinggi sebanyak 200 siswa23
22
Hal. 3, Lampiran I dari Perwal Bandung No. 570 Tahun 2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Penyaluran/Pemberian Dana Hibah Kependidikan Untuk Siswa dan Warga Belajar di Kota Bandung Tahun
Anggaran 2009
23
Hal. 5, Lampiran I dari Perwal Bandung No. 570 Tahun 2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Penyaluran/Pemberian Dana Hibah Kependidikan Untuk Siswa dan Warga Belajar di Kota Bandung Tahun
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

Adapun program pelaksanaan penyaluran/pemberian dana hibah


kependidikan untuk siswa dan warga belajar di Kota Bandung Tahun Anggaran 2009,
dialokasikan untuk kegiatan:
1. Penyediaan Bantuan Biaya Pendidikan bagi Warga Belajar Kejar Paket
A/B/C Berupa:
Penyediaan bantuan biaya pendidikan bagi warga belajar Kejar Paket
A/B/C Tahun 2009 sebanyak 2000 warga belajar, sebesar Rp.
350.000/waraga belajar Kejar paket A/B/C/Tahun dan diserahkan kepada
masing-masing Penyelenggara (Pusat kegiatan Belajar Masyarakat/PKBM)
tempat warga belajar yang bersangkutan
2. Penyediaan Beasiswa bagi Siswa Kurang Mampu (SMA/MA/SMK) Berupa:
Penyediaan beasiswa bagi siswa kurang mampu (SMA/MA/SMK) Tahun
2009, sebanyak:
a. 10.000 siswa SMA/MA, sebesar Rp. 1.000.000/Siswa/Thn
b. 15.000 siswa SMK, sebesar Rp. 1.500.000/Siswa/Thn
3. Penyediaan Beasiswa bagi Siswa Berprestasi (SD/MI, SMP/Mts dan
SMA/MA/SMK) Berupa:
Penyediaan beasiswa bagi siswa berprestasi (SD/MI, SMP/Mts dan
SMA/MA/SMK) di bidang akademik dan non akademik Tahun 2009,
sebanyak 300 siswa berprestasi untuk kategori:
a. Kategori I sebanyak 100 siswa, sebesar Rp. 2.000.000/Siswa/Tahun
b. Kategori II sebanyak 100 siswa, sebesar Rp. 1.750.000/Siswa/Tahun
c. Kategori III sebanyak 100 siswa, sebesar Rp. 1.250.000/Siswa/Tahun
Alokasi dana hibah kependidikan berupa penyediaan beasiswa bagi siswa
berprestasi (SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA/SMK) di bidang akademik dan
non akademik Tahun 2009 diserahkan atas nama siswa yang
bersangkutan melalui orang tua/wali siswa
4. Penyediaan Bantuan Biaya Pendidikan bagi Siswa Berprestasi
(SMA/MA/SMK) yang melanjutkan Berupa:
Penyediaan bantuan biaya pendidikan bagi siswa berprestasi
(SMA/MA/SMK) yang melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi pada
Tahun 2009, sebanyak 200 siswa berprestasi, sebesar Rp.
2.500.000/Siswa/Tahun dan diserahkan kepada siswa yang bersangkutan 24
Kriteria dari penerima alokasi dana hibah kependidikan bagi siswa kurang
mampu di tingkat SMA/MA/SMK harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 25
a. Siswa yang orangtuanya kurang mampu
b. Warga Kota Bandung dan bersekolah di Kota Bandung
c. Dibuktikan dengan kartu BAWAKU Sekolah Tahun 2008, Kartu Kendali
Sekolah Anak (KKSA), dan/atau Surat Keterangan Tidak Mampu
(SKTM) dari Lurah tempat domisili orang tua siswa

Anggaran 2009
24
Hal. 5 dan 6, Lampiran I dari Perwal Bandung No. 570 Tahun 2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Penyaluran/Pemberian Dana Hibah Kependidikan Untuk Siswa dan Warga Belajar di Kota Bandung Tahun
Anggaran 2009
25
Hal. 9, Lampiran I dari Perwal Bandung No. 570 Tahun 2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Penyaluran/Pemberian Dana Hibah Kependidikan Untuk Siswa dan Warga Belajar di Kota Bandung Tahun
Anggaran 2009
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

d. Siswa yang dicalonkan menerima dana hibah kependidikan berupa


Penyediaan Beasiswa bagi Siswa Kurang Mampu (SMA/MA/SMK)
diusulkan dan ditetapkan sasaran penerimanya oleh Kepala
Sekolah/Madrasah tempat siswa yang bersangkutan
bersekolah/belajar sesuai dengan kuota yang telah ditetapkan oleh
Tim Pelaksana Penyalur/Pemberian Dana Hibah Kependidikan untuk
Siswa dan Warga Belajar di Kota Bandung Tahun Anggaran 2009 yang
dibentuk berdasarkan Kepwal Kota Bandung
e. Pengusulan dan penetapan siswa penerima dana hibah kependidikan
sebagaimana dimaksud pada huruf d, dilakukan setelah pihak
Sekolah/Madrasah melakukan pemeriksaan kondisi dan tempat
domisili orang tua/wali siswa calon penerima dana hibah
kependidikan
f. Siswa penerima BAWAKU Sekolah Tahun Anggaran 2008 dan/atau
pemilik Kartu Kendali Sekolah Anak (KKSA) menjadi prioritas penerima
dana hibah kependidikan untuk Sumbangan Peserta Didik Baru (SPDB)
Sedangkan mekanisme pemberian dana hibah kependidikan bagi siswa
kurang mampu di tingkat SMA/MA/SMK, adalah sebagai berikut:
1. Kepala Sekolah/Madrasah/Komite Sekolah/Majelis Madrasah
melakukan pengajuan dan menetapkan daftar calon penerima dana
hibah kependidikan sesuai kuota yang telah ditetapkan oleh Tim
Pelaksana Penyaluran/Pemberian Dana Hibah Kependidikan untuk
Siswa dan Warga Belajar di Kota Bandung tahun anggaran 2009
dilengkapi dengan kartu BAWAKU Sekolah tahun 2008, Kartu Kendali
Sekolah Anak (KKSA) dan/atau Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM)
dari Lurah tempat domisili orang tua siswa
2. Kepala Sekolah/Madrasah/Komite Sekolah/Majelis Madrasah, dalam
melakukan penetapan nama-nama siswa kurang mampu
(SMA/MA/SMK) sebagai penerima dana hibah kependidikan, harus
melengkapi berbagai persyaratan sebagai berikut:
A. Surat Kuasa Pencairan, Pengelolaan dan Penggunaan dari orang
tua/wali siswa kepada Penerima Dana Hibah Kependidikan, yaitu:
a. Komite Sekolah/Majelis Madrasah bagi SMA/MA/SMK Negeri
b. Pengurus Yayasan bagi SMA/MA/SMK Swasta dengan Kepala
Sekolah berstatus PNS
c. Kepala Sekolah bagi SMA/MA/SMK Swasta dengan Kepala
Sekolah berstatus Non PNS
B. Nomor Rekening Bank
a. Bagi Sekolah/Madrasah Negeri atas nama Komite
Sekolah/Majelis Madrasah
b. Bagi Sekolah/Madrasah Swasta atas nama Kepala
Sekolah/Madrasah/Pengurus Yayasan
3. Berdasarkan pengajuan dan penetapan dari Kepala
Sekolah/Madrasah/Komite Sekolah/Majelis Madrasah sebagaimana
kriteria dari penerima yang dimaksud pada huruf a dan b, Tim
Pelaksana Penyaluran/Pemberian Dana Hibah Kependidikan untuk
Siswa dan Warga Belajar di Kota Bandung tahun anggaran 2009
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

mengolah, menyusun daftar rekapitulasi siswa kurang mampu


(SMA/MA/SMK) Penerima Dana Hibah Kependidikan untuk masing-
masing Sekolah/Madrasah dan mempersiapkan Naskah Hibah
Kependidikan sebagai bahan penyusunan Proposal Pencairan Dana
Hibah Kependidikan untuk Siswa dan Warga Belajar di Kota Bandung
Tahun Anggaran 2009
4. Ketua Tim Pelaksana Penyaluran/Pemberian Dana Hibah Kependidikan
untuk Siswa dan Warga Belajar di Kota Bandung Tahun Anggaran
2009, menyampaikan Proposal Pencairan Dana Hibah Kependidikan
untuk Siswa dan Warga Belajar di Kota Bandung kepada Walikota
Bandung melalui Sekretaris Daerah Kota Bandung untuk mendapatkan
pertimbangan dan disposisi pencairan, disertai Naskah Perjanjian
Hibah Kependidikan untuk ditandatangani antara Sekretaris Daerah
Kota Bandung selaku Pengguna Anggaran dalam hal ini bertindak
untuk dan atas nama Pemerintah Kota Bandung dengan Kepala
Sekolah/Madrasah/Komite Sekolah/Majelis Madrasah/Pengurus
Yayasan selaku Penerima Kuasa atas Dana Hibah Kependidikan dan
para saksi yang selanjutnya disampaikan kepada Bagian Tata Usaha
pada Sekretaris Daerah Kota Bandung
5. Setelah mendapat disposisi pencairan dan Naskah Perjanjian Hibah
Kependidikan sebagaiman dimaksud pada huruf d, Bagian Tata Usaha
pada Sekretariat Daerah Kota Bandung membuat Surat Permintaan
Pembayaran Langsung (SPP-LS) atas nama Penerima Dana Hibah
Kependidikan yang ditujukan kepada Bagian Keuangan pada
Sekretariat Daerah Kota Bandung
6. Atas dasar Surat Permintaan Pembayaran Langsung (SPP-LS) adan
Surat Perintah Membayar Langsung (SPM-LS) sebagaimana dimaksud
pada huruf e, Bagian Keuangan pada Sekretariat Daerah Kota Bandung
menerbitkan Surat Perintah pencairan Dana (SP2D) yang disampaikan
kepada Bagian Tata Usaha pada Sekretariat Daerah Kota Bandung
7. Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) disampaikan kepada Sekretaris
Daerah Kota Bandung selaku Pengguna Anggaran oleh Bagian Tata
Usaha pada Sekretariat Daerah Kota Bandung untuk mendapatkan
pengesahan
8. Setelah pengesahan SP2D sebagaiman dimaksud pada huruf f, Bagian
Tata Usaha pada Sekretaris Daerah Kota Bandung sesuai dengan
kelengkapan persyaratan, menyalurkan dana hibah kependidikan
melalui Kas Daerah atas nama Sekolah/Madrasah/Komite
Sekolah/Majelis Madrasah/Pengurus Yayasan yang bersangkutan 26

Berikut dibawah ini, adalah bagan alur penyaluran/pemberian dana hibah


kependidikan bagi siswa jenjang pendidikan menengah (SMA/MA/SMK) dan atau
warga belajar (Paket C) di Kota Bandung, Tahun 2009.

26
Hal. 13 s.d 15, Lampiran I dari Perwal Bandung No. 570 Tahun 2009
tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyaluran/Pemberian Dana Hibah
Kependidikan Untuk Siswa dan Warga Belajar di Kota Bandung Tahun Anggaran 2009
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

BAB III
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

HASIL SURVEY TERHADAP PROGRAM DAN KEBIJAKAN


BAWAKU SEKOLAH DAN PENGURUSAN IMB
DI KOTA BANDUNG

3.1. SURVEY TERHADAP LAYANAN BANTUAN SISWA MISKIN


(BAWAKU SEKOLAH) PADA DINAS PENDIDIKAN KOTA
BANDUNG

3.1.1 SURVEY PADA SEKOLAH (PENDAPAT SEKOLAH)


A. Sebaran Responden Survei
Survey CRC untuk program Bantuan Siswa Miskin (BSM) atau lebih dikenal
dengan nama Bawaku Sekolah Dinas Pendidikan Kota Bandung, dilakukan terhadap 2
kelompok responden, yaitu:
1. Responden pertama, adalah dari pihak sekolah yang diwakili oleh kepala
sekolah atau wakil kepala sekolah atau wali kelas dan/atau bagian tata
usaha sekolah.
2. Responden kedua adalah orang tua siswa miskin (Keluarga Pra Sejahtera I
dan II) yang anaknya menerima program Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/Bawaku Sekolah.
Hal ini dilakukan untuk mengungkap informasi yang lebih komprehensif
tentang kualitas layanan program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/Bawaku Sekolah dari
pihak sekolah sebagai lembaga pengelola dana dan dari orang tua siswa miskin
sebagai penerima manfaat dari program tersebut.
Seperti yang sudah dijelaskan pada Bab I, sebaran responden dihitung dan
diproporsikan sesuai dengan perhitungan sampel di masing-masing wilayah. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.1 yang merupakan gambaran sebaran
sekolah, sebagai responden survey di 6 wilayah.

Tabel 3.1. Sebaran Sekolah Sebagai Responden Survey CRC Dari Program
Bantuan Siswa Miskin (BSM)/Bawaku Sekolah Di 6 Wilayah
NO WILAYAH JUMLAH SEKOLAH JUMLAH RESPONDEN
1 Ujung Berung 9 16
2 Tegalega 12 24
3 Bojonegara 10 19
4 Cibeunying 13 22
5 Karees 14 19
6 Gedebage 8 15
TOTAL 66 115

B. Hasil Survey
1. Identitas Responden
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

Total responden yang disurvey berjumlah 115 orang, terdiri dari kepala
sekolah/wakil kepala sekolah/bagian tata usaha sekolah/wali kelas. Adapun
pembagian profil responden secara detail berdasarkan komposisi: jabatan/posisi di
sekolah, tingkat pendidikan responden, dan pangkat/golongan
a) Komposisi Responden Pihak Sekolah Berdasarkan Jabatan/Posisi Di Sekolah
Responden dari pihak sekolah yang diwawancara terdiri dari kepala
sekolah/wakil kepala sekolah/wali kelas/bagian tata usaha sekolah. Keempat unsur
ini dianggap memiliki keterlibatan yang sangat penting dalam pelaksanaan dan
pengelolaan dana dari program/kebijakan Bantuan Siswa Miskin (BSM)/Bawaku
Sekolah di masing-masing sekolah. Akan tetapi, dari beberapa sekolah yang disurvey,
tidak semua kepala sekolah sebagai penanggung jawab utama dari pelaksanaan
program/kebijakan dan pengelolaan dana Bantuan Siswa Miskin (BSM)/Bawaku
Sekolah bersedia diwawancara dan memberikan penjelasan yang lengkap
mengenai pelaksanaan dan pengelolaan program/kebijakan ini.
Sebagian kepala sekolah, merasa bukan sebagai penanggung jawab
sehingga tidak memiliki informasi yang cukup untuk dapat menjelaskan mengenai
pelaksanaan dan pengelolaan dana program/kebijakan Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/Bawaku Sekolah.
Tabel 3.2 menjelaskan hasil Survey CRC pada program Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/Bawaku Sekolah, dimana dari 115 total sampel yang disurvey, 35% atau sekitar
40 orang responden yang mau diwawancara terkait dengan program/kebijakan ini,
merupakan kepala sekolah. Gambaran lebih lanjut, dapat dilihat pada Tabel 3.2
dibawah ini.

Tabel 3.2 Komposisi Responden Pihak Sekolah Berdasarkan Jabatan/Posisi di


Sekolah Pada Survey CRC Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/Bawaku Sekolah
JABATAN/ POSISI JUMLAH PERSENTASE
Kepala Sekolah 40 35%
Wakil Kepala Sekolah 24 21%
Wali Kelas 25 22%
Bagian Tata Usaha 21 18%
Lainnya 5 4%
TOTAL 115 100%

b) Komposisi Responden Pihak Sekolah Berdasarkan Tingkat Pendidikan


Kualifikasi pendidikan bagi seorang tenaga kependidikan merupakan
prasyarat yang harus dipenuhi. Hal tersebut merupakan tuntutan profesionalisme
tenaga kependidikan. Untuk jenjang pendidikan menengah (SMA/MA/SMK),
kualifikasi minimal pendidikan seorang guru adalah sarjana (S-1) dengan latar
belakang bidang studi dan latar belakang ilmu kependidikan dan keguruan.
Bagan 3.1, menunjukkan jumlah dan prosentase tingkat pendidikan
responden pihak sekolah pada Survey CRC program Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/Bawaku Sekolah. Sebagian besar (73%) responden pihak sekolah merupakan
lulusan S-1, 18% lulusan S-2. Artinya, dengan komposisi tersebut, secara kuantitatif,
kualifikasi pendidikan responden sudah sesuai dengan tuntutan profesionalisme
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

Bagan 3.1 Komposisi Responden Pihak Sekolah Berdasarkan Tingkat Pendidikan


Pada Survey CRC Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/Bawaku Sekolah.

c) Komposisi Responden Pihak Sekolah Berdasarkan Pangkat / Golongan


Pangkat atau golongan dalam jenjang karir seorang guru/tenaga
kependidikan menunjukkan masa kerja dan sekaligus tingkat kesejahteraannya,
terlebih bagi mereka yang sudah tersertifikasi. Kenaikan pangkat atau golongan bagi
setiap guru/tenaga kependidikan, khususnya sampai dengan Gol IVa relatif tidak
banyak memberikan hambatan bagi guru karena biasanya berlangsung secara
berkala. Namun biasanya banyak guru yang terhambat dari Gol IVa ke golongan
berikutnya. Hal ini terkait dengan prasyarat wajib berupa karya tulis ilmiah yang
harus dipenuhi dan hal tersebut menjadi kendala bagi sebagian guru.
Sementara jenjang karir bagi kepala sekolah atau wakil kepala sekolah
biasanya sudah pada Pangkat Pembina atau Pembina Ahli Madya.
Bagan 3.2 menunjukkan sebanyak 37% dari responden pihak sekolah pada
Survey CRC program Bantuan Siswa Miskin/Bawaku Sekolah, merupakan Pembina
(Golongan Iva) dan hanya 17% saja yang sudah mencapai Pembina Ahli Madya
(Golongan IVb). Sementara 31% responden pihak sekolah yang menjawab lainya
adalah responden yang bertugas/menjadi guru di sekolah swasta. Artinya bukan
Pegawai Negeri Sipil (PNS) sehingga penjengjangkariran tidak sama dengan guru yang
berstatus PNS.

Bagan 3.2 Komposisi Responden Pihak Sekolah Berdasarkan Pangkat/Golongan


Pada Survey CRC Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/Bawaku Sekolah

2. Informasi Umum mengenai Program dan Kebijakan BAWAKU


Sekolah/Bantuan Siswa Miskin (BSM)
a) Pengetahuan tentang Kebijakan dan Program Bawaku Sekolah
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

Program dan kebijakan Bantuan Siswa Miskin (BSM)/Bawaku Sekolah


merupakan kebijakan Walikota Bandung yang diberlakukan sejak Tahun 2007 dan
ditujukan untuk setiap jenjang pendidikan menengah (SMA/MA/SMK), baik swasta
maupun negeri yang ada di Kota Bandung. Dan sudah seharusnya informasi
mengenai program/kebijakan Bantuan Siswa Miskin/Bawaku Sekolah tersampaikan
kepada seluruh sekolah, baik negeri maupun swasta.
Tabel 3.3 menunjukkan, di mana seluruh responden pihak sekolah
mengetahui kebijakan dan program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/Bawaku Sekolah.

Tabel 3.3 Tingkat Pengetahuan Responden Pihak Sekolah Mengenai Program


Bantuan Siswa Miskin (BSM)/Bawaku Sekolah
KEBIJAKAN DAN PROGRAM BAWAKU JUMLAH PERSENTASE
Mengetahui 115 100%
Tidak Mengetahui 0 0%
TOTAL 115 100%

b) Tahun Ajaran Dimana Pihak Sekolah Menerima Dana Program Bantuan


Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
Sejak adanya program atau kebijakan Bantuan Siswa Miskin/BAWAKU
Sekolah dari Pemerintah Kota Bandung, hampir seluruh SMA/MA dan SMK Negeri di
Kota Bandung mendapat kuota menerima dana bantuan tersebut. Setidaknya
sebagian siswa miskin yang bersekolah di SMA/MA dan SMK Negeri mendapatkan
manfaat dari program tersebut. Namun berbeda halnya dengan sebagian besar
sekolah swasta (SMA/SMK Swasta) yang banyak tersebar di pinggiran Kota
Bandung, justru belum mendapatkan bantuan dana pendidikan bagi siswa miskin
ini. Padahal tiap-tiap sekolah swasta (SMA/SMK Swasta) tersebut, telah
mengajukan Daftar Nama Siswa Miskin yang bersekolah disekolah masing-masing
kepada Dinas Pendidikan Kota Bandung.
Bagan 3.3, menunjukkan 58% responden pihak sekolah yang di survey pada
Survey CRC program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/Bawaku Sekolah, sudah menerima
manfaat dari program ini sejak Tahun Ajaran 2007 – 2008. Sementara 34%
responden pihak sekolah, mendapat bantuan dana dari program ini sejak Tahun
Ajaran 2008 – 2009. Sedangkan 8% responden pihak sekolah lainnya menjawab
bahwasannya sekolah mereka baru menerima dana bantuan program ini di Tahun
Ajaran 2009 - 2010.

Bagan 3.3 Tahun Ajaran Dimana Pihak Sekolah Menerima Dana Program Bantuan
Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah

c) Keterlibatan Responden Survey CRC Pihak Sekolah Pada Pelaksanaan dan


Pengelolaan Dana Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

Seperti yang sudah dijelaskan pada komposisi responden berdasarkan posisi


atau jabatan di sekolah, sebagian besar responden pihak sekolah yang disasar pada
Survey CRC ini adalah kepala sekolah dan wakil kepala sekolah yang dianggap
memiliki kewenangan dan tanggung jawab dalam pelaksanaan dan pengelolaan dana
program Bantuan Siswa Miskin/Bawaku Sekolah di sekolahnya masing-masing.
Beberapa proses pelaksanaan dan pengelolaan dana program Bantuan
Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah, mulai dari sosialisasi program sampai
pelaporan kegiatan akhir, harus dilakukan dengan melibatkan tim.
Grafik 3.1, menunjukkan keterlibatan responden pihak sekolah dari Survey
CRC pada program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah.

Grafik 3.1 Keterlibatan Responden Pihak Sekolah Pada Pelaksanaan dan


Pengelolaan Dana Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah

3. Syarat, Prosedur dan Mekanisme


a) Keberadaan Program atau Kebijakan Bantuan Lain Bagi Siswa Miskin Di Luar
Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
Biaya yang dibutuhkan tiap siswa SMA/SMK per tahunnya tidaklah sedikit,
terlebih untuk ukuran siswa yang berasal dari keluarga miskin (pra sejahtera I dan II).
Keberadaan kebijakan/program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah yang
dikeluarkan Pemerintah Kota Bandung pun tidak mampu menutupi kebutuhan biaya
operasional siswa yang berasal dari keluarga miskin (pra sejahtera I dan II), sehingga
untuk menutupi kekurangan, beberapa sekolah juga menerima program dan bantuan
dari berbagai macam sumber pendanaan lainnya.
Dari berbagai jenis program atau kebijakan bantuan pendanaan pendidikan
yang dikucurkan oleh pemerintah (pusat, provinsi dan kota/kabupaten), baru
sebatas mampu menutupi kebutuhan minimal setiap sekolah, khususnya untuk
membiayai biaya pendidikan bagi siswa yang berasal dari keluarga miskin (pra
sejahtera I dan II). Sementara angka kemiskinan di suatu Kota/Kabupaten terus
meningkat setiap tahunnya.
Hasil Survey CRC menunjukkan, sebagian besar sekolah menengah
(SMA/MA/SMK) Negeri maupun Swasta masih belum (tidak) mendapat bantuan
pendidikan dari berbagai jenis sumber pendanaan, seperti yang tertera dalam bagan
di bawah ini.
Berbeda halnya dengan Sekolah Dasar (SD) dan SMP yang biaya operasional
pendidikannya telah ditanggung sepenuhnya melalui program BOS, untuk tingkat
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

SMA/MA/SMK, pembiayaan pendidikan sebagian besar masih dibebankan kepada


orang tua siswa.
Berdasarkan jawaban dari responden pihak sekolah pada Survey CRC sektor
pendidikan di Kota Bandung kali ini, diperoleh informasi beberapa bantuan beasiswa
lain yang diperuntukkan bagi siswa miskin, yaitu:
1. BKMM (Bantuan Khusus Murid Miskin) dari pemerintah pusat
2. BOMM (Bantuan Operasional Murid Miskin) dari pemerintah pusat
3. Beasiswa Gubernur Untuk Sekolah (BAGUS) dari Pemerintah Provinsi Jawa
Barat
4. BOMM (Bantuan Operasional Murid Miskin) dari Pemerintah Provinsi
Jawa Barat
5. Bantuan Alumni
6. Bantuan Alumni dan Komite Sekolah
7. Bantuan Dari Perusahaan Asuransi
8. Subsidi Silang
9. Beasiswa Berprestasi
10. BKSM
11. Beasiswa APBS
12. Block Grand/SSN
13. Beasiswa dari Bank Rakyat Indonesia (BRI)
14. Beasiswa Yayasan Cinta Peduli Pendidikan
15. Beasiswa Percikan Iman
16. Beasiswa Citra Pelajar Mandiri
17. Beasiswa SUPERSEMAR.

Grafik 3.2 Keberadaan Program atau Kebijakan Lain Bantuan Pendidikan,


Khususnya Bagi Siswa Yang Berasal Dari Keluarga Miskin (Pra Sejahtera I dan II)

b) Sosialisasi Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah


Implementasi program dan kebijakan pemerintah akan berjalan dengan baik
jika semua prosesnya diterapkan secara komprehensif mulai dari proses sosialisasi
program sampai pada laporan pertanggungjawaban atau laporan akhir pelaksanaan.
Menjadi kewajiban/kewenangan pemegang kebijakan untuk mensosialisasikan
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

program sampai tingkat pelaksana teknis/lapangan di institusi-institusi terkait,


sehingga dapat dipahami. Selain itu kewajiban untuk mensosialisasikan program
atau kebijakan juga harus dilakukan sampai kepada warga/masyarakat sebagai
penerima manfaat atau dampak dari dikeluarkannya program atau kebijakan
tersebut.
Banyak media yang dapat ditempuh untuk mensosialisasikan
program/kebijakan agar tersampaikan secara efektif dan efisien, baik kepada institusi
maupun invidu pelaksana teknis dilapangan dan warga/masyarakat yang menerima
manfaat atau dampak dari program/kebijakan yang dikeluarkan.
Pada hasil Survey CRC terhadap responden pihak sekolah, 91% responden
menyatakan bahwa sosialisasi program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU
Sekolah mereka terima melalui rapat dengan Dinas Pendidikan Kota Bandung. Selain
melalui rapat dengan Dinas Pendidikan Kota Bandung, sosialisasi juga dilakukan
melalui Surat Edaran Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung. Artinya selama ini
sosialisasi terkait dengan adanya kebijakan/program Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/BAWAKU Sekolah, sebatas dilakukan secara formal melalui rapat dinas dan
surat edaran resmi hanya ada sebagian kecil responden pihak sekolah yang
memberikan jawaban bahwa informasi mengenai kebijakan/program ini mereka
terima lewat rekan sejawat, Musyawarah Kelompok Kepala Sekolah (MKKS) / K3S
(Kelompok Kerja Kepala Sekolah), Pengawas yang datang ke sekolah, E-mail dari
DIKNAS, SMS, pertemuan antar Tim Pengelola BAWAKU Sekolah, dan Koran / Surat
Kabar.

Grafik 3.3 Jenis Media Sosialisasi Yang Digunakan Bagi Program Bantuan Siswa
Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah

c) Intensitas Sosialisasi Terhadap Kebijakan/Program Bantuan Siswa Miskin


(BSM)/BAWAKU Sekolah yang dilakukan Oleh Dinas Pendidikan Kota
Bandung
Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, selama ini pihak Dinas
Pendidikan Kota Bandung melakukan sosialisasi terkait dengan kebijakan/program
Bantuan Siswa Miskin/BAWAKU Sekolah lebih sering dilakukan melalui rapat dinas.
Sementara intensitas sosialisasi yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan Kota Bandung
setiap tahunnya antara 1 sampai dengan 2 kali.
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

Grafik 3.4, menunjukkan 43% responden pihak sekolah, menyatakan


mendapatkan sosialisasi terkait dengan program Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/BAWAKU Sekolah sebanyak 2 kali dalam setahun. Tiga puluh persen (30%)
responden dari pihak sekolah mendapatkan sosialisasi mengenai program ini hanya 1
kali dalam setahun, sementara 11% responden pihak sekolah dari total sampel yang
digunakan menyatakan mendapatkan sosialisasi terkait dengan program ini sebanyak
3 kali dalam setahun. Sedangkan persentase responden pihak sekolah yang
menjawab mendapatkan sosialisasi lebih dari 3 kali dalam setahun adalah 15% dari
total sampel yang digunakan (115 orang).
Intensitas sosialisasi tentunya tidak sebatas pada sering atau tidaknya
sosialisasi dilakukan, tetapi yang terpenting pada saat sosialisasi dilakukan, dinas
pendidikan dapat menjelaskan seluruh program dan kebijakan Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/BAWAKU Sekolah secara lengkap. Selain itu Dinas Pendidikan Kota Bandung
juga berkewajiban untuk memastikan semua sekolah mendapatkan informasi yang
dibutuhkan. Sehingga tidak ada kesalahan dalam pengelolaan atau implementasi
program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah di setiap sekolah.

Grafik 3.4 Intensitas Sosialisasi Dari Program Bantuan Siswa Miskin


(BSM)/BAWAKU Sekolah Oleh Dinas Pendidikan Kota Bandung (Setahunnya)

d) Kejelasan Materi Sosialisasi


Seperti yang sudah dikemukakan sebelumnya, selain intensitas sosialisasi dari
Dinas Pendidikan Kota Bandung, hal yang lebih penting adalah bagaimana kejelasan
dari materi (program dan kebijakan Bantuan Siswa Miskin/BAWAKU Sekolah) dapat
dipahami oleh seluruh sekolah sehingga tidak ada kesalahan dalam pelaksanaannya.
Dari 8 materi sosialisasi hampir sebagian besar responden menyatakan jelas
terutama terkait dalam hal besaran dana, jadwal pelaksanaan, kriteria penerima
program, prasyarat dan syarat penerima program, mekanisme penyaluran dana
dari Pemerintah Kota Bandung, serta peruntukan/pemanfaatan dana.
Namun demikian seperti yang terlihat pada table 3.4, beberapa materi masih
dianggap oleh sebagian responden pihak sekolah tidak jelas, terutama dalam hal
mekanisme penetapan kuota siswa miskin dan jadwal pencairan dana.
Permasalahan yang sama juga terungkap dalam focus group discussion (FGD)
dengan kepala-kepala sekolah tingkat pendidikan menengah (SMA/MA/SMK Negeri
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

maupun Swasta) di Kota Bandung, sebelum pelaksanaan Suvey CRC dilakukan. Pada
FGD tersebut, beberapa kepala sekolah mengemukakan ketidakjelasan alasan atau
mekanisme yang digunakan Dinas Pendidikan Kota Bandung dalam menetapkan
kuota siswa miskin yang akan mendapatkan bantuan dana pendidikan di masing-
masing sekolah.
Ini dikarenakan, antara kuota yang diajukan pihak sekolah dengan kuota yang
disetujui oleh Dinas Pendidikan Kota Bandung seringkali tidak memuaskan pihak
sekolah. Misalnya: SMA Negeri A, mengajukan 100 nama siswa miskin sebagai
penerima program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah di Tahun
Anggaran 2010 – 2011 kepada Dinas Pendidikan Kota Bandung. Akan tetapi ketika
penetapan kuota dan penetapan besaran dana bagi siswa miskin yang bersekolah
di SMA Negeri A, Dinas Pendidikan kota Bandung hanya memberikan untuk 15
anak dan tanpa diiringi dengan penjelasan atau argumen kenapa hal tersebut bisa
terjadi.
Selain permasalahan kuota, ketidakjelasan lain yang dirasakan oleh
responden pihak sekolah pada Survey CRC kali ini, terkait dengan ketidakpastian
dari jadwal pencairan dana program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU
Sekolah. Seringkali dana tersebut baru dicairkan kerekening sekolah setelah proses
belajar mengajar berjalan lebih dari satu semester, bahkan beberapa sekolah baru
dicairkan dana program tersebut ditahun ajaran berikutnya.

Tabel 3.4 Jawaban Responden Pihak Sekolah Terkait Kejelasan Materi Sosialisasi
Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
NO MATERI SOSIALISASI BAWAKU DARI DIKNAS JELAS PERSENTASE TIDAK JELAS PERSENTASE
A Besaran dana 113 98% 2 2%
B Jadwal pelaksanaan 87 76% 28 24%
C Kriteria penerima program 113 98% 2 2%
D Prasyarat dan syarat penerima program 108 94% 7 6%
E Mekanisme penyaluran dana dari Pemerintah Kota 104 90% 11 10%
F  Mekanisme penetapan kuota siswa miskin 66 57% 49 43%
G Jadwal pencairan 61 53% 54 47%
H Peruntukkan atau pemanfaatan dana 113 98% 2 2%

e) Tingkat Kepuasan Responden Pihak Sekolah Terhadap Informasi dan


Sosialisasi Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
Secara umum berdasarkan hasil Survey CRC terhadap total sampel sekolah
penerima program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah, 88% responden
menyatakan puas terhadap informasi dan sosialisasi yang dilakukan oleh Dinas
Pendidikan Kota Bandung terkait dengan program ini. Artinya meskipun ada
beberapa yang masih dianggap tidak jelas tetapi informasi dan sosialisasi yang
dilakukan Dinas Pendidikan Kota Bandung cukup baik dan dapat dipahami oleh pihak
sekolah

Bagan 3.4 Tingkat Kepuasan Responden Pihak Sekolah Terhadap Informasi dan
Sosialisasi Dari Dinas Pendidikan Kota Bandung Akan Program Bantuan Siswa
Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

4. Kuota Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah


a) Pengetahuan Responden Pihak Sekolah Akan Penerapan Kuota 10% Saat
Penerimaan Siswa Baru Melalui Jalur Non Akademik (Bagi Siswa
Miskin/Siswa Tidak Mampu dan Siswa Berprestasi)
Ketentuan kuota 10% penerimaan peserta didik baru melalui jalur non
akademis (bagi siswa berprestasi dan siswa miskin, ditetapkan setiap tahunnya
berdasarkan Peraturan Walikota tentang Tata Cara Penerimaan Siswa Baru Pada
Taman Kanak-Kanak/Raudhatul Athfal dan Sekolah/Madrasah. Dan kemudian
dijabarkan melalui Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung
tentang Petunjuk Teknis Penerimaan Peserta Didik Baru Pada Taman Kanak-
Kanak/Raudhatul Atfal dan Sekolah/Madrasah Di Kota Bandung Pada Tiap-Tiap
Tahun Ajarannya.
Kebijakan ini merupakan upaya Pemerintah Kota Bandung untuk memberikan
kesempatan bagi siswa yang memiliki bakat tertentu dalam hal olah raga atau
kesenian serta bagi siswa yang berasal dari keluarga tidak mampu untuk
mendapatkan akses melanjutkan pendidikannya ke jenjang pendidikan menengah
(SMA/MA/SMK) Negeri di Kota Bandung.
Dalam focus group discussion (FGD) yang dilakukan sebelum pelaksanaan
Survey CRC, beberapa pihak sekolah yang hadir mengkritisi jalur penerimaan ini,
dikarenakan seringkali ditemukan indikasi penyalahgunaan oleh oknum tertentu
untuk memberikan peluang melalui jalur penerimaan ini, agar siswa didik yang
sebenarnya bukanlah berasal dari keluarga tidak mampu, bisa lolos masuk untuk
bersekolah di SMA Negeri

Bagan 3.5 Pengetahuan Responden Pihak Sekolah Akan Penerapan Kuota 10% Bagi
Penerimaan Siswa Didik Baru Melalui Jalur Non Akedemik (Bagi Siswa Berprestasi
dan Siswa Miskin)

b) Kepemilikan Data Siswa Miskin (tidak mampu)


Untuk membuktikan apakah sekolah benar-benar mengetahui kebijakan dan
program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah, maka responden pihak
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

sekolah ditanya tentang ada atau tidak adanya data siswa miskin di sekolah masing-
masing. Sembilan puluh lima persen (95%) responden pihak sekolah mengatakan
bahwa data tersebut tersedia. Meski tidak dapat dipungkiri bahwa data tersebut
masih perlu diverifikasi. Hal ini terungkap juga dalam FGD perumusan indikator,
dimana jumlah siswa yang mendaftar pada saat Penerimaan Peserta Didik Baru
(PPDB) dengan menggunakan jalur non akademik (jalur prestasi dan siswa miskin)
melampaui kuota yang ditentukan oleh Dinas Pendidikan Kota Bandung. Hal inilah
yang oleh pihak sekolah sempat dipertanyakan tentang bagaimana Dinas Pendidikan
Kota Bandung dapat menentukan kuota. Walau demikian, data siswa miskin dapat
diperoleh di tiap-tiap SMA/SMK/MA di Kota Bandung.

Bagan 3.6 Kepemilikan Database Siswa Miskin (Berasal Dari Keluarga Tidak
Mampu/Prasejahtera I dan II)

5. Implementasi Kebijakan atau Program Bantuan Siswa Miskin


(BSM)/BAWAKU Sekolah
a) Pembentukan Tim Untuk Mendata Siswa Miskin (berasal dari keluarga
miskin/pra sejahtera I dan II) Di Sekolah
Hasil Survey CRC, menunjukkan seluruh sekolah yang menjadi sampel survey
memiliki tim khusus untuk melakukan pendataan siswa miskin yang dilakukan setiap
tahun ajaran. Tim khusus ini selain melakukan pendataan dari sebelum pembukaan
proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), juga bertugas melakukan verifikasi
atas data siswa miskin yang masuk atau telah mendaftar pada saat PPDB, guna
memastikan ketepatan dalam penyaluran dana dari program Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/BAWAKU Sekolah

Bagan 3.7 Jawaban Responden Pihak Sekolah Terkait Pembentukan Tim Pendataan
Siswa Miskin Di Sekolah

b) Hubungan Antara Kuota Siswa Miskin Dengan Penerimaan Program


Bantuan Siswa Miskin/BAWAKU Sekolah
Semua sekolah-sekolah yang menjadi sampel Survey CRC, menerima kuota
siswa miskin dan mendapatkan dana Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah.
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

Yang membedakan adalah jumlah siswa miskin yang menjadi penerima dana bantuan
di masing-masing sekolah dan berapa frekuensi sekolah menerima dana program
Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah.
Dalam focus group discussion (FGD) yang dilakukan sebelum pelaksanaan
Survey CRC, terungkap bahwa masih banyak siswa miskin di SMA/MA/SMK di Kota
Bandung yang belum menerima bantuan dana pendidikan melalui program Bantuan
Siswa Miskin/BAWAKU Sekolah, dikarenakan jumlah siswa miskin yang diusulkan
tidak semua disetujui oleh Dinas Pendidikan Kota Bandung, walaupun Pihak Sekolah
telah melakukan verifikasi data terlebih dahulu.

Bagan 3.8 Hubungan Antara Kuota Siswa Miskin Dengan Penerimaan Program
Bantuan Siswa Miskin/BAWAKU Sekolah

c) Penentuan Kuota/Jumlah Siswa Miskin Penerima Program Bantuan Siswa


Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
Hasil Survey CRC menunjukkan delapan puluh sembilan persen (89%)
responden dari pihak sekolah mengatakan bahwa kuota siswa miskin ditentukan oleh
Dinas Pendidikan Kota Bandung. Dan mekanisme penentuan kuota siswa miskin
sebagai penerima dana program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU oleh
beberapa sekolah dianggap masih belum memenuhi harapan. Bagan 3.8 menjelaskan
mengenai jawaban responden pihak sekolah mengenai pemegang kewenangan
dalam menentukan kuota siswa miskin yang akan menerima dana program Bantuan
Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah

Bagan 3.9 Jawaban Responden Pihak Sekolah Mengenai Penentuan Kuota Siswa
Miskin Yang Akan Menerima Dana Program Bantuan Siswa Miskin/BAWAKU
Sekolah.

d) Jumlah Siswa Miskin Yang Menerima Dana Program Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/BAWAKU Sekolah Di Kaitkan Dengan Jumlah Keseluruhan Siswa
Miskin yang Bersekolah Di SMA/SMK Yang Menjadi Sampel Survey
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

Meskipun penentuan kuota siswa miskin penerima dana program Bantuan


Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah dilakukan oleh Dinas Pendidikan Kota
Bandung, namun dari data survey 29% responden pihak sekolah menyatakan bahwa
seluruh siswa miskin yang bersekolah disekolah mereka baik tingkat I, II dan III,
mendapatkan dana bantuan pendidikan melalui program Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/BAWAKU Sekolah.
Bagan 3.10 Jawaban Responden Akan Jumlah Siswa Miskin Yang Bersekolah Di
Masing-masing Sekolah (Sampel Survey) Dengan Jumlah Siswa Miskin Penerima
Dana Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah

e) Keberadaan Biaya Yang Harus Dikeluarkan Pihak Sekolah Dalam


Mengurus/Mengajukan Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU
Sekolah
Dari hasil Survey CRC yang dilakukan kepada 115 responden pihak sekolah
yang menjadi sampel pada survey ini, ternyata sebanyak 16% nya menyatakan
bahwasannya mereka masih harus mengeluarkan biaya saat mengajukan atau
mengurus dana bantuan pendidikan dari program Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/BAWAKU Sekolah. Untuk lebih jelasnya dapat melihat Bagan 3.10

Bagan 3.11 Jawaban Responden Pihak Sekolah Mengenai Ada/Tidaknya Biaya Yang
Harus Dikeluarkan Saat Mengajukan/Mengurus Program Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/BAWAKU Sekolah

f) Tingkat Kepuasan Responden Pihak Sekolah Terhadap Kuota Siswa Miskin


Penerima Dana Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
Yang Ditetapkan Oleh Dinas Pendidikan Kota Bandung
Sekolah merupakan pihak yang bertanggungjawab penuh dalam pengelolaan
dana program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah, akan tetapi dengan
adanya ketidakjelasan penetapan kuota siswa miskin yang akan menjadi penerima
dana bantuan dari program ini, menyebabkan pihak sekolah harus mencari jalan lain
atau alternatif lain untuk menutupi biaya operasional pendidikan dari siswa miskin
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

yang bersekolah disekolah mereka dan tidak menjadi penerima dana program
Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah

Bagan 3.12 Tingkat Kepuasan Responden Pihak Sekolah Terhadap Kuota Siswa
Miskin Penerima Dana Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
Yang Ditetapkan Oleh Dinas Pendidikan Kota Bandung

g) Mekanisme Pencairan Dana Program Bantuan Siswa Miskin


(BSM)/BAWAKU Sekolah
Proses pencairan dana program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU
Sekolah dengan mentransfer langsung ke rekening sekolah (bagi SMA/MA/SMK
negeri) dan/atau rekening pengurus yayasan (bagi SMA/MA/SMK swasta).
Ketentuan tersebut diatur melalui Peraturan Walikota tentang Petunjuk
Pelaksanaan Penyaluran/Pemberian Dana Hibah Kependidikan Untuk Siswa dan
Warga Belajar Kota Bandung yang dikeluarkan setiap Tahun Ajaran.
Hal tersebut dibuktikan juga oleh jawaban dari responden pihak sekolah yang
menjadi sampel dari pelaksanaan Survey CRC ini, dimana 95% responden tahu jika
dana program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah langsung masuk ke
rekening sekolah (bagi SMA/MA/SMK Negeri) dan/atau rekening pengurus yayasan
(bagi SMA/MA/SMK Swasta).

Bagan 3.13 Tingkat Pengetahuan Responden Pihak Sekolah Terhadap Mekanisme


Pencairan Dana Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah

h) Tingkat Pengetahuan Responden Pihak Sekolah Mengenai Jadwal Tetap


Pencairan Dana Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

Meskipun pengajuan data siswa miskin yang sedang bersekolah dilakukan


oleh pihak sekolah masing-masing ke Dinas Pendidikan Kota Bandung setiap awal
Tahun Ajaran baru berjalan, akan tetapi proses pencairan dana oleh Pemerintah Kota
Bandung tidak dilakukan langsung saat itu juga.
Hal tersebut dipertegas juga oleh pendapat yang disampaikan beberapa
orang perwakilan pihak sekolah dalam focus group discussion (FGD), sebelum
pelaksanaan dari Survey CRC ini. Ketidakjelasan mengenai jadwal pencairan dana
program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah seringkali mengakibatkan
pihak sekolah harus mengeluarkan dana talangan terlebih dahulu untuk menutupi
biaya operasional dari siswa-siswa miskin yang sedang menempuh pendidikan
disekolah mereka. Sementara disisi lain jumlah siswa miskin yang akan menerima
bantuan dana dari program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah belumlah
tentu akan sama dengan jumlah siswa miskin yang diajukan oleh pihak
sekolahSehingga ada beberapa sekolah yang dana talangannya lebih besar dari
dana program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah yang dicairkan.
Hasil Survey CRC yang dilakukan kepada responden pihak sekolah, menyatakan 66%
responden tidak mengetahui jadwal tetap pencairan dana dari program Bantuan
Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah dan hanya 34% responden pihak sekolah yang
mengetahui dengan pasti jadwal dari pencairan dana program tersebut.

Bagan 3.14 Tingkat Pengetahuan Responden Pihak Sekolah Mengenai Jadwal Tetap
Pencairan Dana Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah

i) Ketepatan Waktu Pencairan Dana Program Bantuan Siswa Miskin


(BSM)/BAWAKU Sekolah
Selain jadwal tetap pencairan dana program Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/BAWAKU Sekolah yang tidak diketahui oleh responden pihak sekolah,
ketepatan waktu pencairan dana dari program Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/BAWAKU Sekolah pun tidak sesuai dengan waktu yang seharusnya.

Bagan 3.15 Ketepatan Waktu Pencairan Program Bantuan Siswa Miskin


(BSM)/BAWAKU Sekolah
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

j) Keterlambatan Waktu Pencairan Dana Program Bantuan Siswa Miskin


(BSM)/BAWAKU Sekolah
Dari sisi waktu, keterlambatan proses pencairan dana dari program Bantuan
Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah paling cepat dicairkan dan masuk rekening
sekolah sekitar 3 bulan dari ketentuan yang seharusnya, yaitu: di Bulan Agustus –
September Tahun Ajaran berlangsung.
Pernyataan dari responden pihak sekolah yang menjadi sampel Survey CRC,
memperkuat hal barusan, di mana 59% responden menyatakan bahwasannya
keterlambatan pencairan dana dari program Bantuan Siswa Miskin/BAWAKU Sekolah
antara 1 - 3 bulan dari waktu yang seharusnya (Bulan Agustus – September).
Sementara 31% responden pihak sekolah menyatakan keterlambatan pencairan dana
bisa mencapai waktu antara 3 – 6 bulan dari waktu yang ditentukan.

Grafik 3.5 Jawaban Responden Pihak Sekolah Terhadap Lamanya Keterlambatan


Waktu Pencairan Dana Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah

k) Pernyataan Responden Pihak Sekolah Mengenai Alasan Keterlambatan


Pencairan Dana Program Bantuan Siswa Miskin/BAWAKU Sekolah
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

Sekitar 93% responden pihak sekolah menyatakan tidak mengetahui alasan


penyebab keterlambatan pencairan dana dari program Bantuan Siswa
Miskin/BAWAKU Sekolah.
Namun 7% responden pihak sekolah memberikan pernyataannya, dimana
keterlambatan pencairan dana program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU
Sekolah karena payung hukum yang tidak jelas dan tata administrasi pemerintahan di
Pemerintah Kota Bandung yang rumit, panjang dan berbelit-belit.
Tujuh persen (7%) responden pihak sekolah tersebut juga menyatakan
keterlambatan pencairan dana dari program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU
Sekolah mungkin diakibatkan oleh persyaratan atau data siswa miskin yang diajukan
pihak sekolah belum lengkap atau laporan pelaksanaan akhir program di Tahun
Ajaran sebelumnya dari pihak sekolah belumlah masuk semua.

Tabel 3.5 Jawaban Responden Survey CRC Mengenai Tahu/Tidaknya Alasan


Keterlambatan Pencairan Dana Program Bantuan Siswa Miskin/BAWAKU Sekolah
NO PENYEBAB KETERLAMBATAN JUMLAH PERSENTASE
a Tahu 6 7%
b Tidak Tahu 75 93%
TOTAL 81 100%

l) Tingkat Kepuasan Responden Pihak Sekolah Terhadap Pencairan Dana


Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
Dari total responden pihak sekolah yang menjadi sampel Survey CRC, 72%
menyatakan ketidakpuasannya terhadap proses pencairan dana dari program
Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah. Beberapa sebab yang mendasari
responden pihak sekolah merasa tidak puas terhadap pencairan dana program telah
diutarakan sebelumnya. Bagan 3.15, hanya menggambarkan persentase responden
pihak sekolah yang merasa puas atau tidak puas terhadap pencairan dana program
Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah.

Bagan 3.16 Tingkat Kepuasan Responden Pihak Sekolah Terhadap Pencairan Dana
Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah

m) Alokasi Dana Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah Yang


Diterapkan Pihak Sekolah
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

Pada pasal 81, ayat 1 Peraturan Walikota Bandung No. 15 Tahun 2008
tentang penyelenggaraan pendidikan, disebutkan bahwasannya pembiayaan
pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasional dan biaya personal.
Sedangkan komponen dari biaya operasional sekolah itu sendiri (pasal 81,
ayat 7 Peraturan Walikota Bandung No. 15 Tahun 2008), meliputi:
a. Gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang
melekat pada gaji
b. Bahan atau peralatan pendidikan habis pakai
c. Biaya operasional pendidikan tidak langsung, seperti daya listrik, jasa
telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur,
transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebainya
Dari sekian banyak komponen biaya operasional sekolah, bantuan dana
pendidikan dari program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah, faktanya
tidak mampu menutupi seluruh kebutuhan biaya persiswa setiap tahunnya. Karena
dana yang disediakan bagi program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
persiswa setiap tahunnya berdasarkan Peraturan Walikota Bandung No. 570 Tahun
2009 tentang petunjuk pelaksana penyaluran/pemberian dana hibah kependidikan
untuk warga belajar dan siswa di Kota Bandung Tahun Anggaran 2009, hanyalah:
a. Untuk jenjang pendidikan SMA/MA, dana yang disediakan pada program
Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah adalah: Rp.
1.000.000/siswa/tahun
b. Untuk jenjang pendidikan SMK, dana yang disediakan pada program
Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah adalah: Rp.
1.500.000/siswa/tahun
Dengan besaran dana seperti yang telah dijelaskan diatas, maka pengelolaan
dan pemanfaatan dana disesuaikan oleh sekolah masing-masing. Sebagian besar
sekolah mengalokasikan dana dari program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU
Sekolah untuk Dana Sumbangan Pembangunan (DSP) dan Sumbangan Pelaksanaan
Pendidikan (SPP).

Grafik 3.6 Alokasi Dana Dari Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU
Sekolah Yang Diterapkan Pihak Sekolah (Berdasarkan Jawaban Dari Responden
Pihak Sekolah Pada Survey CRC)

n) Pernyataan Responden Pihak Sekolah Mengenai Ada/Tidaknya Pemotongan


Dari Dana Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

Seluruh responden pihak sekolah yang menjadi sampel dari Survey CRC
memastikan tidak adanya pemotongan terhadap dana program Bantuan Siswa
Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah. Artinya jumlah dana bantuan pendidikan dari
program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah yang ditransfer ke
rekening sekolah atau pengurus yayasan dan sesuai dengan kuota siswa miskin
yang disetujui Dinas Pendidikan Kota Bandung, masuk seluruhnya tanpa ada
pemotongan dari pihak manapun.

Bagan 3.17 Jawaban Responden Pihak Sekolah Mengenai Ada/Tidaknya


Pemotongan Dari Dana Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah

o) Kecukupan Dana Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah


Untuk Biaya Operasional Siswa Miskin Yang Bersekolah Di Masing-masing
Sekolah (SMA/SMK Negeri maupun Swasta) Yang Menjadi Sampel Survey
CRC
Dana dari program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah yang
dikucurkan oleh Pemerintah Kota Bandung melalui Dinas Pendididkan Kota Bandung,
merupakan dana bantuan pendidikan tambahan yang diperuntukkan membantu
sebagian dari seluruh biaya sekolah yang harus ditanggung oleh orang tua dari
keluarga miskin (pra sejahtera I dan II).
Bagi siswa dari keluarga miskin (pra sejahtera I dan II) biaya pendidikan di
sekolah yang harus dikeluarkan sangat memberatkan, terutama untuk siswa SMK.
Seorang siswa yang bersekolah di SMK, selain biaya pendidikan yang umum harus
dikeluarkan harus ditambah lagi dengan biaya praktikum. Bisa dikatakan biaya yang
harus dikeluarkan seorang siswa yang bersekolah di SMK pertahun ajarannya sekitar
3 - 5 juta rupiah. Jelas sekali jika dana yang dialokasikan dari APBD Kota Bandung
untuk program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah tidak mencukupi
untuk menutupi seluruh komponen biaya pendidikan seorang siswa didik yang
berasal dari keluarga miskin (pra sejahtera I dan II).

Bagan 3.18 Jawaban Responden Pihak Sekolah Mengenai Cukup/Tidaknya Dana


Dari Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah Untuk Menutupi
Biaya Operasional Pendidikan Siswa Miskin Yang Bersekolah Di Sekolah Mereka

p) Usaha yang Dilakukan Sekolah untuk Menutupi Biaya Operasional Sekolah


Dari Siswa Miskin
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

Berbagai usaha atau cara ditempuh oleh pihak sekolah untuk


mengatasi/menutupi biaya operasional sekolah dari siswa miskin, antara lain dengan
melakukan subsidi silang. Subsidi silang bisa dilakukan atas pos pemasukan lain yang
ada di APBS (Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah) atau dengan memungut
kekurangan biaya sekolah dari siswa miskin yang ada di masing-masing sekolah dari
siswa-siswa lain yang berasal dari keluarga mampu.
Dalam focus group discussion (FGD) yang dilakukan dengan perwakilan dari
pihak sekolah menengah yang ada di Kota Bandung (SMA/MA/SMK Negeri/Swasta),
sebelum pelaksanaan Survey CRC ada juga sekolah yang mengusahakan mencari
sumber dana lain, berupa beasiswa dari beberapa instansi atau perusahaan.

Grafik 3.7 Usaha atau Cara yang Dilakukan Sekolah untuk Menutupi Kekurangan
Biaya Operasional Dari Siswa Miskin

5. Kelembagaan
a) Jawaban Responden Pihak Sekolah Tentang Ada/Tidaknya Tim Khusus
untuk Mengelola Dana Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU
Sekolah
Sembilan puluh tiga persen (93%) responden pihak sekolah yang menjadi
sampel dari Survey CRC menyatakan bahwa pihak sekolah mereka membentuk tim
khusus untuk mengelola dana dari program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU
Sekolah.
Pembentukan tim khusus bagi pengelolaan dana di tingkat sekolah
dimaksudkan untuk mengorganisir kegiatan, mulai dari proses pendataan siswa
miskin, verifikasi data, sosialisasi mengenai program ini kepada siswa dan orang tua,
sampai dengan proses pelaporan akhir pelaksanaan program ke Dinas Pendidikan
Kota Bandung.

Bagan 3.19 Jawaban Responden Pihak Sekolah Tentang Ada/Tidaknya Tim Khusus
untuk Mengelola Dana Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

b) Jawaban Responden Pihak Sekolah Tentang Ada/Tidaknya Persyaratan Dari


Dinas Pendidikan Kota Bandung untuk Membentuk Tim Khusus Pengelola
Dana Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
Lima puluh tujuh persen (57%) responden pihak sekolah yang menjadi sampel
dari Survey CRC menyatakan keberadaan tim khusus pengelola dana dari program
Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah di sekolah mereka, tidak disyaratkan
atau didasarkan prasayarat yang ditetapkan oleh Dinas Pendidikan Kota Bandung.
Artinya keberadaan tim khusus pengelola dana program ini, dibeberapa sekolah
yang menjadi sampel dari Survey CRC didasarkan kepada inisiatif dari pihak
sekolah.

Bagan 3.20 Jawaban Responden Pihak Sekolah Tentang Ada/Tidaknya Persyaratan


Dari Dinas Pendidikan Kota Bandung untuk Membentuk Tim Khusus Pengelola
Dana Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah

c) Jawaban Responden Pihak Sekolah Tentang Pihak yang Menjadi


Penanggung Jawab Utama Dalam Pengelolaan Dana Program Bantuan Siswa
Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
Dari 115 responden pihak sekolah yang menjadi sampel dari Survey CRC
tentang pelaksanaan penyaluran dana bantuan pendidikan melalui program Bantuan
Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah, 90% responden menjawab bahwa yang
menjadi penanggung jawab utama dalam pengelolaan dana dari program ini adalah
kepala sekolah.
Grafik 3.8 Penanggung Jawab Utama dalam Pengelolaan Dana Program Bantuan
Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah Di Masing-masing Sekolah
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

3.1.2. SURVEY PADA ORANG TUA SISWA (PENDAPAT ORANG TUA


SISWA)
A. Hasil Survey
1. Profil Responden
Responden dari Survey CRC program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU
Sekolah selain dari pihak sekolah yang terdiri dari kepala sekolah, waki kepala
sekolah, bagian tata usaha dan wali kelas, wawancara juga dilakukan kepada orang
tua siswa miskin (orang tua siswa yang anaknya menerima bantuan dana pendidikan
dari program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah. Tujuan melibatkan
orang tua siswa miskin sebagai responden dari Survey CRC ini adalah untuk
mengkonfirmasi dan menggali informasi lebih dalam secara langsung dengan
penerima manfaat dana dari program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU
Sekolah. Pembagian profil responden orang tua siswa miskin didasarkan kepada
komposisi tingkat pendidikan dan pekerjaan atau mata pencaharian.

a) Tingkat Pendidikan Responden Orang Tua Siswa Miskin


Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah ditujukan bagi siswa
yang berasal dari keluarga miskin (pra sejahtera I dan II) yang bersekolah di
SMA/MA/SMK Negeri maupun Swasta.
Tiga puluh tujuh persen (37%) dari responden pihak orang tua siswa pada
Survey CRC ini, berpindidikan tamat Sekolah Dasar (SD). Dua puluh empat persen
(24%) responden orang tua siswa lainnya tamatan SMA/Sederajat. Dan hanya dua
persen (2%) dari keseluruhan total responden orang tua siswa yang menjadi sampel
Survey CRC yang berpendidikan akhir sarjana muda/diploma.

Bagan 3.21 Tingkat Pendidikan Responden Orang Tua Siswa Pada Survey CRC Dana
Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

b) Komposisi Responden Orang Tua Siswa Miskin Berdasarkan Pekerjaan


Warga/masyarakat miskin di perkotaan atau biasa dikenal juga dengan istilah
masyarakat urban, biasanya bekerja di sektor informal seperti pedagang, buruh lepas
dan pekerjaan lain yang menjadi pengisi nafas kehidupan sebuah kota. Selain itu,
banyak juga yang bekerja disektor formal sebagai buruh di pabrik atau pelayan toko.
Dari Survey CRC yang dilakukan terhadap sampel orang tua siswa miskin
penerima bantuan dana pendidikan dari program Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/BAWAKU Sekolah, 55% responden bekerja sebagai pedagangan asongan,
sementara responden lainnya bekerja sebagai buruh bangunan, buruh tani, sopir dan
lain-lain. Hanya 1% responden yang menjadi pegawai negeri sipil (PNS)
Bagi masyarakat kelompok ini dengan tingkat pendapatan bersih dibawah
upah minimum Kota Bandung, kehidupan menjadi lebih berat manakala harus
membiayai pendidikan putra-putrinya ke jenjang pendidikan menengah
(SMA/MA/SMK).

Bagan 3.22 Mata Pencaharian atau Pekerjaan dari Responden Orang Tua Siswa
Miskin
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

2. Tanggapan/Penilaian Orang Tua Siswa tentang Kebijakan dan Program


Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
Pada umumnya responden orang tua siswa miskin sebatas hanya mengetahui
informasi mengenai program bantuan pendidikan, yaitu: program Bantuan Siswa
Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah. Sementara mengenai program-program bantuan
pendidikan lainnya yang disediakan oleh Pemerintah Kota Bandung hampir 88%
responden orang tua siswa miskin tidak mengetahuinya.
Hal ini dapat dipahami, dikarenakan kelompok-kelompok masyarakat
miskin atau yang biasa dikenal dengan masyarakat urban di suatu daerah
perkotaan, tidak memiliki banyak informasi dan pengetahuan mengenai kebijakan
atau program-program bantuan yang disediakan, baik itu oleh pemerintah pusat,
provinsi maupun kota. Kelompok-kelompok warga/masyarakat ini sedikit sekali
dilibatkan dalam kegiatan sosialisasi terhadap suatu program bantuan, baik itu
untuk sektor pendidikan, kesehatan atau kesejahteraan social.

Grafik 3.9 Tingkat Pengetahuan Responden Orang Tua Siswa Miskin Terhadap
Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah dan Program-Program
Bantuan Pendidikan Lainnya
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

a) Jawaban Responden Orang Tua Siswa Miskin Tentang Pernah/Tidak


Pernahnya Responden Mendapatkan Informasi Lengkap Mengenai Program
Bantuan siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
Sudah merupakan kewajiban institusi-institusi atau lembaga-lembaga terkait
dalam pelaksanaan dan penyaluran dana program Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/BAWAKU Sekolah memberikan informasi lengkap mengenai program kepada
masing-masing orang tua siswa miskin yang anaknya bersekolah di jenjang
pendidikan menengah (SMA/MA/SMK Negeri/Swasta), atau orang tua siswa miskin
yang akan mendaftarkan anaknya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang
pendidikan menengah (SMA/MA/SMK Negeri/Swasta) yang ada di Kota Bandung.
Dari hasil Survey CRC yang dilakukan terhadap seluruh responden orang tua
siswa miskin yang menerima dana program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU
Sekolah, 96% menjawab pernah mendapatkan informasi mengenai program terkait
dengan menjadi fokus dari Survey.

Bagan 3.23 Jawaban Responden Orang Tua Siswa Miskin Tentang Pernah/Tidak
Pernahnya Responden Mendapatkan Informasi Lengkap Mengenai Program
Bantuan siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

b) Jawaban Responden Orang Tua Siswa Miskin Mengenai Sumber Informasi


Mengenai Adanya Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
Informasi mengenai program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
seharusnya diterima secara lengkap oleh orang tua siswa miskin yang akan menjadi
calon penerima dana bantuan dari program tersebut. Pihak sekolah wajib
memberikan pemberitahuan resmi kepada orang tua siswa miskin yang akan
menjadi calon penerima dana bantuan dari program Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/BAWAKU Sekolah, baik itu berupa surat maupun rapat antara pihak sekolah
dengan seluruh orang tua siswa miskin yang anaknya bersekolah di sekolah yang
bersangkutan.
Dari beberapa jenis sumber informasi yang ditanyakan kepada pihak
responden orang tua siswa miskin, 47% responden mengetahui informasi tentang
program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah melalui surat
pemberitahuan dari pihak sekolah. Tiga puluh lima persen (35%) responden orang
tua siswa miskin lainnya mengetahui tentang informasi program Bantuan Siswa
Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah lewat putra/putrinya yang bersekolah disekolah
bersangkutan. Hanya 1% responden orang tua siswa miskin yang mendapat informasi
mengenai program bantuan ini melalui media elektronik (TV/Radio) lokal. Artinya,
Pemerintah Kota Bandung belum mempunyai niatan serius dalam menciptakan
tata pemerintahan yang baik (good governance), dimana salah satu aspek yang
harus dilaksanakan terkait dengan transparansi, dari mulai proses penyusunan
kegiatan sampai dengan anggaran yang akan membiayai kegiatan bersangkutan,
sampai dengan syarat atau prosedur yang harus dipenuhi oleh warga/masyarakat
untuk bisa memperoleh program bantuan yang disediakan. Wujud dari
transparansi untuk menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik, salah satu
adalah melalui seberapa intens dan dalamnya Pemerintah Kota Bandung
melakukan publikasi informasi terkait dengan kebijakan atau program yang
disediakan bagi warga/masyarakat. Dan media informasi yang bisa diakses oleh
warga/masyarakat secara luas adalah media massa (cetak maupun elektronik).
Grafik 3.10 Jawaban Responden Orang Tua Siswa Miskin Mengenai Sumber
Informasi Mengenai Adanya Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU
Sekolah
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

c) Jenis Informasi Dari Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU


Sekolah yang Diterima Oleh Responden Orang Tua Siswa Miskin
Dari beberapa jenis informasi terkait dengan implementasi program Bantuan
Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah, banyak jenis informasi dari program tersebut
yang tidak diketahui oleh responden orang tua siswa miskin.
Informasi yang lebih banyak diketahui responden orang tua siswa miskin akan
program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah antara lain terkait:
a. Persyaratan untuk mendapatkan dana bantuan pendidikan dari rogram
Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
b. Tujuan dari program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
c. Besar dana bantuan pendidikan dari program Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/BAWAKU Sekolah
d. Sasaran atau peruntukkan dari dana program Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/BAWAKU Sekolah
e. Syarat dan pelaksanaan proses verifikasi data siswa miskin yang
didaftarkan sebagai calon penerima dana bantuan pendidikan dari
program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah.
Sementara informasi lainnya, menyangkut pengelolaan dana, proses
pencairan dana, sebagian besar responden orang tua siswa miskin yang menjadi
sampel survey tidak pernah mengetahui atau mendapatkan penjelasannya.

Grafik 3.11 Jawaban Responden Orang Tua Miskin Mengenai Jenis Informasi Yang
mereka terima Terkait Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

d) Tingkat/Kelas Siswa yang Berasal dari Responden Orang Tua Miskin yang
Menerima Dana Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah dimulai sejak Tahun
2007, artinya siswa miskin yang bersekolah di SMA/SMK Negeri/Swasta pada Tahun
Ajaran 2007 – 2008 pada saat ini sudah menamatkan pendidikannya. Akan tetapi
temuan dilapangan dari beberapa surveyor, masih tercatatnya nama siswa yang
sudah lulus sebagai penerima dana dari program Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/BAWAKU Sekolah di Tahun Ajaran 2010 – 2011. Hal ini perlu diklarifikasi
kembali apakah temuan tersebut hanya disebabkan murni oleh kesalahan
manusia/SDM yang bertugas melakukan pendataan atau memang ada unsur
kesengajaan memanipulasi data.
Sementara hasil Survey CRC menyatakan 44% responden orang tua siswa
miskin menjawab bahwasannya putra/putri mereka menerima dana bantuan
program saat ini duduk di kelas XI (kelas II) SMA/SMK, artinya putra-putri mereka
tersebut tercatat sebagai penerima dana bantuan di Tahun Ajaran 2009 – 2010. Tiga
puluh dua persen (32%) dari responden orang tua miskin menyatakan kalau putra-
putrinya menerima dana bantuan saat ini duduk di kelas XII (kelas III), artinya putra-
putri mereka tercatat sebagai penerima dana bantuan di Tahun Ajaran 2008 – 2009.
Dari seluruh responden orang tua siswa miskin yang diwawancarai sebagai sampel
Survey CRC, hanya 22% saja yang anaknya menerima dana bantuan program pada
Tahun Ajaran 2010 - 2011 (saat ini duduk di elas X/kelas I SMA/SMK).

Grafik 3.12 Tingkat/Kelas Siswa yang Berasal dari Responden Orang Tua Miskin
yang Menerima Dana Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

3. Syarat dan Prosedur


a) Cara/Proses yang Ditempuh Oleh Responden Orang Tua Miskin dalam
Mengajukan Sebagai Penerima Pengajuan Bawaku Sekolah
Sewajibnya pihak sekolah berperan lebih responsive terhadap program
Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah dengan memilki data siswa miskin
yang akurat serta up to date, memiliki mekanisme atau prosedur, tim dan jadwal
yang transparan untuk melakukan verifikasi lapangan terhadap data siswa miskin
yang ada dan jadwal tetap serta media sosialisasi mengenai program bantuan ini
yang bisa diakses oleh seluruh guru, siswa, orang tua siswa dan masyarakat yang ada
disekitar sekolah.
Hasil Survey CRC kepada responden pihak orang tua siswa miskin,
menyatakan 58% responden untuk mendapatkan dana bantuan pendidikan ini
berasal dari tawaran pihak sekolah. Empat puluh persen (40%) responden lainnya
mengajukan sendiri ketika ingin mendapatkan dana bantuan pendidikan dari
program ini bagi putra/putrinya.

Bagan 3.24 Cara/Proses yang Ditempuh Responden Orang Tua Siswa Untuk
Mendapatkan Dana Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

b) Persyaratan yang Harus Dipenuhi Responden Orang Tua Siswa Miskin


Menjadi Penerima Dana Bantuan dari Program Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/BAWAKU Sekolah

Grafik 3.13 Persyaratan yang Harus Dipenuhi Responden Orang Tua Siswa Miskin
Menjadi Penerima Dana Bantuan dari Program Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/BAWAKU Sekolah

c) Tingkat Kesulitan yang Dialami Responden Orang Tua Siswa Miskin dalam
Memenuhi Persyaratan Sebagai Penerima Dana Bantuan dari Program
Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
Dari sekian banyak persyaratan yang harus dipenuhi orang tua siswa miskin
sebagai penerima dana bantuan dari program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU
Sekolah, secara umum responden menjawab tidak mengalami kesulitan untuk
melengkapinya. Meskipun ada 29% responden menyatakan mengalami kesulitan
mengurus SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu) dari pemerintahan setempat (RT
sampai dengan Kecamatan).

Grafik 3.14 Tingkat Kesulitan yang Dialami Responden Orang Tua Siswa Miskin
dalam Memenuhi Persyaratan Sebagai Penerima Dana Bantuan dari Program
Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

d) Waktu yang Dibutuhkan dalam Pengurusan Persyaratan Sebagai Penerima


Dana Bantuan Pendidikan dari Program Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/BAWAKU Sekolah
Pernyataan tentang kesulitan orang tua siswa miskin memenuhi persyaratan
diperdalam dengan pertanyaan mengenai waktu yang dibutuhkan untuk mengurus
sekian banyak persyaratan bagi putra-putri responden untuk menjadi penerima dana
bantuan pendidikan dari program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah.
Hasil Survey CRC menemukan adanya responden orang tua siswa miskin
yang membutuhkan waktu 3 hari bahkan sampai dengan seminggu, untuk sekedar
mengurus Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM).
Sementara dalam FGD pra Survey CRC dengan pihak sekolah, beberapa
sekolah menyatakan bahwa ada beberapa kendala dalam verifikasi data siswa
miskin, salah satunya banyak siswa miskin yang mengalami kesulitan dalam
mendapatkan SKTM atau yang SKTM nya belum selesai ketika verifikasi kelapangan
dilakukan oleh pihak sekolah.

Grafik 3.15 Waktu yang Dibutuhkan dalam Pengurusan Persyaratan Sebagai


Penerima Dana Bantuan Pendidikan dari Program Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/BAWAKU Sekolah

e) Pengetahuan Orang Tua Siswa Miskin tentang Pencairan Dana Bantuan


Pendidikan Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
Tidak banyak orang tua siswa miskin yang putra-putrinya penerima dana
bantuan dari program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah yang
mengetahui informasi tentang pencairan dan pengelolaan dana tersebut secara
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

detail. Karena sebagian besar dari orang tua tersebut hanya diberitahu sebatas
bahwa anak mereka mendapat bantuan dana pendidikan dari program tersebut,
sementara mengenai proses pencairan dan pengelolaannya sepenuhnya dilakukan
oleh pihak sekolah.

Bagan 3.25 Pengetahuan Orang Tua Siswa Miskin tentang Pencairan Dana Bantuan
Pendidikan Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah

4. Pelaksanaan dan Pengelolaan Kebijakan dan Program Dana Bantuan Siswa


Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
a) Pengetahuan Orang Tua Siswa Miskin tentang Pengelolaan Dana Bantuan
Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
Khusus pada point ini, orang tua siswa miskin yang putra-putrinya terdata
sebagai penerima dana bantuan pendidikan dari rogram Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/BAWAKU Sekolah, ditanyakan tentang pengetahuan dan keterlibatan mereka
dalam pelaksanaan program dan kebijakan dana Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/BAWAKU Sekolah. Sebagian besar dari responden orang tua, menyatakan
bahwa mereka tidak mengetahui tentang bagaimana dana tersebut dikelola. Hal ini
juga sejalan dengan beberapa catatan dari surveyor dilapangan, dimana bagi orang
tua siswa yang penting adalah anak-anaknya dijamin mendapatkan dana bantuan
tersebut; terlepas bagaimanapun mekanisme pengelolaannya.
Bagan 3.26 Pengetahuan Orang Tua Siswa Miskin tentang Pengelolaan Dana
Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah

b) Pengetahuan Orang Tua Siswa Miskin tentang Peruntukan Dana Bantuan


Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

Walaupun pencairan dan pengelolaan Dana Bawaku Sekolah sepenuhnya


dilakukan sekolah, orang tua siswa miskin yang putra-putrinya penerima dana
program Bantuan Siswa Miskin/BAWAKU Sekolah tahu bahwa dana bantuan tersebut
diperuntukkan untuk membayarkan sebagian dari biaya SPP dan DSP putra-putri
mereka.
Hampir seluruh sekolah yang mendapatkan dana Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/BAWAKU Sekolah dari APBD Kota Bandung lewat Dinas Pendidikan Kota
Bandung, mengalokasikan dana tersebut untuk SPP dan DSP dari siswa-siswa miskin
yang bersekolah disekolah mereka masing-masing. Namun untuk biaya lainnya
seperti: buku, LKS dan praktikum (bagi siswa SMK), masih harus dipenuhi orang tua.

Grafik 3.16 Pengetahuan Orang Tua Siswa Miskin tentang Peruntukan Dana
Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah

c) Pernyataan Responden Orang Tua Siswa Miskin tentang Biaya yang Masih
Harus Dikeluarkan Setelah Putra-Putrinya Mendapatkan Dana Bantuan
Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
Karena besarnya biaya operasional sekolah yang harus dikeluarkan setiap
siswa per tahunnya, dana bantuan dari program Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/BAWAKU Sekolah besarannya Rp. 1.000.000/siswa/tahun untuk siswa miskin
yang bersekolah di SMA (negeri/swasta) dan Rp. 1.500.000/siswa/tahun untuk siswa
yang bersekolah di SMK (negeri/swasta), tidak dapat menutupi seluruh kebutuhan.
Delapan puluh satu persen (81%) responden orang tua siswa miskin,
menyatakan bahwa mereka masih harus mengeluarkan biaya meskipun sudah
mendapatkan dana bantuan pendidikan dari program Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/BAWAKU Sekolah. Dari hasil Survey CRC, adapun biaya-biaya yang masih
harus dikeluarkan orang tua siswa miskin yang putra-putrinya menerima dana
bantuan dari program tersebut antara lain: biaya daftar ulang, biaya praktikum, biaya
kunjungan/praktik kerja lapangan di pabrik (bagi siswa SMK), biaya seragam, biaya
UAS/UTS, biaya ekstrakurikuler berenang, biaya internet, biaya mata
pelajaran/praktikum komputer dan tabungan.

Bagan 3.27 Pernyataan Responden Orang Tua Siswa Miskin tentang Biaya yang
Masih Harus Dikeluarkan Setelah Putra-Putrinya Mendapatkan Dana Bantuan
Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

5. Masalah dan Pengaduan Orang Tua Siswa Miskin Terkait dengan Program
Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
a) Pernyataan Responden Orang Tua Siswa Miskin tentang Masalah yang
Dihadapi dalam Pengurusan Dana Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU
Sekolah
Kecilnya keterlibatan orang tua siswa miskin yang putra-putrinya menerima
dana dari program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah, dimana orang tua
siswa hanya sebatas diposisikan sebagai penerima yang pasif, mengakibatkan tidak
banyak orang tua siswa miskin yang mengetahui proses pengelolaannya sehingga
sedikit pula masalah yang mereka hadapi.
Sembilan puluh satu persen (91%) responden orang tua siswa miskin,
menyatakan mereka tidak pernah mengalami masalah dalam proses pengurusan
dana dari program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah dan hanya 9%
responden saja yang pernah mengalami masalah, seperti: ketidakjelasan persyaratan
yang harus dipenuhi, banyak pertanyaan dari pihak sekolah (dalam proses verifikasi
data), waktu yang disediakan bagi pengurusan persyaratan sebagai calon penerima
dana bantuan yang terlalu pendek.
Selain itu ditemukannya juga pernyataan dari beberapa orang tua siswa
miskin yang menyatakan bahwa dana dari program Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/BAWAKU Sekolah tidak membantu mengurangi beban biaya SPP putra-putri
mereka, sehingga putra-putri mereka tidak dapat melanjutkan sekolah,
dikarenakan ketidakmampuan membayar biaya sekolah.

Bagan 3.28 Pernyataan Responden Orang Tua Siswa Miskin tentang Masalah yang
Dihadapi dalam Pengurusan Dana Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

b) Pernah/Tidaknya Responden Orang Tua Siswa Miskin Melakukan Pengaduan


Terkait Permasalahan dari Dana Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU
Sekolah
Pengaduan, kritik dan protes dari warga/masyarakat terkait suatu program
dan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah merupakan hal penting yang dapat
dijadikan sebagai salah satu indikator berhasil tidaknya program tersebut dalam
pelaksanaannya. Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah dalam
pelaksanaannya tidak banyak melibatkan secara langsung pihak konsumen dari
program tersebut, yaitu orang tua siswa yang berasal dari keluarga miskin (pra
sejahtera I dan II), sehingga konsumen tidak pernah tahu bagaimana proses
pelaksanaan program dan terlibat dalam proses pengelolaannya. Orang tua siswa
yang menjadi responden dalam Survey CRC ini, hanya tahu bahwa anaknya
menerima dana bantuan dari program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU
Sekolah, sehingga putra-putri mereka dibebaskan dari biaya SPP dan DSP, selebihnya
mereka tidak pernah mengetahui bagaimana proses pengelolaannya.
Dikarenakan posisi orang tua siswa yang menjadi responden pada Survey
CRC ini hanya sebagai konsumen pasif, sebagian besar dari meraka tidak pernah
melakukan pengaduan terkait program bantuan dana pendidikan ini.

Bagan 3.29 Pernah/Tidaknya Responden Orang Tua Siswa Miskin Melakukan Pengaduan
Terkait Permasalahan dari Dana Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah

b) Media/Tempat Pengaduan Masalah Program Bantuan Siswa Miskin


(BSM)/BAWAKU Sekolah
Mekanisme pengaduan terhadap suatu layanan publik menjadi sangat
penting bagi pengguna layanan, karena pengaduan pengguna layanan mempunyai
fungsi kontrol terhadap kualitas layanan publik. Namun demikian, belum semua
layanan publik memiliki mekanisme pengaduan yang memadai dan mudah diakses
oleh warga/masyarakat, wujud partisipasi warga/masyarakat dari layanan yang
warga/masyarakat terima.
Hanya sekitar 36% responden orang tuas siswa miskin yang putra-putrinya
menerima dana bantuan program ini, pernah melakukan pengaduan akan masalah
yang mereka hadapi terkait dengan program bantuan ini kepada kepala sekolah
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

langsung. Tiga puluh enam persen (36%) responden lainnya, melakukan pengaduan
permasalahan terkait dengan dana bantuan dari program ini kepada wali kelas
dimana putra-putri mereka bersekolah.
Kecilnya persentase responden orang tua siswa miskin yang anaknya
menerima dana bantuan program melakukan pengaduan, bukan berarti tidak ada
masalah dalam proses penyaluran dan pengelolaan dana dari program ini. Ini
dikarenakan tidak banyak orang tua siswa miskin yang terlibat secara langsung dari
mulai proses awal penyaluran dana sampai dengan pengelolaan dari dana program
Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah.
Lemahnya posisi dan akses warga/masyarakat terhadap berbagai kebijakan
Pemerintah Kota Bandung, menyebabkan warga/masyarakat sebagai konsumen
langsung dari layanan publik yang disediakan rentan dibodoh-bodohi, ditipu,
dimanfaatkan oleh oknum dari birokrasi di Pemerintahan Kota Bandung.

Grafik 3.17 Media/Tempat Pengaduan Masalah Program Bantuan Siswa Miskin


(BSM)/BAWAKU Sekolah

c) Cara yang Dilakukan Responden Orang Tua Siswa Miskin dalam


Mengadukan Masalah Terkait Program Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/BAWAKU Sekolah
Grafik 3.18 Cara yang Dilakukan Responden Orang Tua Siswa Miskin dalam
Mengadukan Masalah Terkait Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU
Sekolah

d) Ada/Tidaknya Tanggapan yang Diberikan Pihak Sekolah atau Dinas


Pendidikan Kota Bandung Atas Pengaduan Masalah yang Dilakukan Oleh
Orang Tua Siswa Miskin Terhadap Program Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/BAWAKU Sekolah
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

Besar kecilnya pengaduan atas permasalahan yang dilakukan oleh pengguna


jasa layanan public, semestinya ditanggapi dan ada penyelesaiannya. Dari sebagian
kecil responden orang tua siswa miskin yang pernah mengadukan masalah, hanya
22% saja yang mendapat tanggapan.
Dalam wawancara mendalam yang dilakukan kepada orang tua siswa
miskin, beberapa pengaduan masalah terkait dengan program Bantuan Siswa
Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah, seperti: pengaduan terkait masalah SKTM yang
untuk beberapa orang tua siswa mengalami hambatan, kemudian ada juga yang
mengadukan masalah karena anaknya hanya mendapat dana dari program
Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah di kelas X (kelas I SMA/MA/SMK)
saja, ketika naik tingkat ke kelas XI (kelas II SMA/MA/SMK) tidak lagi
mendapatkan.

Bagan 3.30 Ada/Tidaknya Tanggapan yang Diberikan Pihak Sekolah atau Dinas
Pendidikan Kota Bandung Atas Pengaduan Masalah yang Dilakukan Oleh Orang Tua
Siswa Miskin Terhadap Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah

e) Tingkat Kepuasan Responden Orang Tua Siwa Miskin Terhadap Tanggapan


dari Permasalahan Terkait Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU
Sekolah
Kurangnya tanggapan atas pengaduan masalah, mengindikasikan masih
belum pahamnya tugas dan kewajiban individu-individu di satuan pendidikan dan
jajaran instansi di Pemerintah Kota Bandung sebagai pelayan warga/masyarakat.
Selain itu juga mengindikasikan kelemahan dalam mekanisme pengaduan yang
seharusnya dikelola dengan baik oleh pihak sekolah maupun Dinas Pendidikan
Kota Bandung.
Hal ini ditunjukkan dari hasil Survey CRC, dimana masih adanya 44%
responden yang melakukan pengaduan, tidak merasa puas atas tanggapan dan
penyelesaian yang diberikan, baik oleh pihak sekolah maupun Dinas Pendidikan Kota
Bandung.
Bagan 3.31 Tingkat Kepuasan Responden Orang Tua Siwa Miskin Terhadap
Tanggapan dari Permasalahan Terkait Program Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/BAWAKU Sekolah
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

3.2. SURVEY TERHADAP LAYANAN IZIN MENDIRIKAN


BANGUNAN (IMB) DI KOTA BANDUNG
Survey tentang Layanan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kota Bandung
dilakukan di 6 BWK (Bagian Wilayah Kota) atau dikenal juga dengan 6 Wilayah
Pembangunan (WP), yaitu: Karees, Cibeunying, Ujung Berung, Gedebage,
Bojonegoro dan Tegalega. Pembagian wilayah survey ini didasarkan pada data yang
diperoleh dari BPPT (Badan Pelayanan Perizinan Terpadu) Kota Bandung.
Berdasarkan data pemohon IMB pada Tahun 2008 - 2010, maka jumlah
populasi dan sampel di 6 BWK tersebut adalah sebagai berikut :

Tabel 3.6 Populasi dan Sampel Pemohon IMB Tahun 2008 – 2010 di 6 BWK
Bandung

Wilayah Pembangunan Kecamatan Total Populasi Tahun 2009


Cibeunying Kaler 77
Cidadap 47
Bandung Wetan 111
Cibeunying
Coblong 102
Cibeunying Kidul 85
Sumur Bandung 105
Bandung Kulon 160
Babakan Ciparay 83
Bojongloa Kidul 187
Tegalega
Astana Anyar 101
Bojongloa Kaler 68
Bandung Kidul 11
Bandung Kidul 241
Buah Batu 248
Gede Bage Rancasari 262
Gede Bage 29
Marga Cinta 5
Sukajadi 88
Andir 92
Sukasari 61
Bojo Negara Cicendo 120
Sastra Negara 1
Pasir Kaliki 1
Ciroyom 1
Wilayah Pembangunan Kecamatan Total Populasi Tahun 2009
Ujung Berung Arcamanik 175
Antapani 208
Mandalajati 31
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

Panyileukan 46
Cibiru 27
Cinambo 31
Cicadas 2
Ujung Berung 52
Cisaranten Kulon 1
Cipadung Kidul 1
Kiara Condong 89
Lengkong 246
Karees Batununggal 80
Regol 141
Cijaura 1

3.2.1 PROFIL RESPONDEN


Berdasarkan teknik sampling yang telah ditetapkan maka total responden
yang digunakan sebagai sampel dalam Survey CRC ini berjumlah 221 orang. Meski
demikian, dalam pelaksanaannya jumlah responden yang disurvey melebihi total
yang dibutuhkan, yakni mencapai 230 responden. Hal ini dimaksudkan untuk
menghindari kekurangan data dalam memenuhi prinsip-prinsip metode statistik yang
digunakan dalam pelaksanaan survey.
1. Komposisi Responden IMB Berdasarkan Jenis Kelamin
Secara umum, persentase responden laki-laki lebih besar dari responden
perempuan, sebagaimana terlihat pada bagan 3.31.
Berdasarkan catatan lapangan surveyor, fenomena ini disebabkan oleh
karakter masyarakat yang masih menunjukkan dominasi penempatan peran laki-
laki sebagai pemilik rumah atau yang lebih banyak tahu tentang urusan perijinan,
khususnya izin mendirikan bangunan (IMB).

Bagan 3.32 Komposisi Responden IMB Berdasarkan Jenis Kelamin

2. Komposisi Responden IMB Berdasarkan Wilayah


Dilihat dari sebaran pemohon IMB data Tahun 2008 - 2010, maka prosentase
terbesar berada di Wilayah Gedebage (22%) menyusul Tegalega (20%) dan Ujung
Berung (18%). Besarnya prosentase permohonan IMB di Wilayah Gedebage dan
Ujung Berung sejalan dengan arahan pengembangan Kota Bandung, sebagaimana
tertuang dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota, bahwa Wilayah Gedebage
merupakan salah satu kutub pertumbuhan baru di Wilayah Timur Kota Bandung.

Bagan 3.33 Komposisi Responden IMB Berdasarkan Wilayah


Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

3. Komposisi Responden IMB Menurut Tingkat Pendidikan


Berdasarkan data yang terkumpul, lebih dari 50% atau sekitar 129 responden
dari total responden 230 orang, berpendidikan sarjana (S1) atau lebih tinggi. Hal ini
dapat dipahami karena lokasi survey adalah di Kota Bandung dan kebanyakan warga
Kota Bandung yang memiliki rumah sendiri, umumnya adalah mereka yang telah
menyelesaikan pendidikan tinggi atau setaranya Secara jelas dapat dilihat pada
bagan 3.33.

Bagan 3.34 Komposisi Responden IMB Menurut Tingkat Pendidikan

4. Komposisi Responden IMB Menurut Pekerjaan


Berdasarkan jenis pekerjaan, jumlah responden IMB yang menjadi sampel
survey, paling banyak adalah karyawan/pegawai swasta (88 orang), disusul
pengusaha/pemilik toko (70 orang) dan jumlah terbesar ketiga adalah Pegawai
Negeri Sipil (38 orang). Tiga kategori ini setidaknya menunjukkan mewakili gambaran
komposisi warga Kota Bandung jika dilihat dari jenis pekerjaan atau mata
pencaharian, sebagaimana ditampilkan dalam tabel 3.7
Tabel 3.7 Komposisi Responden IMB Berdasarkan Pekerjaan
No. Jenis Pekerjaan Jumlah %
1 Petani/Buruh tani 0 0
2 Sopir Angkot 0 0
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

3 Peternak 1 0,4
4 Buruh bangunan 2 0,9
5 Pedagang kecil/Asongan 3 1,3
6 PNS 38 16,5
7 Karyawan/Pegawai swasta 88 38,3
8 Pensiunan tentara/polisi 1 0,4
9 Pengusaha/Pemilik toko 70 30,4
10 Eksportir/pedagang besar 0 0
11 Pemilik 1 0,4
hotel/restoran/wisma/penginapan
12 Pensiunan PNS 1 0,4
13 Polisi/Tentara 1 0,4
14 Ibu rumah tangga 18 7,8
15 Dokter 2 0,9
16 Wiraswasta 1 0,4
17 Kepsek TK 1 0,4
18 Tidak Menjawab 2 0,9
Total 230 100

5. Komposisi Responden IMB Berdasarkan Rata-rata Penghasilan Per Bulan


Dilihat dari jumlah penghasilan bulanan, kebanyakan responden tergolong
mampu. Hal ini dilihat dari prosentase responden yang berpenghasilan di antara
Rp.1.000.000 s/d Rp.5.000.000 mencapai 139 orang atau 60,4% dari total responden
yang disurvey yakni 230 orang.
Bagan 3.35 Komposisi Responden IMB Berdasarkan Rata-rata Penghasilan Per
Bulan

3.2.2.PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG LAYANAN IMB DI KOTA


BANDUNG
A. Pemahaman Masyaratkat Tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

1. Waktu Mengurus IMB


Kebanyakan responden (77%) telah mengurus IMB lebih dari 1 tahun yang
lalu dan hanya 10% kurang yang mengurus IMB dalam kurun waktu 3 bulan sebelum
pelaksanaan survey ini dilakukan.
Secara lengkap, prosentasi pengurusan IMB berdasarkan waktu (kapan)
masyarakat mengurusnya ke Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota
Bandung dapat dilihat pada bagan 3.35

Bagan 3.36 Waktu/Lamanya Responden Survey Mengurus IMB

2. Jenis IMB
Kategori jenis IMB di Kota Bandung hanya diklasifikasikan menjadi dua
jenis yaitu: IMB untuk Rumah Tinggal dan Non Rumah Tinggal. Dalam hal ini,
hampir 90% responden (206 responden) dari total responden yang disurvey,
menguruskan IMB untuk jenis Rumah Tinggal.
Berdasarkan data hasil survey, jika diperbandingkan maka jumlah
pengurusan IMB untuk Bangunan Non Rumah Tinggal dengan Rumah Tinggal
adalah 1 : 9, sebagaimana ditunjukkan pada bagan 3.36

Bagan 3.37 Jenis IMB yang Diajukan/Diurus Oleh Responden Survey

3. Klasifikasi Bangunan
Berdasarkan hasil survey, jenis bangunan yang diuruskan IMB nya oleh
responden survey, terdiri dari Rumah, Kantor, Mini Market, Reklame, Sekolah dan
RSG (Ruang Serba Guna).
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

Klasifikasi bangunan yang paling banyak yang diuruskan IMB nya adalah
bangunan rumah dengan luas bangunan antara 100 - 300m 2, sebanyak 136 bangunan
(66,02%). Sedangkan klasifikasi yang paling sedikit adalah bangunan rumah dengan
luas di atas 500m2 (0,49%) .
Tabel 3.8 Klasifikasi Bangunan yang Diuruskan IMB nya Berdasarkan Jenis
Bangunan dan Luas Bangunan
Klasifikasi Bangunan
No. Luas Bangunan Rumah Kantor Mini Market Reklame Sekolah RSG
Jml % Jml % Jml % Jml % Jml % Jml %
3.1 < 100 m2 37 17,96 0 0 3 12,5 1 4,2 0 0 0 0
8,
3.2 100 – 300 m2 136 66,02 2 8,33 5 20,83 0 0 0 0 2
4
3.3 300 – 500 m2 29 14,08 2 8,33 0 0 0 0 0 0 0 0
3.4 > 500 m2 1 0,49 0 0 1 4,2 0 0 1 4,2 0 0

4. Tanggapan Responden tentang Penting/Tidaknya Mengurus IMB


Secara umum dari hasil survey terlihat bahwa 97,4%, dari 230 total
responden, mengatakan bahwa tetap penting untuk mengurus IMB. Hal ini
diperlihatkan pada bagan 3.37

Bagan 3.38 Tanggapan Responden tentang Penting/Tidaknya Mengurus IMB

5. Alasan Responden Mengurus IMB


Meski 97% responden mengatakan bahwa mengurus IMB itu penting, dalam
kenyataannya 104 responden (45,2%) mengatakan bahwa alasan mereka mengurus
IMB adalah hanya untuk memenuhi aturan yang berlaku. Sementara ada 13 orang
(5,7%) yang mengatakan, alasan mereka mengurus IMB untuk memenuhi syarat
pengajuan peminjaman dana.

Bagan 3.39 Alasan Responden Mengurus IMB

6. Pengetahuan
Responden
Mengenai Syarat-
Syarat
Pengurusan IMB
Berdasarkan hasil
survey, dapat diketahui tingkat
pengetahuan responden
tentang syarat-syarat
pengurusan IMB. Terdapat
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

0,4% responden tidak memberikan jawaban, 45,4% responden mengetahui syarat-


syarat yang dibutuhkan untuk pengurusan IMB dan sebesar 54,3% responden
menyatakan tidak tahu tentang syarat mengurus IMB.

Bagan 3.40 Pengetahuan Responden Mengenai Syarat-Syarat Pengurusan IMB

7. Pengetahuan Responden Mengenai Prosedur Pengurusan IMB


Kurangnya pengetahuan tentang syarat pengurusan IMB, juga menunjukkan
kurangnya tingkat pengetahuan responden akan prosedur pengurusan IMB. Dari 230
responden, 54,3% menyatakan tidak tahu tentang prosedur mengurus IMB.
Sedangkan 4,8% responden tidak memberikan jawaban dan hanya 36,5% responden
yang disurvey mengetahui prosedur pengurusan IMB.

Bagan 3.41 Pengetahuan Responden Mengenai Prosedur Pengurusan IMB

8. Cara yang Digunakan Responden Mengurus IMB


Hasil survey menunjukkan 97,4% responden mengatakan bahwa mengurus
IMB itu penting, akan tetapi ternyata 89% responden (204 orang), memilih
menggunakan jasa penghubung untuk mengurus IMB dan hanya 26 orang responden
(11%) yang secara langsung mengurus sendiri.
Bagan 3.42 Cara yang Digunakan Responden Mengurus IMB
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

B. SYARAT, PROSEDUR & BIAYA PENGURUSAN IMB


a) . Responden yang Mengurus IMB Sendiri
1. Waktu Mengurus IMB
Dari 26 responden yang mengurus IMB secara langsung (mengurus sendiri)
diketahui bahwa kebanyakan dari mereka (77%) menguruskan IMB sebelum
membangun dan 7,7% menguruskan IMB setelah membangun dan 3,8% yang lain,
menguruskan IMB bersamaan dengan proses membangun. Besarnya prosentasi
mengurus IMB sebelum membangun ini di satu sisi menunjukkan bahwa sebagian
besar responden yang mengurus IMB secara langsung, tahu tentang syarat dan
prosedur mengurus IMB.

Bagan 3.43 Waktu Mengurus IMB (bagi responden yang mengurus sendiri)

2. Kendala Pemenuhan Persyaratan Pengurusan IMB


Dari 26 responden yang menguruskan IMB secara langsung, 38%
menyatakan bahwa syarat yang sulit dipenuhi adalah Gambar Rencana Teknis.
Lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik 3.19

Grafik 3.19 Kendala Pemenuhan Persyaratan Pengurusan IMB (bagi responden


yang mengurus sendiri)
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

3. Sulit atau Mudahnya Mengurus Persyaratan Tahapan Proses Pengurusan


IMB
Walaupun kebanyakan responden menjawab bahwa syarat dan prosedur
pengurusan IMB mudah dipenuhi, ternyata dari 9 tahapan pengurusan IMB, lebih
dari 69,2% (124 responden) menjawab kesulitan dihadapi pada tahapan
pembuatan gambar konstruksi. Hal ini sejalan dengan sulitnya memenuhi syarat
pembuatan gambar teknis seperti yang bisa dilihat pada grafik sebelumnya.
Grafik 3.20 Sulit atau Mudahnya Mengurus Persyaratan Tahapan Proses
Pengurusan IMB

4. Kejelasan Informasi Mengenai Biaya Pengurusan IMB (mengurus sendiri)


Dalam survey ini juga, responden ditanyakan tentang apakah cukup
jelas/tidaknya informasi yang diberikan oleh BPPT tentang biaya pengurusan IMB.
Hasil dari survey 62% responden yang mengurus sendiri IMB, menjawab jelas.

Bagan 3.44 Kejelasan Informasi Mengenai Biaya Pengurusan IMB (mengurus


sendiri)
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

5. Komposisi Biaya yang Harus Dikeluarkan Responden Untuk Mengurus IMB


(mengurus sendiri)
Dari 26 responden yang menguruskan IMB secara langsung, 34,4% responden
tidak menjawab saat ditanya masalah total biaya yang dikeluarkan untuk mengurus
IMB. Tetapi terdapat 46,5% responden yang mengurus IMB sendiri menyatakan,
rata-rata total biaya pengurusan IMB sebesar Rp.1.000.000 s/d Rp.5.000.000.

Grafik 3.21 Komposisi Biaya yang Harus Dikeluarkan Responden Untuk Mengurus
IMB (mengurus sendiri)

6. Ada/Tidaknya Pungutan-Pungutan Lain yang Harus Dibayarkan Selain Biaya


Resmi (mengurus sendiri)
Pertanyaan tentang pungutan tidak resmi menjadi poin pertanyaan penting
dalam survey ini, untuk mengukur sejauh mana transparansi atas biaya dan
pengelolaan terhadap biaya yang ada ketika warga/masyarakat mengurus IMB.
Dari hasil survey, 50% responden menjawab tidak ada pungutan tidak resmi
yang dimintakan kepada mereka, 38% responden menjawab ada pungutan liar dan
12% responden memilih tidak memberikan jawaban.

Bagan 3.45 Jawaban Responden Tentang Ada/Tidaknya Pungutan-Pungutan yang


Harus Dibayarkan Selain Biaya Resmi (mengurus sendiri)
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

7. Tahap/Waktu Terjadinya Responden Harus Membayarkan Pungutan Tidak


Resmi (mengurus sendiri)
Pada pertanyaan No.14, telah diuraikan bahwa ada 38,5% (10 responden)
dari total 26 responden yang menguruskan IMB secara langsung, menyatakan
masih ada pungutan tidak resmi dalam proses pengurusan IMB. Ketika ditanya
pada saat mana pungutan tidak resmi paling sering terjadi, 80% responden dari
total 26 orang yang mengurus IMB sendiri, mengatakan bahwa pungutan liar
terjadi ketika pengecekan lapangan oleh petugas serta pembuatan gambar situasi
dan gambar perencanaan bangunan. Enam puluh persen (60%) responden dari
total 26 orang yang mengurus sendiri, menjawab bahwa pungutan liar terjadi
ketika proses penetapan biaya retribusi (biaya resmi yang dikenakan). Empat puluh
persen (40%) responden dari 26 orang yang mengurus IMB sendiri, menjawab
bahwa pungutan liar terjadi saat pembayaran biaya pengurusan, penetapan
retribusi dan saat pengambilan SK IMB. Detailnya dapat dilihat pada grafik 3.22.

Grafik 3.22 Tahap/Waktu Terjadinya Responden Harus Membayarkan Pungutan


Tidak Resmi (mengurus sendiri)

8. Rata-Rata Pungutan Tidak Resmi yang Harus Dibayarkan Dalam Pengurusan


IMB (mengurus sendiri)
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

Meski hanya 10 orang yang menyatakan bahwa terjadi pungutan tidak resmi,
ternyata ketika ditanya besaran pungutan tidak resmi tersebut, hanya 70%
responden menjawab bahwa besaran biaya pungutan tidak resmi yang harus
dibayarkan berkisar dari Rp.1.000.000 - Rp.5.000.000. Dua puluh persen (20%)
responden menjawab pungutan liar yang harus dibayarkan kurang dari
Rp.1.000.000 dan terdapat 10% responden yang tidak mau memberikan jawaban.

Bagan 3.46 Rata-Rata Pungutan Tidak Resmi yang Harus Dibayarkan Dalam
Pengurusan IMB (mengurus sendiri)

9. Lamanya Pengurusan IMB (mengurus sendiri)


Survey ini juga mempertanyakan berapa lama waktu pengurusan IMB bagi
mereka yang mengurus IMB secara langsung (mengurus sendiri). Dari data
responden, 23% menjawab lebih dari 14 hari, 46% menjawab kurang dari 14 hari,
sedangkan yang menjawab pas 14 hari hanya sebesar 16% dan masih terdapat 15%
responden yang tidak memberikan jawaban.

Bagan 3.47 Lamanya Pengurusan IMB (mengurus sendiri)

10. Kepuasan Terhadap Semua Tahapan Pengurusan IMB (Mengurus Sendiri)


Ketika ditanya tentang kepuasan responden tentang tahapan pengurusan
IMB, sebesar 50% responden menjawab tidak puas, 35% menyatakan puas dan 15%
responden tidak memberikan jawaban.

Bagan 3.47.a Pernyataan Kepuasan Responden yang Mengurus IMB Sendiri


Terhadap Semua Tahapan Pengurusan IMB (mengurus sendiri)
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

Lebih lanjut lagi, dari 50% responden yang menyatakan tidak puas, 35%
menyatakan ketidakpuasan mereka karena syarat dan proses sulit dipenuhi serta
waktunya lama, 26% tidak puas dikarenakan biaya mahal dan terdapat 4% responden
yang merasa tidak puas karena petugas tidak kompeten dan tidak ramah.

Bagan 3.47.b Alasan Kepuasan dan Ketidakpuasan Responden yang Mengurus IMB
Sendiri Terhadap Semua Tahapan Pengurusan IMB (mengurus sendiri)

b) Responden IMB yang

Menggunakan Penghubung
1. Jasa Penghubung yang Digunakan
Dalam Pengurusan IMB
Ketika ditanya siapa penghubung yang digunakan, 37,3% responden
menjawab menggunakan Biro Jasa, 24% menggunakan jasa saudara atau teman
disusul jasa Pegawai BPPT sebesar 17,6%, Jasa Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya
sebesar 13,2% dan penghubung lainnya.

Tabel 3.9 Penghubung yang Digunakan Jasanya Oleh Responden IMB (yang bukan
mengurus sendiri)

No. Penghubung Jumlah %


Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

1 Biro Jasa 76 37,3


2 Pegawai BPPT 36 17,6
3 Pengawa Dinas Tata Ruang dan Cipta 27 13,2
Karya
4 Aparat Kelurahan/Kecamatan 3 1,5
5 Teman atau Saudara 49 24
6 Pengurus RT/RW 1 0,5
7 Petugas Notaris 11 5,4
8 Tidak Menjawab 1 0,5
Total 204 100

2. Alasan Menggunakan Jasa Penghubung


Dari hasil survey terlihat, bahwa penggunaan jasa penghubung dalam
mengurus IMB, menunjukkan hal yang umum. Sebagian besar menyampaikan bahwa
alasan menggunakan jasa penghubung adalah karena lebih cepat dan murah (48%).
Ada juga yang mengatakan karena tidak paham prosedur (26%). Sedangkan
responden yang menjawab alasan mereka menggunakan jasa penghubung, karena
tidak cukup waktu mengurus sendiri sebesar 24%. Dan yang tidak memberikan
jawaban sama sekali atau tidak mau menjawab, sebesar 1%.
Bagan 3.48 Alasan Responden Menggunakan Jasa Penghubung Dalam Mengurus
IMB

3. Persyaratan yang Diminta Oleh Penghubung Untuk Mengurus IMB (yang


bukan mengurus sendiri)
Meski menggunakan penghubung, tetap saja berbagai syarat dalam proses
pengurusan IMB harus dipenuhi. Syarat-sayarat tersebut dimintakan oleh
penghubung kepada setiap responden. Ketika responden yang menggunakan
penghubung ditanya berbagai persyaratan yang diminta penghubung, 201 responden
(98,5%) menjawab bahwa syarat pertama yang paling tinggi diminta adalah fotocopy
KTP pemohon yang masih berlaku, disusul fotocopy bukti kepemilikan tanah (160
orang atau 78,4%).
Grafik 3.23 Persyaratan yang Diminta Oleh Penghubung Untuk Mengurus IMB
(yang bukan mengurus sendiri)
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

4. Keterlibatan Responden yang Menggunakan Penghubung dalam Tahap


Pengurusan IMB (yang bukan mengurus sendiri)
Meskipun dari 230 responden, 89% responden (204 orang) mengurus IMB
melalui penghubung, tetap saja mereka juga terlibat dalam tahap-tahap tertentu.
Dari berbagai pertanyaan yang diajukan ke responden maka diperoleh jawaban
bahwa pada semua tahapan proses pengurusan tersebut, responden paling banyak
terlibat pada saat melengkapi syarat pengajuan (70%), selanjutnya pada saat
pembayaran biaya retribusi (48%) dan pembuatan rencana teknis bangunan (43%).
Sedangkan tahap-tahapan pengurusan IMB yang sangat sedikit membutuhkan
keterlibatan responden adalah pada saat pengembalian formulir (16%), pengecekan
lapangan oleh petugas maupun pembuatan gambar konstruksi untuk gedung
bertingkat (26%).

Grafik 3.24 Keterlibatan Responden yang Menggunakan Penghubung dalam Tahap


Pengurusan IMB (yang bukan mengurus sendiri)

5. Pengetahuan Responden Biaya yang Dikeluarkan Ketika Menggunakan Jasa


Penghubung
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

Hasil survey juga menunjukan bahwa 71% responden yang menggunakan jasa
penghubung tidak tahu rincian biaya yang dikeluarkan dalam mengurus IMB dan
hanya 28% responden yang tahu tentang rincian biaya dalam mengurus IMB, dan ada
1% responden yang tidak memberi jawaban

Bagan 3.49 Pengetahuan Responden Biaya yang Dikeluarkan Ketika Menggunakan


Jasa Penghubung

6. Biaya yang Dikeluarkan Ketika Menggunakan Jasa Penghubung


Pertanyaan tentang besaran dana yang dikeluarkan oleh responden ketika
menggunakan jasa penghubung, kurang banyak ditanggapi oleh responden. Hal ini
bisa dilihat dari hasil survey yang menyatakan, 95% tidak menjawab ketika
ditanyakan tentang biaya formulir, 94% tidak menjawab ketika ditanyakan tentang
biaya retribusi, 88% tidak menjawab ketika ditanyakan tentang biaya adminisitrasi
dan biaya gambar.
Meski demikian terdapat data yang menyatakan bahwa 60% responden
menjawab bahwa total biaya yang dikeluarkan berkisar antara Rp.1.000.0000 –
Rp.5.000.000. Hal yang menarik bahwa terdapat 1 responden menyatakan bahwa
besaran biaya yang ia keluaran ketika mengurus IMB dengan menggunakan
penghubung lebih besar dari Rp.20.000.000.

Grafik 3.25 Biaya yang Dikeluarkan Ketika Menggunakan Jasa Penghubung

7. Lama Pengurusan IMB Ketika Menggunakan Jasa Penghubung


Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

Survey ini juga mempertanyakan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk
mendapatkan IMB bagi mereka yang mengurus IMB dengan menggunakan jasa
penghubung.
Dari data responden, tidak ada yang menjawab lebih dari 14 hari, sebaliknya
76% menjawab kurang dari 14 hari, sedangkan yang menjawab pas 14 hari sesuai
dengan aturan BPPT, hanya 21% responden namun ada juga yang tidak memberi
jawaban (3%).

Bagan 3.50 Lama Pengurusan IMB Ketika Menggunakan Jasa Penghubung

8. Kepuasan Pengguna Jasa Penghubung Dalam Mengurus IMB


Berdasarkan survey ini, 204 responden menggunakan jasa penghubung dalam
mengurus IMB. Hasil survey menyatakan bahwa 76% dari 204 responden ini
menyatakan puas ketika menggunakan jasa penghubung, 21% menyatakan tidak
puas dan masih terdapat 3% yang tidak memberikan jawaban.

Bagan 3.51.a Kepuasan Pengguna Jasa Penghubung Dalam Mengurus IMB

Lebih lanjut, ketika ditanyakan alasan kepuasan 60% menyatakan puas karena
syarat dan proses mudah dipenuhi, 35% menyatakan puas karena tepat atau hemat
waktu. Namun terdapat pula 37% yang menyatakan tidak puas karena biaya mahal.

Bagan 3.51.b Alasan Kepuasan dan Ketidakpuasan ketika menggunakan Jasa Penghubung
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

C. Kapasitas & Prilaku Petugas Menurut Responden yang mengurus IMB secara
Langsung
1. Tanggapan atas keberadaan Petugas yang Memberi Formulir Permohonan
IMB
Sebagaimana diuraikan pada bagian awal bahwa terdapat 26 responden yang
menguruskan IMB secara langsung. Ketika ditanyakan pengalaman dalam mengurus
IMB secara langsung 50% responden menyatakan petugas pemberi formulir selalu
berada di tempat, 38% menyatakan petugas pemberi formulir jarang berada di
tempat, 12% tidak memberikan jawaban.

Bagan 3.52 Tanggapan atas keberadaan Petugas yang Memberi Formulir


Permohonan IMB
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

2. Tanggapan Responden Tentang Keramahan Petugas Pemberi dan Penerima


Formulir (front office)
Ketika ditanya tentang bagaimana sikap petugas front office dalam melayani
pemohon, 46% menyatakan bahwa petugas front office menyambut pemohon
dengan ramah, 39% menilai petugas front office kurang ramah dan 15% tidak
memberikan jawaban.

Bagan 3.53 Tanggapan Responden Tentang Keramahan Petugas Pemberi dan


Penerima Formulir (front office)

3. Tanggapan tentang Kapasitas Petugas Layanan IMB (terutama front office)


Berdasarkan pengalaman responden yang mengurus IMB secara langsung,
didapatkan penilaian sebagai berikut 46% responden menyatakan bahwa petugas
(terutama front office) kurang mampu memberikan penjelasan yang rinci tentang
syarat, prosedur serta biaya dan waktu pengurusan IMB, 39% menilai sebaliknya dan
15% tidak memberikan jawaban.

Bagan 3.54 Tanggapan tentang Kapasitas Petugas Layanan IMB (terutama front
office)
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

4. Tanggapan atas Kinerja Para Petugas Layanan IMB


Sama seperti penilaian tentang kapasitas petugas layanan IMB, para responden
juga menilai bahwa kinerja petugas juga masih rendah. Ini terungkap dari hasil
penilaian 46% responden yang mengatakan bahwa para petugas tidak dapat
memenuhi ketentuan waktu proses pengurusan IMB yang telah ditetapkan hanya 14
hari, dan hanya 39% yang menilai bahwa para petugas dapat memenuhi target kerja
14 hari tersebut.
Bagan 3.55 Tanggapan atas Kinerja Para Petugas Layanan IMB

5. Pernyataan Kepuasan Atas Kapasitas maupun Sikap/Perilaku Petugas


Layanan IMB
Terdapat 46% responden yang menilai bahwa kapasitas dan kinerja petugas
masih kurang. Walau demikian ketika ditanya apakah responden puas dengan
kualitas pelayanan yang diberikan, 62% tetap menyatakan puas, 19% menyatakan
tidak puas dan tetap ada 19% responden tidak mau menyatakan pendapatnya.

Bagan 3.56.a Pernyataan Kepuasan Atas Kapasitas maupun Sikap/Perilaku Petugas


Layanan IMB

Selanjutnya ketika ditanyakan alasan puas atau tidaknya responden atas


kualitas pelayanan IMB (terutama di front office), 52% menyatakan alasan utamanya
adalah karena petugas ramah, 39% puas karena petugas dinilai punya kompetensi
dalam melaksanakan tugas/pekerjaan tetapi ada pula 9% yang menyatakan puas
karena berdasarkan pengalaman mereka, petugas tidak meminta biaya tambahan.
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

Bagan 3.56.b Pernyataan Kepuasan Atas Kapasitas maupun Sikap/Perilaku Petugas


Layanan IMB

D. Sosialisasi (Transparansi) Informasi


1. Pengetahuan atas informasi pengurusan IMB
Informasi penting tentang layanan IMB adalah menyangkut syarat, prosedur
dan biaya pengurusan IMB. Dari 230 responden yang disurvey, 65,7% menyatakan
bahwa mereka tidak tahu tentang syarat, mekanisme dan biaya pengurusan IMB,
33,9% menyatakan bahwa mereka tahu dan masih ada juga yang tidak memberikan
jawaban.
Grafik 3.26 Pengetahuan atas informasi pengurusan IMB

2. Pernah/Tidaknya Mendapatkan Informasi Tentang Syarat dan Prasyarat


atau Mekanisme Pengurusan IMB
Mengacu pada pertanyaan tentang pernah tidaknya responden mendapat
informasi mengenai syarat dan atau mekanisme pengurusan IMB maka ada 79,1%
atau sejumlah 182 responden menyatakan tidak pernah mendapatkan informasi dan
19,6% menyatakan pernah mendapatkan informasi pengurusan IMB dan 1,3% tidak
memberikan jawaban.
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

Grafik 3.27 Pernah/Tidaknya Mendapatkan Informasi Tentang Syarat dan Prasyarat


atau Mekanisme Pengurusan IMB

3. Komposisi Menurut Petugas yang Memberikan Informasi Tentang Layanan


Pengurusan IMB
Berkaitan dengan pemberian informasi tentang layanan pengurusan IMB maka
terlihat sumber informasi bagi warga sangat bervariasi. Dari 45 responden yang
pernah mendapatkan informasi, 30,5% responden mengatakan bahwa informasi
didapat dari pegawai BPPT, menyusul pegawai Distarcip sebesar 28,8%, selanjutnya
aparat pemerintah (camat) sebesar 16,9%, dan lurah sebesar 8,5%, bahkan juga dari
LSM sebesar 3,4%.

Grafik 3.28 Komposisi Menurut Petugas yang Memberikan Informasi Tentang


Layanan Pengurusan IMB

4. Media yang Menjadi Tempat Untuk Mendapatkan Informasi tentang IMB


Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

Hasil survey menunjukan pula bahwa dari 45 orang responden yang pernah
mendapatkan informasi tentang IMB, 40,3% responden menyatakan media
sosialisasi informasi tentang IMB yang popular adalah surat edaran. Selain itu juga
23,6% responden menyatakan bahwa media lain yang juga efektif adalah
pengumuman, dan 11,1% responden menyatakan media yang dijadikan sumber
informasi IMB adalah spanduk.

Grafik 3.29 Media yang Menjadi Tempat Untuk Mendapatkan Informasi tentang
IMB

5. Intensitas Mendapatkan Informasi IMB Melalui Media


Survey ini juga secara detail mengungkap intensitas perolehan informasi dari
berbagai media. Menurut pengalaman mereka, informasi melalui surat edaran
diterbitkan secara berkala, 42,2% responden menyatakan bahwa informasi melalui
surat edaran hanya terbit 1x setahun, dan sebanyak 15,6% responden lainnya
menyatakan bahwasanya surat edaran tentang IMB, dikeluarkan pemerintah setiap 6
bulan sekali.
Dari 17 responden yang menyatakan informasi IMB mereka dapatkan melalui
pengumuman, 13,3% menyatakan bahwa pengumuman tentang IMB hanya muncul 1
x setahun dan sebanyak 11,1% responden lainnya, menyatakan pengumuman
tentang IMB dikeluarkan pemerintah setiap 6 bulan sekali.
Dari 9 responden yang menyatakan informasi IMB mereka dapatkan lewat
Koran lokal, hampir 9% nya menyatakan informasi IMB ada dikoran lokal 1 x setahun,
dan 4,4% menyatakan informasi IMB dikoran lokal dimuat sebulan sekali
Dari 8 responden yang menyatakan informasi IMB mereka dapatkan lewat
spanduk, 6,7% menyatakan spanduk tersebut mereka dapatkan setiap 6 bulan sekali
dan 8,9% menyatakan setahun sekali.

Grafik 3.30 Intensitas Mendapatkan Informasi IMB Melalui Media


Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

6. Kelengkapan Informasi yang Disajikan dalam Media-Media Sosialisasi


Salah satu problem penting dalam akses informasi adalah tentang
kelengkapan informasi yang disampaikan. Seringkali isi berita dalam suatu media
tidak cukup lengkap atau juga tidak memenuhi apa yang diharapkan pembaca. Hal ini
terungkap juga dari survey. Saat responden ditanya mengenai lengkap tidaknya
informasi yang didapat dari media yang merupakan sumber informasi tentang IMB,
dari 25 orang yang mendapat informasi lewat surat edaran ternyata 51,1%
responden menyatakan surat edaran tidak lengkap. Untuk 17 responden yang
mendapatkan informasi dari pengumuman, 11,1% respondennya mengatakan
lengkap, tetapi 22,2% menyatakan tidak lengkap. Sementara dari 9 responden yang
mendapatkan informasi dari koran lokal, 15,6% respondennya menyatakan
informasinya lengkap.

Grafik 3.31 Kelengkapan Informasi yang Disajikan dalam Media-Media Sosialisasi

7. Kepuasan Atas Informasi Yang Diberikan Pemerintah tentang Layanan IMB


Dari 20% responden (45 orang) yang pernah mendapatkan informasi tentang
layanan IMB, 8,9% menyatakan puas dengan alasan informasi tentang IMB yang
mereka dapatkan lengkap dan mudah dipahami dan 71,1% responden menyatakan
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

ketidakpuasannya, dikarenakan informasi IMB kurang lengkap, sulit dipahami dan


sulit didapatkan
Bagan 3.57.a Kepuasan Atas Informasi Yang Diberikan Pemerintah tentang Layanan
IMB

Bagan 3.57.b Alasan Puas dan Tidak Puas Atas Informasi Yang Diberikan BPPT
tentang Layanan IMB

8. Pendapat Responden Tentang Media Informasi Yang Efektif Untuk


Penyebaran Informasi Tentang Layanan IMB
Di sisi lain, baik responden yang pernah mendapatkan informasi maupun
yang belum pernah mendapatkan informasi, tetap dimintakan pendapatnya tentang
media informasi yang menurut mereka efektif untuk penyebaran informasi tentang
layanan IMB.
Ketika ditanya pendapat responden tentang media informasi yang paling
efektif untuk penyebaran informasi tentang layanan IMB maka 80% responden (184
orang) memilih koran lokal sebagai media yang paling efektif, mobile service/drive
through sebanyak 58,3% (134 orang), disusul radio lokal sebanyak 49,6% responden
(114 orang) dan spanduk sebanyak 43,5% responden (100 orang) .
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

Grafik 3.32 Pendapat Responden Tentang Media Informasi Yang Efektif Untuk
Penyebaran Informasi Tentang Layanan IMB

E. Mekanisme Pengaduan Masyarakat


1. Pernah/Tidaknya Warga Memberikan Pengaduan Tentang Layanan IMB
Hal menarik yang perlu menjadi perhatian dari hasil survey ini adalah tentang
pernah tidaknya warga memberikan pengaduan tentang layanan IMB. Dari total 230
responden yang disurvey, ternyata hanya 8 orang (3%) yang pernah menyampaikan
pengaduan tentang layanan IMB dan sebaliknya 93,5% responden (215 orang) tidak
pernah menyampaikan pengaduan dan terdapat 3% responden yang tidak dapat
memberikan jawaban tentang pernah atau tidak menyampaikan pengaduan.

Bagan 3.58 Pernah/Tidaknya Warga Memberikan Pengaduan Tentang Layanan IMB

2. Pendapat Responden Tentang Tahapan Mana Saja Pengaduaan Layanan


Pengurusan IMB Diajukan
Meski hanya 8 orang yang pernah memberikan pengaduan tentang layanan
IMB terpetakan bahwa pengaduan paling besar disampaikan pada tahapan
melengkapi persyaratan pengajuan IMB, pengecekan lapangan oleh petugas dan saat
pengambilan SK IMB, masing – masing sebanyak 37,5% responden.
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

Grafik 3.33 Pendapat Responden Tentang Tahapan Mana Saja Pengaduaan Layanan
Pengurusan IMB Diajukan

3. Jawaban Responden tentang Cara Menyampaikan Pengaduan yang Pernah


Mereka Lakukan
Dari semua responden yang mengatakan pernah menyampaikan pengaduan,
hampir semuanya (75%) disampaikan secara langsung (lisan) kepada petugas
perizinanan, selanjutnya 12,5 % responden menyampaikan melalui kotak saran, dan
sisanya tidak memberikan jawaban. Hal ini juga menunjukkan bahwa hingga kini
belum ada media pengaduan yang memudahkan masyarakat menyampaikan
pengaduan.

Bagan 3.59 Jawaban Responden tentang Cara Menyampaikan Pengaduan yang


Pernah Mereka Lakukan

4. Tingkat Penyelesaian Masalah Setelah Warga Menyampaikan Pengaduan.


Ketika responden yang pernah menyampaikan pengaduan ditanya, apakah
ada penyelesaian masalah yang diadukan, secara umum hampir semua pengaduan
yang disampaikan tidak terselesaikan. Hanya sebagian kecil yang dapat diselesaikan,
terutama pada tahap pengambilan SK IMB, 50% warga yang mengadukan masalah
pada tahap ini menyatakan bahwa masalahnya terselesaikan. Sedangkan pada
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

tahapan-tahapan pengurusan IMB lainnya, lebih dari 50% menilai bahwa masalah
yang diadukan tidak terpecahkan.

Grafik 3.34 Tingkat Penyelesaian Masalah Setelah Warga Menyampaikan


Pengaduan

5. Pengalaman tentang Lamanya Waktu Penyelesaian Masalah yang Diajukan


Dalam Pengurusan IMB
Kebanyakan responden (37,5%) yang pernah menyampaikan pengaduan
menyatakan bahwa masalah yang diadukan baru terselesaikan, setelah mereka
menunggu 1 - 3 bulan. 12,5% mengatakan permasalahan terselesaikan antara 3 - 6
bulan dan >1 tahun. Meski demikian ada 12,5% responden juga mengatakan kasus
mereka terselesaikan dalam waktu kurang dari 1 bulan.

Bagan 3.60 Lamanya Waktu Penyelesaian Masalah yang Diajukan Dalam


Pengurusan IMB

6. Kepuasan Atas Tanggapan Pengaduan


Dari hasil survey juga terungkap bahwa walaupun hanya 3,5% responden yang
memberikan pengaduan ada yang merasa puas dan ada juga yang merasa tidak puas.
50% responden mengatakan tidak puas karena tanggapan yang lambat, 37,5%
mengatakan puas karena masalah mereka terselesaikan.
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

Bagan 3.61.a Kepuasan Atas Tanggapan Pengaduan

Bagan 3.61.b Alasan Puas dan Tidak Puas Atas Tanggapan Pengaduan

F.Tambahan
Selain pertanyaan-pertanyaan berdasarkan indikator yang telah dirumuskan
bersama antara provider dan konsumen dalam penyelenggaraan layanan IMB, survey
ini juga menambahkan beberapa pertanyaan seperti perlu - tidaknya persetujuan
tetangga dalam mengurus IMB, perlu - tidaknya jasa konsultasi dalam pengurusan
IMB, tercakup di dalamnya pada tahapan mana sebaiknya konsultasi dilakukan,
bentuk dan tempat konsultasi serta pihak-pihak yang dapat dijadikan narasumber
untuk konsultasi.

1. Perlu/Tidaknya Persetujuan Tetangga Dalam Pengurusan IMB


Berdasarkan hasil survey terungkap bahwa mayoritas responden (70% atau
162 responden) menyatakan perlu adanya persetujuan tetangga dalam
pengurusan IMB, dan hanya 29% (66 orang) yang menyatakan tidak perlu
persetujuan tetangga dalam pengurusan IMB.
Bagan 3.62 Perlu/Tidaknya Persetujuan Tetangga Dalam Pengurusan IMB
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

2. Perlu/Tidaknya Jasa Konsultasi


Pertanyaan tentang perlu atau tidak perlunya jasa konsultasi ini muncul karena
dari hasil survey, terungkap pula bahwa masih ada warga (dalam hal ini responden)
belum memahami syarat dan prosedur pengurusan IMB. Ketika ditanyakan apakah
dibutuhkan jasa konsultasi, 70% atau sekitar 162 responden menyatakan tidak
memerlukan jasa konsultasi dalam mengurus IMB, tetapi ada sekitar 28% (64
orang) menyatakan tetap perlu ada jasa konsultasi.

Bagan 3.63 Perlu/Tidaknya Jasa Konsultasi

3. Pada Tahapan Mana Konsultasi Diperlukan


28% responden (64 orang) yang mengatakan perlu jasa konsultasi dalam
mengurus IMB, menyampaikan pula tentang pada tahapan mana konsultasi
dibutuhkan. Menurut para responden ini, konsultasi dibutuhkan hampir semua
tahapan namun terdapat beberapa tahapan yang menurut mereka penting. Hal ini
ditunjukkan dari banyaknya responden yang memilih pada tahapan mana konsultasi
dibutuhkan. 81% membutuhkan konsultasi pada tahapan perhitungan dan
penetapan biaya retribusi, 80% memilih tahapan pengecekan lapangan oleh petugas,
78% pada tahapan pembuatan gambar teknis, 77% pada tahap pembuatan gambar
konstruksi baja/beton untuk gedung bertingkat, 70% pada tahap melengkapi
persyaratan pengajuan, 58% pada tahapan pembayaran biaya pengurusan dan
retribusi. Menurut para responden ini juga, tahapan yang tidak terlalu membutuhkan
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

konsultasi adalah pada tahap pengambilan dan pengisian formulir maupun pada saat
pengambilan SK IMB (31%). Secara lengkap dapat dilihat pada bagan berikut

Grafik 3.35 Pada Tahapan Mana Konsultasi Diperlukan

4. Usulan Tentang Bentuk Konsultasi


Ketika para responen ditanyakan tentang bentuk konsultasi seperti apa yang
diharapkan, 67% responden memilih bentuk konsultasi tatap muka langsung dengan
petugas, sementara 14,1% memilih konsultasi melalui surat, 3% memilih bentuk
konsultasi melalui SMS/telepon dan sisanya tidak memberikan jawaban

Bagan 3.64 Usulan Tentang Bentuk Konsultasi

5. Jasa Konsultasi yang Dapat Digunakan


Berkenaan dengan jasa konsultasi dalam layanan pengurusan IMB ini, dari 64
responden yang menyatakan perlu ada konsultasi, kebanyakan dari mereka (56%)
memilih pegawai BPPT sebagai narasumber yang tepat untuk berkonsultasi,
selebihnya 16% memilih pegawai tata ruang kota dan dinas cipta karya serta
konsultan perumahan sebagai narasumber yang tepat untuk berkonsultasi.
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

Bagan 3.65 Jasa Konsultasi yang Dapat Digunakan

6. Pemilihan Tempat Konsultasi


Selanjutnya ketika ditanyakan tentang tempat konsultasi, 56% responden
memilih Kantor BPPT sebagai tempat konsultasi yang tepat, 16% menunjuk Kantor
Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya, 9% menunjuk kantor kelurahan dan hanya 3%
yang menunjuk kantor kecamatan sebagai tempat konsultasi IMB dan perijinan lain

Bagan 3.66 Pemilihan Tempat Konsultasi

BAB IV
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

PENINGKATAN KUALITAS LAYANAN PROGRAM


BANTUAN SISWA MISKIN (BSM)/BAWAKU SEKOLAH
DAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB)

4.1. Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah


Sebagaimana yang telah dikemukakan pada BAB I, bahwa Metode Survey CRC
merupakan salah satu metode penelitian dengan tujuan mengukur kualitas layanan
publik yang diselenggarakan oleh badan publik selaku penyedia layanan publik lewat
wawancara langsung dengan warga/masyarakat yang mendapatkan atau pengguna
langsung dari suatu layanan publik.
Tujuan utama dari survey menggunakan Metode CRC, adalah memberi
masukan kepada badan publik selaku penyedia layanan public bagi perbaikan
kualitas layanan, sehingga warga/masyarakat yang mendapatkan atau pengguna
layanan public meras puas atas layanan yang tersedia atau diterima mereka.
Hasil survey menggunakan Metode CRC, merupakan diagnosa awal yang
wajib ditindaklanjuti lewat intermediasi yang dilakukan peneliti dengan badan publik
yang menjadi locus dari pada survey dan warga/masyarakat yang mendapatkan
manfaat (benefit) atau pengguna langsung dari layanan publik. Hasil dari survey
menggunakan Metode CRC, juga dapat dijadikan kerangka advokasi kebijakan dalam
upaya perbaikan layanan publik.
Survey Citizen Report Card (CRC) terhadap pelaksanaan program Bantuan
Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah, dilakukan guna mengukur kualitas dan
ketepat sasaran dari program yang merupakan kebijakan dari Pemerintah Kota
Bandung sebagai upaya meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota
Bandung lewat Sektor Pendidikan (sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah Kota Bandung Tahun 2009 – 2013). Dikarenakan program
Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah adalah kebijakan Pemerintah Kota
Bandung, maka sumber pendanaan bagi program ini berasal dari alokasi dana pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Bandung yang dikeluarkan
tiap Tahun Anggaran.
Dana dari program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah, sifatnya
merupakan dana hibah dengan tujuan membantu biaya pendidikan bagi siswa-
siswa yang berasal dari keluarga miskin (pra sejahtera I dan II), yang akan
melanjutkan pendidikan atau sedang mengikuti pendidikan pada jenjang
pendidikan menengah (SMA/MA/SMK Negeri/Swasta) di Kota Bandung.
Penyaluran dari dana program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
dilakukan oleh Dinas Pendidikan Kota Bandung kepada SMA/MA/SMK
Negeri/Swasta yang ada di Kota Bandung, sesuai dengan kuota siswa miskin yang
telah ditetapkan oleh Dinas.
Survey CRC terhadap pelaksanaan atau penyaluran dana dari program
Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah, dilakukan kepada dua kelompok
responden, yaitu: pihak sekolah yang mendapatkan dana bantuan pendidikan dari
program ini sebagai pengelola dana dan orang tua siswa miskin sebagai penerima
dana bantuan pendidikan dari program ini. Survey CRC kepada orang tua siswa
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

miskin yang putra-putrinya menerima dana bantuan pendidikan dari program,


dilakukan untuk:
1. Mengkonfirmasi ulang jawaban-jawaban yang telah diberikan oleh
responden pihak sekolah
2. Mengetahui sejauh mana pengetahuan dari responden pihak orang tua
siswa miskin mengenai program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU
Sekolah.
3. Mengetahui sejauh mana pihak responden orang tua siswa miskin
dilibatkan dalam pengelolaan dana dari program Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/BAWAKU Sekolah.
4. Mengetahui seberapa besar manfaat yang dirasakan oleh responden
orang tua siswa miskin akan dana bantuan pendidikan dari program
Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah, khususnya untuk
mengurangi beban dari orang tua siswa miskin untuk pengeluaran
pembiayaan pendidikan putra-putri mereka yang akan atau sedang
menempuh pendidikan jenjang pendidikan menengah (SMA/MA/SMK
Negeri/Swasta) Di Kota Bandung
5. Ada/Tidaknya potongan atau pungutan yang dilakukan pihak sekolah
kepada responden orang tua siswa miskin terhadap dana dari program
Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah.
Beberapa catatan dari rekan-rekan surveyor pada Survey CRC terhadap
pelaksanaan dan penyaluran dana program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU
Sekolah yang dapat menjadi bahan untuk ditindaklanjuti, antara lain:

4.1.1. Beberapa Catatan dari Responden Pihak Sekolah


Pertama, secara umum responden pihak sekolah (kepala sekolah, wakil
kepala sekolah, bagian tata usaha sekolah dan wali kelas) menunjukkan tingkat
kepuasan yang tinggi terhadap program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU
Sekolah, terkait dengan pelaksanaan sosialisasi, penyampaian informasi, prosedur
dan mekanisme program. Namun demikian, catatan penting untuk menjadi bahan
perbaikan adalah pada aspek materi sosialisasi, di mana banyak responden pihak
sekolah tidak pernah tahu, atas dasar apa Dinas Pendidikan Kota Bandung
menetapkan kuota siswa miskin penerima bantuan dana pendidikan, setiap
tahunnya. Ketika beberapa pihak sekolah mencoba menanyakan hal tersebut,
Dinas Pendidikan Kota Bandung tidak bisa memberikan penjelasan.
Selain hal diatas, yang juga menjadi catatan penting terkait dengan materi
sosialisasi program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah, adalah
mengenai jadwal pencairan dana dari program oleh pihak Dinas Pendidikan Kota
Bandung. Dimana setiap pelaksanaan sosialisasi mengenai dana bantuan dari
program ini yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan Kota Bandung kepada pihak
sekolah, baik lewat rapat maupun lewat surat edaran, tidak pernah tersampaikan
atau tertuliskan jadwal pasti dari pencairan dana dari program ini
Kedua, terkait dengan implementasi proses dan persyaratan siswa miskin
penerima dana program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah, dimana
beberapa responden pihak sekolah mengeluhkan tentang pendeknya jangka waktu
yang diberikan oleh Dinas Pendidikan Kota Bandung terkait pengajuan dan
penyerahan proposal beserta syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pihak sekolah
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

untuk menerima bantuan dana pendidikan dari program ini. Hal tersebut
khususnya sangat terasa pada saat pendataan siswa miskin yang baru masuk disaat
Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) awal Tahun Ajaran. Sementara sesuai
dengan Petunjuk Teknis mengenai Penyaluran Dana Hibah Pendidikan yang di
keluarkan Dinas Pendidikan Kota Bandung (program Bantuan Siswa
Miskin/BAWAKU Sekolah tercantum didalamnya), tiap-tiap sekolah
(SMA/MA/SMK Negeri/Swasta) diwajibkan menerima siswa miskin melalui jalur
PPDB non akademik dan diwajibkan untuk melakukan verifikasi lapangan dari data
siswa miskin yang mendaftar pada saat PPDB atau pun yang telah bersekolah,
sebelum pihak sekolah mengajukan proposal untuk menerima dana bantuan
pendidikan dari program ini.
Ketiga, pada aspek kuota siswa miskin, mekanisme penentuan kuota siswa
miskin merupakan kewenangan “sepihak” dinas pendidikan sehingga tidak
mengherankan jika banyak responden sekolah yang menyatakan
ketidakpuasannya terhadap kuota siswa miskin yang diberikan oleh Dinas
Pendidikan Kota Bandung.
Sebagian besar sekolah menyatakan bahwa hampir separuh dari siswa
miskin yang bersekolah di sekolah mereka, tidak mendapatkan dana bantuan
pendidikan dari program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah. Ini
dikarenakan tidak semua data siswa-siswa miskin yang diajukan pihak sekolah
untuk mendapatkan dana bantuan program ini, disetujui oleh Dinas Pendidikan
Kota Bandung.
Sementara ketika pelaksanaan focus group discussion (FGD) dengan pihak
Dinas Pendidikan Kota Bandung, sebelum pelaksanaan Survey CRC ini, terungkap
alasan yang menyebabkan kuota siswa miskin yang mendapat bantuan dana program
ini, tiap tahunnya berbeda-beda, dikarenakan keterlambatan pihak sekolah dalam
mengajukan data siswa miskin dan proposal permohonan sebagai penerima bantuan
dana pendidikan dari program ini, ke Dinas Pendidikan Kota Bandung. Misalnya:
peruntukan program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah bagi siswa-siwa
SMA/MA Tahun Ajaran 2009 – 2010 sebanyak 10.000 siswa, sementara pada Tahun
Ajaran tersebut dana yang terserap hanya kepada 6000 siswa. Maka pada Tahun
Ajaran 2010 – 2011, terjadi pengurangan anggaran dari APBD Kota Bandung di tahun
yang sama untuk alokasi dana bagi program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU
Sekolah.
Tentunya hal tersebut menjadi kontradiktif dengan kondisi sesungguhnya
yang terjadi di setiap sekolah (SMA/MA/SMK Negeri/Swasta Kota Bandung), di mana
jumlah siswa miskin yang bersekolah di hampr setiap sekolah bertambah dan masih
masih banyaknya siswa miskin yang tidak tercover melalui dana bantuan pendidikan
dari program ini.
Keempat, terkait dengan ketidak jelasan/pastian jadwal pencairan dana dari
program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah, setidaknya, ada dua
implikasi yang memberikan peluang kesalahan dalam pengelolaan dana bantuan
pendidikan dari program ini, yaitu:

1. Keterlambatan pencairan dana bantuan pendidikan dari program Bantuan


Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah, mengakibatkan pihak sekolah tidak
dapat mengelola dana tersebut sesuai dengan rencana anggaran kegiatan
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

sekolah atau bahkan tidak dapat memasukkan dana tersebut ke dalam


rencana anggaran. Akibatnya peruntukkan dan detail penggunaan dana
bantuan pendidikan dari program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU
Sekolah, seringkali tidak tercatat.
Sementara dalam sistem pengelolaan keuangan sebuah badan publik
(termasuk sekolah), wajib semua komponen anggaran yang bersumber dari
APBN/APBD atau langsung dari masyarakat sekalipun, tercatat/masuk
dalam rencana anggaran dan kegiatan, sehingga akuntabilitas
penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan
Namun demikian, dalam Survey CRC sektor pendidikan kali ini, belum dikaji
lebih jauh apakah dana dari program Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/BAWAKU Sekolah sudah tercatatkan/masuk pada Rencana Anggaran
dan Kegiatan Sekolah (RAKS) dan Anggran Pendapatan dan Belanja Sekolah
(APBS).
2. Dari wawancara mendalam dan FGD dengan perwakilan pihak sekolah pra
survey, diperoleh informasi bahwa beberapa sekolah harus sudah
menyelesaikan pelaporan keuangan dana dari program Bantuan Siswa
Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah pada Bulan Desember, meskipun dana
tersebut baru cair. Bahkan ada beberapa sekolah yang harus sudah
menyelesaikan pelaporan sebelum dananya cair. Jika demikian, indikasi
ketidaksesuaian alokasi anggaran dengan penggunaan dan pelaporannya
sangat mungkin terjadi, dan hal tersebut memberikan peluang terjadinya
praktik manipulasi data.

Kelima, terkait dengan adanya syarat melampirkan Surat Keterangan Tidak


Mampu (SKTM), sebagai syarat wajib bagi orang tua siswa miskin (keluarga pra
sejahtera I dan II) yang ingin putra-putrinya terdaftar dalam daftar calon penerima
dana bantuan dari program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah,
beberapa responden pihak sekolah ketika melakukan verifikasi data siswa baru yang
masuk lewat jalur non akademis (siswa miskin dan berprestasi), menemukan fakta
beberapa data siswa miskin yang mendaftar dan menyerahkan SKTM, bukanlah
berasal dari keluarga miskin (pra sejahtera I dan II). Temuan tersebut terjadi,
dikarenakan beberapa orang tua siswa melakukan suap kepada pihak RT atau RW
tempat mereka berdomisili, agar mereka bisa mendapatkan persetujuan dari RT
atau RW untuk mendapatkan SKTM. Cara tersebut ditempuh oleh beberapa orang
tua siswa, agar putra-putri mereka bisa masuk SMA/MA/SMK Negeri tanpa harus
melewati seleksi akademik

4.1.2. Beberapa Catatan dari Responden Orang Tua Siswa Penerima


Dana Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
Survey CRC yang dilakukan kepada orang tua siswa penerima dana program
Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah didasarkan pada data yang
dimiliki/tersedia di sekolah yang menjadi sampel penelitian.
Dari masing-masing sampel sekolah, diambil 2 - 3 sampel orang tua siswa
penerima dana program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah untuk
diwawancara responden terkait dengan program. Secara umum, responden orang
tua siswa yang putra-putrinya menerima dana bantuan pendidikan dari program
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah, menyatakan tidak mengalami


kesulitan terkait dengan pengurusan syarat untuk menerima dana dari program ini,
mulai dari pengurusan Surat Keterengan Tidak Mampu (SKTM) sampai pada
pencairan dana yang alokasi peruntukkannya “kewenangan” pihak sekolah. Namun
demikian, ada beberapa catatan yang perlu mendapat kajian lebih jauh antara lain:
Pertama, lebih dari 50% orang tua siswa yang putra-putrinya menerima dana
bantuan pendidikan dari program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah,
tidak dilibatkan secara langsung dari mulai tahap sosialisasi sampai dengan
pengelolaan dan peruntukkan dana dari program bantuan pendidikan ini oleh pihak
sekolah. Akibatnya lebih dari 50% responden orang tua siswa yang putra-putrinya
mendapat dana bantuan dari program ini, tidak paham mengenai mekanisme atau
proses penyaluran dana bantuan pendidikan dari program Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/BAWAKU Sekolah.
Selama ini pihak sekolah hanya sebatas melibatkan pihak orang tua dari
siswa miskin, disaat mereka harus mengurus SKTM dan syarat lain yang dibutuhkan
agar anaknya terdaftar dalam daftar siswa miskin yang akan diajukan pihak sekolah
untuk mendapatkan dana bantuan pendidikan dari program Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/BAWAKU Sekolah. Bahkan beberapa responden dari orang tua siswa yang
putra-putrinya mendapatkan bantuan dana dari program ini, dilibatkan pihak
sekolah sebatas untuk menandatangani berkas (surat kuasa), ketika dana bantuan
sudah cair (masuk rekening sekolah).
Memang dalam petunjuk pengelolaan dana program Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/BAWAKU Sekolah, dijelaskan bahwa kewenangan pengelolaan dana berada di
pihak sekolah dan tidak ada dana yang diberikan secara langsung kepada orang tua
siswa. Namun, di sisi lain tanpa keterlibatan dan informasi yang memadai tentang
penggunaan dana tersebut menimbulkan pertanyaan yang mengarah pada
kecurigaan tentang penyalahgunaan/penyimpangan penggunaan dana dari
program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah oleh pihak sekolah.
Kedua. Memang tidak ada dari 50% lebih responden orang tua yang tidak
paham atau memiliki pengetahuan dalam mengenai pengelolaan dan peruntukkan
dana program bantuan ini yang mempermasalahkan kurangnya informasi dan
keterlibatan mereka ke pihak sekolah. Akan tetapi ini menunjukkan rendahnya
tingkat koordinasi dan komunikasi antara sekolah, komite sekolah dan orang tua
siswa. Padahal sebagai salah satu kebijakan publik yang ditujukan bagi peningkatan
pemerataan akses pendidikan bagi siswa miskin, seharusnya menjadi informasi
terbuka yang dipahami oleh semua pihak terkait.
Ketiga, 50% responden orang tua siswa miskin yang putra-putrinya
mendapatkan dana bantuan program ini, menyatakan, bahwasannya dengan besaran
dana Rp. 1000.000/siswa/tahun untuk tingkat SMA/MA dan Rp.
1.500.000/siswa/tahun untuk tingkat SMK, belumlah memberikan dampak berarti
untuk mengurangi beban biaya pendidikan putra-putri mereka yang setahunnya bisa
mencapai Rp. 2.400.000

4.2. Layanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)


Citizen Report Card (CRC) untuk menilai pelaksanaan kebijakan Izin
Mendirikan Bangunan (IMKB) pada 9 WP/WB Kota Bandung, dengan responden
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

adalah warga/masyarakat Kota Bandung yang mengajukan IMB pada Tahun 2009.
Secara umum terdapat beberapa hal yang dapat dijadikan catatan ke depan.
Pertama, mengenai pemahaman warga/masyarakat tentang layanan IMB.
Berdasarkan hasil survey, meski hampir semua responden (97%) mengatakan bahwa
mengurus IMB itu penting, namun pada kenyataaannya alasan terbesar
warga/masyarakat mengurus IMB adalah hanya untuk memenuhi aturan yang
berlaku guna menjamin keamanan bangunan atau karena harus memenuhi salah
satu syarat, ketika ingin meminjam uang ke bank. Hanya sebagian kecil saja yang
mengurus IMB atas kesadaran sendiri. Lebih jauh lagi, terungkap bahwa kebanyakan
responden kurang mengetahui kebijakan layanan IMB, apalagi terkait dengan
kebijakan atau aturan daerah mengenai Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW)
Kota Bandung.
Kurangnya pemahaman warga/masyarakat tentang layanan IMB ini terlihat
dari prosentasi pengetahuan warga/masyarakat tentang syarat dan prosedur
menguruskan IMB. Hampir 60% responden menyatakan tidak tahu tentang syarat
dan prosedur menguruskan IMB. Implikasinya banyak warga/masyarakat (89%),
yang menggunakan jasa penghubung/calo dalam mengurus IMB.
Hal menarik lain yang juga perlu diperhatikan terkait dengan memanfaatkan
jasa penghubung/calo dalam mengurus IMB oleh responden Survey CRC, adalah
mengenai komposisi pihak penghubung/calo yang digunakan. Secara berurutan,
pihak penghubung/calo yang paling banyak dimintakan bantuan oleh
warga/masyarakat dalam mengurus IMB, adalah biro jasa, teman atau saudara,
pegawai Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Kota Bandung, serta pegawai
Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya (Distarcip) Kota Bandung. Keberadaan pihak
pegawai Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) dan Distarcip Kota Bandung
sebagai penghubung menimbulkan pertanyaan tentang kejelasan tugas pokok dan
fungi kedua lembaga ini.
Kedua. Terkait dengan syarat dan prosedur menguruskan IMB. Penilaian
tentang syarat dan prosedur mengurus IMB ini dibedakan menjadi dua sesuai dengan
cara yang dipilih oleh responden, yakni mengurus sendiri atau menggunakan jasa
penghubung.

a) Penilaian Oleh Responden yang Mengurus IMB Secara Langsung (sendiri)


Menurut responden yang mengurus IMB secara langsung, syarat dan
tahapan yang sulit dalam mengurus IMB adalah syarat gambar teknis atau
tahapan pembuatan gambar konstruksi. Dalam kesempatan FGD saat
perumusan indikator untuk pertanyaan survey, pihak BPPT Kota Bandung
menyatakan bahwa sesuai aturan yang telah ditetapkan, setiap pemohon
IMB wajib melampirkan gambar teknis atau gambar konstruksi. Namun,
pihak BPPT Kota Bandung tidak menyediakan layanan urusan gambar
teknis, melainkan kewenangan ada pada Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya
Kota Bandung. Sementara untuk pengajuan permohonan mengurus IMB,
pemohon harus terlebih dahulu menyelesaikan urusan gambar teknis di
Distarcip Kota Bandung, sebelum semua berkas persyaratan diajukan ke BPPT
Kota Bandung.
Hal penting yang juga perlu diperhatikan adalah mengenai masih
adanya pungutan tidak resmi yang berkisar antara Rp.1.000.000 –
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

Rp.5.000.000. Kenyataan ini perlu diantisipasi karena menurut responden


yang mengurus IMB secara langsung, pungutan tidak resmi ini sering terjadi
pada beberapa tahapan proses pengurusan IMB terutama pada pengecekan
lapangan oleh petugas, pembuatan gambar rencana teknis dan gambar
konstruksi dan tahap melengkapi persyaratan pengajuan permohonan IMB.
Berbagai penilaian oleh responden yang menguruskan IMB secara
langsung, bermuara pada pernyataan kepuasan atas kualitas layanan IMB.
Berdasarkan survey ini 50% responden yang menguruskan IMB secara
langsung menyatakan tidak puas terhadap tahapan pengurusan IMB.

b) Penilaian Oleh Responden yang Menguruskan IMB melalui Jasa


Penghubung/Calo
Alasan terbesar responden menggunakan jasa penghubung adalah
karena lebih cepat dan murah (48%). Padahal hasil survey ini juga
mengungkap bahwa biaya yang dikeluarkan oleh mereka yang
menggunakan jasa penghubung, tidak jauh berbeda dengan mereka yang
mengurus sendiri yakni berkisar dari Rp.1.000.000 - Rp.5.000.000. Di pihak
lain, kebanyakan responden yang menggunakan jasa penghubung sama sekali
tidak tahu tentang rincian biaya yang mereka keluarkan ketika menggunakan
jasa penghubung. Bahkan ada salah seorang responden yang harus
mengeluarkan biaya sebesar Rp.20.000.000 untuk pengurusan IMB tanpa ia
mengetahui untuk apa saja dana tersebut digunakan oleh pihak
penghubung. Meski demikian, rata-rata responden yang menggunakan jasa
penghubung (76%) menyatakan puas atas kemudahan yang diperoleh
ketika menggunakan penghubung dalam mengurus IMB.
Perbedaan kepuasan antara responden yang mengurus sendiri dan
yang menggunakan jasa penghubung menunjuk pada kenyataan bahwa
responden yang mengurus sendiri lebih banyak mengalami kesulitan
daripada yang menggunakan jasa penghubung. Hal ini patut mendapat
catatan untuk arah perubahan ke depan. Bahwasanya penggunaan jasa
penghubung di satu pihak bisa saja masih dibutuhkan, namun idealnya
harus lebih banyak warga yang dapat mengurus IMB secara langsung. Dalam
hal ini, meski banyak responden yang menggunakan jasa penghubung
menyatakan puas tetapi sesungguhnya hal ini tidak bisa dijadikan ukuran
kepuasan atas kualitas pelayanan dari BPPT Kota Bandung. Justru,
pernyataan tidak puas dari 50% responden yang mengurus IMB secara
langsung, harus menjadi titik awal untuk mendorong perubahan dan
perbaikan atas proses pelayanan IMB di BPPT Kota Bandung.

Ketiga. Sejalan dengan ketidakpuasan responden yang mengurus IMB secara


langsung, kapasitas petugas layanan IMB (front office) di kantor BPPT Kota
Bandung juga dinilai masih kurang mampu memberikan penjelasan yang rinci
tentang syarat, prosedur, biaya dan waktu pengurusan IMB. Penilaian tentang
kapasitas dan perilaku petugas (front office) ini, didasarkan pada tanggapan
responden yang mengurus IMB secara langsung, dan sesuai dengan pengalaman
mereka dalam mengurus IMB. Artinya, ke depan masih dibutuhkan upaya
peningkatan kinerja petugas, terutama di front office Kantor BPPT Kota Bandung
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

Keempat, terkait dengan sosialisasi kebijakan layanan IMB, terdapat


beberapa catatan yang harus menjadi perhatian ke depan. Sejalan dengan
penjelasan di bagian awal bahwa lebih dari 60% responden tidak tahu tentang syarat
dan prosedur pengurusan IMB dan ternyata lebih dari 71% responden tidak pernah
mendapatkan sosialisasi informasi tentang layanan IMB. Di sisi lain, dalam FGD
perumusan indikator pertanyaan survey dengan pihak BPPT Kota Bandung, mereka
menyampaikan bahwa sosialisasi tentang layanan IMB sudah sangat sering
dilakukan. Pernyataan pihak BPPT ini bertolak belakang dengan hasil survey,
dimana hanya 19% responden yang menyatakan pernah mendapatkan sosialisasi
informasi.
Sementara dari hasil survey tentang media sosialisasi yang paling sering
digunakan oleh BPPT Kota Bandung adalah surat edaran. Sementara menurut para
responden yang pernah mendapatkan sosialisasi informasi, surat edaran yang
mereka terima tidak memuat seluruh informasi tentang layanan IMB secara
lengkap. Hal ini diperkuat juga oleh tanggapan responden yang pernah mendapatkan
sosialisasi tentang layanan IMB, ternyata 71% menyatakan tidak puas.
Fenomena diatas, semestinya menjadi catatan untuk perbaikan kerangka
proses sosialisasi kebijakan. Perbaikan harus mencakup pilihan media, kelengkapan
materi sosialisasi dan intensitas sosialisasi.
Kelima, terkait tentang mekanisme pengaduan dan kebutuhan konsultasi.
Berdasarkan hasil survey ternyata dari total responden yang disurvey, hanya 3% yang
pernah menyampaikan pengaduan tentang masalah layanan IMB. Minimnya
pengaduan ini tentu disebabkan oleh banyak hal antara lain, belum tersedianya
mekanisme pengaduan yang mudah bagi warga dan lemahnya pemahaman warga
tentang pengaduan sebagai sebuah bentuk kontrol atas pelayanan yang diberikan
oleh badan publik (BPPT Kota Bandung).
Pengembangan mekanisme pengaduan ini sejalan tuntutan kebijakan pokok
tentang pelayanan publik. Dalam pasal 35 Undang-undang No. 25 Tahun 2008
tentang Pelayanan Publik, disebutkan bahwa pengawasan eksternal atas
penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan melalui berbagai cara, termasuk di
dalamnya adalah pengawasan oleh masyarakat. Pengawasan oleh masyarakat,
berupa laporan atau pengaduan masyarakat akan penyelenggaraan pelayanan
publik.
Sejalan dengan hal ini juga, hasil survey juga menunjuk pada adanya
kebutuhan jasa konsultasi dalam mengurus IMB. Dari total responden yang disurvey,
terdapat 28% (64 orang) yang menyatakan jasa konsultasi ini diperlukan warga agar
pengurusan IMB bisa berjalan dengan lancar. Bahkan menurut mereka pula, pihak-
pihak yang dapat dijadikan sebagai tempat konsultasi antara lain pegawai BPPT,
pegawai Distarcip dan konsultan ahli di bidang perumahan dan permukiman. Dalam
hal ini pihak BPPT dan Distarcip dapat mengembangkan mekanisme pengaduan
yang juga mengintegrasikan fungsi konsultasi. Dengan demikian, pegawai BPPT dan
Distarcip tidak lagi menjadi penghubung tidak resmi/calo, tetapi sebaliknya dapat
memberikan bantuan konsultasi dan penanganan pengaduan secara resmi.
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

BAB V
KERANGKA ADVOKASI UNTUK PERBAIKAN PELAYANAN
PROGRAM BANTUAN SISWA MISKIN (BSM)/BAWAKU
SEKOLAH DAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
DI KOTA BANDUNG
5.1. Pokok-Pokok Rekomendasi
5.1.1. Rekomendasi untuk Perbaikan Layanan Program Bantuan Siswa
Miskin (BSM)/Bawaku Sekolah
1. Intensitas dan frekuensi dari sosialisasi program Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/BAWAKU Sekolah oleh Dinas Pendidikan Kota Bandung kesetiap
jenjang pendidikan menengah (SMA/MA/SMK Negeri/Swasta) di Kota
Bandung perlu ditingkatkan, agar tidak terjadi perbedaan persepsi dalam
pelaksanaan (implementasi) dan pengelolaan program dana bantuan
pendidikan ini di masing-masing sekolah.
2. Media/cara yang digunakan untuk sosialisasi pun harus lebih variatif dan
menjangkau semua pihak, termasuk warga/masyarakat di Kota Bandung.
Sebaiknya sosialisasi tentang program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU
Sekolah (juga program-program bantuan pendidikan lainnya), bukan hanya
lewat rapat antara Dinas Pendidikan Kota Bandung dengan kepala
sekolah/wakil kepala sekolah/perwakilan dari tiap-tiap jenjang pendidikan
menengah (SMA/MA/SMK Negeri/Swasta) di Kota Bandung atau hanya
dengan Surat Edaran Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung kepada masing-
masing jenjang pendidikan menengah (SMA/MA/SMK Negeri/Swasta). Akan
tetapi Dinas Pendidikan Kota Bandung, bisa mengadakan pencetakan buku
petunjuk teknis mengenai program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU
Sekolah (termasuk juga program bantuan pendidikan lainnya) dan
mendistribusikannya ke masing-masing jenjang pendidikan menengah
(SMA/MA/SMK Negeri/Swasta) yang ada di Kota Bandung. Selain itu Dinas
Pendidikan Kota Bandung bisa memanfaatkan kerjasama dengan media
massa (cetak maupun elektronik) atau menampilkan penjelasan lengkap
mengenai program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah (termasuk
program bantuan pendidikan lainnya) di website Dinas Pendidikan Kota
Bandung, sehingga informasi keberadaan program, mekanisme penyaluran
dan peruntukkan dari Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
(termasuk program bantuan pendidikan lainnya) dapat diakses atau diketahui
oleh seluruh warga/masyarakat Kota Bandung.
3. Intensitas dan frekuensi sosialisasi dari program Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/BAWAKU Sekolah (termasuk program bantuan pendidikan lainnya)
wajib dilaksanakan oleh masing-masing pihak sekolah (SMA/MA/SMK
Negeri/Swasta) yang ada di Kota Bandung kepada internal sekolah (wakil
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

kepala sekolah, seluruh wali kelas dari tiap-tiap kelas/rombongan belajar dan
bagian tata usaha sekolah), komite sekolah dan orang tua siswa. Khusus bagi
orang tua siswa sosialisasi atau penjelasan dari pihak sekolah mengenai
program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah (termasuk program
bantuan pendidikan lainnya) harus lengkap dan jelas, mulai dari
prosedur/syarat untuk mendapatkan dana bantuan program, jangka waktu
penyerahan syarat bagi orang tua siswa yang putra-putrinya akan
mendapatkan bantuan dana program, besaran dana dari program,
peruntukkan dana dari program yang nantinya akan dikelola oleh pihak
sekolah dan jadwal pencairan dana program ke rekening sekolah/rekening
yayasan
4. Sekolah wajib melakukan verifikasi dan validitasi data siswa miskin, untuk
menjaga keotentikan data. Sehingga tidak ada kesalahan dalam penyaluran
dana program Bantuan Siswa Miskin (BSM/BAWAKU Sekolah (termasuk dana
bantuan pendidikan lainnya yang diperuntukkan bagi siswa dari keluarga
miskin atau pra sejahtera I dan II). Verifikasi dan validasi data siswa miskin,
wajib melibatkan kerjasama semua pihak, termasuk dengan RT sampai
dengan kecamatan dimana SMA/MA/SMK Negeri/Swasta tersebut ada,
maupun dimana siswa miskin tersebut berdomisili. Keterlibatan pihak RT
sampai dengan Kecamatan, terkait dengan masalah kemudahan dalam
pengurusan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) bagi siswa miskin
(berasal dari keluarga pra sejahtera I dan II), sampai dengan ketika proses
pengecekan lapangan atas data siswa miskin yang ada dengan kondisi
sebenarnya tingakt perekonomian dari keluarga siswa miskin. Karena dari
hasil Survey CRC yang dilakukan, ditemukan beberapa kasus dimana
responden orang tua siswa penerima dana program Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/BAWAKU Sekolah yang kondisi sosial ekonominya tergolong mampu
(tidak termasuk kriteria keluarga pra sejahtera I dan II).
5. Pihak Dinas Pendidikan Kota Bandung wajib melakukan proyeksi jumlah siswa
yang berasal dari keluarga miskin (pra sejahtera I dan II) yang didasarkan
kepada jumlah penduduk Kota Bandung, tingkat perekonomian
warga/masyarakat Kota Bandung dan data siswa yang berasal dari keluarga
miskin (pra sejahtera I dan II) di tahun sebelumnya. Proyeksi jumlah siswa
miskin ini wajib dilakukan oleh Dinas Pendidikan Kota Bandung sebelum
Tahun Ajaran Baru dimulai, agar tidak ada lagi ketimpangan antara kuota
siswa miskin yang ditetapkan oleh Dinas dengan jumlah siswa miskin yang
diajukan oleh tiap-tiap sekolah setiap Tahun Ajaran Baru.
6. Masih terkait dengan penentuan kuota siswa miskin di tiap sekolah, perlu
dibuat dan disepakati kembali mengenai mekanisme penentuan kuota
melalui rapat dan koordinasi yang intensif antara pihak Dinas Pendidikan Kota
Bandung dan tiap-tiap pihak sekolah, agar tidak ada penumpukkan kuota
pada salah satu sekolah atau wilayah saja. Selain itu agar proporsi jumlah
siswa miskin di tiap sekolah dengan siswa miskin penerima dana program
Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah di tiap sekolah berimbang
atau setidaknya tidak terlalu jauh perbedaannya.
7. Perlu kejelasan jadwal pencairan dana program Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/BAWAKU Sekolah ke rekening sekolah/pengurus yayasan. Karena
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

keterlambatan jadwal pencairan dana berpengaruh pada proses pengelolaan


dan peruntukan dari dana program tersebut. Perlu dikaji ulang dan
didiskusikan, agar penjadwalan pencairan dana dari program sesuai dengan
kalender pendidikan, sehingga dana program Bantuan Siswa Miskin
(BSM)/BAWAKU Sekolah tercatat di dalam Rencana Anggaran dan Kegiatan
Sekolah (RAKS) dan Anggaran Penerimaan dan Belanja Sekolah di masing-
masing sekolah penerima dana program bantuan tersebut.
8. Perlu keterlibatan dan koordinasi semua pihak terkait, termasuk unsur
masyarakat pendidikan akan keterbukaan informasi dari program Bantuan
Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah, mengenai mekanisme pengelolaan
serta bagaimana pertanggungjawabannya kepada warga/masyarakat Kota
Bandung secara keseluruhan.
Orang tua siswa penerima dana program Bantuan Siswa Mskin
(BSM)/BAWAKU Sekolah, jangan hanya dijadikan masyarakat pasif yang
hanya menerima kebijakan tersebut. Akan tetapi wajib dibuatkan forum
partisipatif terkait dengan pelaksanaan, penyeluran dan pengelolaan dana
program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah dan dana-dana
bantuan pendidikan lainnya, baik di lingkungan sekolah maupun di tingkat
kota.
9. Terkait dengan monitoring dan evaluasi pelaksanaan, penyaluran dan
pengelolaan dana program Bantuan Siswa Miskin (BSM)/BAWAKU Sekolah
(termasuk program-program bantuan pendidikan lainnya), pihak Dinas
Pendidikan wajib melaksanakan riset/survey guna mengukur ketepatsasaran,
kepuasan dan kebermanfaatan dari dana program bantuan tersebut kepada
tiap-tiap pihak sekolah dan orang tua siswa yang menerima dana bantuan
program. Riset/survey tersebut melibatkan pihak masyarakat sipil
independen (LSM maupun konsultan), agar tidak memunculkan keberpihakan
atau konflik kepentingan (conflict of interest). Hasil riset/survey tersebut
menjadi acuan bagi Dinas Pendidikan Kota Bandung untuk melakukan
perbaikan kualitas dari program bantuan dana pendidikan

5.1.2. Rekomendasi untuk Perbaikan Layanan Izin Mendirikan


Bangunan (IMB)
1. Peningkatan pemahaman warga/masyarakat tentang layanan IMB masih
sangat dibutuhkan. Hal ini dimaksudkan untuk merubah pandangan
warga/masyarakat, bahwasannya pengurusan IMB tidak hanya semata-mata
untuk memenuhi aturan, akan tetapi terkait dengan tanggungjawab bersama
dalam penataan ruang dan wilayah kota. Perlu diperjelas di sini bahwa,
kewajiban mengurus IMB adalah bagian dari pelaksanaan prosedur perizinan
di bidang penataan ruang dan wilayah, sebagai bagian integral dari upaya
pengendalian pemanfaatan ruang dan wilayah, agar fungsi-fungsi ruang yang
telah diatur dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota dapat dipahami
oleh masyarakat secara lebih luas dan mendalam.
2. Untuk meningkatkan pemahaman warga sebagaimana direkomendasikan
pada point No.1, maka sosialisasi harus dilakukan secara lebih intens. Hal ini,
pertama-tama untuk menjawab hasil Survey CRC yang menyatakan bahwa
lebih dari 71% responden (sebagai representasi publik/warga/masyarakat
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

Kota Bandung) tidak pernah mendapatkan sosialisasi tentang layanan IMB.


Lebih jauh lagi, sosialisasi tidak bisa sebatas menggunakan instrumen surat
edaran atau pengumuman, melainkan dengan menggunakan berbagai media
maupun metode yang lebih dekat pada masyarakat. Untuk itu, pelibatan
aparat kecamatan, kelurahan bahkan sampai tingkat RT/RW menjadi penting.
Dalam hal ini, BPPT Kota Bandung diharapkan mampu mengembangkan
berbagai metode dan media sosialisasi yang lebih aplikatif dan terjangkau
oleh warga. Untuk itu, kerja sama dengan perguruan tinggi bahkan juga LSM
ataupun pegiat lingkungan hidup dapat diciptakan untuk mengintesifkan
proses sosialisasi kebijakan tentang IMB
3. Hal ketiga yang juga perlu diperhatikan adalah mengenai kompetensi
petugas, terutama di front office BPPT Kota Bandung. Peningkatan kapasitas
petugas front office menjadi penting, karena hasil Survey CRC menyatakan
bahwa petugas front office masih kurang mampu menjelaskan secara detail
tentang syarat dan prosedur pengurusan IMB.
4. Berkenaan dengan syarat dan prosedur, hasil survey menunjukkan bahwa
terdapat syarat yang sulit dipenuhi yakni pembuatan gambar konstruksi atau
gambar teknik. Dalam hal ini, tentu perlu dipikirkan dan dikembangkan
mekanisme yang memudahkan warga/masyarakat di satu pihak dan peluang
kerja bagi sumber daya manusia yang memiliki keahlian di bidang gambar
teknik dan konstruksi untuk diberdayakan di BPPT Kota Bandung
5. Secara khusus mengenai prosedur pengurusan IMB, dinyatakan pula bahwa
masih terjadi pungutan tidak resmi pada hampir semua tahapan proses
pengurusan IMB.
6. Masih terkait dengan prosedur pengurusan IMB, hasil Survey CRC
menunjukkan lebih banyak responden (representasi warga/masyarakat Kota
Bandung) yang memilih menggunakan jasa penghubung dalam mengurus
IMB. Hal ini harus menjadi catatan bagi pihak BPPT Kota Bandung dalam
mendorong perbaikan pelayanan. Apalagi disebutkan bahwa pihak
penghubung yang paling banyak digunakan warga adalah pegawai BPPT Kota
Bandung serta Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Kota Bandung.
7. Salah satu hal penting juga yang diusulkan responden (representasi
warga/masyarakat Kota Bandung), adalah mengenai kebutuhan layanan
pengaduan dan konsultasi. Melalui mekanisme pengaduan konsultasi ini,
warga/masyarakat pemohon layanan IMB dapat memberikan kontrol atau
pengawasan langsung kepada pihak BPPT Kota Bandung dan Distarcip Kota
Bandung sebagai provider atau penyedia jasa layanan yang terkait dengan
layanan IMB. Sedangkan
8. Manfaat lain melalui mekanisme konsultasi ini, warga/masyarakat akan
semakin paham tentang syarat, prosedur dan biaya-biaya dalam pengurusan
IMB. Dengan demikian, jika terdapat kesulitan ataupun masalah, pihak
pemohon dapat menempuh jalur resmi baik untuk menyampaikan
pengaduan maupun meminta penjelasan dan arahan teknis.

5.2. Desain Kerangka Advokasi


Advokasi secara umum dipahami sebagai sebuah upaya yang sistematik,
terarah dan terpadu yang dilakukan secara sadar dan terus menerus untuk merubah
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

dan/atau memperbaiki suatu keadaan dari yang tidak baik saat ini/sekarang, menjadi
lebih baik kedepannya/masa mendatang. Sasaran advokasi, umumnya meliputi dua
hal penting yakni:
1. Perubahan pada substansi atau materi kebijakan
2. Perubahan pada perilaku atau kebiasaan yang sudah ada27.
Advokasi, sebagaimana yang telah dijelaskan teori dan praktek yang ada
selama ini, terbagi dalam dua jalur besar yakni:
1. Advokasi Litigasi.
Advokasi litigasi berkaitan dengan proses hukum atau kebijakan
2. Advokasi Non Litigasi.
Advokasi non litigasi berkaitan dengan proses sosial atau politik.

27
Pelayanan Publik dalam Persepsi Masyarakat, Hasil Survey Persepsi Masyarakat dengan Metode CRC di 5
Daerah. Hal 210. Bappenas RI-Kemitraan, 2008
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card
Pemantauan Pelayanan Publik Di Kota Bandung Dalam Rangka Pencegahan Korupsi
Lewat Metode Survey Citizen Report Card

DAFTAR PUSTAKA
1. Tabloid Lesung, III/04 November, 2004, FPPM, Bandung
2. Kertas Posisi Masyarakat Peduli Pelayanan Publik (MP3), 2006, Yappika,
Jakarta
3. Buku Pelayanan Publik Dalam Persepsi Masyarakat, Hasil Survey Persepsi
Masyarakat Dengan Metode Citizen Report Card di Lima Daerah Di Indonesia
(Kota Denpasar, Kabupaten Jembrana, Kabupaten Pemalang, Kota Magelang
dan Kabupaten Indramayu), 2008, BAPPENAS - Kemitraan, Jakarta
4. Buku Membangun Sistem Integritas Dalam Pemberantasan Korupsi Di Daerah
(Catatan Atas Pengalaman Pengawalan Rencana Aksi Daerah Pemberantasan
Korupsi (RAD PK) dan Pelaksanaan Citizen Report Card (CRC) di Lima Daerah,
Desember 2008, BAPPENAS – Kemitraan, Jakarta
5. Buku Selayang Pandang Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Pada Badan
Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Bandung
6. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) dari Badan
Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Bandung, 2010, Bandung
7. Dokumen Rencana Kerja Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota
Bandung, 2011, Bandung
8. Lampiran Peraturan Walikota Bandung No. 550 Tahun 2008 tentang Prosedur
Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PPTSP)
9. Dokumen Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kota Bandung Tahun 2009 –
2013
10. Dokumen Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Dinas
Pendidikan Kota Bandung, 2009, Bandung
11. Lampiran I Kep. Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung No. 422.1/1209-
Sekrt/2010 tentang Petunjuk Teknis Penerimaan Peserta Didik Baru Pada TK,
Raudhatul Athfal, Sekolah dan Madrasah Tahun Pelajaran 2010/2011 Di Kota
Bandung, 2010, Bandung
12. Lampiran I dari Perwal Bandung No. 570 Tahun 2009 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Penyaluran/Pemberian Dana Hibah Kependidikan Untuk Siswa
dan Warga Belajar di Kota Bandung Tahun Anggaran 2009
13. Pelayanan Publik dalam Persepsi Masyarakat, Hasil Survey Persepsi
Masyarakat dengan Metode CRC di 5 Daerah. Hal 210. Bappenas RI-
Kemitraan, 2008

You might also like