You are on page 1of 14

Rapid sequence intubation pada neonatus (rangkaian prosedur cepat yang

mendahului intubasi pada neonatus)

Ringkasan

Rapid sequence intubation (RSI) adalah pre-medikasi sebelum intubasi, yang


termasuk atropin, sedativa, dan pelemas otot. Rapid sequence intubation sering
dilakukan pada neonatus, mengingat evidence yang menunjukkan kalau prosedur ini
aman dan efektif. Pada neonatus yang menerima intubasi endotrakeal mengalami
apneu dan aritmia jantung, tersumbat atau nerkurangnya aliran udara nasal,
peningkatan tekanan darah sistolik, penurunan frekuensi jantung dan tekanan oksigen
trasnkutis. Bayi juga bisa mengalami peningkatan tekanan pada fontanela mayor yang
bisa menempatkan mereka pada resiko perdarahan intraventrikular yang lebih besar.
Rapid sequence intubation telah memperlihatkan kondisi intubasiyang lebih baik,
seperti pergerakan yang minimal dari bayi dan visualisasi jalan napas yang lebih
jelas. Bayi-bayi yang menerima prosedur ini dapat diintubasi dua kali lebih cepat
ketimbang yang tidak. Bayi yang menerima premedikasi juga hanya mengalami
sedikit perubahan frekuensi jantung. Rapid sequence intubation neonatus dapat
dengan mudah dan aman dilakukan. Penelitian di masa yang akan datang baiknya
terfokus pada kombinasi medikasi terbaik pada Rapid sequence intubation. Kata
kunci : endotrakeal, intubasi, medikasi untuk intubasi, neonatal, Rapid
sequence intubation

Rapid sequence intubation digambarkan pda literatur sebagai syarat yang harus
dipenuhi dalam merawat pasien dekompensasi di bagian gawat darurat. Rapid
sequence intubation dimaksudkan untuk menginduksi hilangnya kesadaran,
melemaskan otot, sehingga ventilasi tekanan positif tidak dibutuhkan sebelum
intubasi. Ini penting pada pasien yang tidak berpuasa sebab adanya resiko aspirasi.
Rapid sequence intubation biasanya menggunakan 2 tipe medikasi: agen induksi
(digunakan sebagai sedativa) dan agen block otot (digunakan untuk melumpuhkan
pasien). Rapid sequence intubation umum dilakukan pada pasien dewasa dan pasien
pediatri. Namum, pada mayoritas neonatal intensive care unit (NICU) hanya sedikit
bahkan tidak ada intubasi endotrakeal dilakukan dengan menggunakan sedaiva,
bahkan lebih sedikit lagi NICU yang menggunakan RSI. Penggunaan RSI di NICU
tidak saja menurunkan efek samping yang paling sering terjadi pada bayi yang sadar
selama prosedur intubasi berlangsung, tetapi juga secara etis manusiawi dan
bertanggung jawab. Tujuan tulisan ini adalahntuk mengevaluasi pengobatan yang ada
sekarang terkait intubasi neonatus berikut aspek farmakologinya. Algoritma intubasi
neonatus akan ditampilkan (gambar 1)

Intubasi endotrekeal adalah tindakan yang umum di NICU. Biasanya neonatus tidak
diberikan remedikasi sebelum intubasi. Karena intubasi endotrakeal, banyak neonatus
yang mengalami adverse effect (efek yang berlawanan dengan hasil yang
diharapkan). Efek samping yang sering didapatkan pada neonatus yang sadar selama
intubasi adalah desaturasi oksigen dan bradikardi. 3 Merunut pada petunjuk resusitasi
neonatus, percobaan intubasi endotrakeal pada neonatus terbatas hanya dalam 20
detik saja. Namun, intubasi biasanya tidak berhasil dan keberhasilan biasanya baru
dicapai setelah 20 detik. Disamping itu, efeksamping yang berlawanan termasuk
bradikardi dan desaturasi oksigen dapat timbul dalam 2 – 55 detik.

Indikasi intubasi

Intubasi endotrakeal adalah tindakan menempatkan laringoskop ke dalam mulut dan


memasukkan endotrakeal tube ke dalam laring untuk memungkinkan ventilasi
mekanik atau pemberian pengobatan seperti surfaktan. Endotrakel tube dapat
dimsukkan melalui mulut ataupun hidung.
Gambar 1
Elektif = tindakan yang
Intubasi neonatal yang
menguntungkan bagi pasien,
Elektif atau semi-elektif
tetapi tidak terlalu mendesak

Akses IV Tanpa akses IV

Ventilasi/oksigenasi adekuat dengan bag


Atropin IV 0,01-0,03 mg/kg dosis
mask ventilation
minimum 0,1 mg

Fentanyl IV 2-3 ug/kg per dosis


Ya Tidak

Buat IV
Vecuronium IV 0,1 mg/kg per dosis

Intubasi adekuat

Sedasi dan paralisis Sedasi atau paralisis


adekuat tidak efektif

Pertimbangkan medikasi IM

Pasien diintubasi IV sukses?


Atropin IM 0,001-0,003 mg/kg per
dosis, dosis minimum 0,1 mg per
dosis

Ya Tidak

Fentanyl IV 2-3 ug/kg per dosis Morfin IM 0.1-0.2 mg/kg per dosis

Suksinilkolin IM 2,5-4 mg/kg per dosis

Algoritma rapid sequence intubation, IM= intra muskular, IV= intravena

Resiko

Intubasi endotrakeal bukannya tanpa resiko. Neonatus menunjukkan respon fisiologis


terhadapa tindakan intubasi. Intubasi endotrakeal adalah tindakan yang
mengakibatkan nyeri. Meskipun tidak dapat menunjukkan respon yang sama seperti
yang ditunjukkan oleh orang dewasa, tetapi baik bayi aterm maupun preterm juga
merasakan sakit. Nyatanya, bayi prematur dan bayi baru lahir mungkin mengalami
peningkatan sensitivitas dibandingkan dengan bayi yang lebih tua dan kelompok
umur lainnya.4 Tambahan, bayi preterm yang merasakan nyeri mungkin mengalami
periode hiperalgesia yang mungkin menjadi nyeri kronik ketika bayi terexpose
dengan stimuli yang tidak berbahaya. Perubahan fisiologis yang timbul selama nyeri
mungkin berhubungan dengan perdarahan intraventrikular atau leukomalasia
paraventrikular.5

Prosedur fisik intubasi endotrakeal juga dapat menyebabkan efek samping mekanis.
Bayi yang melewati intubasi dapat mengalami apneu dan aritmia jantung, penurunan
hingga obstruksi aliran udara nasal, peningkatan tekanan darah sistolik, penurunan
frekwensi jantung dan tekanan oksigen transkutis. 6 Bayi juga dapat mengalami
peningkatan tekanan pada fontanela anterior, yang menempatkan mereka dalam
resiko perdarahan intraventikular yang lebih besar.8

Luasnya penerapan

Sarker et al2 mengevaluasi penggunaan premedikasi untuk intubasi neonatal di


amerika serikat. Kuesioner dikirimkan kepada 100 direktur neonatologi dengan
“established fellowship programs”. 78 individu merespon dan 34 responden
melaporkan selalu menggunakan premedikasi untuk intubasi endotrakeal. Dari 34,
hanya 19 yang mempunyai prosedur tetap. Obat yang paling sering digunakan adalah
morfin dan fentanil. 14 dari responden melaporkan menggunakan pelumpuh otot dan
sedativa, dan hanya 9 dari responden yang menggunakan kombinasi pelumpuh otot,
atropin dan sedativa.

Whyte et al9 mengevaluasi penggunaan premedikasi pada intubasi endotrakeal


neonatus di united kingdom (inggris). Survey via telepon menghubungi 241 unit dan
99% berpartisipasi dalam survey. Dari 239 unit, 84 memberikan sedativa sebelum
intubasi. Dari 84 unit, hanya 34 yang memiliki prosedur tetap. Obat yang paling
sering digunakan adalah morfin. Dari semua unit yang memberikan premedikasi, ada
19 yang memberikan pelumpuh otot, dan suxamethonium adalah obat yang
digunakan oleh 10/19 unit, dan 50% dari unit ini juga menggunakan atropin. Secara
keleruhan 37% NICU di inggris memberikan sedativa sebelum intubasi.

Medikasi

Banyak medikasi yang digambarkan dalam literatur sebagai premedikasi intubsi


endotrakeal. Kategori medikasi seperti berikut: regimen antikolinergik untuk
mencegah bradikardi, agen induksi termasuk opioid, benzodiazepin untuk relaksasi,
anastesi umum untuk mengurangi nyeri, dan pelumpuh otot.

Antikolinergik

Atropin (tabel 1) adalah antokolinergik yang digunakan untuk mencegah refleks


bradikardi pada neonatus terkait intubasi endotrakeal. Refleks bradikar muncul
karena vagal response yang berlebihan. Respon ini dapat timbul karena hipoksia,
stimulasi vagus, atau medikasi yang diberikan selama intubasi. 10 Atropin
meningkatkan cardiac output, dan membantu mengurang sekresi nasal dan oral.

Opioid

Opioid adalah obat yang sering digunakan dalam penanganan nyeri pada neonatus.
Obat yang umumnya digunakan dalam prosedural intubasi adalah morfin. 9 Opioid
dapat dengan mudah diperoleh, dan perawat dan dokter juga sudah familiar dengan
pemberian berikut dosisnya. Fentanyl, morfin sulfat dan remifentanil adalah obat-obat
opioid yang digunakan dan sering dilaporkan dalam literatur digunakan untuk
intubasi. Obat-obat ini juga menyebabkan sedasi.
Tabel 1, Obat Anti kolinergik
Obat Anti kolinergik Dosis Cara pemberian Onset kerja Durasi kerja

Dosis < 0,1 mg 2-4 menit Waktu paruh;


dapat 6,9 ± 3 jam
menyebabkan
bradikardi
paradoxik

Fentanyl dan remifentanil tidak hanya memiliki onset yang cepat, tetapi juga resiko
tinggi kekakuan dinding dada pada neonatus, hal ini harus dipertimbangkan ketika
akan memberikan pengobatan.11 Pengguaan pelumpuh otot bisa mencegak kekakuan
otot dada obat ini harus diberikan IV secara lambat untuk menurunkan resiko
kekakuan otot.11

Morfin (tabel 2) memberikan efek dalam 5 menit pemberian tapi efek maksimal
dicapai dalam 30 menit, oleh karenanya, bayi tidak akan menerima efek analgetik
yang adekuat ketika morfin diberikan.12 Sebuah studi membandingkan remifentanil
dan morfin didapatkan bahwa kondisi intubasi yang baik termasuk mudahnya
laringoskopi, plika vokalis yang terbuka, dan relaksasi rahang yang penuh lebih
mudah didapatkan pada grup yang menerima remifentanil.12 Intubasi dicapai pada
percobaan pertama. Pada ke dua grup, tidak ada perbedaan dalam stabilitas
hemodinamik dan efek analgesik dan tidak ada efek berlawanan ditemukan.

Benzodiazepin

Midazolam (tabel 3) adalah benzodiazepin yang menyebabkan sedasi dan amnesi


sebelum prosedur invasif. Biasanya digunakan kombinasi dengan medikasi lain.
Tabel 2, Opioid

Dosis Cara pemberian Onset kerja Durasi kerja

IV, lambat Kekakuan otot segera


skelet dan dada

IV Depresi Waktu paruh 7,6


(bebas pengawet) pernapasan jam pada aterm
dan preterm
IV, lambat Kekakuan otot
skelet dan dada

IV = intravena

Onset kerjanya cepat, dan salah satu keuntungannya adalah dapat diberikan via nasal
dengan absorbsi yang cepa dari selaput mukosa.11 Ini memungkinkan pemberian
midazolam pada bayi yang tanpa jalur IV.

Table 3, Benzodiazepin

Dosis Cara pemberian Onset kerja Durasi kerja

IV secra lambat, Depresi napas


intranasal

Taddio dan Ohlsson13 menemukan tidak ada bukti untuk mendukung penggunaan
midazolam sebagai sedativa IV untuk neonatus. Bayi yang menerima midazolam di
rawat inap lebih lama dan banyak efek samping berlawanan termasuk kelajadian
neurologis seperti perdarahan intraventrikular grade III-IV, leukomalasia
periventrikular bahkan kematian.13

Anastesi umum

Anastesi umum biasa digunakan dalam RSI pada pasien dewasa dan pediatri.
Meskipun demikian, penggunaannya telah dibatasi pada neonatus karena sulitnya
mengeluasi berbagai medikasi.
Etomidat adalah anastesi umum yang diberikan via IV selama 30-60 detik dan onset
kerjanya 30-60 detik. Durasi kerjanya 2-3 menit. Meskipun demikian, telah diajukan
bahwa efek sampingnya adalah ipotensi dan supresi adrenokortikal. Dalam kajian
terdahulu, 100 pasien pediatri dengan umur rata-rata 4,4 tahun, mulai dari 1 bulan
hingga umur 9,7 tahun, etomidat tidak ditemukan mempunyai supresi
adrenocortocoid yang signifikan dan insiden hipotensi yang bermakna secara klinis
tidak adalah rendah. Tetapi, studi ini mengevaluasi anak-anak di instalasi emergensi
dan tidak spesifik terhadap neonatus.

Table 4, Anastesi umum

Dosis Cara pemberian Onset kerja Durasi kerja

Infus perlahan Dapat


IV,dapat diberikan menyebabkan
selama 10-60 hipotensi, dan
menit menurunnya curah
jantung

Anastesi umum lain yang digunakan untuk RSI pada dewasa adalah propofol. Obat
ini sangat menguntungkan karena memudakan pasien untuk bernapas spontan.
Namun, obat ini tidak dianjurkan untuk prosedur intubasi atau sedasi anak di bawah
umur 3 tahun dikarenakan studi yang menunjukkan meningkatnya jumlah kematian
pasien di pediatrik intensif care jika diberikan propofol, dibandingkan dengan obat
lain.15 Satu studi belakangan ini mengevaluasi bayi yang diberikan salah satu dari
propofol untuk premediksi atau morfin, atropin dan kombinasi suxamethonium. Total
subjek studi adalah 63 orang dan umur kehamilan rata-rata 27-28 minggu. Bayi yang
menerima propofol mendapat intubasi yang sukses dua kali lebih cepat dibanding
pemberian morfin, atropin dan kombinasi suxamethonium. Ketika membandingkan
ke dua grup, tekanan darah dan frekuensi jantung tidak begitu berbeda. Manum, grup
yang menerima morfin, atropin dan kombinasi suxamethonium mengalami
peningkatan desaturasi oksigen jika dibandingkan dengan grup yang menerima
propofol. Dari ke dua grup tidak tercatat adanya efek samping berlawanan.

Thiopental (tabel 4), sebuah anastesi umum, telah dipelajari dalam percobaan klinis
diberikan pada neonatus untuk intubasi nasotrakeal. Percoban klinis random yang
terkontrol dilaksanakan dan 30 bayi menerima 6 mg/kg thiopental atau saline semenit
sebelum dilakukan intubasi. Bayi yang menerima thiopental menunjukkan frekuensi
jantung dan tekanandarah yang lebih stabil dibanding bayi yang menerima saline.
Saturasi oksigen tidak berbeda secara bermakna pada ke dua grup, dan bayi yang
menerima thiopental diintubasi dalam waktu yang secara signifikan lebih cepat.16

Sevoflurane adalah medikasi inhalasi, maka penggunaannya secara rutin dibatasi di


NICU. Namun, dalam studi yang mengevaluasi 32 bayi, bayi menerima sevoflurane
atau tidak sama sekali sebelum intubasi. Mereka yang menerima sevoflurane
mendapat efek samping berlawanan yang tidak terlalu parah bila dibandingkan
dengan kelompok kontrol. Pada grup kontrol ditemukan insiden tinggi desaturasi
oksigen, hipertensi dan bradikardi. Kemudian, grup studi dapat dengan mudah
diintubasi dangan gerakan bayi yang minimal sampai nihil, dan visualisasi glottis
yang lebih baik dan secara umum tingkat kegagaln lebih rendah pada grup studi.17
meskipun medikasi ini mungkin terbukti efektif untuk premedikasi pada neonates
sebelum intubasi, tetapi penggunaannya secara klinis dibatasi.

Paralitik

Seperti yang telah dilaporkan, obat-obat pelumpuh otot jarang digunakan dalam
intubasi neonatal.2 Ketika obat paralitik digunakan, obat-obat yang sering digunakan
seperti suksinilkolin, pancuronium, dan veruconium. Saat digunakan untuk
premedikasi, paralitik harus dikombinasi dengan sedativa dan analgesik.
Suksinilkolin mempunyai onset kerja yang paling cepat dengan durasi kerja yang
paling singkat, karena suksinilkolin obat pelumpuh depolarisasi neuromuscular otot.
Suksinilkolin cepat dimetabilisme, dan dengan demikian durasi kerjanya hanya
bertahan 5-6 menit saja. Efek berlawanan yang didapat pada pemberian suksinilkolin
adalah bradikadi, meskipun demikian, ketika diberikan bersama dengan atropine,
kemungkinan munculnya bradikardi dapat dikurangi.10 Suksinilkolin tidak bolh
diberikan pada pasien dengan kadar potassium serum lebih dari 5,5 mEq/L karena
adanya peningkatan resiko hiperkalemia dengan pengobatan ini.11

Pancuronium (table 5) mempunyai durasi kerja yang paling lama, dan salah satu efek
yang paling terkemuka adalah takikardi. Vecuronium memiliki durasi kerja yang
lebih pendek dari pancuronium. Vecuronium harus dicampur dahulu dari bentuk
bubuk sebelum pemberian.

Table 5, Pelumpuh otot

Dosis Cara pemberian Onset kerja Durasi kerja

IV, cepat Resiko bradikardi


IV, cepat Takikardi,
hipertensi
IV, cepat Gunakan air steril
untuk dilusi,untuk
injeksi

Tinjauan literatur

Sebuah studi mengevaluasi jumlah kebutuhan perlakuan intubasi endotrakeal setelah


dilakukan premedikasi. Total sebanyak 269 intubasi endotrakeal pada neonatus
setelah memberikan protab premedikasi seperti atropine, fentanyl, dan suksinilkolin. 18
Dari 269 intubasi, total sebanyak 253 dilakukan dengan regimen premedikasi. 194
intubasi dilakukan tanpa cedera, 28 intubasi membutuhkan 2 kali percobaan sebelum
berhasil, 22 intubasi memerlukan beberapa percobaan (lebih dari 2 kali) sebelum
berhasil, dan 9 intubasi dilakukan kembali dengan endotrakeal tube yang lebih kecil.
Penulis menyimpulkan bahwa premedikasi selain aman dan efektif untuk neonatus,
juga menusiawi.18
Studi yang lain mengevaluasi jumlah percobaan intubasi dan waktu yang dibutuhkan
untuk intubasi yang berhasil pada beonatus yang diberikan premedikasi untuk
menentukan apakah jumlah percobaan dan durasi waktu yang dibutuhkan
berkurang.19 intubasi neonatus sering membutuhkan beberapa percobaan sebelum
intubasi yang sukses tercapai. Hal ini banyak ditemukan di rumah sakit karena tenaga
kesehatan yang kurang terlatih yang mencoba melakukan intubasi. Studi ini
mengevaluasi 20 bayi secara random yang diintubasi dengan pemberian morfin,
atropine dan suxamethonium sebelumnya atau dilakukan “intubasi secara sadar” yaitu
intubasi tanpa premedikasi. Bayi yang menerima RSI diintubasi dalam rata-rata 60
detik, sedangkan kelompok yang tidak selama 595 detik. Bayi-bayi yang tidak
dipremedikasi juga mengalami penurunan frekuensi jantung yang signifikan
krtimbang kelompok yang menerima premedikasi.

Anjuran untuk RSI

Tidak ada studi spesifik yang mengevaluasi rangkaian pengobatan untuk premedikasi
untuk kepentingan intubasi neonatus. Berikut adalah anjuran untuk tindakan
pendahuluan sebagai premedikasi yang terbukti efektif pada elektif maupun semi-
elektif.

Atropine harus diberikan secara IV, dengan dosis 0,001-0,003 mg/kg, dosis minimum
0,1 mg. Dikarenakan pemberian atropine didapatkan sedikit peningkatan frekuenasi
jantung dikarenanakan penurunan kerja system parasimpatis bayi, sementara system
simpatis meningkat. Kemudian, otot polos bronkus akan berelaksasi.20 Setelah
prmberian atropine, fentanyl dan opioid juga harus diberikan 2-3 ug/kg per dosis.
Dapat diberikan via IV, karena pelumpuh otot akan diberikan segera dan ini akan
saling meniadakan kekakuan otot-otot dinding dada. Pengobatan ke tiga adalah
veruconium dengan dosis 0,1 mg/kg via IV. Kebanyakan bayi akan mengalami efek
sedasi dan paralisis secara adekuat engan regimen ini. Jika bayi masih juga bergerak,
dosis tambahan fentanyl dan veruconium dapat diberikan jika dibutuhkan.
Untuk bayi tanpa akses IV tetapi dioksigenasi secara adekuat dengan bag/mask
ventilation, waktu seperlunya dapat digunakan untuk membuat akses IV perifer untuk
kepentingan pemberian RSI. Tenaga medis yang terlatih harus mengunakan akses IV
sebelum intubasi untuk memberikan analgesik. Umumnya bayi yang tidak
mendapatkan akses intra vena kebanyakan adalah bayi prematur. Bayi-bayi ini akan
mendapatkan banyak keuntungan dengan RSI

Untuk bayi yang tidak dapat dibuatkan akses IV, kombinasi obat intramuscular dapat
digunakan. Atopin diberikan terlebih dahulu dengan dosis 0,01 mg/kg per dosis, dosis
minimum 0,1 mg dalam sekali pemberian, fentanyl 2-3 ug/kg berat badan per dosis
secara intra muscular atau morfin 0,1-0,2 mg/kg per dosis harus diberikan kemudian,
diikuti dengan pemberian suksinilkolin 2,5-4 mg/kg setiap dosis juga secara intra
muscular. Atropine harus diberikan bersama-sama dengan suksinilkolin untuk
membantu mencegah bradikardi.21 Tidak ada studi yang mengevaluasi penggunaan
pengobatan premedikasi ini secara intra muskular.

Saat pengobatan premedikasi RSI diberikan, semua anggota tim harus bersiap untuk
memberikan ventilasi dengan bag/mask pada bayi, atau dengan segera melakukan
intubasi. Komunikasi antar semua tim harus lancar dan harus siap untuk memberikan
dukungan penuh pada si bayi. Naloxone, adalah sebuah antagonis opioid dapat
diberikan 0,1 mg/kg per dosis untuk membalikkan efek depresi pernapasan yang
disebabkan oleh opioid jika jalan napas tidak mampu diamankan.

Kontraindiksi untuk RSI adalah bayi dengan anomaly jalan napas, atau anomaly
wajah, yang karenanya maka pemasangan endotrakeal tube menjadi sulit atu bahkan
mustahil yang mungkin dapat menghambat bayi untuk bernapas secara spontan.
Kemudian, RSI tidak diindikasikan jika staff yang melakukan tindakan tidak terlatih,
atau jika tidak ada staff yang terlatih dalam melakukan intubasi.

Alasan untuk tidak melakukan premediasi


Mungkin dapat disimpulkan bahwa alas an untuk tidak melakukan premedikasi
adalah tidak terbiasa atau tidak siapnya tenaga medis dengan prosedur ini. Bayi yang
paralisis tidak dapat bernapas secara spontan, oleh karena itu pemasangan endotrakeal
tube yang adekuat harus dilakukan, untuk membuat jalan napas. Ini mungkin kurang
nyaman bagi praktisi, namun litertur belum pernah menuliskan kasus kematian yang
disebabkan gagalnya mengamankan jalan napas. Meskipun dapat dilakukan,
kebanyakan bayi dapat diventilasi dengan bag atau mask dan mereka yang tidak,
dapat dilakukan pemasangan laryngeal mask (bayi dan yang beratnya > 1,5 kg). alas
an lain kurangnya pemberian premedikasi adalah kurangnya pemahaman akan
keuntungan tindakan ini bagi bayi.

Pemahaman sangat penting bagi seorang tenaga medis yang akan melakukan RSI.
Tenaga medis yang mempersiapkan pengobatan, memberikan pengobatan, dan
melakukan tindakan intubasi harus waspada dengan efek samping dan harus
mengetahui dosis yang tepat dari pengobatan. Kenyamanan dalam bekerja dapat
dicapai dengan edukasi yang baik dan pengalaman di lapangan.

Penelitian di masa yang akan dating

Banyak studi yang menunjukkan tindakan RSI pada neonatus dapat dilakukan dengan
sukses dan aman. Penelitian-penelitian selanjutnya perlu mngevaluasi obat-obat
terbaik yang dapat memberikan analgesia, sedasi, dan paralisis dengan efek samping
yang paling minimal. Banyak studi yang dilakukan dengan membandingkan satu obat
dengan yang lainnya, tetapi studi terkontrol dengan sampel random untuk
mengevaluasi kombinasi obat-obat sangat penting untuk mengetahui pengobatan
yang terbaik untuk RSI pada neonatus.

Kesimpulan

Rapid sequence intubation pada neonatus dapat dicapai dengan mudah dan sukses.
Meskipun RSI menguntungkan, banyak NICU di inggris dan amerika yang tidak
melakukn RSI secara rutin.2,9 Meskipun banyak komplikasi intubasi pada bayi yang
sadar seperti desaturasi oksigen dan bradikardi, dan pemahaman bahwa intubasi
endotrakeal adalah prosedur yang menyebabkan nyri baik pada dewasa, anak-anak
dan neonatus,5,6 banyak praktisi yang merasa tidak nyaman dengan tindakan
premedikasi sebelum melakukan intubasi. Edukasi lebih jauh masih dibutuhkan bagi
praktisi, agar memahami tentang amannya premedikasi dan pentingnya premedikasi
sebelum tindakan intubasi.

Rapid sequence intubation pada neonatus telah terbukti mengurangi jumlah


percobaan intubasi dan menurunkan jumlah waktu yang dibutuhkan untuk intubasi.
Rapid sequence intubation pada neonatus merupakan prosedur yang aman dan
manusiawi dalam melakukan prosedur pada neonatus.

You might also like