You are on page 1of 119

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Terong belanda masih belum banyak dibudidayakan secara besar-besaran,

kebanyakan hanya di tanah pekarangan rumah atau sebagai tanaman naungan.

Terong belanda merupakan tanaman jenis terung-terungan dari famili Solanaceae.

Terong belanda tumbuh di Indonesia hanya pada beberapa daerah terutama di

Berastagi Kabupaten Karo Sumatera Utara. Terong belanda merupakan tanaman

yang bernilai komersial sehingga perlu dikembangkan baik kualitas maupun

kuantitasnya.

Produksi terong belanda di Indonesia banyak terdapat di daerah dataran

tinggi yang memiliki kondisi cuaca yang cocok untuk pertumbuhan buah terong

belanda. Sentra produksi terong belanda terdapat di dataran tinggi Brastagi,

Sumatera Utara. Buah terong belanda yang dikembangkan di Sumatera Utara

merupakan salah satu buah yang memiliki masa depan dan bisa menembus pasar

lokal maupun internasional. Dataran tinggi Tana Toraja di Makasar juga

merupakan salah satu penghasil buah terong belanda. Sedangkan untuk di Pulau

Jawa, produksi terong belanda dapat ditemukan di daerah Ciwidey dan

Pangalengan, Kabupaten bandung, serta di daerah dataran tinggi Dieng. Pada

umumnya petani bisa memanen terung belanda sepanjang tahun. Dalam setahun,

satu pohon terong belanda bisa menghasilkan kira-kira 70 kg buah.

Mutu buah-buahan dan sayur-sayuran tidak dapat diperbaiki, tetapi dapat

dipertahankan. Mutu yang baik diperoleh bila pemanenan hasilnya dilakukan pada

tingkat kemasakan yang tepat. Menentukan tingkat kematangan buah pada saat
2

panen akan sangat menentukan kualitas dan kuantitas hasil, dan juga sangat

berpengaruh pada penanganan pasca panen buah. Penentuan tingkat buah yang

tepat akan sangat nyata mengurangi kemerosotan kualitas buah yang dipanen

Komoditas terong belanda ini mempunyai sifat yang mudah rusak

terutama karena kondisi penyimpanan yang tidak baik seperti suhu penyimpanan

dan tidak adanya aliran udara yang menyebabkan terjadinya akumulasi panas, air

dan gas sehingga dapat mempercepat kehilangan senyawa-senyawa potensial

dalam buah terong belanda.

Pendinginan dapat memperlambat kecepatan reaksi-reaksi metabolisme, di

mana pada umumnya setiap penurunan suhu 8oC kecepatan reaksi akan berkurang

menjadi kira-kira setengahnya. Karena itu penyimpanan bahan pangan pada suhu

rendah dapat memperpanjang masa hidup dari jaringan-jaringan di dalam bahan

pangan tersebut. Hal ini disebabkan bukan hanya karena keaktifan respirasi

menurun, tetapi juga karena pertumbuhan mikroba penyebab kebusukan dan

kerusakan dapat dihambat.

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis mencoba meneliti tentang

“ Pengaruh Tingkat Kematangan dan Lama Penyimpanan terhadap Mutu Buah

Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Pada Penyimpanan Suhu Ruang dan

Suhu 10°C”.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pangaruh tingkat

kematangan dan suhu penyimpanan terhadap mutu buah terong belanda selama

penyimpanan.
3

Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah sebagai sumber data dalam penyusunan

skripsi di Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas

Sumatera Utara, Medan dan sebagai sumber informasi dalam upaya

mempertahankan mutu buah terong belanda selama penyimpanan.

Hipotesa Penelitian

Ada pengaruh tingkat kematangan dan lama penyimpanan serta interaksi

anatara tingkat kematangan dan lama penyimpanan terhadap mutu buah terong

belanda.
4

TINJAUAN PUSTAKA

Terong Belanda

Tamarillo atau terong belanda (Cyphomandra betacea) merupakan

tanaman yang sangat populer di New Zealand. Tanaman ini termasuk keluarga

Solanaceae yang berasal dari Peru dan masuk ke negara Indonesia dikembangkan

antara lain di Bali, Jawa Barat dan Tanah Karo Sumatera Utara. Buah ini

bentuknya bulat dengan rasa yang merupakan kombinasi antara rasa tomat dan

rasa jambu biji. Hal ini menyebabkan buah ini banyak di sukai masyarakat

(Kumalaningsih dan Suprayogi, 2006)

Pohon tamarillo mempunyai akar yang dangkal, pohonnya kecil setengah

berkayu, tidak memerlukan perawatan ang sulit dan belum banyak dibudidayakan

secara masal melainkan tumbuh iar di kawasan hutan. Kandungan gizi tamarillo

sangat bagus karena mangandung antosianin, beta-karoten, vitamin A, vitamin

B6, vitamin C dan vitamin E dan juga kaya akan zat besi dan potassium tetapi

rendah kandungan natriumnya (Kumalaningsih dan Suprayogi, 2006).

Tamarillo bersifat non-klimakterik dengan produksi CO 2

(10 -12 ml CO2/kg/jam) pada suhu 20oC, pH berkisar antara 3,17 – 3,80, relatif

humidity optimal antara 90-95 %, ethilen yang dihasilkan termasuk rendah yaitu

kurang dari 0,1 μL/kg/jam pada suhu 20oC dan tingkat sensitivitasnya terhadap

perlakuan etilen tergolong sedang (Kader, 2001).

Terong belanda lebih dikenal dengan nama tamarillo dan dapat

diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kategori atas dasar tipe buahnya yaitu tamarillo

merah, tamarillo kuning emas dan tamarillo kuning.


5

Tamarillo merah

Tamarillo merah merupakan buah yang memiliki kulit merah, dan

merah gelap disekitar bijinya. Sisa daging berwarna kuning emas. Rasa manis bau

yang enak terutama yang berukuran kecil sehingga memungkinkan pemanfaatan

sebagai bahan baku untuk sirup, sari buah, permen dan juga tablet effervescent.

Tamarillo kuning emas

Jenis ini mempunyai warna kulit kunig emas kemerah-merahan dan tidak

ada warna disekitar biji sedangkan sisa dagingnya berwarna kuning keemasan.

Terong yang kuning emas ini lebih manis, tetapi baunya kurang tajam dan mudah

rusak bila dibandingkan yang berwarna merah. Tetapi warnanya yang kuning

keemasan dan rasanya yang manis sangat disukai untuk sari buah.

Tamarillo kuning

Jenis tanaman ini mempunyai warna kulit yang terang dan daging di

sekitar biji kuning emas. Merupakan jenis tamarillo yang mempunyai buah paling

besar dibandingkan terong merah dan yang kuning keemasan.

Adapun kedudukan tanaman tamarillo dalam taksonomi tumbuhan adalah

sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophita

Sub-divisio : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Solanales

Genus : Cyphomandra

Spesies : Cyphomandra betacea


6

Tamarillo merupakan tanaman yang memiliki perakaran yang dangkal dan

mudah rusak sehingga apabila terkena angin keras akan mudah tumbang. Batang

dari tanaman ini pendek, sekitar 3 meter, setengah berkayu, bercabang dan cabang

yang mudah sekali rusak (Kumalaningsih dan Suprayogi, 2006).

Terong belanda hidup di daerah pegunungan pada ketinggian 500 hingga

1000 meter di atas permukaan laut dengan suhu 20 hingga 27 oC. Di dataran

rendah, pohon terong belanda tidak mampu berbunga, sedangkan udara sejuk

dapat mendorong pembungaan. Oleh karena itu, tanaman ini berubah matang pada

musim dingin di daerah tropik buah matang sesudah terjadi udara dingin

(Sianturi, 2007).

Manfaat Terong Belanda

Ditinjau dari komposisi kimianya, buah tamarillo mempunyai komponen-

komponen vitamin antara lain vitamin A, C, E dan vitamin B6. Di samping itu,

mengandung serat terlarut dan juga mineral-mineral Fe dan kalsium yang lebih

lengkap dibandingkan dengan buah-buahan lainnya seperti pepaya dan wortel.

Oleh karena itu, buah tamarillo memunyai aspek fungsional yang cukup tinggi

bila digunakan sebagai sumber antioksidan alami

(Kumalaningsih dan Suprayogi, 2006).

Terong belanda biasanya dibuat jus atau sari buah. Minuman ini

sebaiknya disajikan setelah konsumsi makanan berlemak tinggi. Selain rasa

asamnya dapat membantu membuang lemak, komponen antioksidan mencegah

radikal bebas yang masuk melalui makanan berlemak, terutama yang dipanggang,

dibakar, atau digoreng.Warna terung belanda sangat menarik, memudahkan untuk


7

hadir dalam berbagai bentuk olahan, Seperti es krim, topping pada yoghurt, salad,

atau dibuat sayur.

Buah terong belanda dimanfaatkan menurut berbagai cara, seperti masakan

yang lezat dan makanan yang manis-manis. Buah mentah dapat digunakan untuk

masakan ‘chutney’, kari dan sambal, sedangkan buah matang untuk sirop, sup,

adonan pengisi (perut ayam, dan sebagainya) dan untuk rujak (Ginting, 2009) .

Komposisi Kimia Terong Belanda

Secara umum, komposisi kimia terong belanda dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan Gizi Buah Terong Belanda tiap 100 gram buah (mg)

Kandungan Nutrisi Terong Belanda mg/100 g

Vitamin A1 540 – 5600


Vitamin B1 0.03 – 0.14 mg
Vitamin B2 0.01 – 0.05 mg
Vitamin B6 0.01 – 0.05 mg
Vitamin C 15 – 42 mg
Vitamin E 2 mg
Niacin 0.3 – 1.4 mg
Potassium2 0.28 – 0.38
Sodium2 0
Kalsium 6 – 18 mg
Phosphorus 22 – 65 mg
Magnesium 16 – 25 mg
Besi 0.3 – 0.9 mg
Seng 0.1 – 0.2 mg
Protein 1.4 – 2 mg
Sumber : Clinical handbook, NZ Dietetic Assoc. Inc (1995) dalam Anonimous 2006 di dalam
Kumalaningsih dan Suprayogi, 2006
Catatan : 1 dinyatakan dalam µg, 2 dinyatakan dalam g

Kriteria Buah Siap Panen

Kriteria siap panen akan beragam untuk masing-masing jenis tanaman

hortikultura, karena organ hasil mungkin dipanen pada fase perkembangan organ

yang berbeda. Sebagai contoh, ada buah yang dipanen setelah matang masak atau
8

matang penuh, tetapi ada juga yang dipanen pada saat buah masih muda. Tanaman

buah-buahan umumnya dipanen setelah matang; sedangkan buah tanaman sayuran

dipanen pada berbagai fase perkembangnnya. Tomat dipanen pada saat matang

penuh atau matang hijau, tetapi dikonsumsi pada fase matang. Terong, ketimun,

labu, kacang-kacangan dipanen pada saat ukuran buah sudah relatif mendekati

maksimum tetapi biji belum berkembang penuh (Lakitan, 1995).

Menurut Pantastico (1993) penentuan umur panen dapat dilakukan sebagai


berikut :
a. Secara visual : dengan melihat warna kulit, ukuran, masih adanya sisa tangkai

diputik, adanya daun-daun tua dibagian luar yang kering, mengeringnya tubuh

tanaman dan penuhnya buah.

b. Secara fisik : mudahnya buah terlepas dari tangkai atau adanya absisi,

ketegaran, dan berat jenis.

c. Secara analisis kimia : kandungan zat padat, asam, perbandingan zat padat

dengan asam dan kandungan zat pati.

d. Secara perhitungan : jumlah hari setelah berbunga mekar dalam hubungannya

dengan tanggal berbunga dan unit panas.

e. Secara fisiologis : respirasi

Perubahan-Perubahan Yang Terjadi Pada Produk Setelah Dipanen

Produk-produk hortikultura yang telah dipanen/dipetik mengalami

sejumlah proses fisiologis dan biokimia sebagaimana disajikan pada Tabel 2.


9

Tabel 2 Perubahan-perubahan yang berlangsung di dalam produk hortikultura


setelah dipanen

Jenis perubahan Sifat Proses Arti Penting

Kehilangan air - Transpirasi Penampakan tidak menarik


- Evaporasi Perubahan tekstur,
kehilangan
berat, kisut

Konversi karbhidrat Enzimatik Pati ke gula : merugikan pada


kentang, berguna pada
pisang.
Gula ke pati:merugikan pada
jagung manis dan berbagai
bahan pangan

Rasa (flavour) Enzimatik Umumnya merugikan/namun


bermanfaat bagi buah pir,
kesemek, pisang, nanas dan
durian

Pelunakan - Enzimatik Pada umumnya merugikan,


- Transpirasi namun bermanfaat bagi buah
- Evaporasi pir dan pisang

Warna Pembentukan dan Dapat merugikan maupun


perombakan menguntungkan sejumlah
pigmen produk

Menjadi liat Pembentukan serat Merugikan pada seledri,


selada dan toge

Vitamin Enzimatik Bertambah vitamin A


Hilang vitamin C

Bertunas, berakar atau Pertumbuhan dan Merugikan pada kentang,

memanjang perkembangan bawang, asparagus dan toge

Busuk dan rusak - Patologis Merugikan pada semua


- Fisiologis produk hortikultura

Sumber : Zulkarnain, (2009)


10

Perubahan-Perubahan Yang Terjadi Selama Pematangan dan Penyimpanan

Selama proses pematangan dan penuaan buah akan terjadi beberapa

perubahan yaitu perubahan warna, perubahan tekstur, perubahan karbohidrat,

perubahan vitamin C dan perubahan berat

1. Perubahan warna

Perubahan warna adalah perubahan yang paling menonjol, pada waktu

pematangan, terjadi sintesa pigmen tertentu, seperti karotenoid dan flavonoid

disamping terjadinya degradasi perombakan klorofil. Buah mentah akan berwarna

hijau, matang fisiologi kuning kemerahan dan buah matang morfologi akan

berwana merah. Perubahan warna ini terjadi akibat degradasi senyawa klorofil

(Apandi, 1984).

Setelah panen buah klorofil mengalami degradasi, hal ini mengakibatkan

buah dan sayuran hijau menjadi kuning. Selain klorofil terong belanda juga

mensintesa pigmen antosianin setelah panen. Pembentukan antosianin ini

tergantung dari adanya cahaya dan suhu ruang penyimpanan

(Winarno dan Aman ,1989).

Penyimpanan buah-buahan yang mengandung pigmen merah atau ungu

yang terlalu lama menyebabkan beberapa jenis warna pigmen akan hilang dan

timbul warna merah kecoklatan dan akhirnya akan berubah menjadi coklat

(Muchtadi, 1992).

2. Perubahan tekstur

Zat-zat pektin terutama dilekatkan dalam dinding sel dan lamella tengah

dan berfungsi sebagai bahan perekat. Zat-zat itu merupakan tutunan asam

poligalakturonat dan terdapat dalam bentuk protopektin, asam-asam pektinat,


11

pektin dan asam pektat. Jumlah zat-zat pektat bertambah selama perkembangan

buah. Pada waktu buah menjadi matang, kandungan pektat dan pektinat yang larut

meningkat, sedangkan jumlah zat-zat pektat seluruhnya menurun. Selama

pematangan buah, terjadi 2 proses pada zat-zat pektin : depolimerisasi

(pemendekan rantai) dan deesterifikasi (penghilangan gugus metal dari

polimernya). Dengan perubahan pektin, ketegaran buah berkurang

(Pantastico, 1993).

Selama penyimpanan terjadi degradasi pektat, lignin, selulosa dan

hemiselulosa oleh aktivitas enzim pekti metal esterase dan poligalakturonase

dalam proses pematangan buah sehingga terjadi perubahan tekstur dari keras

menjadi lunak (Kartasapoetra, 1994).

3. Perubahan karbohidrat

Perubahan komponen kimia terbesar dalam pematangan adalah perubahan

karbohidrat yang menyebabkan perubahan rasa dan tekstur buah. Semakin matang

buah, semakin tinggi kadar gula. Karena gula merupakan zat yang dominan dalam

bahan padat yang terlarut pada buah maka tingkat kematangan sering ditentukan

dengan soluble solid (Purba dan Sitinjak, 1987).

Perubahan kuantitatif yang berkaitan dengan pemasakan umumnya

pemecahan polimer karbohidrat, khususnya perubahan pati menjadi gula.

Sedangkan penurunan TSS pada buah matang morfologi diduga karena

digunakannya gula-gula yang terkandung dalam buah untuk proses respirasi

sehingga tssnya menurun (Santoso dan Purwoko, 1995).


12

Total padatn terlarut meningkat selama proses pematangan pada tingkat

kematangan immature dan intermediate yaitu (7.40–8.6°brix) sedangkan pada

tingkat kematangan mature menurun hingga 8.4°brix (Soares et al., 2007).

Pada waktu kandungan pati menurun, kandungan sukrosa akan naik, dan

sukrosa yang terbentuk akan dipecah lagi menjadi fruktosa dan glukosa.Glukosa

yang terbentuk akan digunakan sebagian untuk proses respirasi (Winarno, 2002).

Kenaikan total padatan perlarut terjadi karena karbohidrat terhidrolisis

menjadi senyawa glukosa dan fruktosa, sedangkan penurunan total padatan

terlarut terjadi karena kadar gula sederhana yang mengalami perubahan menjadi

alkohol, aldehid, dan asam (Winarno dan Wirakartakusumah, 1981).

4. Perubahan vitamin C

Kandungan asam askorbat (vitamin C) akan mengalami penurunan

selama penyimpanan terutama pada suhu penympanan yang tinggi. Kandungan

asam askorbat setelah penyimpanan kira-kira setengah sampai dua per tiga dari

waktu panen. Hal ini disebabkan asam askorbat mudah teroksidasi, misalnya oleh

enzim asam askorbat oksidase yang terdapat dalam jaringan tanaman

(Pantastico, 1993).

Kecenderungan menurunnya vitamin C selama penyimpanan disebabkan

karena asam-asam organik termasuk asam askorbat mengalami pemecahan

menjadi senyawa yang lebih sederhana akibat proses respirasi (Wills et al., 1981).

Kandungan vitamin C pada buah yang masih mentah tinggi, dimana

semakin tua buah kandungan vitamin C-nya semakin menurun, dan dapat

dijadikan indikator pematangan buah. Kandungan asam askorbat buah dapat

meningkat karena terjadinya sintesis vitamin C secara alami, dimana glukosa


13

merupakan prekursor dalam pembentukan vitamin C melalui proses oksidasi.

Asam askorbat dapat berkurang karena terjadinya oksidasi pada kondisi aerobik

atau proses lainnya (Winarno 2002).

Enzim askorbat oksidase, sitokrom oksidase, fenolase dan senyawa logam

seperti besi dan tembaga berfungsi sebagai katalis pada oksidasi vitamin C.

Aktivitas enzim-enzim tersebut dapat menyebabkan perubahan-perubahan dalam

buah baik secara fisik maupun kimia. Vitamin C sangat sensitif dan mudah rusak

oleh faktor luar antara lain oleh suhu, pH, cahaya, alkali, enzim, oksigen dan

katalisator logam (Winarno dan Aman 1981).

5. Perubahan berat

Pengurangan berat pada bahan hasil pertanian terutama buah-buahan

mempunyai korelasi positif dengan jumlah gas CO 2 dan air yang dilepaskan.

Penguapan air dari produk hortikultura adalah suatu proses yang terus menerus

pada semua buah dan sayuran. Hal ini merupakan penyebab kehilangan berat

secara langsung. Pengaruh yang lebih nyata akibat kehilangan air adalah

perubahan pada rupa (penampakan), kelayuan atau pengkerutan

(Wills, et al., 1981).

Salah satu faktor yang mempengaruhi transpirasi adalah tingkat

kematangan. Laju transpirasi dapat dipengaruhi oleh proses pematangan dan

pemasakan pada buah. Laju transpirasi sebelum klimakterik meningkat tinggi dan

cenderung konstan setelah klimakterik (Weichmann, 1987).

Kehilangan air tidak hanya berpengaruh langsung pada kehilangan

kuantitatif (bobot) tetapi juga menyebabkan kehilangan kualitas dalam

penampilan (layu dan pengkerutan), tekstur, dan kandungan gizi. (Kader, 1992).
14

Laju penguapan air sangat dipengaruhi oleh perbedaan tekanan uap air

antar buah dan lingkungan luar yang ditentukan oleh suhu dan RH. Semakin

tinggi suhu semakin besar kemampuan ruang penerima uap air dari produk

(Winarno, 2002).

6. Perubahan Asam-Asam Organik

Keasaman (total asam) buah sebelum dipanen tinggi, karena adanya asam

sitrat, asam malat, asam oksalat, dan asam laktat. Asam-asam organik ini dapat

dipandang sebagai energi tambahan untuk buah dan oleh karenanya diperkirakan

banyak menurun selama aktifitas metabolisme (Sitinjak, et al., 1993).

Tingkat kematangan buah sering ditunjukkan oleh rasio gula dan asam.

Buah yang telah matang, kandungan gulanya mengalami kenaikan dan kadar

asamnya menurun sehingga rasio gula/asam akan mengalami perubahan yang

drastic. Hal ini berlaku bagi komoditi klimakterik, sedangkan pada produk

klimakterik perubahan rasio gula/asam tidak menunjukkan keteraturan pola

(Winarno dan Aman, 1981).

Setelah pemanenan dan penyimpanan kandungan asam pada buah akan

mengalami penrunan tergantung pada jenis asam, tipe jaringan, kondisi

penyimpanan dan kultivar. Asam organik terdapat pada buah-buahan dalam

jumlah yang cukup dan merupakan hasil metabolisme terutama oleh siklus Kreb

atau siklus asam trikarboksilat. Siklus krebs pada tanaman tingkat tinggi

menghasilkan asam-asam organik seperti sitrat, malat dan suksinat (Kays,1991).

Fungsi asam-asam organik yang terdapat pada buah adalah sebagai sumber

energi bagi buah. Kandungan asam buah mempengaruhi daya simpan buah.

Semakin tinggi kandungan asam buah, maka semakin tinggi pula ketahanan
15

simpan buah tersebut. Jumlah asam akan berkurang dengan meningkatnya

aktivitas metabolisme buah (Wills et al. 1981). Total asam pada buah-buahan

akan mencapai maksimum selama pertumbuhan dan perkembangan, kemudian

menurun selama penyimpanan.

Respirasi Buah

Respirasi merupakan pemecahan bahan-bahan komplek dalam sel seperti

pati, gula dan asam-asam organik menjadi molekul sederhana seperti

karbondioksida dan air serta terbentuknya energi (Wills et al.1981). Respirasi

dapat berlangsung secara aerob dan anaerob.

Respirasi yang terjadi dibedakan atas tiga tingkat yaitu:

1. Pemecahan polisakarida menjadi gula sederhana,

2. Oksidasi gula menjadi asam piruvat, dan

3. Transformasi piruvat dan asam-asam lainnya secara aerobik menjadi CO2, air

dan energi (Pantastico 1993).

Berdasarkan pola respirasinya, maka buah dapat digolongkan dalam dua

kategori yaitu klimakterik dan non klimakterik. Buah klimakterik ditandai dengan

adanya peningkatan respirasi yang cukup mencolok pada fase pemasakan,

sebaliknya golongan buah non klimakterik perubahan respirasinya tidak terlihat

nyata pada fase pemasakan (Winarno dan Aman 1981).

Hubungan antara Laju Respirasi dan Daya Simpan

Laju respirasi merupakan petunjuk yang baik untuk daya simpan buah

sesudah dipanen. Intensitas respirasi dianggap sebagai ukuran laju jalannya

metabolisme dan oleh karena itu sering dianggap sebagai petunjuk mengenai

potensi daya simpan buah. Laju respirasi yang tinggi biasanya disertai oleh umur
16

simpan yang pendek. Hal ini juga merupakan petunjuk kemunduran mutu dan

nilainya sebagai bahan bahan makanan. Selanjutnya respirasi merupakan proses

yang agak rumit yang dipengaruhi oleh sejumlah faktor; penelitian mengenai

faktor-faktor yang mempengaruhi respirasi penting sekali dilihat dari segi

penanganan dan penyimpanan (Pantastico, 1993).

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Respirasi

Respirasi merupakan pemecahan bahan-bahan kompleks dalam sel, seperti

gula dan asam-asam organik menjadi molekul sederhana seperti karbondioksida

dan air, bersamaan dengan terbentuknya energi dan molekul lain yang dapat

digunakan sel untuk reaksi sintesa (Wills et al., 1981).

Proses metabolik yang terpenting sesudah panen adalah respirasi yang

meliputi perombakan substrat yang lebih besar. Namun demikian, tidak selalu

aktivitas metabolik ini bersifat katabolik yang merugikan, melainkan bisa

menguntungkan seperti sintesa pigmen, enzim dan senyawa lain khususnya

perubahan-perubahan yang terjadi selama pemasakan (Winarno, 1993).

Faktor internal

Semakin tinggi tingkat perkembangan organ, semakin banyak jumlah CO2

yang dihasilkan. Susunan kimiawi jaringan mempengaruhi laju respirasi, pada

buah-buahan yang banyak mengandung karbohidrat, maka laju respirasi akan

semakin cepat. Produk yang lebih kecil ukurannya mengalami laju respirasi lebih

cepat daripada buah yang besar, karena mempunyai permukaan yang lebih luas

yang bersentuhan dengan udara sehingga lebih banyak O2 berdifusi ke dalam

jaringan. Pada produk-produk yang memiliki lapisan kulit yang tebal, laju
17

respirasinya rendah, dan pada jaringan muda proses metabolisme akan lebih aktif

dari pada jaringan lebih tua (Pantastico, 1993).

Faktor eksternal

Pada Umumnya setiap peningkatan suhu 10oC maka laju respirasi

meningkat 2 kali lipat, tetapi pada suhu di atas 35oC laju respirasinya menurun

karena aktivitas enzim terganggu sehingga menghambat difusi oksigen

(Wills et al .,1981).

Kandungan oksigen pada ruang penyimpanan perlu diperhatikan karena

semakin tinggi kadar oksigen, maka laju respirasi semakin cepat. Konsentrasi CO2

yang sesuai dapat memperpanjang umur simpan buah-buahan dan sayuran karena

terjadi gangguan pada respirasinya. Kerusakan atau luka pada produk sebaiknya di

hindari, karena dapat memacu terjadinya respirasi, sehingga umur simpan produk

semakin pendek (Pantastico, 1993).

Pendinginan

Pada dasarnya pendinginan merupakan penggunaan suhu rendah (di bawah

suhu kamar) dan pada umumnya ditujukan untuk mempertahankan kesegaran

bahan. Umumnya untuk mempertahankan kesegaran buah-buahan dan sayuran.

Ada dua macam cara pendinginan yaitu pendinginan dengan menggunakan suhu

diatas suhu beku bahan hasil pertania yang lazim disebut dengan pendinginan saja

dan sering digunakan untuk tujuan penyimpanan dan pendinginan dengan

menggunakan suhu di bawah suhu beku bahan hasil pertanian yang lazim disebut

pembekuan (Kartasapoetra, 1994).

Pada prinsipnya penyimpanan pada suhu rendah adalah untuk menekan

terjadinya respirasi dan transpirasi sehingga proses ini berjalan lambat. Akibatnya
18

daya simpannya cukup panjang dan susut beratnya menjadi minimal, serta

mutunya masih baik (Satuhu, 1995).

Tingkat suhu tertentu dan fluktuasi suhu sangat mempengaruhi mutu

produk. Sesuai dengan kaidah Arhaenius yaitu setiap kenaikan suhu sebesar 10°C

terjadi kenaikan kecepatan reaksi sebanyak dua kali lipat (Syarief et al., 1989).

Tingkat Kematangan Buah

Tingkat kematangan buah merupakan faktor penting yang mempengaruhi

ketahanan buah dari kerusakan mekanik. Beberapa jenis buah mengalami

perubahan yang nyata pada teksturnya selama proses pematangannya, tekstur

buah menjadi semakin lunak yang menyebabkan semakin besar potensi terjadinya

kerusakan mekanis. Karena itu, beberapa jenis buah dipanen sebelum buah-

buahan tersebut mencapai tingkat kematangan yang sempurna (Kays, 1991).

Namun pemanenan pada buah juga perlu memperhatikan tingkat ketuaan

yang tepat karena dapat mempengaruhi mutunya. Pantastico et al. (1993)

menyatakan bahwa buah-buahan yang belum masak, bila dipanen akan

menghasilkan mutu jelek dan proses pematangan yang salah. Sebaliknya

penundaan waktu panen dapat meningkatkan kepekaan buah-buahan itu terhadap

pembusukan yang mengakibatkan mutu dan nilai jualnya rendah.


19

BAHAN DAN METODA

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian akan dilakukan pada bulan Mei 2010 hingga Juni 2010 di

Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan Departemen Teknologi Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah terong belanda mentah, matang

fisiologi, dan matang morfologi. Buah terong belanda diperoleh dari petani Tanah

Karo. Buah terong belanda diangkut ke lokasi penelitian pada hari yang sama

dengan pemanenan.

Reagensia

Reagensia yang digunakan dalam penelitian ini adalah akuades, larutan

NaOH 0,1 N, larutan iodium 0,01 N, larutan pati 1% dan larutan phenolpthalen

1%.

Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven, desikator,

timbangan, mortal, alu, beaker glass, teksturometer, gelas ukur, pipet tetes,

tabung, corong, erlenmeyer, kertas saring, styrofoam, stoples, spatula, buret,

handrefractometer, lemari pendingin, aerator, cosmoptector tipe XPO – 318

untuk mengukur konsentrasi O2, cosmotector tipe XPO – 314 untuk mengukur

konsentrasi CO2, cawan alumunium, malam, penjepit, selang plastik.

Metoda Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap

(RAL) dengan tiga faktor, yang terdiri dari:


20

Faktor I : Tingkat Kematangan (K)

K1 = mentah, buah berwarna hijau agak abu-abu

K2 = matang fisiologi, buah berwarna kuning kemerahan

K3 = matang morfologi, buah berwarna merah jingga

Faktor II : Lama Penyimpanan (P)

P1 = 0 hari

P2 = 5 hari

P3 = 10 hari

P4 = 15 hari

Kombinasi perlakuan (Tc) = 3 x 4= 12 dengan jumlah minimum perlakuan (n)

adalah:

Tc (n-1) > 15

12(n-1) > 15

24 n > 27

n > 2.25 ..................................Dibulatkan menjadi n=3

Jadi untuk ketelitian dalam penelitian ini dilakukan ulangan sebanyak 2 kali

Model Rancangan

Penelitian ini dilakukan dengan model Rancangan Acak Lengkap (RAL)

2 faktor dengan model:

model:

Ŷijk = m + ai + bj + (ab)ij + eijk

Dimana :

Ŷijk : Hasil pengamatan dari faktor K pada taraf ke-i dan faktor P pada taraf

ke –j dalam ulangan ke –k
21

m : Efek nilai tengah

ai : Efek faktor K pada taraf ke-i

bj : Efek faktor P pada taraf ke-j

(ab)ij : Efek interaksi faktor K pada taraf ke-i dan faktor P pada taraf ke-j

eijk : Efek galat dari faktor K pada taraf ke-i dan faktor P pada taraf ke-j

dalam ulangan.

Semua perlakuan pada penelitian ini disimpan pada suhu ruang dan suhu

10°C

Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata dan sangat nyata maka uji

dilanjutkan dengan uji beda rataan dengan menggunakan uji LSR (Least

Significant Range)

Pelaksanaan Penelitian

- Pengukuran Laju respirasi

Buah terong belanda ditimbang sebanyak ± 300 gram dimasukkan ke

dalam stoples. Selanjutnya stoples ditutup rapat. Pada tutup stoples dipasang dua

buah selang untuk pengukuran gas O2 dan CO2. Untuk mengurangi kebocoran gas

maka antara penutup dan leher stoples diberi malam dan selang pipanya ditekuk

dan dijepit kemudia dilakukan pengukuran pada 10oC dan suhu ruang.

Pengukuran konsentrasi gas O2 dan gas CO2 dilakukan secara periodik setiap 24

jam sekali hingga buah mengalami kebusukan. Setiap kali pengukuran maka

udara dikembalikan kedalam keadaan normal dengan cara mengusir kelebihan

CO2 dengan aerator.


22

Data laju respirasi yang diperoleh kemudian diplotkan dalam suatu kurva

berupa kurva pola respirasi. Laju produksi gas CO 2 atau O2 (ml/kg jam) selama

respirasi pada ruang tertutup diukur dengan persamaan Kays (1991) yaitu:

R = ∆ [gas] * 10 * V * M gas
∆ t* W * 22,4 *(1 + 1/273,15)

Dimana: R adalah laju respirasi (ml/kg.jam), T adalah suhu (°C), W

adalah berat segar produk (kg), V adalah volume bebas ruangan (dm3), dan M gas

adalah berat molekul gas (g).

- Penyimpanan Suhu Ruang dan Suhu 10°C

Buah terong belanda segar dengan tingkat kematangan yang berbeda

sesuai dengan perlakuan ditimbang, dimasukkan dalam styrofoam yang terbuka

lalu disimpan pada suhu ruan dan suhu 10°C, kemudian dilakukan pengamatan

terhadap susut bobotnya, dilakukan analisa terhadap kadar air, kadar vitamin C,

total asam, total padatan terlarut, tekstur dengan teksturometer, uji organoleptik

seperti warna, aroma, dan tekstur pada hari ke 0, 5, 10 dan 15 hari

Pengamatan dan pengukuran data dilakukan dengan cara analisa terhadap

parameter :

1. Susut Bobot

2. Kadar Air

3. Kadar Vitamin C

4. Total Asam

5. Total Padatan Terlarut

6. Organoleptik Warna

7. Organoleptik Aroma

8. Organoleptik Tekstur
23

9. Kekerasan

Parameter Penelitian

Penentuan susut bobot

Di timbang terong belanda sebelum penyimpanan dan sesudah

penyimpanan.

Kemudian di hitung dengan rumus :

Susut Bobot = berat awal – berat akhir x 100%


berat awal

Penentuan kadar air (AOAC, 1984)


Di timbang bahan sebanyak 5 gr ke dalam aluminium foil yang telah di

ketahui berat kosongnya. Kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 105°C-

110oC selama 3 jam kemudian didinginkan dengan desikator selama 15 menit lalu

di timbang. Selanjutnya dipanaskan lagi dalam oven selama 30 menit. Kemudian

didinginkan dalam desikator dan di timbang. Perlakuan ini di ulang sampai di

peroleh berat yang konstan. Pengurangan berat merupakan banyaknya air yang

diuapkan dari bahan dengan perhitungan :

Kadar Air = berat awal – berat akhir x 100%


berat akhir

Penentuan Kadar Vitamin C (Sudarmadji, et al., 1989)

Kandungan vitamin C ditentukan dengan cara titrasi yaitu sebanyak 10 g

contoh, dimasukkan ke dalam gelas ukur dan ditambahkan akuades hingga

100 ml kemudian diaduk hingga merata dan disaring dengan kertas saring. Filtrat

diambil sebanyak 10 ml dengan menggunakan gelas ukur lalu dimasukkan ke

dalam erlenmeyer dan ditambahkan 2-3 tetes larutan pati 1% lalu dititrasi dengan
24

menggunakan larutan iodium 0,01 N hingga terjadi perubahan warna biru sambil

dicatat berapa ml iodium yang terpakai.

Kadar vitamin C dapat dihitung dengan menggunakan rumus yaitu :

ml Iod 0,01 N x 0,88 x FP x 100


Vitamin C (mg/100 g bahan) = Berat contoh (g)

FP = Faktor Pengencer (10)

Penentuan Total Asam (Ranganna, 1978)

Ditimbang bahan sebanyak 10 ml, dimasukkan ke dalam beaker glass dan

ditambahkan akuades sampai volume 100 ml. Diaduk hingga merata dan disaring

dengan kertas saring. Diambil filtratnya sebanyak 10 ml dan dimasukkan

ke dalam erlenmeyer lalu ditambahkan indikator phenolpthalen 1% sebanyak

2-3 tetes kemudian dititrasi dengan menggunakan NaOH 0,1 N. Titrasi dihentikan

setelah timbul warna merah jambu yang stabil. Dihitung total asam dengan rumus:

ml NaOH x N NaOH x BM Asam do min an x FP


x 100%
Total Asam = Berat contoh x 1000 x valensi

Keterangan : Asam Dominan = Asam Sitrat

Valensi =3

FP = faktor pengencer (10)

BM = berat molekul (192)

Penentunan Total Padatan Terlarut (Sudarmadji, et al., 1986)

Diambil bahan dengan menggunakan pipet tetes, substrat diteteskan di atas

kaca hand-refractometer lalu dilihat titik terang dan gelapnya. Angka yang tertera

tersebut merupakan total padatan terlarut atau total soluble solid (oBrix).
25

Penentuan Kekerasan dengan teksturometer (Muchtadi, 1997)


Penentuan kekerasan dilakukan dengan menggunakan pnetrometer yang

dinyatakan dalam satuan g/mm2. Penusukan dilakukan pada tiga tempat yaitu pada

bagian pangkal, tengah, dan ujung dari setiap buah lalu dirata-ratakan.

250
=
Kekerasan x /10

x = nilai rata-rata 3 pengukuran pada tiga tempat pengukuran buah

Uji Organoleptik Warna

Penentuan uji organoleptik dilakukan dengan uji kesukaan atau uji

hedonik. Caranya contoh diuji secara acak dengan memberikan kode pada bahan

yang akan diuji kepada 10 panelis yang melakukan penilaian. Pengujian dilakukan

secara inderawi (organoleptik) yang ditentukan berdasarkan skala numerik.

Untuk skala uji hedonik warna adalah sebagai berikut :

Tabel 3. Skala Uji Hedonik Warna

Skala Hedonik Skala Numerik

Hijau 1
Hijau kekuningan 2
Merah kekuningan 3
Merah 4
Merah kecoklatan 5

Uji Organoleptik Aroma (Soekarto, 1985)

Uji organoleptik digunakan dengan menggunakan panelis sebanyak 10

orang. Pengujian dilakukan secara inderawi (organoleptik) yang ditentukan

berdasarkan skala numerik. Untuk skala aroma adalah sebagai berikut :


26

Tabel 4. Skala Uji Hedonik Aroma

Skala Hedonik Skala Numerik

Sangat Suka 5
Suka 4
Agak Suka 3
Tidak Suka 2
Sangat Tidak Suka 1

Uji Organoleptik Tekstur (Soekarto, 1985)

Uji organoleptik dilakukan dengan menggunakan panelis sebanyak 10

orang. Pengujian dilakukan secara inderawi (organoleptik) yang ditentukan

berdasarkan skala numerik.

Uji organoleptik yang digunakan untuk menentukan tingkat kelembutan

dilakukan berdasarkan skala numerik sebagai berikut :

Tabel 5. Skala Uji Hedonik Tekstur

Skala Hedonik Skala Numerik

Sangat Suka 5
Suka 4
Agak Suka 3
Tidak Suka 2
Sangat Tidak Suka 1
27

Terong Belanda

Ditimbang beratnya

Dimasukkan kedalam stoples (tutup stoples diberi 2 selang untuk gas O2 dan CO2)

Ditutup rapat

Disimpan :
- Suhu ruang
- Suhu 10°C

Diamati dan dilakukan pengukuran konsentrasi O2 dan CO2 setiap 24 jam


sampai buah menjadi busuk

Gambar 1. Skema Pengukuran Laju Respirasi Buah Terong Belanda


(Cyphomandra betacea)
28

Terong Belanda

Disortasi berdasar tingkat kematangan :


- K1 = mentah
- K2 = matang fisiologi
- K3 = matang morfologi

Ditimbang beratnya

Dimasukkan kedalam styrofoam (terbuka)

Suhu ruang Disimpan Suhu 10°C

Lama 1. Susut Bobot


Penyimpanan 2. Kadar Air
3. Kadar Vitamin C
P1 = 0 hari 4. Total Asam
P2 = 5 hari 5. TSS
P3 = 10 hari 6. Kekerasan
P4 = 15 hari Diamati dan dianalisa 7. Uji organoleptik
P4 = 15 hari Aroma
8. Uji organoleptik
Tekstur
9. Uji organoleptik
Tekstur

Gambar 2. Skema Pengaruh Tingkat Kematangan dan Suhu Penyimpanan


terhadap Mutu Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea)
Selama Penyimpanan
29

HASIL DAN PEMBAHASAN

Laju Respirasi
Dari hasil pengukuran konsentrasi gas oksigen dan karbondioksida, selama

penyimpanan terjadi perubahan konsentrasi kedua gas, dimana konsentrasi

oksigen mengalami penurunan sedangkan konsentrasi karbondioksida mengalami

kenaikan akibat proses respirasi yang terjadi. Perubahan konsentrasi gas oksigen

dan karbondioksida buah terong belanda selama penyimpanan ditunjukkan pada

Gambar 3 dan 4.

30
K o n se n t rasi O 2 (% )

20

T1=28°C
T2=10°C
10

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Lama Penyimpanan (hari)

Gambar 3. Perubahan konsentrasi O2 dalam stoples pada suhu 10oC dan 28°C
10
K o n se n t r asi C O 2 (% )

T1=28°C
4
T2=10°C

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Lama Penyimpanan (hari)
30

Gambar 4. Perubahan konsentrasi O2 dalam stoples pada suhu 10oC dan 28°C

Berdasarkan data pada Lampiran 10 dan Gambar 3 dan 4 dapat dilihat

bahwa konsentrasi gas oksigen menurun dengan cepat pada awal penyimpanan

pada suhu ruang (28oC) dibanding dengan penyimpanan pada suhu dingin (10oC)

yaitu dari 21 persen menjadi sekitar 14,8 persen dalam 21 hari sementara pada

selang waktu yang sama konsentrasi karbondioksida meningkat dari 0,03 persen

menjadi sekitar 6,5 persen. Sedangkan pada suhu 10 oC dari 21 persen menjadi

sekitar 19,6 persen dalam 25 hari sementara konsentrasi karbondioksida

meningkat dari 0,03 persen menjadi sekitar 1,7 persen. Pengurangan konsentrasi

gas O2 dan penambahan konsentrasi gas CO2 lebih tinggi pada suhu kamar (28oC)

dibandingkan pada suhu dingin (10oC)

Dengan mengamati laju respirasi yaitu laju konsumsi oksigen dan laju

produksi karbondioksida dapat dilihat bahwa tidak terjadi lonjakan perubahan laju

konsumsi O2 dan laju produksi CO2 sampai mencapai kondisisi kesetimbangan.

Kondisi seperti ini menunjukkan bahwa buah terong belanda merupakan buah

non klimakterik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kader (2001), yang

menyatakan buah tamarillo bersifat non klimakterik. Winarno dan Aman (1981),

mengemukakan bahwa golongan buah non klimakterik, perubahan respirasinya

tidak terlihat nyata pada fase pemasakan sedangkan buah klimakterik ditandai

dengan adanya peningkatan respirasi yang cukup mencolok pada fase pemasakan.
31

40

Laju Konsum si O2 (%) 30

20
T2=10°C
T1=28°C

10

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Lama Penyimpanan (Hari)

Gambar 5. Laju Konsumsi O2 dalam stoples pada suhu 10oC dan 28oC
40
Laju Produksi CO 2 (%)

30

T2=10°C
20
T1=28°C

10

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Lama Penyimpanan (hari)

Gambar 6. Laju Produksi CO2 dalam stoples pada suhu 10oC dan 28oC
Dari hasil pengukuran konsentrasi gas oksigen dan karbondioksida

diperoleh rata-rata laju konsumsi O2 dan laju produksi CO2 pada Tabel 6.

Tabel 6. Rata-rata laju respirasi buah terong belanda pada suhu 28°C dan 10°C

Suhu Rata-rata Laju Respirasi (ml/kg-jam) Kuosien Respirasi (RQ)


  Konsumsi O2 Produksi CO2  
28°C 6.31 9.10 1.44
10°C 1.41 1.98 1.40
32

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa rata-rata konsumsi O 2 dan produksi CO2

semakin tinggi dengan peningkatan suhu. Rata-rata laju produksi O 2 terendah

diperoleh pada suhu dingin (10oC), yaitu sebesar 1,41 ml/kg.jam dan tertinggi

pada suhu ruang (28oC) sebesar 6,31 ml/kg.jam. Rata-rata laju produksi CO 2

tertinggi terjadi pada suhu ruang (28°C) yaitu sebesar 9,1 ml/kg.jam dan terendah

terjadi pada suhu dingin (10°) yaitu sebesar 1,98 ml/kg.jam. Dari hasil di atas

dapat dilihat bahwa perubahan laju respirasi buah tamarillo dipengaruhi oleh suhu

penyimpanan yang dapat mempengaruhi kecepatan respirasi. Menurut Wills et al

(1981), setiap peningkatan suhu 10oC maka laju respirasi meningkat 2 kali lipat,

tetapi pada suhu di atas 35oC laju respirasinya menurun karena aktivitas enzim

terganggu sehingga menghambat difusi oksigen.

Laju respirasi merupakan petunjuk yang baik untuk daya simpan buah

setelah panen. Intensitas respirasi dianggap sebagai ukuran jalannya metabolisme

dan oleh karena itu sering dianggap sebagai petunjuk mengenai potensi daya

simpan buah. Laju respirasi yang semakin tinggi biasanya disertai oleh umur

simpan yang pendek. Hal itu juga merupakan petunjuk laju kemunduran mutu dan

nilainya sebagai bahan makanan. Laju respirasi yang tinggi pada suhu ruang

mengakibatkan umur simpan buah terong belanda hanya dapat bertahan sampai 7

hari.
33

Pengaruh Tingkat Kematangan terhadap Parameter yang Diamati

Dari hasil penelitian dan analisa yang dilakukan, tingkat kematangan

memberikan pengaruh terhadap susut bobot, kadar air, kadar vitamin C, total

asam, total padatan terlarut, kekerasan, organoleptik warna, aroma dan tekstur

yang dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Pengaruh tingkat kematangan terhadap parameter mutu buah terong


belanda yang diamati

Tingkat Kematangan (K)


Parameter Suhu Ruang Suhu 10°C
K1 K2 K3 K1 K2 K3
Susut Bobot (%) 10.70 13.35 15.27 4.73 6.10 6.55
Kadar air (%) 83.64 83.80 83.94 85.32 85.80 86.22
Kadar Vitamin C (mg/100 g bahan) 34.15 30.91 22.33 37.20 34,78 25.35
Total Asam (%) 0.78 0.52 0.37 0.83 0.61 0.47
Total Padatan Terlarut (° Brix) 5.38 7.63 10.88 5.63 8.63 10.81
2
Kekerasan (g/mm ) 156.79 130.26 100.90 161.31 140.01 116.26
Organoleptik Warna (skor) 1.54 3.40 4.49 1.51 3.28 4.51
Organoleptik Aroma (skor) 2.21 3.05 3.11 2.18 3.14 3.25
Organoleptik Tekstur (skor) 2.84 3.31 3.38 3.15 3.86 4.06
Keterangan : K1 = Mentah ; K2 = Matang fisiologi ; K3 = Matang Morfologi

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa tingkat kematangan memberikan

pengaruh terhadap parameter yang diuji. Pada penyimpanan suhu ruang susut

bobot tertinggi terdapat pada pada K3 yaitu sebesar 15,27% dan terendah pada

K1 sebesar 10,7%. Kadar air tertinggi terdapat pada K3 yaitu sebesar 83,94% dan

terendah pada K1 sebesar 83,64%. Kadar vitamin C tertinggi terdapat pada

perlakuan K1 yaitu sebesar 34,15 mg/100g bahan dan terendah pada K 3 sebesar

22,33 mg/100g bahan. Total asam tertinggi terdapat pada K1 yaitu sebesar 0,78%

dan terendah pada K3 sebesar 0,37%. Total padatan terlatut tertinggi terdapat

pada K3 yaitu sebesar 10,88oBrix dan terendah pada K1 sebesar 5,38oBrix. Uji

kekerasan tertinggi terdapat pada K1 yaitu sebesar 156,79 g/mm2 dan terendah
34

pada K3 sebebasar 100,90 g/mm2. Uji organoleptik warna tertinggi terdapat pada

K3 yaitu sebesar 4,49 dan terendah pada K1 sebesar 1,54. Uji organoleptik aroma

tertinggi terdapat pada K3 yaitu sebesar 3,11 dan terendah pada K1 sebesar 2,21.

Uji organoleptik tekstur tertinggi terdapat pada K3 yaitu sebesar 3,38 dan terendah

pada K1 sebesar 2,84. Pada penyimpanan suhu 10°C susut bobot tertinggi

terdapat pada pada K3 yaitu sebesar 6.55% dan terendah pada K1 sebesar 4,73%.

Kadar air tertinggi terdapat pada K3 yaitu sebesar 86,22% dan terendah pada K 1

sebesar 85,32%. Kadar vitamin C tertinggi terdapat pada perlakuan K 1 yaitu

sebesar 37,20 mg/100g bahan dan terendah pada K3 sebesar 25,35 mg/100g

bahan. Total asam tertinggi terdapat pada K1 yaitu sebesar 0,83% dan terendah

pada K3 sebesar 0,47%. Total padatan terlatut tertinggi terdapat pada K 3 yaitu

sebesar 10,81oBrix dan terendah pada K1 sebesar 5,63oBrix. Uji kekerasan

tertinggi terdapat pada K1 yaitu sebesar 161,31 g/mm2 dan terendah pada K3

sebebasar 116,26 g/mm2. Uji organoleptik warna tertinggi terdapat pada K 3 yaitu

sebesar 4,51 dan terendah pada K 1 sebesar 1,51. Uji organoleptik aroma tertinggi

terdapat pada K3 yaitu sebesar 3,25 dan terendah pada K1 sebesar 2,18. Uji

organoleptik tekstur tertinggi terdapat pada K3 yaitu sebesar 4,06 dan terendah

pada K1 sebesar 3,15.

Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Parameter yang Diamati

Dari hasil penelitian dan analisa yang dilakukan, lama penyimpanan

memberikan pengaruh terhadap susut bobot, kadar air, kadar vitamin C, total

asam, total padatan terlarut, kekerasan, organoleptik warna, aroma dan tekstur

yang dapat dilihat pada Tabel 8.


35

Tabel 8. Pengaruh lama penyimpanan terhadap parameter mutu buah terong


belanda yang diamati

Lama Penyimpanan (P)


Parameter Suhu Ruang
P1 P2 P3 P4
Susut Bobot (%) 0.19 9.67 16.85 25.72
Kadar air (%) 86.83 84.72 82.42 81.20
Kadar Vitamin C (mg/100 g bahan) 34.47 31.62 27.66 22.78
Total Asam (%) 0.65 0.66 0.55 0.44
Total Padatan Terlarut (° Brix) 8.33 8.67 8.83 9.00
Kekerasan (g/mm2) 166.29 137.82 109.56 103.58
Organoleptik Warna (skor) 2.78 3.05 3.18 3.55
Organoleptik Aroma (skor) 3.38 3.07 2.60 2.12
Organoleptik Tekstur (skor) 3.92 3.75 2.82 2.22
Suhu 10°C
Parameter
P1 P2 P3 P4
Susut Bobot (%) 0.15 3.75 7.52 11.75
Kadar air (%) 87.79 86.44 84.84 84.05
Kadar Vitamin C (mg/100 g bahan) 33.23 33.43 32.70 30.73
Total Asam (%) 0.69 0.66 0.63 0.57
Total Padatan Terlarut (° Brix) 8.33 8.50 8.42 8.17
Kekerasan (g/mm2) 157.96 152.06 135.04 111.71
Organoleptik Warna (skor) 2.83 3.07 3.17 3.33
Organoleptik Aroma (skor) 3.33 3.13 2.70 2.25
Organoleptik Tekstur (skor) 3.90 3.88 3.58 3.40
Keterangan : P1 = 0 hari ; P2 = 5 hari ; P3 = 10 hari ; P4 = 15 hari

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa lama penyimpanan memberikan

pengaruh terhadap parameter yang diuji. Pada penyimpanan suhu ruang susut

bobot tertinggi terdapat pada perlakuan P4 yaitu sebesar 25,72% dan terendah

pada P1 sebesar 0,19%. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan P 1 yaitu

sebesar 86,83% dan terendah pada P4 sebesar 81,20%. Kadar vitamin C tertinggi

terdapat pada perlakuan P1 yaitu sebesar 34,47 mg/100g bahan dan terendah pada

P4 sebesar 22,78 mg/100g bahan. Total asam tertinggi terdapat pada perlakuan P 1

yaitu sebesar 0,64% dan terendah pada P 4 sebesar 0,44%. Total padatan terlarut

tertinggi terdapat pada perlakuan P1 yaitu sebesar 8,33oBrix dan terendah pada P4
36

sebesar 7,33oBrix. Uji kekerasan tertinggi terdapat pada P1 yaitu sebesar 166,29

g/mm2 dan terendah pada P4 sebebasar 103,58 g/mm2. Uji organoleptik warna

tertinggi terdapat pada perlakuan P4 yaitu sebesar 3,55 dan terendah pada P1

sebesar 2,78. Uji organoleptik aroma tertinggi terdapat pada perlakuan P1 yaitu

sebesar 3,38 dan terendah pada P4 sebesar 2,60. Uji organoleptik tekstur tertinggi

terdapat pada perlakuan P1 yaitu sebesar 3,92 dan terendah pada P4 sebesar 2,22.

Pada penyimpanan suhu 10°C susut bobot tertinggi terdapat pada perlakuan P4

yaitu sebesar 11,75% dan terendah pada P1 sebesar 0,15%. Kadar air tertinggi

terdapat pada perlakuan P1 yaitu sebesar 87,79% dan terendah pada P4 sebesar

84,05%. Kadar vitamin C tertinggi terdapat pada perlakuan P1 yaitu sebesar 33,23

mg/100g bahan dan terendah pada P4 sebesar 30,73 mg/100g bahan. Total asam

tertinggi terdapat pada perlakuan P2 yaitu sebesar 0,66% dan terendah pada P4

sebesar 0,44%. Total padatan terlarut tertinggi terdapat pada perlakuan P 1 yaitu

sebesar 8,83oBrix dan terendah pada P4 sebesar 8,33oBrix. Uji kekerasan tertinggi

terdapat pada P1 yaitu sebesar 157,96 g/mm2 dan terendah pada P4 sebebasar

111,71 g/mm2. Uji organoleptik warna tertinggi terdapat pada perlakuan P4 yaitu

sebesar 3,33 dan terendah pada P1 sebesar 2,83. Uji organoleptik aroma tertinggi

terdapat pada perlakuan P1 yaitu sebesar 3,33 dan terendah pada P4 sebesar 2,25.

Uji organoleptik tekstur tertinggi terdapat pada perlakuan P 1 yaitu sebesar 3,90

dan terendah pada P4 sebesar 3,4.

Susut Bobot

Pengaruh tingkat kematangan terhadap susut bobot

Dari hasil analisis disidik ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa tingkat

kematangan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap susut


37

bobot terong belanda pada kedua jenis penyimpanan. Hasil pengujian dengan LSR

pengaruh tingkat kematangan terhadap susut bobot buah terong belanda untuk tiap

perlakuan dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Uji LSR efek utama tingkat kematangan terhadap susut bobot buah
terong belanda

Suhu Ruang
LSR Notasi
Jarak Tingkat Kematangan Rataan
0.05 0.01 0.05 0.01
- - - K1 = Mentah 10.70 c C
2 0.67 0.94 K2 = Matang Fisiologi 13.35 b B
3 0.70 0.99 K3 = Matang Morfologi 15.27 a A
Suhu 10° C
LSR Notasi
Jarak Tingkat Kematangan Rataan
0.05 0.01 0.05 0.01
- - - K1 = Mentah 4.73 c B
2 0.38 0.53 K2 = Matang Fisiologi 6.10 b A
3 0.39 0.55 K3 = Matang Morfologi 6.55 a A
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang
berbeda nyata pada taraf 5 % (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%
(huruf besar)

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa pada penyimpanan suhu ruang, perlakuan

K1 berbeda sangat nyata terhadap K2 dan K3. Perlakuan K2 berbeda sangat nyata

terhadap K3. Susut bobot tertinggi terjadi perlakuan K3 (matang morfologi) yaitu

sebesar 15,27% dan terendah pada perlakuan K1 (mentah) sebesar 10,70%. Pada

penyimpanan suhu 10°C perlakuan K1 berbeda sangat nyata terhadap K2 dan K3.

Perlakuan K2 berbeda nyata terhadap K3. Susut bobot tertinggi terjadi perlakuan

K3 (matang morfologi) yaitu sebesar 6,55% dan terendah pada perlakuan K 1

(mentah) sebesar 4,73%.

Pengaruh tingkat kematangan terhadap susut bobot terong belanda dapat

dilihat pada Gambar 7.


38

Suhu Ruang
18.00
16.00
14.00
12.00
Susut Bobot (%)

10.00
8.00
6.00
4.00
2.00
0.00
Mentah Matang Fisiologi Matang Morfologi
Tingkat Kematangan

Suhu 10°C
18.00
16.00
14.00
12.00
Susut Bobot (%)

10.00
8.00
6.00
4.00
2.00
0.00
Mentah Matang Fisiologi Matang Morfologi
Tingkat Kematangan

Gambar 7. Pengaruh tingkat kematangan terhadap susut bobot buah terong


belanda

Dari Gambar 7 dapat diperoleh bahwa terong belanda dengan tingkat

kematangan mentah mengalami penurunan susut bobot yang lebih rendah

dibanding dengan buah terong belanda dengan tingkat kematangan matang

fisiologi dan matang morfolgi. Hal ini dikarenakan terjadinya tranpirasi selama

penyimpanan. Salah satu faktor yang mempengaruhi transpirasi adalah tingkat

kematangan. Menurut Ben-Yehoshua (1987) dalam Weichmann (1987), laju


39

transpirasi dapat dipengaruhi oleh proses pematangan dan pemasakan pada buah.

Laju transpirasi sebelum klimakterik meningkat tinggi dan cenderung konstan

setelah klimakterik. Selain itu suhu juga berpernagruh terhadap susut bobot buah

terong belanda. Buah terong belanda yang disimpan pada suhu dingin susut

bobotnya lebih rendah daripada suhu dingin, hal ini sesuai dengan pernyataan

Satuhu (1996), pada prinsipnya penyimpanan pada suhu rendah adalah untuk

menekan terjadinya proses respirasi dan transpirasi sehinggga kedua proses ini

berjalan lambat. Akibatnya, daya simpannya cukup panjang dan susut beratnya

menjadi minimal, serta mutunya masih baik.

Pengaruh lama penyimpanan terhadap susut bobot

Dari hasil analisis disidik ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa lama

penyimpanan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap susut

bobot terong belanda pada kedua jenis penyimpanan. Hasil pengujian dengan LSR

pengaruh lama penyimpanan terhadap susut bobot buah terong belanda untuk tiap

perlakuan dapat dilihat pada Tabel 10.


40

Tabel 10. Uji LSR efek utama lama penyimpanan terhadap susut bobot terong
belanda

Suhu Ruang
LSR Notasi
Jarak Lama Penyimpanan Rataan
0.05 0.01 0.05 0.01
- - - P1 = 0 hari 0.19 d D
2 0.77 1.08 P2 = 5 hari 9.67 c C
3 0.81 1.14 P3 = 10 hari 16.85 b B
4 0.83 1.17 P4 = 15 hari 25.72 a A
Suhu 10° C
Jarak LSR Rataan Notasi  
Lama Penyimpanan
  0.05 0.01   0.05 0.01
- - - P1 = 0 hari 0.15 d D
2 0.43 0.61 P2 = 5 hari 3.75 c C
3 0.45 0.64 P3 = 10 hari 7.52 b B
4 0.47 0.66 P4 = 15 hari 11.75 a A
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang
berbeda nyata pada taraf 5 % (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%
(huruf besar)

Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa pada penyimpanan suhu ruang P1

berbeda sangat nyata dengan P2, P3, dan P4. Perlakuan P2 berbeda sangat nyata

dengan P3 dan P4. Perlakuan P3 berbeda sangat nyata dengan P4. Susut bobot

tertinggi diperoleh pada perlakuan P4 (15 hari) yaitu sebesar 25,72% dan terendah

pada P1 (0 hari) sebesar 0,19 %. Pada penyimpanan suhu 10°C P1 berbeda sangat

nyata dengan P2, P3, dan P4. Perlakuan P2 berbeda sangat nyata dengan P3 dan P4.

Perlakuan P3 berbeda sangat nyata dengan P4. Susut bobot tertinggi diperoleh pada

perlakuan P4 (15 hari) yaitu sebesar 11,75% dan terendah pada P1 (0 hari) sebesar

0,15 %.

Pengaruh lama penyimpanan terhadap susut bobot terong belanda dapat

dilihat pada Gambar 8.


41

Suhu Ruang
30.00

25.00 f(x) = 1.68 x + 0.54


R² = 1
20.00
Susut Bobot (%)

15.00

10.00

5.00

0.00
0 5 10 15
Lama Penyimpanan (Hari)
.

Suhu 10°C
14.00

12.00
f(x) = 0.77 x + 0.01
10.00 R² = 1
Susut Bobot (%)

8.00

6.00

4.00

2.00

0.00
0 5 10 15
Lama Penyimpanan (Hari)

Gambar 8. Pengaruh lama penyimpanan terhadap susut bobot buah terong belanda

Dari Gambar 8 dapat dilihat bahwa semakin lama penyimpanan baik pada

suhu ruang maupun suhu 10°C susut bobot buah terong belanda cenderung

meningkat. Susut bobot buah terong belanda ini diakibatkan karena buah masih

melakukan respirasi selama penyimpanan, semakin lama penyimpanan maka

kehilangan berat pada buah akan semakin meningkat. Susut bobot buah terong

belanda pada suhu dingin lebih rendah daripada suhu ruang selama penyimpanan.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Pantastico (1993), asas dasar penyimpanan suhu
42

dingin adalah penghambatan respirasi oleh suhu rendah. Susut bobot terong

belanda terjadi karena adanya kehilangan air yang disebabkan proses transpirasi.

Menurut Kader (1992), kehilangan air tidak hanya berpengaruh langsung pada

kehilangan kuantitatif (bobot) tetapi juga menyebabkan kehilangan kualitas dalam

penampilan (layu dan pengkerutan), tekstur, dan kandungan gizi.

Pengaruh interaksi antara tingkat kematangan dengan lama penyimpanan


terhadap susut bobot

Dari hasil analisis disidik ragam (Lampiran 1), interaksi antara tingkat

kematangan dengan lama penyimpanan memberikan pengaruh berbeda sangat

nyata (P<0,01) terhadap susut bobot terong belanda pada kedua jenis

penyimpanan. Hasil pengujian dengan LSR pengaruh interaksi tingkat

kematangan terhadap susut bobot buah terong belanda untuk tiap perlakuan dapat

dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Uji LSR pengaruh interaksi tingkat kematangan dengan lama
penyimpanan terhadap susut bobot buah terong belanda

Suhu Ruang
LSR Notasi
Jarak Perlakuan Rataan
0.05 0.01 0.05 0.01
-     K1P1 0.15 g F
2 1.33 1.87 K1P2 9.00 f E
3 1.40 1.97 K1P3 14.50 e D
4 1.44 2.03 K1P4 19.15 c C
5 1.46 2.06 K2P1 0.19 g F
6 1.47 2.08 K2P2 9.60 f E
7 1.48 2.13 K2P3 16.50 d D
8 1.49 2.15 K2P4 27.10 b B
9 1.49 2.17 K3P1 0.24 g F
10 1.50 2.20 K3P2 10.40 F E
11 1.50 2.21 K3P3 19.55 c C
12 1.50 2.22 K3P4 30.90 a A
43

Suhu 10° C
LSR Notasi
Jarak Perlakuan Rataan
0.05 0.01 0.05 0.01
-     K1P1 0.10 h F
2 0.75 1.05 K1P2 3.30 g E
3 0.79 1.11 K1P3 5.30 e D
4 0.81 1.14 K1P4 10.20 c B
5 0.82 1.16 K2P1 0.15 h F
6 0.83 1.17 K2P2 3.65 fg E
7 0.83 1.20 K2P3 7.60 d C
8 0.84 1.21 K2P4 13.00 a A
9 0.84 1.22 K3P1 0.20 h F
10 0.84 1.23 K3P2 4.30 f DE
11 0.84 1.24 K3P3 9.65 c B
12 0.84 1.25 K3P4 12.05 b A
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang
berbeda nyata pada taraf 5 % (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%
(huruf besar)

Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa pada penyimpanan suhu ruang susut

bobot buah terong belanda tertinggi terdapat pada perlakuan K3P4 yaitu sebesar

30,9% dan terendah pada K1P1 yaitu sebesar 0,15%. Pada penyimpanan suhu 10°C

susut bobot buah terong belanda tertinggi terdapat pada perlakuan K2P4 yaitu

sebesar 13,00% dan terendah pada K1P1 yaitu sebesar 0,10%.

Pengaruh interaksi antara tingkat kematangan dengan lama penyimpanan

terhadap susut bobot terong belanda dapat dilihat pada Gambar 9.


44

Suhu Ruang

35.00

30.00
f(x) = 2.02 x + 0.1
R² = 1
25.00 f(x) = 1.75 x + 0.2
R² = 0.99
20.00
Susut Bobot (%)

f(x) = 1.25 x + 1.33


R² = 0.98
15.00

10.00

5.00

0.00
0 5 10 15
Lama Penyimpanan (Hari)

Suhu 10°C
14.00

12.00 f(x)
f(x)= 0.82
= 0.85x +x 0.42
− 0.28
R²R²
= 0.98
= 0.99

10.00
f(x) = 0.65 x − 0.12
R² = 0.97
Susut Bobot (%)

8.00

6.00

4.00

2.00

0.00
0 5 10 15
Lama Penyimpanan (Hari)

Gambar 9.Grafik interaksi tingkat kematangan dengan lama penyimpanan


terhadap susut bobot buah terong belanda
Dari Gambar 9 dapat dilihat semakin lama penyimpanan susut bobot buah

akan semakin tinggi. Hal ini disebabkan terjadinya transpirasi pada buah terong

belanda.. Buah-buahan yang telah dipanen merupakan struktur hidup yang masih

melakukan aktifitas metabolisme seperti respirasi. Meningkatnya laju respirasi


45

akan menyebabkan perombakan senyawa seperti karbohidrat dalam buah dan

menghasilkan CO2, enegi dan air yang menguap melalui permukaan kulit buah

yang menyebabkan susut bobot pada terong belanda. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Wills et al (1981), kehilangan berat pada buah disebabkan oleh proses

respirasi dan transpirasi pada buah tersebut. Hal ini menyebabkan semakin lama

penyimpanan maka kehilangan berat buah akan semakin meningkat. Proses

respirasi dapat dihambat dengan melakukan penyimpanan dingin pada buah

sedangkan transpirasi (penguapan) dipengaruhi oleh proses pematangan dan

pemasakan. Oleh karena itu buah terong belanda dengan tingkat kematangan

mentah dengan yang disimpan pada suhu 10°C memiliki susut bobot yang paling

rendah selama penyimpanan.

Kadar Air

Pengaruh tingkat kematangan terhadap kadar air

Dari hasil analisis disidik ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa tingkat

kematangan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar

air terong belanda pada kedua jenis penyimpanan, sehingga uji LSR tidak

dilanjutkan

Pengaruh lama penyimpanan terhadap kadar air

Dari hasil analisis disidik ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa tingkat

kematangan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar

air terong belanda pada kedua jenis penyimpanan. Hasil pengujian dengan LSR

pengaruh lama penyimpanan terhadap kadar air buah terong belanda untuk tiap

perlakuan dapat dilihat pada Tabel 12.


46

Tabel 12. Uji LSR efek utama lama penyimpanan terhadap kadar air buah terong
belanda

Suhu Ruang
LSR Notasi
Jarak Lama Penyimpanan Rataan
0.05 0.01 0.05 0.01
- - - P1 = 0 hari 86.83 a A
2 1.10 1.54 P2 = 5 hari 84.72 b B
3 1.15 1.62 P3 = 10 hari 82.42 c C
4 1.19 1.67 P4 = 15 hari 81.20 d C
Suhu 10° C
LSR Notasi
Jarak Lama Penyimpanan Rataan
0.05 0.01 0.05 0.01
- - - P1 = 0 hari 87.79 a A
2 0.96 1.35 P2 = 5 hari 86.44 b A
3 1.01 1.43 P3 = 10 hari 84.84 c B
4 1.04 1.47 P4 = 15 hari 84.05 c C
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang
berbeda nyata pada taraf 5 % (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%
(huruf besar)

Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa pada penyimpanan suhu ruang P 1

berbeda sangat nyata dengan P2, P3, dan P4. Perlakuan P2 berbeda sangat nyata

dengan P3 dan P4. Perlakuan P3 berbeda nyata dengan P4. Kadar air tertinggi

diperoleh pada perlakuan P1 (0 hari) yaitu sebesar 86,83% dan terendah pada P4

(15 hari) sebesar 81,20%. Pada penyimpanan suhu 10°C P1 berbeda nyata dengan

P2, da berbda sangat nyata terhadap P3 dan P4. Perlakuan P2 berbeda sangat nyata

dengan P3 dan P4. Perlakuan P3 berbeda nyata dengan P4. Kadar air tertinggi

diperoleh pada perlakuan P1 (0 hari) yaitu sebesar 87,79% dan terendah pada P4

(15 hari) sebesar 84,05%.

Pengaruh lama penyimpanan terhadap kadar air terong belanda dapat

dilihat pada Gambar 10.


47

Suhu Ruang

88.00
87.00
86.00 f(x) = − 0.38 x + 86.67
R² = 0.99
85.00
84.00
Kadar Air (%)

83.00
82.00
81.00
80.00
79.00
78.00
0 5 10 15
Lama Penyimpanan (Hari)

Suhu 10°C
89.00

88.00
f(x) = − 0.26 x + 87.7
87.00 R² = 0.98
Kadar Air (%)

86.00

85.00

84.00

83.00

82.00
0 5 10 15
Lama Penyimpanan (Hari)

Gambar 10. Pengaruh lama penyimpanan terhadap kadar air terong belanda

Dari Gambar 10 dapat dilihat bahwa semakin lama penyimpanan maka

kadar air terong belanda akan semakin menurun. Hal ini disebabkan karena buah

terong belanda mengalami proses tanspirasi (penguapan). Menurut Pantastico

(1993), buah-buahan yang disimpan akan mengalami penguapan (transpirasi)

yang berarti terjadi kehilangan air, dapat menyebabkan buah menjadi tampak layu

atau tidak segar dan kulit buah berkerut.


48

Pengaruh interaksi antara tingkat kematangan dengan lama penyimpanan


terhadap kadar air
Dari hasil analisis disidik ragam (Lampiran 2), interaksi antara suhu

penyimpanan dengan lama penyimpanan memberikan pengaruh berbeda tidak

nyata (P>0,05) terhadap kadar air terong belanda pada kesdua jenis penyimpanan,

sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Kadar Vitamin C

Pengaruh tingkat kematangan terhadap kadar vitamin C

Dari hasil analisis disidik ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa tingkat

kematangan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar

vitamin C terong belanda pada kedua jenis penyimpanan. Hasil pengujian dengan

LSR pengaruh tingkat kematangan terhadap kadar vitamin C buah terong belanda

untuk tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Uji LSR efek utama tingkat kematangan terhadap kadar vitamin C buah
terong belanda

Suhu Ruang
LSR Notasi
Jarak Tingkat Kematangan Rataan
0.05 0.01 0.05 0.01
- - - K1 = Mentah 34.15 a A
2 1.94 2.72 K2 = Matang Fisiologi 30.91 b B
3 2.03 2.86 K3 = Matang Morfologi 22.33 c C
Suhu 10° C
LSR Notasi
Jarak Tingkat Kematangan Rataan
0.05 0.01 0.05 0.01
- - - K1 = Mentah 37.20 a A
2 2.07 2.91 K2 = Matang Fisiologi 34.78 b A
3 2.18 3.06 K3 = Matang Morfologi 25.35 c B
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang
berbeda nyata pada taraf 5 % (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%
(huruf besar)

Dari Tabel 13 dapat dilihat bahwa pada penyimpanan suhu ruang K 1

berbeda sangat nyata terhadap K2 dan K3. Perlakuan K2 berbeda sangat nyata
49

terhadap K3. Kadar vitamin C tertinggi terdapat pada K1 (mentah) yaitu sebesar

34,15 mg/100g bahan dan terendah pada perlakuan K3 (matang morfologi)

sebesar 22,33 mg/100g bahan. Pada penyimpanan suhu 10°C K1 berbeda nyata

terhadap K2 dan berbeda sangat nyata terhadap K3. Perlakuan K2 berbeda sangat

nyata terhadap K3. Kadar vitamin C tertinggi terdapat pada K1 (mentah) yaitu

sebesar 37,2 mg/100g bahan dan terendah pada perlakuan K 3 (matang morfologi)

sebesar 25,35 mg/100g bahan.

Pengaruh tingkat kematangan terhadap kadar vitamin C terong belanda

dapat dilihat pada Gambar 11.

Suhu Ruang
40.00
Kadar Vitam in C (m g/10 0 g bahan)

35.00

30.00

25.00

20.00

15.00

10.00

5.00

0.00
Mentah Matang Fisiologi Matang Morfologi
Tingkat Kematangan

Suhu 10°C
K ad ar V it am in C (m g/ 1 0 0 g b ah an )

40.00

35.00

30.00

25.00

20.00

15.00

10.00

5.00

0.00
Mentah Matang Fisiologi Matang Mordologi
Tingkat Kematangan

Gambar 11. Pengaruh tingkat kematangan terhadap kadar vitamin C buah terong
belanda

Dari Gambar 11 dapat dilihat bahwa semakin matang buah terong belanda

maka kandungan vitamin C yang dikandungnya akan semakin rendah. Hai ini
50

sesuai dengan pernyataan Winarno (2002), yang menyatakan bahwa kandungan

vitamin C pada buah yang masih mentah tinggi, dimana semakin tua buah

kandungan vitamin C-nya semakin menurun, dan dapat dijadikan indikator

pematangan buah. Suhu juga berpengaruh terhadap kadar vitamin C buah terong

belanda. Menurut Winarno dan Aman (1991), Vitamin C sangat sensitif dan

mudah rusak oleh faktor luar antara lain oleh suhu, pH, cahaya, alkali, enzim,

oksigen dan katalisator logam.

Pengaruh lama penyimpanan terhadap kadar vitamin C

Dari hasil analisis disidik ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa lama

penyimpanan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap

kadar vitamin C terong belanda pada penyimpanan suhu ruang sedangkan pada

penyimpanan suhu 10°C lama penyimpanan memberikan pengaruh berbeda tidak

nyata (P>0,05) sehingga uji LSR untuk penyimpanan suhu 10°C tidak dilanjutkan.

Hasil pengujian dengan LSR pengaruh lama penyimpanan terhadap kadar vitamin

C buah terong belanda pada penyimpanan suhu ruang untuk tiap perlakuan dapat

dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14 . Uji LSR efek utama lama penyimpanan terhadap kadar vitamin C buah
terong belanda

Suhu Ruang
51

LSR Notasi
Jarak Lama Penyimpanan Rataan
0.05 0.01 0.05 0.01
- - - P1 = 0 hari 34.47 a A
2 2.24 3.14 P2 = 5 hari 31.62 b A
3 2.35 3.30 P3 = 10 hari 27.66 c B
4 2.42 3.40 P4 = 15 hari 22.78 d C
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang
berbeda nyata pada taraf 5 % (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%
(huruf besar)

Dari Tabel 14 dapat dilihat bahwa pada penyimpanan suhu ruang P1

berbeda nyata dengan P2 dan berbeda sangat nyata terhadap P3 dan P4. Perlakuan

P2 berbeda sangat nyata dengan P3 dan P4. Perlakuan P3 berbeda sangat nyata

dengan P4. Kadar vitamin C tertinggi diperoleh pada perlakuan P1 (0 hari) yaitu

sebesar 34,4 mg/100g bahan dan terendah pada P4 (15 hari) sebesar 22,78

mg/100g bahan.

Pengaruh lama penyimpanan terhadap kadar air terong belanda dapat

dilihat pada Gambar 12.

Suhu Ruang
40.00

35.00
f(x) = − 0.78 x + 34.98
Kadar Vitamin C (mg/100g bahan)

30.00 R² = 0.99

25.00

20.00

15.00

10.00

5.00

0.00
0 5 10 15
Lama Penyimpanan (Hari)

Gambar 12. Pengaruh lama penyimpanan terhadap kadar air terong belanda

Dari Gambar 12 dapat dilihat bahwa selama penyimpanan terjadi

penurunan kadar vitamin C buah terong belanda. Penurunan kadar vitamin C pada
52

suhu ruang lebih tinggi dibandingkan buah terong belanda yang disimpan pada

suhu dingin. Hal ini dikarenakan suhu dingin dapat menghambat terjadinya proses

respirasi. Menurut Wills et al. (1981) kecenderungan menurunnya vitamin C

selama penyimpanan disebabkan karena asam-asam organik termasuk asam

askorbat mengalami pemecahan menjadi senyawa yang lebih sederhana akibat

proses respirasi.

Pengaruh interaksi antara tingkat kematangan dengan lama penyimpanan


terhadap kadar vitamin C
Dari hasil analisis disidik ragam (Lampiran 3), interaksi antara tingkat

kematangan dengan lama penyimpanan memberikan pengaruh berbeda tidak

nyata (P>0,05) terhadap kadar vitamin C terong belanda pada kedua jenis

penyimpanan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Total Asam

Pengaruh tingkat kematangan terhadap total asam

Dari hasil analisis disidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa tingkat

kematangan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap total

asam terong belanda pada kedua jenis penyimpanan. Hasil pengujian dengan LSR

pengaruh tingkat kematangan terhadap total asam buah terong belanda untuk tiap

perlakuan dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Uji LSR efek utama tingkat kematangan terhadap total asam buah
terong belanda

Suhu Ruang
Jarak LSR Tingkat Kematangan Rataan Notasi
53

0.05 0.01 0.05 0.01


- - - K1 = Mentah 0.78 a A
2 0.03 0.04 K2 = Matang Fisiologi 0.52 b B
3 0.03 0.04 K3 = Matang Morfologi 0.37 c C
Suhu 10° C
LSR Notasi
Jarak Tingkat Kematangan Rataan
0.05 0.01 0.05 0.01
- - - K1 = Mentah 0.83 a A
2 0.01 0.02 K2 = Matang Fisiologi 0.61 b B
3 0.01 0.02 K3 = Matang Morfologi 0.47 c C
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang
berbeda nyata pada taraf 5 % (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%
(huruf besar)

Dari Tabel 15 dapat dilihat bahwa pada penyimpanan suhu ruang

perlakuan K1 berbeda sangat nyata terhadap K2 dan K3. Perlakuan K2 berbeda

sangat nyata terhadap K3. Total asam tertinggi terjadi perlakuan K1 (mentah) yaitu

sebesar 0,78% dan terendah pada perlakuan K3 (matang morfologi)’sebesar

0,37%. Pada penyimpanan suhu 10°C perlakuan K1 berbeda sangat nyata terhadap

K2 dan K3. Perlakuan K2 berbeda sangat nyata terhadap K3. Total asam tertinggi

terjadi perlakuan K1 (mentah) yaitu sebesar 0,83% dan terendah pada perlakuan

K3 (matang morfologi)sebesar 0,47%.

Pengaruh tingkat kematangan terhadap total asam terong belanda dapat

dilihat pada Gambar 14.


54

Suhu Ruang
0.90
0.80
0.70
0.60
Total Asam (%)

0.50
0.40
0.30
0.20
0.10
0.00
Mentah Matang Fisiologi Matang Morfologi
Tingkat Kematangan

Suhu 10°C
40.00

35.00
Kadar Vitamin C (mg/100g bahan)

30.00

25.00

20.00

15.00

10.00

5.00

0.00
Mentah Matang Fisiologi Matang Mordologi
Tingkat Kematangan

Gambar 14. Pengaruh tingkat kematangan terhadap total asam buah terong
belanda

Dari Gambar 14 dapat dilihat bahwa semakin matang buah maka total

asamnya akan semakin menurun. Menurut Wills et al (1981), kandungan asam

merupakan sumber energi bagi aktifitas metabolik buah-buahan. Disamping itu

dapat terjadi konversi asam membentuk gula setelah buah lewat matang sehingga

asam yang terbentuk pada saat pematangan akan menurun.


55

Pengaruh lama penyimpanan terhadap total asam

Dari hasil analisis disidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa lama

penyimpanan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap total

asam terong belanda pada kedua jenis penyimpanan. Hasil pengujian dengan LSR

pengaruh lama penyimpanan terhadap total asam buah terong belanda untuk tiap

perlakuan dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Uji LSR efek utama lama penyimpanan terhadap total asam buah terong
belanda

Suhu Ruang
LSR Notasi
Jarak Lama Penyimpanan Rataan
0.05 0.01 0.05 0.01
- - - P1 = 0 hari 0.64 a A
2 0.03 0.04 P2 = 5 hari 0.61 b A
3 0.03 0.04 P3 = 10 hari 0.53 c B
4 0.03 0.05 P4 = 15 hari 0.44 d C
Suhu 10° C
LSR Notasi
Jarak Lama Penyimpanan Rataan
0.05 0.01 0.05 0.01
- - - P1 = 0 hari 0.69 a A
2 0.02 0.02 P2 = 5 hari 0.66 b B
3 0.02 0.02 P3 = 10 hari 0.63 c C
4 0.02 0.02 P4 = 15 hari 0.57 d D
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang
berbeda nyata pada taraf 5 % (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%
(huruf besar)

Dari Tabel 16 dapat dilihat bahwa pada penyimpanan suhu ruang

perlakuan P1 berbeda nyata dengan P2 dan berbeda sangat nyata terhadap P3 dan

P4. Perlakuan P2 berbeda sangat nyata dengan P3 dan P4. Perlakuan P3 berbeda

sangat nyata dengan P4. Total asam tertinggi diperoleh pada perlakuan P 1 (5 hari)

yaitu sebesar 0,64% dan terendah pada P4 (15 hari) sebesar 0,44 %. Pada

penyimpanan suhu 10°C perlakuan P1 berbeda sangat nyata dengan P2 ,P3 dan P4.

Perlakuan P2 berbeda sangat nyata dengan P3 dan P4. Perlakuan P3 berbeda sangat
56

nyata dengan P4. Total asam tertinggi diperoleh pada perlakuan P 1 (5 hari) yaitu

sebesar 0,69% dan terendah pada P4 (15 hari) sebesar 0,67 %.

Pengaruh lama penyimpanan terhadap total asam terong belanda dapat

dilihat pada Gambar 15.

Suhu Ruang
1.00

0.80

0.60 f(x) = − 0.01 x + 0.66


Total Asam (%)

R² = 0.96

0.40

0.20

0.00
0 5 10 15
Lama Penyimpanan (Hari)

Suhu 10°C
0.80

0.70
f(x) = − 0.01 x + 0.7
0.60 R² = 0.96

0.50
Total Asam (%)

0.40

0.30

0.20

0.10

0.00
0 5 10 15
Lama Penyimpanan (Hari)

Gambar 15. Pengaruh lama penyimpanan terhadap total asam buah terong belanda
57

Dari Gambar 15 dapat dilihat bahwa total asam selama penyimpanan

akan mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena kanndungan asam yang

terdapat didalam buah akan dipakai sebagai sumber energi untuk proses

metabolisme setelah buah dipanen. Menurut Kays (1991), setelah pemanenan dan

penyimpanan kandungan asam pada buah akan mengalami penrunan tergantung

pada jenis asam, tipe jaringan, kondisi penyimpanan dan kultivar.

Pengaruh interaksi antara tingkat kematangan dan lama penyimpanan


terhadap total asam

Dari hasil analisis disidik ragam (Lampiran 4), interaksi antara tingkat

kematangan dengan lama penyimpanan memberikan pengaruh berbeda sangat

nyata (P<0,01) terhadap total asam terong belanda pada kedua jenis

penyimpanan. Hasil pengujian dengan LSR pengaruh interaksi tingkat

kematangan dengan lama penyimpanan terhadap total asam buah terong belanda

untuk tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Uji LSR pengaruh interaksi tingkat kematangan dengan lama
penyimpanan terhadap total asam buah terong belanda

Suhu Ruang
LSR Notasi
Jarak Perlakuan Rataan
0.05 0.01 0.05 0.01
-     K1P1 0.90 a A
2 0.05 0.07 K1P2 0.91 a A
3 0.05 0.08 K1P3 0.73 b B
4 0.06 0.08 K1P4 0.59 c C
5 0.06 0.08 K2P1 0.59 c C
6 0.06 0.08 K2P2 0.52 cd C
7 0.06 0.08 K2P3 0.54 d CD
8 0.06 0.08 K2P4 0.45 e DE
9 0.06 0.08 K3P1 0.45 e DE
10 0.06 0.08 K3P2 0.41 e DE
11 0.06 0.09 K3P3 0.34 f F
12 0.06 0.09 K3P4 0.27 g G
58

Suhu 10° C
LSR Notasi
Jarak Perlakuan Rataan
0.05 0.01 0.05 0.01
-     K1P1 0.86 a A
2 0.03 0.04 K1P2 0.87 a A
3 0.03 0.04 K1P3 0.86 a A
4 0.03 0.04 K1P4 0.76 b B
5 0.03 0.04 K2P1 0.67 c C
6 0.03 0.04 K2P2 0.59 d D
7 0.03 0.04 K2P3 0.61 d DE
8 0.03 0.04 K2P4 0.56 e EF
9 0.03 0.05 K3P1 0.55 e FG
10 0.03 0.05 K3P2 0.52 f G
11 0.03 0.05 K3P3 0.43 g H
12 0.03 0.05 K3P4 0.38 h I
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang
berbeda nyata pada taraf 5 % (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%
(huruf besar)

Dari Tabel 17 dapat dilihat bahwa pada penyimpanan suhu ruang total

asam tertinggi terdapat pada perlakuan K1P1 yaitu sebesar 0,86% dan terendah

pada K3P4 yaitu sebesar 0,38% dan pada penyimpanan suhu 10°C total asam

tertinggi terdapat pada perlakuan K1P2 yaitu sebesar 0,91% dan terendah pada

K3P4 yaitu sebesar 0,27%.

Pengaruh interaksi antara tingkat kematangan dengan lama penyimpanan

terhadap total asam terong belanda dapat dilihat pada Gambar 16.

Dari Gambar 16 dapat dilihat bahwa total asam tergantung pada tingkat

kematangan buah. Setelah buah dipanen, baik buah mentah, matang fisiologi

maupun matang morfologi akan mengalami penurunan kandungan asam. Hal ini

sesuai dengan penryataan Pantastico (1993), total asam pada buah-buahan akan

mencapai maksimum pada saat pertumbuhan kemudian menurun selama

penyimpanan.
59

Suhu Ruang

1.00
0.90 f(x) = − 0.02 x + 0.95
R² = 0.88
0.80
0.70
0.60
Total Asam (%)

f(x) = − 0.01 x + 0.58


0.50 R² = 0.79
0.40 f(x) = − 0.01 x + 0.46
R² = 0.98
0.30
0.20
0.10
0.00
0 5 10 15
Lama Penyimpanan (Hari)

Suhu 10°C

1.00
0.90
f(x) = − 0.01 x + 0.88
0.80 R² = 0.59
0.70
0.60 f(x) = − 0.01 x + 0.65
Total Asam (%)

R² = 0.74
0.50 f(x) = − 0.01 x + 0.56
R² = 0.98
0.40
0.30
0.20
0.10
0.00
0 5 10 15
Lama Penyimpanan (Hari)

Gambar 16.Pengaruh interaksi tingkat kematangan dan lama penyimpanan


terhadap total asam buah terong belanda
60

Total Padatan Terlarut

Pengaruh tingkat kematangan terhadap total padatan terlarut

Dari hasil analisis disidik ragam (Lampiran 5) menunjukkan bahwa tingkat

kematangan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap terong

belanda pada kedua jenis penyimpanan. Hasil pengujian dengan LSR pengaruh

tingkat kematangan terhadap total padatan terlarut buah terong belanda untuk tiap

perlakuan dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Uji LSR efek utama tingkat kematangan terhadap total padatan terlarut
buah terong belanda

Suhu Ruang
LSR Notasi
Jarak Tingkat Kematangan Rataan
0.05 0.01 0.05 0.01
- - - K1 = Mentah 5.38 c C
2 0.63 0.88 K2 = Matang Fisiologi 7.63 b B
3 0.66 0.93 K3 = Matang Morfologi 10.88 a A
Suhu 10° C
LSR Notasi
Jarak Tingkat Kematangan Rataan
0.05 0.01 0.05 0.01
- - - K1 = Mentah 5.63 c C
2 0.61 0.85 K2 = Matang Fisiologi 8.63 b B
3 0.64 0.90 K3 = Matang Morfologi 10.81 a A
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang
berbeda nyata pada taraf 5 % (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%
(huruf besar)

Dari Tabel 18 dapat dilihat bahwa pada penyimpanan suhu ruang

perlakuan K1 berbeda sangat nyata terhadap K2 dan K3. Perlakuan K2 berbeda

sangat nyata terhadap K3. Total padatan terlarut tertinggi terjadi perlakuan K3

(matang morfologi) yaitu sebesar 11,88oBrix dan terendah pada perlakuan K1

(mentah) sebesar 5,38oBrix. Pada penyimpanan suhu ruang perlakuan K1 berbeda

sangat nyata terhadap K2 dan K3. Perlakuan K2 berbeda sangat nyata terhadap K3.
61

Total padatan terlarut tertinggi terjadi perlakuan K3 (matang morfologi) yaitu

sebesar 11,81oBrix dan terendah pada perlakuan K1 (mentah) sebesar 5,63oBrix.

Pengaruh tingkat kematangan terhadap total padatan terlarut terong

belanda dapat dilihat pada Gambar 17.

Suhu 28°C
12.00

10.00
Total Padatan Terlarut (°Brix)

8.00

6.00

4.00

2.00

0.00
Mentah Matang Fisiologi Matang Morfologi
Tingkat Kematangan

Suhu 10°C
12.00

10.00
Total Padatan Terlarut (°Brix)

8.00

6.00

4.00

2.00

0.00
Mentah MatangFisiologi Matang Morfologi
Tingkat Kematangan

Gambar 17. Pengaruh tingkat kematangan terhadap total padatan terlarut buah
terong belanda

Dari Gambar 17 dapat diketahui bahwa semakin matang buah terong

belanda maka semakin tinggi pula total padatan terlarut buah. Menurut Purba dan
62

Sitinjak (1987), semakin matang buah, semakin tinggi kadar gula. Karena gula

merupakan zat yang dominan dalam bahan padat terlarut maka tingkat

kematangan sering ditentukan dengan soluble solid.

Pengaruh lama penyimpanan terhadap total padatan terlarut

Dari hasil analisis disidik ragam (Lampiran 5) menunjukkan bahwa lama

penyimpanan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap total

padatan terlarut terong belanda pada kedua jenis penyimpanan, sehingga uji LSR

tidak dilanjutkan.

Pengaruh interaksi antara tingkat kematangan dan lama penyimpanan


terhadap total padatan terlarut

Dari hasil analisis disidik ragam (Lampiran 5), interaksi antara tingkat

kematangan dengan lama penyimpanan memberikan pengaruh berbeda nyata

(P<0,05) terhadap total padatan terlarut terong belanda pada penyimpanan suhu

ruang sedangkan pada penyimpanan suhu 10°C interaksi antara tingkat

kematangan dan lama penyimpanan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata

(P>0,05) sehingga uji LSR untuk penyimpanan suhu 10°C tidak dilanjutkan.

Hasil pengujian dengan LSR pengaruh interaksi tingkat kematangan dengan lama

penyimpanan terhadap total padatan terlarut buah terong belanda pada

penyimpanan suhu ruang untuk tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 19.
63

Tabel 19. Uji LSR pengaruh interaksi tingkat kematangan dengan lama
penyimpanan terhadap total padatan terlarut buah terong belanda

Suhu Ruang
LSR Notasi
Jarak Perlakuan Rataan
0.05 0.01 0.05 0.01
-     K1P1 4.50 f F
2 1.26 1.76 K1P2 5.50 ef EF
3 1.32 1.86 K1P3 6.00 e EF
4 1.36 1.91 K1P4 5.50 ef EF
5 1.37 1.94 K2P1 8.50 c BCD
6 1.39 1.96 K2P2 8.00 c CD
7 1.40 2.01 K2P3 7.50 cd DE
8 1.40 2.02 K2P4 6.50 de DE
9 1.40 2.05 K3P1 12.00 a A
10 1.41 2.07 K3P2 11.00 ab A
11 1.41 2.08 K3P3 10.50 b AB
12 1.41 2.09 K3P4 10.00 b BC
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang
berbeda nyata pada taraf 5 % (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%
(huruf besar)

Dari Tabel 19 dapat dilihat bahwa total padatan terlarut tertinggi terdapat

pada perlakuan K3P1 yaitu sebesar 12,00oBrix dan terendah pada K1P1 sebesar

4,50oBrix.

Pengaruh interaksi antara tingkat kematangan dengan lama penyimpanan

terhadap total padatan terlarut terong belanda dapat dilihat pada Gambar 18.
64

Suhu Ruang

14.00

12.00
f(x) = − 0.13 x + 11.85
R² = 0.97
10.00
Total Padatan Terlarut (°Brix)

8.00 f(x) = − 0.13 x + 8.6


R² = 0.97
6.00
f(x) = 0.07 x + 4.85
R² = 0.52
4.00

2.00

0.00
0 5 10 15
Lama Penyimpanan (Hari)
.

Gambar 18.Pengaruh interaksi tingkat kematangan dan lama penyimpanan


terhadap total padatan terlarut buah terong belanda
Dari Gambar 18 dapat diketahui terjadi kenaikan tss selama penyimpanan,

kecuali buah yang sudah matang, hal ini diduga kaerna selama terjadinya

perombakan pati menjadi gula-gula sederhana. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Santoso dan Purwoko (1995), perubahan kuantitatif yang berkaitan dengan

pemasakan umumnya pemecahan polimer karbohidrat, khususnya perubahan pati

menjadi gula. Sedangkan penurunan TSS pada buah matang morfologi diduga

karena digunakannya gula-gula yang terkandung dalam buah untuk proses

respirasi sehingga tssnya menurun. Soares dkk. (2007) menyatakan bahwa TPT

meningkat selama proses pematangan pada tingkat kematangan immature dan

intermediate yaitu (7.40–8.6°brix) sedangkan pada tingkat kematangan mature

menurun hingga 8.4°brix. Hal ini disebabkan zat pati yang tersedia sudah tidak

ada lagi untuk dirombak menjadi gula karena buah pepaya telah berada pada tahap

masak penuh. Winarno (2002) menyatakan bahwa pada waktu kandungan pati

menurun, kandungan sukrosa akan naik, dan sukrosa yang terbentuk akan dipecah
65

lagi menjadi fruktosa dan glukosa.Glukosa yang terbentuk akan digunakan

sebagian untuk proses respirasi. Winarno dan Wirakartakusumah (1981)

menambahkan bahwa kenaikan total padatan terlarut terjadi karena karbohidrat

terhidrolisis menjadi senyawa glukosa dan fruktosa, sedangkan penurunan total

padatan terlarut terjadi karena kadar gula sederhana yang mengalami perubahan

menjadi alkohol, aldehid, dan asam.

Kekerasan

Pengaruh tingkat kematangan terhadap kekerasan

Dari hasil analisis disidik ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa tingkat

kematanagn memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap

kekerasan terong belanda pada kedua jenis penyimpanan. Hasil pengujian dengan

LSR pengaruh tingkat kematangan terhadap kekerasan buah terong belanda untuk

tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20. Uji LSR efek utama tingkat kematangan terhadap kekerasan buah
terong belanda

Suhu Ruang
LSR Notasi
Jarak Tingkat Kematangan Rataan
0.05 0.01 0.05 0.01
- - - K1 = Mentah 156.79 a A
2 3.59 5.03 K2 = Matang Fisiologi 130.26 b B
3 3.76 5.30 K3 = Matang Morfologi 100.90 c C
Suhu 10° C
LSR Notasi
Jarak Tingkat Kematangan Rataan
0.05 0.01 0.05 0.01
- - - K1 = Mentah 161.31 a A
2 8.87 12.44 K2 = Matang Fisiologi 140.01 b B
3 9.30 13.11 K3 = Matang Morfologi 116.26 c C
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang
berbeda nyata pada taraf 5 % (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%
(huruf besar)
66

Dari Tabel 20 dapat dilihat bahwa pada penyimpanan suhu ruang K 1

berbeda sangat nyata terhadap K2 dan K3. Perlakuan K2 berbeda sangat nyata

terhadap K3. Kekerasan tertinggi terjadi perlakuan K1 (mentah) yaitu sebesar

156,79g/mm2 dan terendah pada perlakuan K3 (matang morfologi) sebesar 100,90

g/mm2. Pada penyimpanan suhu 10°C K1 berbeda sangat nyata terhadap K2 dan

K3. Perlakuan K2 berbeda sangat nyata terhadap K3. Kekerasan tertinggi terjadi

perlakuan K1 (mentah) yaitu sebesar 161,31g/mm2 dan terendah pada perlakuan

K3 (matang morfologi) sebesar 116,26 g/mm2.

Pengaruh tingkat kematangan terhadap total padatan terlarut terong

belanda dapat dilihat pada Gambar 19.

Suhu Ruang

180.00
160.00
140.00
120.00
100.00
m2)

80.00
Kekerasan(g/m

60.00
40.00
20.00
0.00
Mentah Matang Fisiologi Matang Morfologi
Tingkat Kematangan
67

Suhu 10°C

180.00
160.00
140.00
120.00
100.00
Kekerasan(g/mm2)

80.00
60.00
40.00
20.00
0.00
Mentah Matang Fisiologi Matang Morfologi
Tingkat Kematangan

Gambar 19. Pengaruh tingkat kematangan terhadap kekerasan buah terong


belanda

Dari Gambar 19 dapat diketahui bahwa terong belanda mentah meliliki

tingkat kekerasan yang paling tinggi dan terong belanda matang morfologi

memiliki tingkat kekerasan yang terendah. Hal ini disebabkan terjadi perubahan

pektin selama terjadinya pematangan sehingga ketegaran buah menjadi berkurang.

Hal ini sususai dengan pendapat Pantastico (1993), yang menyatakan bahwa

selama pematangan buah, terjadi 2 proses pada zat-zat pektin : depolimerisasi

(pemendekan rantai) dan deesterifikasi (penghilangan gugus metal dari

polimernya) yang menyebabkan ketegaran buah menjadi berkurang.

Pengaruh lama penyimpanan terhadap kekerasan

Dari hasil analisis disidik ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa lama

penyimpanan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap

kekerasan terong belanda pada kedua jenis penyimpanan . Hasil pengujian dengan
68

LSR pengaruh lama penyimpanan terhadap kekerasan buah terong bealnda untuk

tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21. Uji LSR efek utama lama penyimpanan terhadap kekerasan buah terong
belanda

Suhu Ruang
LSR Notasi
Jarak Lama Penyimpanan Rataan 0.0
0.05 0.01 5 0.01
- - - P1 = 0 hari 166.29 a A
2 4.14 5.81 P2 = 5 hari 137.82 b B
3 4.35 6.12 P3 = 10 hari 109.56 c C
4 4.48 6.30 P4 = 15 hari 103.58 d D
Suhu 10° C
LSR Notasi
Jarak Lama Penyimpanan Rataan 0.0
0.05 0.01 5 0.01
- - - P1 = 0 hari 157.96 a A
2 10.24 14.37 P2 = 5 hari 152.06 a A
3 10.74 15.13 P3 = 10 hari 135.04 b B
4 11.08 15.56 P4 = 15 hari 111.71 c C
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang
berbeda nyata pada taraf 5 % (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%
(huruf besar)

Dari Tabel 21 dapat dilihat bahwa pada penyimpanan suhu ruang P1

berbeda sangat nyata dengan P2, P3, dan P4. Perlakuan P2 berbeda sangat nyata

nyata dengan P3 dan P4. Perlakuan P3 berbeda sangat nyata dengan P4. Kekerasan

tertinggi diperoleh pada perlakuan P1 (0 hari) yaitu sebesar 166,29 g/mm2 dan

terendah pada P4 (15 hari) sebesar 103,58 /mm2. Pada penyimpanan suhu 10°C P1

berbeda tidak nyata nyata dengan P2, dan berbeda sangat nyata terhadap P3 dan P4.

Perlakuan P2 berbeda sangat nyata nyata dengan P3 dan P4. Perlakuan P3 berbeda

sangat nyata dengan P4. Kekerasan tertinggi diperoleh pada perlakuan P 1 (0 hari)

yaitu sebesar 157,96 g/mm2 dan terendah pada P4 (15 hari) sebesar 111,71 g/mm2.
69

Pengaruh lama penyimpanan terhadap kekerasan terong belanda dapat

dilihat pada Gambar 20

Suhu Ruang
180.00
160.00
f(x) = − 4.33 x + 161.77
140.00 R² = 0.94

120.00
Kekerasan g/mm2

100.00
80.00
60.00
40.00
20.00
0.00
0 5 10 15
Lama Penyimpanan (Hari)

Suhu 10°C
180.00
160.00
f(x) = − 3.12 x + 162.56
140.00 R² = 0.94

120.00
Kekerasan (g/mm2)

100.00
80.00
60.00
40.00
20.00
0.00
0 5 10 15
Lama Penyimpanan (Hari)

Gambar 15. Pengaruh lama penyimpanan terhadap total padatan terlarut buah
terong belanda

Dari Gambar 20 dapat dilihat bahwa semakin lama penyimpanan maka

kekerasan terong belanda akan semakin menurun. Hal ini disebabkan karena

selama penyimpanan buah melakukan metabolisme khususnya respirasi dengan

merombak senyawa makromolekul seperti karbohidrat, termasuk protopektin


70

menjadi pektin. Zat pektin merupakan senyawa perekat dinding sel yang termasuk

dalam derifat asam poligalakturonat yang terdapat dalam bentuk protopektin,

asam-asam pektinat, pektin dan asam pektat. Jumlah zat-zat pektat bertambah

selama perkembangan buah, pada waktu buah menjadi matang kandungan pektat

dan pektinat yang larut meningkat, sedangkan jumlah zat-zat pektat seluruhnya

menurun (Pantastico, 1993). Menurut Kartasapoetra (1994), selama penyimpanan

terjadi degradasi pektat, lignin, selulosa dan hemiselulosa oleh aktivitas enzim

dalam proses pematangan buah sehingga terjadi perubahan tekstur dari keras

manjadi lunak.

Pengaruh interaksi antara tingkat kematangan dan lama penyimpanan


terhadap kekerasan

Dari hasil analisis disidik ragam (Lampiran 6), interaksi antara tingkat

kematangan dengan lama penyimpanan memberikan pengaruh berbeda sangat

nyata (P<0,01) terhadap kekerasan terong belanda pada penyimpanan suhu ruang

sedangkan pada penyimpanan suhu 10°C interaksi antara tingkat kematangan dan

lama penyimpanan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap

kekerasan sehingga uji LSR untuk penyimpanan suhu 10°C tidak dilanjutkan.

Hasil pengujian dengan LSR pengaruh interaksi tingkat kematangan dengan lama

penyimpanan terhadap kekerasan buah terong belanda pada penyimpanan suhu

ruang untuk tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 22.


71

Tabel 22. Uji LSR pengaruh interaksi tingkat kematangan dengan lama
penyimpanan terhadap total asam buah terong belanda

Suhu Ruang
LSR Notasi
Jarak Perlakuan Rataan
0.05 0.01 0.05 0.01
-     K1P1 204.50 a A
2 7.18 10.07 K1P2 168.77 b B
3 7.53 10.61 K1P3 132.86 c B
4 7.76 10.91 K1P4 121.01 d C
5 7.83 11.10 K2P1 157.95 e D
6 7.93 11.21 K2P2 148.56 e D
7 7.97 11.47 K2P3 109.56 f E
8 8.02 11.56 K2P4 104.96 g F
9 8.02 11.70 K3P1 136.44 g FG
10 8.06 11.82 K3P2 96.12 h GH
11 8.06 11.89 K3P3 86.27 i HI
12 8.06 11.96 K3P4 84.77 i I
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang
berbeda nyata pada taraf 5 % (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%
(huruf besar)

Dari Tabel 22 dapat dilihat bahwa kekerasan buah terong belanda tertinggi

pada terdapat pada perlakuan K1P1 yaitu sebesar 204,50 g/mm2 dan terendah pada

K3P4 yaitu sebesar 84,77 g/mm2.

Pengaruh interaksi antara tingkat kematangan dengan lama penyimpanan

terhadap kekerasan terong belanda dapat dilihat pada Gambar 20.

Dari Gambar 20 dapat diketahui bahwa semua buah buah terong belanda

dengan tingkat kematangan yang berbeda akan mengalami penurunan tingkat

kekerasan selama penyimpanan. Buah yang matang morfologis selama

penyimpanan 15 hari akan memiliki tingkat kekerasan yang paling rendah, hal ini

disebabkan karena tingkat kekerasan akan semakin menurun akibat penyimpanan

dan juga tingkat kematangan, buah yang matang akan menjadi lunak akibat

terjadinya perombakan pektin selama pematangan. Selama terjadinya proses

pematangan terjadi proses perombakan pektin. Hal ini sesuai dengan pernyataan
72

Kartasapoetra (1994), selama penyimpanan terjadi degradasi pektat, lignin,

selulosa dan hemiselulosa oleh aktivitas enzim dalam proses pematangan buah,

sehingga terjadi perubahan tekstur dari keras menjadi lunak.

Suhu Ruang

250.00

200.00
f(x) = − 5.73 x + 199.74
R² = 0.96
Kekerasan (g/mm2)

150.00 f(x) = − 3.96 x + 159.95


R² = 0.9
f(x) = − 3.3 x + 125.62
100.00 R² = 0.77

50.00

0.00
0 5 10 15
Lama Penyimpanan (Hari)

Gambar 20.Grafik interaksi tingkat kematangan dengan lama penyimpanan


terhadap kekerasan buah terong belanda

Uji Organoleptik Warna

Pengaruh tingkat kematangan terhadap organoleptik warna

Dari hasil analisis disidik ragam (Lampiran 7) menunjukkan bahwa tingkat

kematangan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap

organoleptik warna terong belanda pada kedua jenis penyimpanan. Hasil

pengujian dengan LSR pengaruh tingkat kematangan terhadap organoleptik warna

buah terong belanda untuk tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 23.
73

Tabel 23. Uji LSR efek utama tingkat kematangan terhadap organoleptik warna
buah terong belanda

Suhu Ruang
LSR Notasi
Jarak Tingkat Kematangan Rataan
0.05 0.01 0.05 0.01
- - - K1 = Mentah 1.54 c C
2 0.10 0.13 K2 = Matang Fisiologi 3.40 b B
3 0.10 0.14 K3 = Matang Morfologi 4.49 a A
Suhu 10° C
LSR Notasi
Jarak Tingkat Kematangan Rataan
0.05 0.01 0.05 0.01
- - - K1 = Mentah 1.51 c C
2 0.10 0.14 K2 = Matang Fisiologi 3.28 b B
3 0.10 0.15 K3 = Matang Morfologi 4.51 a A
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang
berbeda nyata pada taraf 5 % (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%
(huruf besar)

Dari Tabel 22 dapat dilihat bahwa pada penyimpanan suhu ruang K 1

berbeda sangat nyata terhadap K2 dan K3. Perlakuan K2 berbeda sangat nyata

terhadap K3. Nilai organoleptik warna tertinggi terjadi perlakuan K 3 (matang

morfologi) yaitu sebesar 4,49 dan terendah pada perlakuan K1 (mentah) sebesar

1,54. Pada penyimpanan suhu ruang K 1 berbeda sangat nyata terhadap K2 dan K3.

Perlakuan K2 berbeda sangat nyata terhadap K3. Nilai organoleptik warna

tertinggi terjadi perlakuan K3 (matang morfologi) yaitu sebesar 4,51 dan terendah

pada perlakuan K1 (mentah) sebesar 1,51.

Pengaruh tingkat kematangan terhadap organoleptik warna terong belanda

dapat dilihat pada Gambar 21 .


74

Suhu Ruang
5.00

4.00
Organoleptik Warna (skor)

3.00

2.00

1.00

0.00
Mentah Matang Fisiologi Matang Morfologi
Tingkat Kematangan

Suhu 10° C
5.00

4.00
Organoleptik Warna (skor)

3.00

2.00

1.00

0.00
Mentah Matang Fisiologi Matang Morfologi
Tingkat Kematangan

Gambar 21. Pengaruh tingkat kematangan terhadap organoleptik warna buah


terong belanda
Dari Gambar 21 dapat dilihat bahwa warna buah berbeda-beda sesuai

tingkat kematangannya. Menurut Apandi (1994) buah mentah akan berwarna

hijau, matang fisiologi kuning kemerahan dan buah matang morfologi akan

berwana merah. Perubahan warna ini terjadi akibat degradasi senyawa klorofil.

Perubahan warna adalah perubahan yang paling menonjol pada waktu

pematangan, terjadi sintesa pigmen tertentu, seperti karetenoid dan flavonoid

selain perombakan klorofil.


75

Pengaruh lama penyimpanan terhadap organoleptik warna

Dari hasil analisis disidik ragam (Lampiran 7) menunjukkan bahwa lama

penyimpanan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap

organoleptik warna terong belanda pada kedua jenis penyimpanan. Hasil

pengujian dengan LSR pengaruh lama penyimpanan terhadap organoleptik warna

buah terong belanda untuk tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 24.

Tabel 24. Uji LSR efek utama lama penyimpanan terhadap organoleptik warna
buah terong belanda

SuhuRuang
LSR Notasi
Jarak Lama Penyimpanan Rataan
0.05 0.01 0.05 0.01
- - - P1 = 0 hari 2.78 d C
2 0.11 0.16 P2 = 5 hari 3.05 c B
3 0.12 0.16 P3 = 10 hari 3.18 b B
4 0.12 0.17 P4 = 15 hari 3.55 a A
Suhu 10° C
LSR Notasi
Jarak Lama Penyimpanan Rataan
0.05 0.01 0.05 0.01
- - - P1 = 0 hari 2.83 c C
2 0.11 0.16 P2 = 5 hari 3.07 b B
3 0.12 0.17 P3 = 10 hari 3.17 b AB
4 0.12 0.17 P4 = 15 hari 3.33 a A
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang
berbeda nyata pada taraf 5 % (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%
(huruf besar)

Dari Tabel 24 dapat dilihat bahwa pada penyimpanan suhu ruang P 1

berbeda sangat nyata dengan P2, P3, dan P4. Perlakuan P2 berbeda nyata dengan

P3 dan berbeda snagat nyata dengan P4. Perlakuan P3 berbeda sangat nyata dengan

P4. Nilai organoleptik warna tertinggi diperoleh pada perlakuan P 4 (15 hari) yaitu

sebesar 3,55 dan terendah pada P1 (0 hari) sebesar 2,78. Pada penyimpanan suhu

10°C P1 berbeda sangat nyata dengan P2, P3, dan P4. Perlakuan P2 berbeda tidak

nyata dengan P3 dan berbeda berbeda sangat nyata dengan P4. Perlakuan P3
76

berbeda nyata dengan P4. Nilai organoleptik warna tertinggi diperoleh pada

perlakuan P4 (15 hari) yaitu sebesar 3,33 dan terendah pada P 1 (0 hari) sebesar

2,83.

Pengaruh lama penyimpanan terhadap organoleptik warna terong belanda

dapat dilihat pada Gambar 22.

Suhu Ruang
5.00

4.00
Organoleptik Warna (skor)

f(x) = 0.05 x + 2.78


3.00 R² = 0.97

2.00

1.00

0.00
0 5 10 15
Lama Penyimpanan (Hari)

Suhu 10° C

5.00

4.00
Organoleptik Warna (skor)

3.00 f(x) = 0.03 x + 2.86


R² = 0.98

2.00

1.00

0.00
0 5 10 15
Lama Penyimpanan (Hari)

Gambar 22. Pengaruh lama penyimpanan terhadap organoleptik warna buah


terong belanda
77

Dari Gambar 22 dapat dilihat bahwa semakin lama penyimpanan maka

nilai organoleptik warna (skor) akan meningkat. Menurut Winarno dan Aman

(1989), setelah panen buah klorofil mengalami degradasi, hal ini mengakibatkan

buah dan sayuran hijau menjadi kuning. Selain klorofil terong belanda juga

mensintesa pigmen antosianin setelah panen. Pembentukan antosianin ini

tergantung dari adanya cahaya dan suhu ruang penyimpanan

Pengaruh interaksi antara tingkat kematangan dengan lama penyimpanan


terhadap organoleptik warna

Dari hasil analisis disidik ragam (Lampiran 7), interaksi antara tingkat

kematangan dengan lama penyimpanan memberikan pengaruh berbeda tidak

nyata (P>0,05) terhadap organoleptik warna terong belanda pada kedua jenis

penyimpanan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Uji Organoleptik Aroma

Pengaruh tingkat kematangan terhadap organoleptik aroma

Dari hasil analisis disidik ragam (Lampiran 8) menunjukkan bahwa tingkat

kematangan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap

organoleptik aroma terong belanda pada kedua jenis penyimpanan. Hasil

pengujian dengan LSR pengaruh tingkat kematangan terhadap organoleptik aroma

buah terong belanda untuk tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 25.
78

Tabel 25. Uji LSR efek utama tingkat kematangan terhadap organoleptik aroma
buah terong belanda

Suhu Ruang
LSR Notasi
Jarak Tingkat Kematangan Rataan
0.05 0.01 0.05 0.01
- - - K1 = Mentah 2.21 c B
2 0.06 0.09 K2 = Matang Fisiologi 3.05 b A
3 0.07 0.09 K3 = Matang Morfologi 3.11 a A
Suhu 10° C
LSR Notasi
Jarak Tingkat Kematangan Rataan
0.05 0.01 0.05 0.01
- - - K1 = Mentah 2.18 b B
2 0.12 0.17 K2 = Matang Fisiologi 3.14 a A
3 0.13 0.18 K3 = Matang Morfologi 3.25 a A
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang
berbeda nyata pada taraf 5 % (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%
(huruf besar)

Dari Tabel 25 dapat dilihat bahwa pada penyimpanan suhu ruang K 1

berbeda sangat nyata terhadap K2 dan K3. Perlakuan K2 berbeda nyata terhadap

K3. Nilai organoleptik aroma tertinggi terjadi perlakuan K3 (matang morfologi)

yaitu sebesar 3,11 dan terendah pada perlakuan K1 (mentah) sebesar 2,21. Pada

penyimpanan suhu 10°C K1 berbeda sangat nyata terhadap K2 dan K3. Perlakuan

K2 tidak berbeda nyata terhadap K3. Nilai organoleptik aroma tertinggi terjadi

perlakuan K3 (matang morfologi) yaitu sebesar 3,25 dan terendah pada perlakuan

K1 (mentah) sebesar 2,18.

Pengaruh tingkat kematangan terhadap organoleptik aroma terong belanda

dapat dilihat pada Gambar 23.


79

Suhu Ruang
5.00

4.00
Organoleptik Aroma (skor)

3.00

2.00

1.00

0.00
Mentah Matang Fisiologi Matang Morfologi
Tingkat Kematangan

Suhu 10°C
5.00

4.00
Organoleptik Aroma (skor)

3.00

2.00

1.00

0.00
Mentah Matang Fifiologi Matang Morfologi
Tingkat Kematangan

Gambar 23. Pengaruh tingkat kematangan terhadap organoleptik aroma buah


terong belanda
Dari Gambar 23 dapat dilihat bahwa semakin matang buah maka

organoleptik aroma (skornya) akan semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Pantastico (1993), yang menyatakan bahwa aroma khas akan timbul

disekitar buah-buah yang sedang masak.


80

Pengaruh lama penyimpanan terhadap organoleptik aroma

Dari hasil analisis disidik ragam (Lampiran 8) menunjukkan bahwa lama

penyimpanan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap

organoleptik aroma terong belanda pada kedua jenis penyimpanan. Hasil

pengujian dengan LSR pengaruh lama penyimpanan terhadap organoleptik aroma

buah terong belanda untuk tiap perlakuan dapat dilihat pada tabel 26.

Tabel 26. Uji LSR efek utama lama penyimpanan terhadap organoleptik aroma
buah terong belanda

Suhu Ruang
LSR Notasi
Jarak Lama Penyimpanan Rataan
0.05 0.01 0.05 0.01
- - - P1 = 0 hari 3.38 a A
2 0.07 0.10 P2 = 5 hari 3.07 b B
3 0.08 0.11 P3 = 10 hari 2.60 c C
4 0.08 0.11 P4 = 15 hari 2.12 d D
Suhu 10° C
LSR Notasi
Jarak Lama Penyimpanan Rataan
0.05 0.01 0.05 0.01
- - - P1 = 0 hari 3.33 a A
2 0.14 0.20 P2 = 5 hari 3.13 b A
3 0.15 0.21 P3 = 10 hari 2.70 c B
4 0.16 0.22 P4 = 15 hari 2.25 d C
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang
berbeda nyata pada taraf 5 % (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%
(huruf besar)

Dari Tabel 26 dapat dilihat bahwa pada penyimpanan suhu ruang P 1

berbeda sangat nyata dengan P2, P3, dan P4. Perlakuan P2 berbeda sangat nyata

dengan P3 dan P4. Perlakuan P3 berbeda sangat nyata dengan P4. Nilai organoleptik

aroma tertinggi diperoleh pada perlakuan P1 (0 hari) yaitu sebesar 3,33 dan

terendah pada P4 (15 hari) sebesar 2,12. Pada penyimpanan suhu ruang P1

berbeda nyata dengan P2, berbeda sangat nyata terhadap P3 dan P4. Perlakuan P2

berbeda sangat nyata dengan P3 dan P4. Perlakuan P3 berbeda sangat nyata dengan
81

P4. Nilai organoleptik aroma tertinggi diperoleh pada perlakuan P1 (0 hari) yaitu

sebesar 3,33 dan terendah pada P4 (15 hari) sebesar 2,25.

Pengaruh lama penyimpanan terhadap organoleptik aroma terong belanda

dapat dilihat pada Gambar 24.

Suhu 28°C
5.00

4.00
Organoleptik Aroma (skor)

f(x) = − 0.09 x + 3.43


3.00 R² = 0.99

2.00

1.00

0.00
0 5 10 15
Lama Penyimpanan (Hari)

Suhu 10°C
5.00

4.00
Organoleptik Aroma (skor)

f(x) = − 0.07 x + 3.41


3.00 R² = 0.97

2.00

1.00

0.00
0 5 10 15
Lama Penyimpanan (Hari)

Gambar 24.Pengaruh lama penyimpanan terhadap organoleptik aroma buah


terong belanda

Dari Gambar 24 dapat diketahui bahwa semakin lama penyimpanan maka

semakin menurun organoleptik aroma (skor). Hal ini dikarenakan adanya


82

perubahan aroma selama penyimpanan yang berkaitan dengan proses pematangan

yang menimbulkan aroma yang tidak disukai. Aroma yang tidak disukai in timbul

karena adanya pemecahan substrat oleh mikroba serta terjadinya perubahan

kandungan O2 yang cenderung menurun karena digunakan untuk respirasi dan

meningkatnya kandungan CO2 yang menyebabkan naiknya kandungan etanol dan

asetaldehid (Pantastico, 1993).

Pengaruh interaksi antara tingkat kematangan dengan lama penyimpanan


terhadap organoleptik aroma

Dari hasil analisis disidik ragam (Lampiran 8), interaksi antara tingkat

kematangan dengan lama penyimpanan memberikan pengaruh berbeda sangat

nyata (P<0,01) terhadap organoleptik aroma terong belanda pada penyimpanan

suhu ruang sedangkan pada penyimpanan suhu 10°C interaksi antara tingkat

kematangan dan lama penyimpanan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata

(P>0,05) terhadap kekerasan sehingga uji LSR untuk penyimpanan suhu 10°C

tidak dilanjutkan. Hasil pengujian dengan LSR pengaruh interaksi tingkat

kematangan dengan lama penyimpanan terhadap organoleptik aroma buah terong

belanda pada penyimpanan suhu ruang untuk tiap perlakuan dapat dilihat pada

Tabel 27.
83

Tabel 27. Uji LSR pengaruh interaksi tingkat kematangan dengan lama
penyimpanan terhadap organoleptik aroma buah terong belanda

Suhu Ruang
LSR Notasi
Jarak Perlakuan Rataan
0.05 0.01 0.05 0.01
-     K1P1 2.75 e E
2 0.13 0.18 K1P2 2.55 f F
3 0.13 0.19 K1P3 1.95 h H
4 0.14 0.19 K1P4 1.60 i I
5 0.14 0.19 K2P1 3.55 b B
6 0.14 0.20 K2P2 3.35 c C
7 0.14 0.20 K2P3 2.85 e DE
8 0.14 0.20 K2P4 2.45 f FG
9 0.14 0.20 K3P1 3.85 a A
10 0.14 0.21 K3P2 3.30 c C
11 0.14 0.21 K3P3 3.00 d D
12 0.14 0.21 K3P4 2.30 g H
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang
berbeda nyata pada taraf 5 % (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%
(huruf besar)

Dari Tabel 27 dapat dilihat bahwa organoleptik aroma pada penyimpanan

suhu ruang tertinggi terdapat pada perlakuan K3P1 aitu sebesar 3,85 dan terendah

pada K1P4 sebesar 1,60.

Pengaruh interaksi antara tingkat kematangan dengan lama penyimpanan

terhadap organoleptik warna terong belanda dapat dilihat pada Gambar 25.

Dari Gambar 25 diatas dapat dilihat bahwa semua buah terong belanda

baik yang mentah, matang fisiologi maupun matang morfologi semakin lama

disimpan maka organoleptik aroma akan semakin menurun hal ini karena selama

penyimpanan respirasi pada buah terong belanda masih berlangsung kandungan

O2 yang digunakan untuk respirasi akan menurun dan kandungan CO 2 meningkat,

yang menyebabkn naiknya kandungan etanol dan asetaldehid Pantastico (1993).

Hal inilah yang akan menimbulkan aroma yang tidak disukai pada buah.
84

5.00

4.00
f(x) = − 0.1 x + 3.86
f(x)
R² ==0.98
− 0.08 x + 3.62
Organoleptik Aroma (skor)

R² = 0.98
3.00
f(x) = − 0.08 x + 2.82
R² = 0.97
2.00

1.00

0.00
0 5 10 15
Lama Penyimpanan (Hari)

Gambar 25.Pengaruh interaksi tingkat kematangan dan lama penyimpanan


terhadap organoleptik aroma buah terong belanda
Uji Organoleptik Tekstur

Pengaruh tingkat kematangan terhadap organoleptik tekstur

Dari hasil analisis disidik ragam (Lampiran 9) menunjukkan bahwa tingkat

kematangan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap

organoleptik tekstur terong belanda pada kedua jenis penyimpanan. Hasil

pengujian dengan LSR pengaruh tingkat kematangan terhadap organoleptik

tekstur buah terong belanda untuk tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 28.
85

Tabel 28. Uji LSR efek utama tingkat kematangan terhadap organoleptik tekstur
buah terong belanda

Suhu Ruang
LS
Jarak Tingkat Kematangan Rataan
R   Notasi  
  0.05 0.01     0.05 0.01
- - - K1 = Mentah 2.84 b B
2 0.11 0.15 K2 = Matang Fisiologi 3.31 a A
3 0.11 0.16 K3 = Matang Morfologi 3.38 a A
Suhu 10° C
LSR Notasi
Jarak Tingkat Kematangan Rataan
0.05 0.01 0.05 0.01
- - - K1 = Mentah 3.15 c C
2 0.11 0.16 K2 = Matang Fisiologi 3.86 b B
3 0.12 0.17 K3 = Matang Morfologi 4.06 a A
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang
berbeda nyata pada taraf 5 % (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%
(huruf besar)

Dari Tabel 28 dapat dilihat bahwa pada penyimpanan suhu ruang K 1

berbeda sangat nyata terhadap K2 dan K3. Perlakuan K2 berbeda tidak nyata

terhadap K3. Nilai organoleptik tekstur tertinggi terdapat perlakuan K3 (matang

morfologi) yaitu sebesar 3,38 dan terendah pada perlakuan K1 (mentah) sebesar

2,84. Pada penyimpanan suhu ruang K1 berbeda sangat nyata terhadap K2 dan K3.

Perlakuan K2 berbeda sangat nyata terhadap K3. Nilai organoleptik tekstur

tertinggi terdapat perlakuan K3 (matang morfologi) yaitu sebesar 4,06 dan

terendah pada perlakuan K1 (mentah) sebesar 3,15.

Pengaruh tingkat kematangan terhadap organoleptik tekstur terong belanda

dapat dilihat pada Gambar 26.


86

Suhu Ruang
5.00

4.00
Organoleptik Tekstur (skor)

3.00

2.00

1.00

0.00
Mentah Matang Fisiologi Matang Morfologi
Tingkat Kematangan

Suhu 10°C
5.00

4.00
Organoleptik Tekstur (skor)

3.00

2.00

1.00

0.00
Mentah Matang Fisiologi Matang Morfologi
Tingkat Kematangan

Gambar 26. Pengaruh tingkat kematangan terhadap organoleptik tekstur buah


terong belanda
Dari Gambar 26 dapat dilihat bahwa tekstur matang morfologi paling

disukai oleh panelis. Penelis menyukai tekstur buah yang matang morfologi

dengan tekstur lunak. Proses pematangan mengakibatkan tekanan turgor sel selalu

berubah. Perubahan turgor pada umumnya disebabkan komposisi dinding sel

berubah. Perubahan tersebut akan mempengaruhi kekerasan buah. Biasanya buah

menjadi lebih lunak apabila telah matang (Muchtadi, 1992).


87

Pengaruh lama penyimpanan terhadap organoleptik tekstur

Dari hasil analisis disidik ragam (Lampiran 9) menunjukkan bahwa lama

penyimpanan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap

organoleptik tekstur terong belanda pada kedua jenis penyimpanan. Hasil

pengujian dengan LSR pengaruh lama penyimpanan terhadap susut organoleptik

tekstur buah terong belanda untuk tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 29.

Tabel 29. Uji LSR efek utama lama penyimpanan terhadap organoleptik tekstur
buah terong belanda

Suhu Ruang
LSR Notasi
Jarak Lama Penyimpanan Rataan
0.05 0.01 0.05 0.01
- - - P1 = 0 hari 3.92 a A
2 0.13 0.18 P2 = 5 hari 3.75 b B
3 0.13 0.19 P3 = 10 hari 2.82 c C
4 0.14 0.19 P4 = 15 hari 2.22 d D
Suhu 10° C
LSR Notasi
Jarak Lama Penyimpanan Rataan
0.05 0.01 0.05 0.01
- - - P1 = 0 hari 3.90 a A
2 0.13 0.19 P2 = 5 hari 3.88 a A
3 0.14 0.20 P3 = 10 hari 3.58 b B
4 0.14 0.20 P4 = 15 hari 3.40 c C
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang
berbeda nyata pada taraf 5 % (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%
(huruf besar)

Dari Tabel 29 dapat dilihat bahwa pada penyimpanan suhu ruang P 1

berbeda sangat nyata dengan P2, P3, dan P4. Perlakuan P2 berbeda sangat nyata

dengan P3 dan P4. Perlakuan P3 berbeda sangat nyata dengan P4. Organoleptik

tekstur tertinggi diperoleh pada perlakuan P1 (0 hari) yaitu sebesar 3,92 dan

terendah pada P4 (15 hari) sebesar 2,22. Pada penyimpanan suhu 10°C P1 tidak

berbeda nyata dengan P2 berbeda sangat nyata terhadap P3 dan P4. Perlakuan P2

berbeda sangat nyata dengan P3 dan P4. Perlakuan P3 berbeda sangat nyata dengan
88

P4. Organoleptik tekstur tertinggi diperoleh pada perlakuan P1 (0 hari) yaitu

sebesar 3,90 dan terendah pada P4 (15 hari) sebesar 3,4.

Pengaruh lama penyimpanan terhadap organoleptik tekstur terong belanda

dapat dilihat pada Gambar 27.

Suhu 28°C

5.00

4.00
Organoleptik Tekstur (skor)

f(x) = − 0.12 x + 4.08


R² = 0.94
3.00

2.00

1.00

0.00
0 5 10 15
Lama Penyimpanan (Hari)

Suhu 10°C
5.00

4.00
f(x) = − 0.04 x + 3.96
Organoleptik Tekstur (skor)

R² = 0.92
3.00

2.00

1.00

0.00
0 5 10 15
Lama Penyimpanan (Hari)

Gambar 27. Pengaruh lama penyimpanan terhadap organoleptik tekstur buah


terong belanda

Dari Gambar 27 dapat dilihat bahwa semakin lama buah terong belanda

disimpan maka organoleptik teksturnya akan semakin menurun. Hal ini


89

disebabkan buah yang disimpan semakin lama teksturnya akan semakin lunak.

Hal ini disebabkan oleh pembongkaran protopektin yang tidak larut menjadi asam

pektat yang lebih mudah larut (Pantastico, 1993). Selain itu terjadinya

pengkerutan pada buah terong belanda akibat transpirasi air yang terjadi selama

penyimpanan membuat organoleptik teksturnya semakin menurun.

Pengaruh interaksi antara tingkat kematangan dan lama penyimpanan


terhadap organoleptik tekstur

Dari hasil analisis disidik ragam (Lampiran 9), interaksi antara tingkat

kematangan dengan lama penyimpanan memberikan pengaruh berbeda sangat

nyata (P<0,01) terhadap organoleptik tekstur terong belanda pada penyimpanan

suhu ruang sedangkan pada penyimpanan suhu 10°C interaksi antara tingkat

kematangan dan lama penyimpanan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata

(P>0,05) terhadap kekerasan sehingga uji LSR untuk penyimpanan suhu 10°C

tidak dilanjutkan. Hasil pengujian dengan LSR pengaruh interaksi tingkat

kematangan dengan lama penyimpanan terhadap organoleptik tekstur buah

terong belanda pada penyimpanan suhu ruang untuk tiap perlakuan dapat dilihat

pada Tabel 30.


90

Tabel 30. Uji LSR pengaruh interaksi tingkat kematangan dengan lama
penyimpanan terhadap organoleptik tekstur buah terong belanda

Suhu Ruang
LSR Notasi
Jarak Perlakuan Rataan
0.05 0.01 0.05 0.01
-     K1P1 3.35 c C
2 0.22 0.31 K1P2 3.10 d CD
3 0.23 0.32 K1P3 2.60 e EF
4 0.24 0.33 K1P4 2.30 f FG
5 0.24 0.34 K2P1 4.00 b B
6 0.24 0.34 K2P2 3.90 b B
7 0.24 0.35 K2P3 3.05 d CD
8 0.24 0.35 K2P4 2.30 f FG
9 0.24 0.35 K3P1 4.40 a A
10 0.24 0.36 K3P2 4.25 a B
11 0.24 0.36 K3P3 2.80 e DE
12 0.24 0.36 K3P4 2.05 g G
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang
berbeda nyata pada taraf 5 % (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%
(huruf besar)

Dari Tabel 30 dapat dilihat bahwa organoleptik tekstur tertinggi terdapat

pada perlakuan K3P1 yaitu sebesar 4,40 dan terendah pada K1P4 sebesar 2,05.

Pengaruh interaksi antara tingkat kematangan dengan lama penyimpanan

terhadap organoleptik tekstur terong belanda dapat dilihat pada Gambar 28.

5.00

f(x) = − 0.17 x + 4.65


R² = 0.93
4.00 f(x) = − 0.12 x + 4.21
R² = 0.93
Organoleptik Tekstur (skor)

f(x) = − 0.07 x + 3.39


3.00 R² = 0.98

2.00

1.00

0.00
0 5 10 15
Lama Penyimpanan (Hari)

Gambar 28.Pengaruh interaksi tingkat kematangan dan lama penyimpanan


terhadap organoleptik tekstur buah terong belanda
91

Dari Gambar 28 dapat dilihat bahwa penurunan organoleptik tekstur yang

terjadi pada buah terong belanda mentah, matang fisiologi dan matang morfologi.

Selama Penyimpanan, turunnya ketegaran buah disebabkan oleh pembongkaran

protopektin yang tak larut menjadi asam pektat dan pektin yang mudah larut

(Pantastico, 1993) yang menyebabkan buah menjadi lunak atau berkurang

ketegarannya.
92

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Pada penyimpanan suhu ruang dan suhu 10°C, tingkat kematangan

memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P< 0,01) terhadap parameter

susut bobot, kadar vitamin C, total asam, total padatan terlarut, kekerasan,

organoleptik warna, aroma dan tekstur dan memberikan pengaruh berbeda

tidak nyata(P>0,05) terhadap kadar air buah terong belanda.

2. Pada penyimpanan suhu ruang dan suhu 10°C, lama penyimpanan

memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P< 0,01) terhadap parameter

susut bobot, kadar air, kadar vitamin C(suhu ruang), total asam, kekerasan,

organoleptik warna, aroma dan tekstur berbeda nyata terhadap kadar vitamin

C pada penyimpanan ruang dan berbeda tidak nyata(P>0,05) terhadap total

padatan terlarut buah terong belanda.

3. Pada penyimpanan suhu ruang interaksi antara tingkat kematanga dengan

lama penyimpanan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01)

terhadap parameter susut bobot, total asam, kekerasan, organoleptik aroma

dan tekstur, berbeda nyata (P<0,05) terhadap total padatan terlarut

penyimpanan dan berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar air, kadar

vitamin C, organoleptik warna,

4. Pada penyimpanan suhu 10°C interaksi antara tingkat kematanga dengan

lama penyimpanan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01)

terhadap parameter susut bobot dan total asam, dan berbeda tidak nyata
93

(P>0,05) terhadap kadar air, kadar vitamin C, total padatan terlarut,

kekerasan, organoleptik warna, aroma dan tekstur.

5. Terong belanda merupakan buah nonklimakterik karena tidak terjadi

peningkatan laju respirasi yang mencolok setelah buah dipanen.

Saran

Untuk mempertahankan mutu buah terong belanda segar, sebaiknya buah

terong belanda disimpan pada penyimpanan 10°C atau suhu dingin.


94

DAFTAR PUSTAKA

AOAC, 1984. Official Methods of Analysis of The Association of Analytical


Chemists 14th ed. AOAC. Inc., Arlington, Virginia.

Apandi, M., 1984. Teknologi Buah dan Sayur. Alumni, Bandung.

Astawan, M., 2008. Terung Belanda si Jagoan Antioksidan.


http://www.cybermetal.cbn.net.id [05 Maret 2010].

Ginting, S. 2009. Terong Belanda di Berastagi Adanya.


http://www.bangkittani.com [08 Mei 2010].

Kader AA. 1992. Postharvest Technology of Horticultural Crops. Ed ke-2.


University of California, USA.

Kartasapoetra, A.G., 1984. Teknologi Penaganan Pasca Panen. Rineka Cipta,


Jakarta.

Kays, S., Postharvest Physiology of Perishable Plant Product. AVI Boo,


New York.

Kumalaningsih, S. dan Suprayogi, 2006. Tamarillo (Terong Belanda), Trubus


Agrisarana, Surabaya.

Lakitan, B., 1995. Hortikultura Teori, Budidaya dan Pasca Panen. PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta.

Muchtadi D. 1992. Fisiologi Pasca Panen Sayuran dan Buah-Buahan. Departemen


Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat
Anatar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

Pantastico, ER.B., 1993. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan


Buah-Buahan dan Sayur-Sayuran Tropika dan Subtropika. Penerjemah
Kamariyani. UGM-Press, Yogyakarta.

Purba, A, dan H. Rusmarilin., 2004. Pedoman Praktikum Analisis Pangan dan


Hasil Pertanian, USU-Press, Medan.

Purba, A. dan K. Sitinjak, 1987. Teknologi Pasca Panen Buah-Buahan dan


Sayuran, USU-Press, Medan.

Ranganna, S., 1978. Manual of Analysis of Fruit and Vegetable Products.


Mc Graw Hill Publishing Co Ltd, New Delhi.
95

Santoso BB, Purwoko BS. 1995. Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen Tanaman
Hortikultura. Indonesia Australia Eastern Universitas Project.

Satuhu S. 1995. Teknik Pemeraman Buah. Penebar Swadaya, Jakarta.

Sianturi, J.M., 2007. Terung Belanda. http://www.dairipers.com[2 April 2010].

Sitinjak, K., T. Terip Karo-Karo, S. Siahaan dan A. Purba, 1993. Teknologi Pasca
Panen Buah-Buahan dan Sayur-Syauran, USU-Press, Medan.

Soares FD, Pereira T, Marques MOM, Monteiro AR. 2007. Volatile and
nonvolatile chemical composition of white guava fruit (Psidium guajava)
at different stages of maturity. Food Chemistry 100: 15-21.

Soekarto, S.T., 1985. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil
Pertanian. Pusat Pengembangan Teknologi Pangan IPB-Press, Bogor.

Sudarmadji, S.B., B. Haryono dan Suhardi, 1984. Prosedur Analisa untuk Bahan
Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta.

Suryanto, S, et al. 2007. Jurnal Biologi Sumatera Utara.


http://www.usupress.ac.id
[08 Mei 2010].

Syarif, Rizal.,Sassya Santusa dan St.Isyana Budiwati, 1989. Teknologi


Pengemasan Pangan.Lab. Rekayasa Pangan. Pusat antar Universitas
Pangan dan Gizi. IPB, Bogor

Weichmann J, editor. 1987. Postharvest Physiology of Vegetables. Marcel


Dekker, Inc, New York.

Wills, R.H., T.H. Lee, D. Graham, Mc. Gkasson and W.B. Hall, 1981.
Postharvest, An Introduction to The Physiology and Handling of Fruits
and Vegetables. New South Wales University Press, Kensington,
Australia.

Winarno FG, Aman WM. 1981. Fisiologi Lepas Panen. Jakarta: Penerbit
PTSastra Hudaya.

Winarno FG. 2002. Fisiologi Lepas Panen Produk Hortikultura. M-Brio Press,
Bogor.

Winarno, 1993. Strelisisasi Komersial Produk Pangan. Gramedia Pustaka Utama,


Jakarta.

Verhoeven G. 1991. Cyphomanadra betacea (Cav.) Sendtner. In:E.W.M. Verheij


dan R.E. Coronel, Plant Resources of South-East Asia 2: Edible Fruits and
Nuts. Pudoc/Prosea. Wageninge. P. 144-14
96

Zulkarnain, H., 2009. Dasar-Dasar Hortikultura. Bumi Aksara, Jakarta.


97

Lampiran 1.

Data Pengamatan Analisa Susut Bobot Suhu Ruang

Perlakua Ulangan
Total Rataan
n I II III
K1P1 0.15 0.20 0.10 0.45 0.15
K1P2 8.00 10.00 9.00 27.00 9.00
K1P3 14.00 15.00 14.50 43.50 14.50
K1P4 18.90 19.40 19.15 57.45 19.15

K2P1 0.22 0.16 0.20 0.58 0.19


K2P2 9.80 9.70 9.30 28.80 9.60
K2P3 16.90 16.10 16.50 49.50 16.50
K2P4 26.70 27.10 27.50 81.30 27.10

K3P1 0.25 0.24 0.22 0.71 0.24


K3P2 10.80 10.40 10.00 31.20 10.40
K3P3 19.00 19.10 20.55 58.65 19.55
K3P4 30.50 31.90 30.30 92.70 30.90
Total       471.835  
Rataan         13.11

Data Analisia Sidik Ragam Susut Bobot

F
SK DB JK KT F Hit   F 0.05 0.01
Perlakua 3422.121
n 11 8 311.1020 552.4550 ** 2.72 4.22
K 2 126.4304 63.2152 112.2576 ** 3.88 6.93
K Lin 1 125.3780 125.3780 222.6462 ** 4.75 9.33
k Kuad 1 1.0525 1.0525 1.8690 tn 4.75 9.33
3164.640 1054.880 1873.256
P 3 9 3 8 ** 3.49 5.95
3156.705 3156.705 5605.677
P Lin 1 0 0 6 ** 4.75 9.33
P Kuad 1 0.8296 0.8296 1.4732 tn 4.75 9.33
P Kub 1 7.1063 7.1063 12.6194 ** 4.75 9.33
KxP 6 131.0504 21.8417 38.7866 ** 3.00 4.82
Error 12 6.7575 0.5631        
3428.879
Total 35 3          
FK = 6184.119
KK = 5.726%
** = Sangat Nyata
98

* = Nyata
tn = Tidak Nyata

Data Pengamatan Analisa Susut Bobot Suhu 10°C

Perlakua Ulangan
Total Rataan
n I II III
K1P1 0.10 0.12 0.08 0.30 0.10
K1P2 3.20 3.40 3.30 9.90 3.30
K1P3 5.30 5.50 5.10 15.90 5.30
K1P4 10.20 10.30 10.10 30.60 10.20

K2P1 0.10 0.20 0.15 0.45 0.15


K2P2 3.60 3.75 3.60 10.95 3.65
K2P3 7.70 7.50 7.60 22.80 7.60
K2P4 13.20 12.80 13.00 39.00 13.00

K3P1 0.20 0.15 0.25 0.60 0.20


K3P2 4.30 4.20 4.40 12.90 4.30
K3P3 9.30 10.00 9.65 28.95 9.65
K3P4 12.80 12.30 11.05 36.15 12.05
Total       208.5  
Rataan         5.79

Data Analisia Sidik Ragam Susut Bobot

SK DB JK KT F Hit   F 0.05 F 0.01


Perlakua 712.407
n 11 5 64.7643 363.8786 ** 2.72 4.22
K 2 21.6950 10.8475 60.9467 ** 3.88 6.93
K Lin 1 19.9838 19.9838 112.2788 ** 4.75 9.33
k Kuad 1 1.7112 1.7112 9.6147 ** 4.75 9.33
670.267 223.422 1255.300
P 3 5 5 1 ** 3.49 5.95
669.324 669.324 3760.602
P Lin 1 5 5 1 ** 4.75 9.33
P Kuad 1 0.9025 0.9025 5.0707 * 4.75 9.33
P Kub 1 0.0405 0.0405 0.2275 tn 4.75 9.33
KxP 6 20.4450 3.4075 19.1451 ** 3.00 4.82
Error 12 2.1358 0.1780        
714.543
Total 35 3          
99

FK = 1207.563
KK = 7.284 %
** = Sangat Nyata
* = Nyata
tn = Tidak Nyata

Lampiran 2.

Data Pengamatan Analisa Kadar Air Suhu Ruang

Perlakua Ulangan
Total Rataan
n I II III
K1P1 85.68 86.12 85.23 257.03 85.68
K1P2 84.34 84.78 83.90 253.02 84.34
K1P3 82.68 81.36 84.00 248.04 82.68
K1P4 81.85 81.20 82.50 245.55 81.85

K2P1 86.38 87.10 86.74 260.22 86.74


K2P2 84.32 84.90 84.61 253.83 84.61
K2P3 81.20 83.50 83.85 248.55 82.85
K2P4 80.23 81.74 80.99 242.96 80.99

K3P1 88.06 88.62 87.50 264.18 88.06


K3P2 85.21 85.92 84.50 255.63 85.21
K3P3 81.73 82.03 81.42 245.18 81.73
K3P4 80.75 81.50 80.00 242.25 80.75
Total       3016.425  
Rataan         83.79

Data Analisia Sidik Ragam Kadar Air

SK DB JK KT F Hit   F 0.05 F 0.01


Perlakua 182.199
n 11 2 16.5636 14.4324 ** 2.72 4.22
K 2 0.5408 0.2704 0.2356 tn 3.88 6.93
K Lin 1 0.5400 0.5400 0.4705 tn 4.75 9.33
k Kuad 1 0.0008 0.0008 0.0007 tn 4.75 9.33
168.224
P 3 6 56.0749 48.8601 ** 3.49 5.95
P Lin 1 165.744 165.744 144.418 ** 4.75 9.33
100

0 0 8
P Kuad 1 1.7490 1.7490 1.5240 tn 4.75 9.33
P Kub 1 0.7315 0.7315 0.6374 tn 4.75 9.33
KxP 6 13.4339 2.2390 1.9509 tn 3.00 4.82
Error 12 13.7719 1.1477        
195.971
Total 35 2          
FK = 252744.994
KK = 1.279%
** = Sangat Nyata
* = Nyata
tn = Tidak Nyata

Data Pengamatan Analisa Kadar Air Suhu 10° C

Perlakua Ulangan Total Rataan


n I II III
K1P1 88.08 86.64 87.36 262.08 87.36
K1P2 85.92 86.44 86.18 258.54 86.18
K1P3 83.78 85.60 84.69 254.07 84.69
K1P4 83.42 82.66 83.04 249.12 83.04

K2P1 86.99 87.945 88.90 263.84 87.95


K2P2 86.03 86.375 86.72 259.13 86.38
K2P3 85.90 84.71 83.52 254.13 84.71
K2P4 84.12 84.185 84.25 252.56 84.19

K3P1 87.12 89.00 88.06 264.18 88.06


K3P2 87.34 86.19 86.77 260.30 86.77
K3P3 84.92 85.32 85.12 255.36 85.12
K3P4 85.12 84.75 84.94 254.81 84.94
Total       3088.095  
Rataan         85.78

Data Analisia Sidik Ragam Kadar Air

SK DB JK KT F Hit   F 0.05 F 0.01


Perlakua
n 11 82.2016 7.4729 8.4625 ** 2.72 4.22
K 2 4.8968 2.4484 2.7727 tn 3.88 6.93
K Lin 1 4.8870 4.8870 5.5342 * 4.75 9.33
k Kuad 1 0.0098 0.0098 0.0111 tn 4.75 9.33
P 3 75.0058 25.0019 28.3130 ** 3.49 5.95
101

P Lin 1 73.7856 73.7856 83.5573 ** 4.75 9.33


P Kuad 1 0.7098 0.7098 0.8038 tn 4.75 9.33
P Kub 1 0.5104 0.5104 0.5780 tn 4.75 9.33
KxP 6 2.2989 0.3832 0.4339 tn 3.00 4.82
Error 12 10.5966 0.8831        
Total 35 92.7982          
FK = 264898.076
KK = 1.095%
** = Sangat Nyata
* = Nyata
tn = Tidak Nyata

Lampiran 3.

Data Pengamatan Analisa Kadar Vitamin C Suhu Ruang

Perlakua Ulangan
Total Rataan
n I II III
K1P1 39.60 44.00 41.80 125.40 41.80
K1P2 35.20 35.20 35.20 105.60 35.20
K1P3 33.20 33.20 33.20 99.60 33.20
K1P4 26.40 26.40 26.40 79.20 26.40

K2P1 35.20 35.20 35.20 105.60 35.20


K2P2 34.20 35.20 33.20 102.60 34.20
K2P3 29.80 33.20 26.40 89.40 29.80
K2P4 24.45 26.40 22.50 73.35 24.45

K3P1 26.40 26.40 26.40 79.20 26.40


K3P2 24.50 25.45 26.40 76.35 25.45
K3P3 17.45 19.98 22.50 59.93 19.98
K3P4 17.50 17.50 17.50 52.50 17.50
Total       1048.725  
Rataan         29.13

Data Analisia Sidik Ragam Kadar Vitamin C

SK DB JK KT F Hit   F 0.05 F 0.01


Perlakua 1639.076 149.007
n 11 7 0 31.3912 ** 2.72 4.22
447.604
K 2 895.2084 2 94.2966 ** 3.88 6.93
K Lin 1 838.0971 838.097 176.561 ** 4.75 9.33
102

1 5
k Kuad 1 57.1113 57.1113 12.0316 ** 4.75 9.33
231.328
P 3 693.9855 5 48.7339 ** 3.49 5.95
684.742 144.254
P Lin 1 684.7425 5 4 ** 4.75 9.33
P Kuad 1 9.2264 9.2264 1.9437 tn 4.75 9.33
P Kub 1 0.0165 0.0165 0.0035 tn 4.75 9.33
KxP 6 49.8828 8.3138 1.7515 tn 3.00 4.82
Error 12 56.9613 4.7468        
1696.038
Total 35 0          
FK = 30550.670
KK = 7.479%
** = Sangat Nyata
* = Nyata
tn = Tidak Nyata

Data Pengamatan Analisa Kadar Vitamin C Suhu 10°C

Perlakua Ulangan
Total Rataan
n I II III
K1P1 38.20 38.00 38.10 114.30 38.10
K1P2 41.00 33.20 37.10 111.30 37.10
K1P3 41.00 33.20 37.10 111.30 37.10
K1P4 37.80 35.20 36.50 109.50 36.50

K2P1 35.20 35.20 35.20 105.60 35.20


K2P2 35.50 35.80 35.20 106.50 35.50
K2P3 35.20 35.20 35.20 105.60 35.20
K2P4 33.20 33.20 33.20 99.60 33.20

K3P1 26.40 26.4 26.40 79.20 26.40


K3P2 27.00 26.7 26.40 80.10 26.70
K3P3 25.20 25.8 26.40 77.40 25.80
K3P4 22.50 22.5 22.50 67.50 22.50
Total       1167.9  
Rataan         32.44

Data Analisia Sidik Ragam Kadar Vitamin C

SK DB JK KT F Hit   F 0.05 F 0.01


103

Perlakua
n 11 988.3475 89.8498 16.5064 ** 2.72 4.22
K 2 940.5350 470.2675 86.3933 ** 3.88 6.93
K Lin 1 842.5350 842.5350 154.7829 ** 4.75 9.33
k Kuad 1 98.0000 98.0000 18.0037 ** 4.75 9.33
P 3 36.4075 12.1358 2.2295 tn 3.49 5.95
P Lin 1 28.0845 28.0845 5.1594 * 4.75 9.33
P Kuad 1 7.5625 7.5625 1.3893 tn 4.75 9.33
P Kub 1 0.7605 0.7605 0.1397 tn 4.75 9.33
KxP 6 11.4050 1.9008 0.3492 tn 3.00 4.82
Error 12 65.3200 5.4433        
Total 35 1053.667          
5
FK = 37888.623
KK = 7.192%
** = Sangat Nyata
* = Nyata
tn = Tidak Nyata

Lampiran 4.

Data Pengamatan Analisa Total Asam Suhu Ruang

Perlakua Ulangan
Total Rataan
n I II III
K1P1 0.90 0.90 0.90 2.70 0.90
K1P2 0.90 0.92 0.91 2.73 0.91
K1P3 0.72 0.74 0.73 2.19 0.73
K1P4 0.58 0.60 0.59 1.77 0.59

K2P1 0.59 0.59 0.58 1.76 0.59


K2P2 0.51 0.52 0.52 1.55 0.52
K2P3 0.53 0.54 0.54 1.61 0.54
K2P4 0.51 0.45 0.38 1.34 0.45

K3P1 0.45 0.44 0.45 1.34 0.45


K3P2 0.42 0.40 0.41 1.23 0.41
K3P3 0.32 0.35 0.34 1.01 0.34
K3P4 0.28 0.26 0.27 0.81 0.27
Total       20.01  
Rataan         0.56
104

Data Analisia Sidik Ragam Total Asam

SK DB JK KT F Hit   F 0.05 F 0.01


Perlakua
n 11 1.3639 0.1240 147.3186 ** 2.72 4.22
K 2 1.0690 0.5345 635.0198 ** 3.88 6.93
1242.579
K Lin 1 1.0458 1.0458 2 ** 4.75 9.33
k Kuad 1 0.0231 0.0231 27.4604 ** 4.75 9.33
P 3 0.2329 0.0776 92.2475 ** 3.49 5.95
P Lin 1 0.2226 0.2226 264.4812 ** 4.75 9.33
P Kuad 1 0.0100 0.0100 11.8812 ** 4.75 9.33
P Kub 1 0.0003 0.0003 0.3802 tn 4.75 9.33
KxP 6 0.0621 0.0103 12.2871 ** 3.00 4.82
Error 12 0.0101 0.0008        
Total 35 1.3740          
FK = 11.122
KK = 5.219%
** = Sangat Nyata
* = Nyata
tn = Tidak Nyata

Data Pengamatan Analisa Total Asam Suhu 10°C

Perlakua Ulangan
Total Rataan
n I II III
K1P1 0.86 0.85 0.86 2.57 0.86
K1P2 0.87 0.86 0.87 2.60 0.87
K1P3 0.86 0.85 0.86 2.57 0.86
K1P4 0.74 0.78 0.76 2.28 0.76

K2P1 0.67 0.68 0.65 2.00 0.67


K2P2 0.59 0.58 0.60 1.77 0.59
K2P3 0.61 0.60 0.62 1.83 0.61
K2P4 0.56 0.57 0.55 1.68 0.56

K3P1 0.53 0.55 0.57 1.65 0.55


K3P2 0.52 0.52 0.51 1.55 0.52
K3P3 0.43 0.43 0.43 1.29 0.43
K3P4 0.38 0.38 0.37 1.13 0.38
Total       22.89  
Rataan         0.64
105

Data Analisia Sidik Ragam Total Asam

SK DB JK KT F Hit   F 0.05 F 0.01


Perlakua
n 11 0.9172 0.0834 345.0376 ** 2.72 4.22
1697.767
K 2 0.8206 0.4103 2 ** 3.88 6.93
3330.349
K Lin 1 0.8048 0.8048 1 ** 4.75 9.33
k Kuad 1 0.0158 0.0158 65.1853 ** 4.75 9.33
P 3 0.0756 0.0252 104.3103 ** 3.49 5.95
P Lin 1 0.0720 0.0720 297.9310 ** 4.75 9.33
P Kuad 1 0.0025 0.0025 10.3448 ** 4.75 9.33
P Kub 1 0.0011 0.0011 4.6552 tn 4.75 9.33
KxP 6 0.0210 0.0035 14.4914 ** 3.00 4.82
Error 12 0.0029 0.0002        
Total 35 0.9201          
FK = 14.554
KK = 2.445%
** = Sangat Nyata
* = Nyata
tn = Tidak Nyata

Lampiran 5.

Data Pengamatan Analisa Total Padatan Terlarut Suhu Ruang

Perlakua Ulangan
Total Rataan
n I II III
K1P1 4.50 4.00 5.00 13.50 4.50
K1P2 5.50 5.00 6.00 16.50 5.50
K1P3 6.00 5.50 6.50 18.00 6.00
K1P4 5.50 5.00 6.00 16.50 5.50

K2P1 9.00 8.00 8.50 25.50 8.50


K2P2 8.50 7.50 8.00 24.00 8.00
K2P3 8.00 7.00 7.50 22.50 7.50
K2P4 7.00 6.00 6.50 19.50 6.50

K3P1 11.50 12.00 12.50 36.00 12.00


K3P2 10.50 11.50 11.00 33.00 11.00
K3P3 10.50 11.00 10.00 31.50 10.50
106

K3P4 10.00 10.50 9.50 30.00 10.00


Total       286.5  
Rataan         7.96

Data Analisia Sidik Ragam Total Padatan Terlarut

SK DB JK KT F Hit   F 0.05 F 0.01


Perlakua
n 11 200.1875 18.1989 36.3977 ** 2.72 4.22
K 2 183.5000 91.7500 183.5000 ** 3.88 6.93
K Lin 1 181.5000 181.5000 363.0000 ** 4.75 9.33
k Kuad 1 2.0000 2.0000 4.0000 tn 4.75 9.33
P 3 5.1875 1.7292 3.4583 tn 3.49 5.95
P Lin 1 4.5125 4.5125 9.0250 * 4.75 9.33
P Kuad 1 0.5625 0.5625 1.1250 tn 4.75 9.33
P Kub 1 0.1125 0.1125 0.2250 tn 4.75 9.33
KxP 6 11.5000 1.9167 3.8333 * 3.00 4.82
Error 12 6.0000 0.5000        
Total 35 206.1875          
FK = 2280.063
KK = 8.885%
** = Sangat Nyata
* = Nyata
tn = Tidak Nyata

Data Pengamatan Analisa Total Padatan Terlarut Suhu 10°C

Perlakua Ulangan
Total Rataan
n I II III
K1P1 5.50 5.00 6.00 16.50 5.50
K1P2 6.00 7.00 5.00 18.00 6.00
K1P3 5.50 6.00 5.00 16.50 5.50
K1P4 5.50 6.00 5.00 16.50 5.50

K2P1 8.00 9.00 8.50 25.50 8.50


K2P2 9.00 8.00 8.50 25.50 8.50
K2P3 9.00 9.00 9.00 27.00 9.00
K2P4 8.00 9.00 8.50 25.50 8.50

K3P1 11.00 11.00 11.00 33.00 11.00


K3P2 11.00 11.00 11.00 33.00 11.00
K3P3 10.75 11.00 10.50 32.25 10.75
K3P4 10.50 11.00 10.00 31.50 10.50
107

Total       300.75  
Rataan         8.35

Data Analisia Sidik Ragam Total Padatan Terlarut

SK DB JK KT F Hit   F 0.05 F 0.01


Perlakua 164.421
n 11 9 14.9474 31.8879 ** 2.72 4.22
162.781 173.633
K 2 3 81.3906 3 ** 3.88 6.93
161.460 161.460 344.450
K Lin 1 9 9 0 ** 4.75 9.33
k Kuad 1 1.3203 1.3203 2.8167 tn 4.75 9.33
P 3 0.5469 0.1823 0.3889 tn 3.49 5.95
P Lin 1 0.1531 0.1531 0.3267 tn 4.75 9.33
P Kuad 1 0.3906 0.3906 0.8333 tn 4.75 9.33
P Kub 1 0.0031 0.0031 0.0067 tn 4.75 9.33
KxP 6 1.0938 0.1823 0.3889 tn 3.00 4.82
Error 12 5.6250 0.4688        
170.046
Total 35 9          
FK = 2512.516
KK = 8.195%
** = Sangat Nyata
* = Nyata
tn = Tidak Nyata

Lampiran 6.

Data Pengamatan Analisa Kekerasan Suhu Ruang

Perlakua Ulangan
Total Rataan
n I II III
K1P1 204.50 200.67 208.33 613.50 204.50
K1P2 168.77 163.08 174.46 506.31 168.77
K1P3 132.86 136.39 129.33 398.58 132.86
K1P4 121.01 119.05 122.97 363.03 121.01

K2P1 156.25 159.64 157.95 473.84 157.95


K2P2 147.06 150.06 148.56 445.68 148.56
108

K2P3 107.16 111.96 109.56 328.68 109.56


K2P4 102.75 107.16 104.96 314.87 104.96

K3P1 136.44 133.98 138.89 409.31 136.44


K3P2 96.12 98.70 93.53 288.35 96.12
K3P3 86.27 84.29 88.25 258.81 86.27
K3P4 84.77 83.33 86.21 254.31 84.77
Total       4655.25  
Rataan         129.31

Data Analisia Sidik Ragam Kekerasan

SK DB JK KT F Hit   F 0.05 F 0.01


Perlakua 43364.403
n 11 7 3942.2185 241.8643 ** 2.72 4.22
18756.465
K 2 4 9378.2327 575.3764 ** 3.88 6.93
18740.475 18740.475 1149.771
K Lin 1 9 9 8 ** 4.75 9.33
k Kuad 1 15.9895 15.9895 0.9810 tn 4.75 9.33
22429.363
P 3 1 7476.4544 458.6979 ** 3.49 5.95
21072.382 21072.382 1292.839
P Lin 1 8 8 7 ** 4.75 9.33
P Kuad 1 1138.3876 1138.3876 69.8427 ** 4.75 9.33
P Kub 1 218.5927 218.5927 13.4112 ** 4.75 9.33
KxP 6 2178.5751 363.0959 22.2768 ** 3.00 4.82
Error 12 195.5916 16.2993        
43559.995
Total 35 3          
FK = 601982.016
KK = 3.122%
** = Sangat Nyata
* = Nyata
tn = Tidak Nyata

Data Pengamatan Analisa Kekerasan Suhu 10°C

Perlakua Ulangan
Total Rataan
n I II III
K1P1 178.57 174.46 176.52 529.55 176.52
K1P2 163.08 178.57 170.83 512.48 170.83
109

K1P3 156.25 150.06 153.16 459.47 153.16


K1P4 136.39 153.09 144.74 434.22 144.74

K2P1 169.64 156.25 183.02 508.91 169.64


K2P2 158.09 153.09 163.08 474.26 158.09
K2P3 132.86 129.33 136.39 398.58 132.86
K2P4 99.45 96.15 102.75 298.35 99.45

K3P1 119.05 136.39 127.72 383.16 127.72


K3P2 131.58 122.97 127.28 381.83 127.28
K3P3 131.01 117.21 109.11 357.33 119.11
K3P4 92.59 87.29 92.94 272.82 90.94
Total       5010.93  
Rataan         139.19

Data Analisia Sidik Ragam Kekerasan

SK DB JK KT F Hit   F 0.05 F 0.01


Perlakua 25583.415
n 11 2 2325.7650 23.3627 ** 2.72 4.22
12187.619
K 2 6 6093.8098 61.2132 ** 3.88 6.93
12175.663 12175.663 122.306
K Lin 1 5 5 4 ** 4.75 9.33
k Kuad 1 11.9561 11.9561 0.1201 tn 4.75 9.33
11612.039
P 3 6 3870.6799 38.8816 ** 3.49 5.95
10917.529 10917.529 109.668
P Lin 1 9 9 2 ** 4.75 9.33
P Kuad 1 684.0840 684.0840 6.8717 * 4.75 9.33
P Kub 1 10.4257 10.4257 0.1047 tn 4.75 9.33
KxP 6 1783.7560 297.2927 2.9863 tn 3.00 4.82
Error 12 1194.6063 99.5505        
26778.021
Total 35 5          
FK = 697483.874
KK = 7.168%
** = Sangat Nyata
* = Nyata
tn = Tidak Nyata
110

Lampiran 7.

Data Pengamatan Analisa Organoleptik Warna Suhu Ruang

Perlakua Ulangan
Total Rataan
n I II III
K1P1 1.10 1.20 1.15 3.45 1.15
K1P2 1.50 1.50 1.50 4.50 1.50
K1P3 1.60 1.70 1.65 4.95 1.65
K1P4 1.80 1.90 1.85 5.55 1.85

K2P1 3.05 3.10 3.00 9.15 3.05


K2P2 3.30 3.20 3.40 9.90 3.30
K2P3 3.45 3.40 3.50 10.35 3.45
K2P4 3.80 4.00 3.60 11.40 3.80

K3P1 4.20 4.10 4.15 12.45 4.15


K3P2 4.30 4.40 4.35 13.05 4.35
K3P3 4.40 4.50 4.45 13.35 4.45
K3P4 5.00 5.00 5.00 15.00 5.00
Total       113.1  
Rataan         3.14

Data Analisia Sidik Ragam Organoleptik Warna

SK DB JK KT F Hit   F 0.05 F 0.01


Perlakua
n 11 56.2775 5.1161 438.5260 ** 2.72 4.22
2289.267
K 2 53.4163 26.7081 9 ** 3.88 6.93
4475.571
K Lin 1 52.2150 52.2150 4 ** 4.75 9.33
k Kuad 1 1.2013 1.2013 102.9643 ** 4.75 9.33
P 3 2.7475 0.9158 78.5000 ** 3.49 5.95
P Lin 1 2.6645 2.6645 228.3857 ** 4.75 9.33
P Kuad 1 0.0225 0.0225 1.9286 tn 4.75 9.33
P Kub 1 0.0605 0.0605 5.1857 * 4.75 9.33
KxP 6 0.1138 0.0190 1.6250 tn 3.00 4.82
Error 12 0.1400 0.0117        
Total 35 56.4175          
FK = 355.323
KK = 3.438%
** = Sangat Nyata
* = Nyata
tn = Tidak Nyata
111

Data Pengamatan Analisa Organoleptik Warna Suhu 10°C

Perlakua Ulangan
Total Rataan
n I II III
K1P1 1.20 1.30 1.10 3.60 1.20
K1P2 1.50 1.50 1.50 4.50 1.50
K1P3 1.60 1.60 1.60 4.80 1.60
K1P4 1.75 1.70 1.80 5.25 1.75

K2P1 3.00 3.20 3.10 9.30 3.10


K2P2 3.10 3.30 3.20 9.60 3.20
K2P3 3.20 3.40 3.30 9.90 3.30
K2P4 3.40 3.60 3.50 10.50 3.50

K3P1 4.20 4.30 4.10 12.60 4.20


K3P2 4.50 4.50 4.50 13.50 4.50
K3P3 4.60 4.50 4.70 13.80 4.60
K3P4 4.75 4.70 4.80 14.25 4.75
Total       111.6  
Rataan         3.10

Data Analisia Sidik Ragam Organoleptik Warna

SK DB JK KT F Hit   F 0.05 F 0.01


Perlakua 55.785
n 11 0 5.0714 405.7091 ** 2.72 4.22
54.551 27.275 2182.050
K 2 3 6 0 ** 3.88 6.93
54.000 54.000 4320.000
K Lin 1 0 0 0 ** 4.75 9.33
k Kuad 1 0.5512 0.5512 44.1000 ** 4.75 9.33
P 3 1.1800 0.3933 31.4667 ** 3.49 5.95
P Lin 1 1.1520 1.1520 92.1600 ** 4.75 9.33
P Kuad 1 0.0100 0.0100 0.8000 tn 4.75 9.33
P Kub 1 0.0180 0.0180 1.4400 tn 4.75 9.33
KxP 6 0.0537 0.0090 0.7167 tn 3.00 4.82
Error 12 0.1500 0.0125        
55.935
Total 35 0          
FK = 345.960
KK = 3.607%
** = Sangat Nyata
* = Nyata
112

tn = Tidak Nyata

Lampiran 8.

Data Pengamatan Analisa Organoleptik Aroma Suhu Ruang

Perlakua Ulangan
Total Rataan
n I II III
K1P1 2.80 2.70 2.75 8.25 2.75
K1P2 2.50 2.60 2.55 7.65 2.55
K1P3 1.90 2.00 1.95 5.85 1.95
K1P4 1.60 1.60 1.60 4.80 1.60

K2P1 3.55 3.50 3.60 10.65 3.55


K2P2 3.35 3.30 3.40 10.05 3.35
K2P3 2.85 2.80 2.90 8.55 2.85
K2P4 2.45 2.40 2.50 7.35 2.45

K3P1 3.90 3.80 3.85 11.55 3.85


K3P2 3.20 3.40 3.30 9.90 3.30
K3P3 3.00 3.00 3.00 9.00 3.00
K3P4 2.30 2.30 2.30 6.90 2.30
Total       100.5  
Rataan         2.79

Data Analisia Sidik Ragam Organoleptik Aroma

SK DB JK KT F Hit   F 0.05 F 0.01


Perlakua
n 11 14.5775 1.3252 265.0455 ** 2.72 4.22
K 2 6.0612 3.0306 606.1250 ** 3.88 6.93
K Lin 1 4.8600 4.8600 972.0000 ** 4.75 9.33
k Kuad 1 1.2013 1.2013 240.2500 ** 4.75 9.33
P 3 8.2625 2.7542 550.8333 ** 3.49 5.95
1638.400
P Lin 1 8.1920 8.1920 0 ** 4.75 9.33
P Kuad 1 0.0625 0.0625 12.5000 ** 4.75 9.33
P Kub 1 0.0080 0.0080 1.6000 tn 4.75 9.33
KxP 6 0.2538 0.0423 8.4583 ** 3.00 4.82
Error 12 0.0600 0.0050        
113

Total 35 14.6375          
FK = 280.563
KK = 2.533%
** = Sangat Nyata
* = Nyata
tn = Tidak Nyata

Data Pengamatan Analisa Organoleptik Aroma Suhu 10°C

Perlakua Ulangan
Total Rataan
n I II III
K1P1 2.70 2.70 2.70 8.10 2.70
K1P2 2.50 2.60 2.40 7.50 2.50
K1P3 1.85 1.80 1.90 5.55 1.85
K1P4 1.65 1.60 1.70 4.95 1.65

K2P1 3.50 3.50 3.50 10.50 3.50


K2P2 3.20 3.60 3.40 10.20 3.40
K2P3 3.10 3.00 3.05 9.15 3.05
K2P4 2.60 2.60 2.60 7.80 2.60

K3P1 3.80 3.80 3.80 11.40 3.80


K3P2 3.50 3.40 3.60 10.50 3.50
K3P3 3.20 3.00 3.40 9.60 3.20
K3P4 2.50 2.60 2.40 7.50 2.50
Total       102.75  
Rataan         2.85

Data Analisia Sidik Ragam Organoleptik Aroma

SK DB JK KT F Hit   F 0.05 F 0.01


Perlakua
n 11 14.9469 1.3588 69.3859 ** 2.72 4.22
213.925
K 2 8.3788 4.1894 5 ** 3.88 6.93
354.063
K Lin 1 6.9338 6.9338 8 ** 4.75 9.33
k Kuad 1 1.4450 1.4450 73.7872 ** 4.75 9.33
106.670
P 3 6.2669 2.0890 2 ** 3.49 5.95
311.751
P Lin 1 6.1051 6.1051 1 ** 4.75 9.33
114

P Kuad 1 0.1406 0.1406 7.1809 * 4.75 9.33


P Kub 1 0.0211 0.0211 1.0787 tn 4.75 9.33
KxP 6 0.3012 0.0502 2.5638 tn 3.00 4.82
Error 12 0.2350 0.0196        
Total 35 15.1819          
FK = 293.266
KK = 4.903%
** = Sangat Nyata
* = Nyata
tn = Tidak Nyata

Lampiran 9.

Data Pengamatan Analisa Organoleptik Tekstur Suhu Ruang

Perlakua Ulangan
Total Rataan
n I II III
K1P1 3.20 3.50 3.35 10.05 3.35
K1P2 3.00 3.20 3.10 9.30 3.10
K1P3 2.70 2.50 2.60 7.80 2.60
K1P4 2.30 2.30 2.30 6.90 2.30

K2P1 4.00 4.00 4.00 12.00 4.00


K2P2 3.90 4.00 3.80 11.70 3.90
K2P3 3.05 3.00 3.10 9.15 3.05
K2P4 2.30 2.40 2.20 6.90 2.30

K3P1 4.50 4.30 4.40 13.20 4.40


K3P2 4.30 4.20 4.25 12.75 4.25
K3P3 2.70 2.90 2.80 8.40 2.80
K3P4 2.00 2.10 2.05 6.15 2.05
Total       114.3  
Rataan         3.18

Data Analisia Sidik Ragam Organoleptik Tekstur

SK DB JK KT F Hit   F 0.05 F 0.01


Perlakua
n 11 21.5475 1.9589 130.5909 ** 2.72 4.22
K 2 2.0737 1.0369 69.1250 ** 3.88 6.93
115

K Lin 1 1.7334 1.7334 115.5625 ** 4.75 9.33


k Kuad 1 0.3403 0.3403 22.6875 ** 4.75 9.33
P 3 17.3475 5.7825 385.5000 ** 3.49 5.95
P Lin 1 16.3805 16.3805 1092.033 ** 4.75 9.33
3
P Kuad 1 0.4225 0.4225 28.1667 ** 4.75 9.33
P Kub 1 0.5445 0.5445 36.3000 ** 4.75 9.33
KxP 6 2.1263 0.3544 23.6250 ** 3.00 4.82
Error 12 0.1800 0.0150        
Total 35 21.7275          
FK = 362.903
KK = 3.857%
** = Sangat Nyata
* = Nyata
tn = Tidak Nyata

Data Pengamatan Analisa Organoleptik Tekstur Suhu 10°C

Perlakua Ulangan
Total Rataan
n I II III
K1P1 3.40 3.50 3.30 10.20 3.40
K1P2 3.30 3.30 3.30 9.90 3.30
K1P3 3.05 3.00 3.10 9.15 3.05
K1P4 2.85 2.90 2.80 8.55 2.85

K2P1 4.10 4.00 4.05 12.15 4.05


K2P2 4.00 4.00 4.00 12.00 4.00
K2P3 3.70 3.80 3.75 11.25 3.75
K2P4 3.70 3.60 3.65 10.95 3.65

K3P1 4.25 4.50 4.00 12.75 4.25


K3P2 4.35 4.40 4.30 13.05 4.35
K3P3 3.95 4.00 3.90 11.85 3.95
K3P4 3.70 3.80 3.60 11.10 3.70
Total       132.9  
Rataan         3.69

Data Analisia Sidik Ragam Organoleptik Tekstur

SK DB JK KT F Hit   F 0.05 F 0.01


Perlakua
n 11 7.1975 0.6543 39.2591 ** 2.72 4.22
116

165.637
K 2 5.5213 2.7606 5 ** 3.88 6.93
K Lin 1 4.9959 4.9959 299.756 ** 4.75 9.33
3
k Kuad 1 0.5253 0.5253 31.5188 ** 4.75 9.33
P 3 1.5925 0.5308 31.8500 ** 3.49 5.95
P Lin 1 1.4580 1.4580 87.4800 ** 4.75 9.33
P Kuad 1 0.0625 0.0625 3.7500 tn 4.75 9.33
P Kub 1 0.0720 0.0720 4.3200 tn 4.75 9.33
KxP 6 0.0837 0.0140 0.8375 tn 3.00 4.82
Error 12 0.2000 0.0167        
Total 35 7.3975          
FK = 490.623
KK = 3.497%
** = Sangat Nyata
* = Nyata
tn = Tidak Nyata

Lampiran 10

Konsentrasi gas O2 dan CO2 selama penyimpanan

28°C 10°C
Jam ke-
O2 CO2 O2 CO2
0 21.00 0.00 21.00 0.00
24 19.60 1.80 20.40 0.50
48 17.50 3.40 19.70 0.80
72 15.80 5.10 19.50 1.20
96 15.70 5.40 19.40 1.30
120 15.50 5.50 19.60 1.10
144 15.20 5.70 19.80 1.40
168 14.80 6.50 19.50 1.40
192 19.60 1.30
216 19.40 1.50
240 19.30 1.60
264 19.40 1.80
288 19.30 1.60
312 19.30 1.70
336 19.40 1.60
117

360 19.50 1.50


384 19.50 1.50
408 19.60 1.70
432 19.60 1.80
456 19.50 1.90
480 19.40 1.80
504     19.60 1.70

Lampiran 11

Laju respirasi buah terong belanda selama penyimpanan

28°C 10°C
Jam ke-
O2 CO2 O2 CO2
24 9.98 17.64 4.54 5.21
48 14.97 15.68 5.30 3.13
72 12.11 16.66 1.52 4.17
96 0.71 2.94 0.76 1.04
120 1.43 0.98 1.52 2.08
144 2.14 1.96 1.52 3.13
168 2.85 7.84 2.27 3.13
192 0.76 1.04
216 1.52 1.04
240 0.76 2.08
264 0.76 3.13
288 0.76 2.08
312 0.76 1.04
336 0.76 1.04
360 0.76 1.04
118

384 0.76 1.04


408 0.76 2.08
432 0.76 1.04
456 0.76 1.04
480 0.76 1.04
504     1.52 1.04
119

You might also like