You are on page 1of 68

Dunia

di Luar
Jendela
kumpulan artikel cakrawala nashiha
Kebaikan
Akan berbuah Hal-Hal Baik
Keburukan
Hanya Menghasilkan Keburukan yang lebih Buruk

Hidup adalah Mengenai Pilihan-Pilihan


Dan Kita bebas untuk memilihnya
Namun Begitu Kita Memilih
Maka Kita harus siap dengan konsekuensi atas Pilihan itu

Segala Hal yang terjadi diluar diri kita


Akan menjadi Baik dengan Bekal Perasaan Baik
Juga Bisa
Menjadi Buruk dengan Bekal Perasaan Buruk
Dari sebotol kopi tak akan keluar susu
Dari hati yang busuk
tak akan keluar madu kebaikan
Dari hati yang bermadu
hanya akan hadir keindahan
Karena saat-saat berlayar akan tiba maka
ambillah perbekalan sebanyak-banyaknya, dalam
masa menuntut ilmu yang indah, dalam sujud
panjang di malam sunyi, dan riuhnya gemerisik
dedaunan di subuh hening.
Hidup ini Indah
Alangkah indahnya hidup ini, bila setiap langkah
adalah ibadah dan setiap jenak mempunyai
kemanfaatan. Alangkah hidupnya jiwa bila waktu yang
berlalu kita perpanjang dalam keindahan dan
kesenangan, mengumpulkan bekal dalam mengarungi
samudera kehidupan.

Karena saat-saat berlayar akan tiba maka ambillah


perbekalan sebanyak-banyaknya, dalam masa menuntut
ilmu yang indah, dalam sujud panjang di malam sunyi,
dan riuhnya gemerisik dedaunan di subuh hening.
Perbanyaklah kenangan akan nikmatnya bersama Allah
ketika jiwa akan mengarungi samudera, dimana setiap
langkah akan menjauhkan kita dari Allah. Karena
kenangan indah itu akan membawa kita dalam kerinduan
untuk kembali. Dan Allah sedang menanti kembalinya
kita saat ini dan saat itu.

Perpanjanglah masa menuntut ilmu,


bermulazamah lah bersama sang murabbi, karena esok
atau lusa kita tak pernah tau, masa kan berganti dan kita
kan berdiri sendiri, menjadi sang murabbi.

Alangkah indahnya hidup ini, bila senantiasa jiwa


ini dapat menghidupkan sunnah Rasulullah dalam
keringanan dan kelapangan. Karena esok kan
menjelang, dan kita kan segera rindu untuk
melakukannya lagi. Dalam sujud sepi dipenghujung
malam. Allah u Akbar, Alangkah rindu, berkecap rindu
dalam peraduan hijau bersama Engkau, hanya Engkau.

Allahumma Anta Rabbi….

Susahnya jiwa ini terbangun, padahal ia sudah


merasa rindu, susahnya hati ini kembali padahal ia
sudah merasa sepi. Allahumma Tolonglah kami, dalam
cinta dan sujud yang embun, sedang kami bara pun
belum, Allahumma Anta Rabbi, Allahumma Anta Rabbi,
Ya Kariiim, Ya Rahiiim, Tiadalah daya upaya kami selain
kepada engkau, Allahumma Anta Rabbi Ya Habibi, tiada
Tuhan selain Allah, cukup bagi ku Allah.

Meski tak layak diri ini dalam cinta Mu….


Wajah dunia akan berubah setiap kali kita
menemukan satu pengetahuan baru, hidup kita berubah
setiap kali pengetahuan kita berubah. Demikian kata
Ustadz Anis Matta. Pengetahuan itu mengubah sudut
pandang, memperbaiki kehidupan dan memperhalus
jiwa. Pengetahuan juga lah yang menentukan jalan mana
yang akan kita pilih untuk kita tempuh dan atau kita
tinggalkan.

Ibnu Hazm Al Andalusi, seorang ulama terkenal,


awalnya hanyalah seorang pemuda yang belum
berkeinginan mendalami Fiqih, hingga suatu kejadian
mengubah pendapat itu. Dan pengetahuan akan Fiqih
kemudian mengubah jalan hidupnya. Awalnya mungkin
sederhana, lalu berubah menjadi panduan kehidupan.
Suatu kali, Imam Adz Dzahabi meriwayatkan, Ibnu
Hazm yang saat itu berusia 26 tahun, memasuki masjid
dan langsung duduk didalamnya, seseorang
mendatanginya dan berujar “mengapakah engkau
langsung duduk? Mengapa tidak kau laksanakan
tahiyatul masjid?” maka Ibnu Hazm pun bergegas
mengambil wudhu lalu shalat dua rakaat. Di kali yang lain
ia memasuki masjid lalu mendirikan dua rakaat tahiyatul
masjid. Ta k d i s a n g ka , S e s e o r a n g ke m b a l i
mendatanginya dan berkata “duduklah,duduklah, ini
bukan waktunya?” rupanya saat itu sudah lepas ashar, tak
ada shalat sunnat sesudah ashar.

“Maka saya pun beranjak” kata Ibnu Hazm


mengenang “ dan saya sangat sedih, lalu saya berkata
kepada guru yang mendidik saya. Tolong tunjukkan rumah
ahli fikih Abu Abdillah bin Dahun kepada saya!”

Ibnu Hazm melanjutkan “saya pun menjumpainya


dan menceritakan apa yang menimpa diri saya. Ia pun
menyuruh saya mengkaji kitab Al Muwattha karya Imam
Malik. Saya pun mulai mempelajarinya. Saya juga
membacakan kitab ini kepadanya serta kepada yang lain
selama tiga tahun, hingga saya mulai berani bertukar
pendapat”

Wajah dunia akan berubah setiap kali kita


menemukan satu pengetahuan baru, hidup kita berubah
setiap kali pengetahuan kita berubah. Ibnu Hazm
berubah karena ketidak tahuan yang menghasilkan
kehinaan, lalu dengan niat sungguh sungguh berubahlah
dia menjadi pengetahuan yang membawa kemuliaan.
Ibnu Hazm karena pengetahuan mengambil jalan
kehidupannya, ia pembelajar dalam kehidupannya.

Harusnya hidup kita adalah hasil penjumlahan


(akumulasi) dari keseluruhan pengetahuan, bukan
dijalani begitu saja. Sudahkah jalan hidup kita adalah
dipilih dengan pengetahuan atau dengan kebodohan?
Al Muzani adalah sosok yang dikenal sebagai sosok
muda yang sangat gemar belajar sejak masih belia. Di
Mesir hari itu ia lagi-lagi terserang kegundahan jiwa,
terjebak dalam lingkupan penyakit pemikiran. Intinya Al
Muzani sedang mendalami tauhid dan eksistensi
ketuhanan Allah dengan logika-logika rasional murni.
Misalnya tentang sifat-sifat Allah yang dipertanyakan
dengan membandingkan sifat manusia. Tentang taqdir,
apakah manusia punya hak pilih atau terpaksa.
Demikianlah Al Muzani, menjadi sempit hatinya karena
kerinduan yang ditempatkan pada tempat yang salah
pada kebenaran.

ILMU YANG SALAH MEMBAWA JIWA PADA


KESEMPITAN DAN KEMATIAN. DEMIKIAN PULA ILMU YANG
BENAR AKAN MEMBAWA PADA KELAPANGAN DAN
KESUBURAN JIWA.

Lalu ia mendengar Imam Asy Syafii datang ke


negerinya, Mesir. Ia pun menemui sang Imam. Dan
mengeluhkan masalahnya. Lalu tanpa disangka Imam
Syafii marah kepadanya “Tahukah kamu berada dimana
dirimu saat ini?”

“ya, disini, ditempat ini,” jawab Al Muzani.

“Bukan. Kamu sedang berada di Taron, sebuah


lautan yang sangat berbau, tempat dimana Firaun dan
kaum nya ditenggelamkan” jawab sang Imam.

Imam Syafii melanjutkan, “pernahkah kamu


mendengar Rasulullah memerintahkan kita untuk
menanyakan hal -hal seperti itu”

“tidak” jawab Al Muzani.

“kamu tahu jumlah bintang di langit, dan kapan


masing -masing terbit serta kapan tenggelam?”

“tidak”

“sesuatu yang kamu bisa melihat dengan mata


saja kamu tidak tahu, sekarang kamu mau mengaduk-
ngaduk secara ngawur seputar masalah penciptanya?”
Kemudian Imam Syafii bertanya lagi kepada Al
Muzani tentang suatu masalah dalam soal wudhu.

“Tapi jawabanku salah” kata Al Muzani.

Lantas Imam Asy Syafii membagi soal wudhu


kepada empat hal. “dan menanyakan satu persatu
kepadaku. Tapi tak ada satupun jawabanku yang benar,”
kata Al- Muzani.

Maka Imam Syafii marah dan berkata lagi


“bagamana kamu ini. Ilmu tentang sesuatu yang harusnya
kamu ketahui (wudhu) karena kamu perlukan minimal
lima kali dalam sehari saja kamu tidak mengerti. Lalu kami
membebani dirimu dengan ilmu yang tidak jelas tentang
Tuhan. Jika muncul rasa ragu di dalam dirimu, katakan,
'dan Tuhan kalian adalah Tuhan yang satu, tidak ada Tuhan
selain Dia, dan Dia Maha Pengasih lagi Maha penyayang”
(QS. Al Baqarah:163)

Sesudah dialog itu Al Muzani bertaubat dan


mendalami Ilmu Fiqih, berguru kepada Imam Syafii secara
langsung. Dan tentu saja Wudhu yang ia salah dalam
menjawab itu, telah dipelajarinya secara mendalam. Hari
ini kita mengenal Al Muzani sebagai Mujtahid mutlak
dalam bidang Fiqih, bukunya Mukhtasar Al Muzani, yang
disebutnya “kitab ini aku ringkaskan dari Ilmu Imam
Syafii”. Imam Syafii pernah memuji muridnya itu dengan
perkataan “Al Muzani adalah penopang dan penyebar
mazhabku.”

Bahkan ketika Sang Guru wafat, Al Muzani pula lah


yang memandikan gurunya itu.

Al Muzani adalah gambaran utuh tentang Hadits


Rasulullah saw. :

“perumpamaan petunjuk dan ilmu pengetahuan


yang di amanatkan Allah kepadaku untuk disampaikan
itu adalah bagaikan hujan lebat yang turun ke bumi.

Dari sebagian bumi tersebut ada yang subur yang


dapat mengendapkan air lalu menumbuhkan tumbuh-
tumbuhan dan rumput-rumputan yang banyak.

Dari sebagian bumi tersebut ada yang gersang


yang hanya dapat menampung air yang oleh Allah
dimanfaatkan untuk manusia sehingga bisa
dipergunakan untuk minum, meminumi ternak nya dan
untuk kepentingan pertanian.

Dan hujan tadi juga turun ke bumi yang lain, hanya


saja bagian bumi ini merupakan tanah yang keras dan
datar yang tidak dapat menampung air dan (tidak pula)
menumbuhkan tumbuh – tumbuhan. Demikian itulah
perumpamaan orang yang pandai dalam agama Allah
dan memanfaatkan apa yang diamanatkan Allah
kepadaku, kemudian setelah ia mengetahuinya lantas
mengerjakannya; perumpamaan orang takabbur yang
tidak mau memperdulikannya; dan perumpamaan
orang yang tidak mau menerima petunjuk Allah yang
ditugaskan kepadaku untuk menyampaikannya”.

(HR. Bukhari dan Muslim)

Al Muzani, adalah tanah yang subur, sedang kita


mungkin adalah tanah yang gersang, atau mungkin
tanah yang penuh batu, yang air tak menggenang, yang
tumbuhan tak bisa hidup.
Orang yang ilmunya dangkal adalah orang yang
pandangan matanya pendek. Bila hujan, mereka hanya
mampu memandangnya sebagai air yang jatuh dari
langit. Mereka tak mampu melihat awan, apalagi
menatap air yang menguap dan menjadi partikel
pembentuk awan. Orang yang ilmunya dangkal hanya
mampu melihat dalam jarak pendek, sekarang. Tapi
mereka tak akan mampu melihat dalam jarak jauh,
belajar dari masa lalu untuk kebaikan di masa yang akan
datang.

Ilmu yang baik akan membawa pengetahuan yang


luas, jauhnya pandangan, mampu melihat kilat dibalik
cahaya. Ilmu yang membawa pengetahuan akan
mengikat jiwa kita dalam kesadaran yang sama dengan
kesadaran Nuh. Mereka bilang buat apa membuat kapal,
Nuh tak bergeming, mereka bilang; bila memang Kapal
itu untuk di laut mengapa dibuat di Gunung tinggi, Nuh
tetap bekerja. Karena Ilmu yang Nuh dapat dari Wahyu
adalah ilmu yang teryakini dengan jiwa, mengikat dalam
idealisme, dia tahu inilah jalan nya, jalan yang membawa
keselamatan bagi dia dan pengikutnya, selebihnya ilmu
menghasilkan kerja-kerja yang berhasil guna. Dia
mempunyai ilmunya dan dia mengetahui, sedang ummat
nya tak mengerti, melihat dalam jangka pendek, melihat
luasnya lautan tapi tak pernah mengukurnya.

Semakin banyak ilmu yang didapat, semakin


banyak yang kita ketahui dan dengan semakin banyak
yang kita ketahui semakin banyak pula yang dapat kita
raih. Ilmu terbaik yang kita miliki adalah mengetahui dari
mana, kemana dan pada siapa kita kan kembali. Itulah
Tauhid.

Dengannya langkah menjalani hidup akan terasa


mudah karena kita tak akan merasa susah dengan
keadaan kita dan keadaan sekitar kita, disebabkan telah
mengetahui dari mana semua ini berasal dan kemana
semua ini akan beranjak pergi. Cobaan yang datang silih
berganti akan sirna, karena ia ada asalnya dan setiap
yang berasal akan kembali kepada asal mulanya.

Hanya Tuhan yang tiada berasal dan tak akan


kembali kepada Asal, karena itulah bila kita memandang
hanya Tuhan, maka kita kan hidup dilingkungan Nya,
lingkungan dimana Hanya Tuhan yang punya kuasa
kepada diri kita, dilingkungan yang Luas, dengan
keyakinan sepenuh jiwa bahwa seberapapun besarnya
masalah, tak akan melebihi Kemaha besaran Allah dan
Rahmat Nya.

Dengan Ilmu Tauhid yang kita miliki, kita kan


tersadarkan bahwa masalah tak akan selamanya hadir, ia
kan musnah seiring jarum jam yang berputar, hanya Allah
lah yang abadi yang lain akan musnah, sirna di
terbangkan angin. Yang punya ilmu Tauhid kan teduh
dibawah naungan Allah, yang tak punya akan gelisah
karena masalah, akan gundah karena musibah. Hanya
Allah yang abadi, sedang manusia terukur usia, sedang
masalah terukur solusi yang hanya sejauh jangkauan lutut
dan tempat sujud.

Dengan ilmu Tauhid, tak akan ada tempat berserah


bahkan kepada diri sendiri, semua hanyalah Allah, karena
Allah pencipta kita, maka hanya Allah yang tahu cara
terbaik me-Maintenance diri kita, maka hanya kepada
Allah kita kembalikan diri ini, dan hanya kepada Nya lah
kita meminta pertolongan. Iyyaka Na'budu Wa Iyya
Kanasta'in.

Separuh jalan yang terjal akan terasa nikmat


dalam kasih sayang dan kerinduan disertai rasa harapan
penuh pada Allah,Raja'. Separuhnya lagi adalah jalan
teduh yang berhias bunga kecintaan, Mahabbah. Tiada
yang susah bila semua dengan Allah, Allah Maha Halus
dan lembut, Allah Maha hadir dan Maha Kasih.

Dengan Ilmu Nya Allah memberikan kita Ilmu


mengetahui Luas kasih Sayang Nya, Tinggi kekuatan Nya,
Dalam kelembutan Nya, dan Samudera Ampunan Nya.
Allahu Rahman, Allahul Aziz, Allahu Latiif, Allahul Ghafuur.

Orang yang ilmunya dangkal adalah orang yang


pandangan matanya pendek. Bila Musibah datang
mereka tak mampu melihat Allah dan kasih sayang-Nya,
mereka tangisi kehilangan cinta, tapi mereka tak pernah
menangisi hilangnya Allah dari diri. Seperti Nuh, Bahtera
yang dibangun adalah perlambang pengetahuan yang
menyelamatkan dari ilmu yang diraih dengan keimanan
dan tauhid. Semakin banyak yang kita ketahui semakin
besar kemungkinan kita selamat dalam perjalanan.
Hanya Allah di setiap keadaan.

Khalaqal Mawta Wal Hayata Liyabluwakum


Ayyukum Ahsanu Amala, Wa Huwal Azizul Ghafuur.(QS. Al
Mulk ;2)
Ilmu Tauhid adalah ilmu tentang meng-Esakan
Allah di manapun dan kapanpun, inda kulli makaan wal
zamaan. Dalam Tauhid kita diajarkan untuk mengetahui
dan mengimani dengan seyakin-yakin nya bahwa hanya
lah Allah yang menjadi prima causa, sebab utama adanya
seluruh alam dan diri kita.

Allah adalah satu-satunya pemelihara yang


mengatur seluruh makhluk, mengatur hidup dan mati,
musibah dan anugerah. Dan semua yang telah
ditetapkan-Nya atas kita adalah untuk kebaikan kita, baik
yang kita senangi maupun yang kita tidak senangi.

RUBUBIYAH

Allah adalah Satu-satunya Rabb kita, yang


menciptakan kita, Rabb yang Mengatur rejeki kita, Allah
adalah satu -satunya Rabb yang menghidupkan dan yang
mematikan kita.

Lalu mengapa kepada yang lain kita meminta


pertolongan? Lalu dalam musibah, mengapa kita
berteriak menyakiti diri, padahal kita yakin Allah sedang
berada dibaliknya, dan Allah sedang menanti kita untuk
meminta, berdoa. Yang demikian itu mudah bagi Allah.

Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi


dan (Tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan Telah
tertulis dalam Kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum kami
menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu
adalah mudah bagi Allah. demikian kata Allah dalam kitab
Nya.

ULUHIYAH

Allah adalah satu-satunya ilah, yaitu sandaran


dimana seharusnya Cinta, Rindu, takut dan harap hanya
bermuara kepada nya.

Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)


melainkan dia yang hidup kekal lagi terus menerus
mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak
tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. tiada
yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya?
Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di
belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa
dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya.
Kursi Allah meliputi langit dan bumi. dan Allah tidak
merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha
Tinggi lagi Maha besar. (QS. Al Baqarah: 255)

Kita sering berulang-ulang membaca ayat Kursi


diatas, namun pernahkah kita menghayatinya? Itulah
ayat Tauhid, sahabatku, yang menuntun kepada
pembersihan jiwa dari rasa percaya bahwa ada kekuatan
lain yang berperan selain kekuatan Allah. Ayat yang bisa
menjadi bekal untuk tazkiyatunnafs, membersihkan diri
dari najisnya kesyirikan bahwa ada sandaran lain tempat
kita menaruh rasa untung, sial, berkah dan keramat
selain kepada Allah.

ASMA’wa SIFAT

Dan sejenak mari kita bertanya pada diri, sejauh


mana kita mengenal Allah dan sifat-sifat Nya, Allah
adalah Tuhannya Alam semesta ini, Tuhan seluruh
manusia bahkan kepada siapapun mereka menyembah,
sesungguh nya hanyalah Allah tuhan mereka.

Allah adalah Tuhan Timur dan Barat, Tuhan yang


mengatur seluruh jagad raya, bumi ini menurut
perhitungan manusia berisi +5 Milyar Manusia. Dan tak
ada satupun yang bukan ciptaan Allah. Lalu
perhatikanlah, manusia ini hanyalah satu jenis makhluk
dari triliyunan jenis makhluk yang lain; yang kasat mata
saja, ada api, air, tanah, udara, hewan dan tumbuhan yang
semuanya serba generik, masih umum, belum lagi
partikel dan sel yang tak kasat mata.

Semua itu Allah yang menciptakan, tak ada


satupun yang lepas dari Allah hidup, mati dan rejekinya,
semuanya dalam genggaman Allah. Lalu lihatlah
gemintang dilangit, kita hanyalah partikel kecil di
samudera planet galaksi Andromeda, yang juga
merupakan bagian dari ratusan milyar galaksi sejenis di
alam ini, ini semua ciptaan Allah, semua dalam
genggaman Nya, semua dalam kerajaan Nya.

Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi


pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya
tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan
habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS.
Luqman:27)

Dan kemudian dalam kerajaan itulah kita berdiam,


menunggu titah dari sang pemegang nyawa setiap kita,
namun kemudian kita juga tahu bahwa Allah yang maha
kuat itu ternyata juga Maha Pengampun, yang senantiasa
menanti kita untuk bertaubat kepada Nya. Allah tahu dosa
kita seluas samudera, namun tangan Nya senantiasa
terbuka, Dia tak marah selama kita menyesali perbuatan
kita, Dia tak pernah menolak, Dia malah senang
menerima. Ampunan Nya mendahului dan melebihi
Murka Nya, Maghfirah itu melebihi sangkaan besarnya
dosa kita. Hanya saja kita sering tidak mengenal Tuhan
kita dalam nama dan sifat Nya hingga kita sering
berprasangka buruk “mungkinkah Allah mengampuniku?
Mungkinkah Allah mengabulkan pintaku?”

Allahu Rabbul Alamin, Dia yang menciptakan kita,


Dia pula yang mematikan kita, kalau sudah begitu
kepercayaan kita, memangnya ada tempat lain lagi yang
bisa memberi kita rejeki dan solusi selain dari Allah?
Tidak ada, hanyalah Allah penolong kita, cukuplah Allah
jembatan antara kita dan solusi masalah kita.

"Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah


adalah sebaik-baik Pelindung". Maka mereka kembali
dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah,
mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka
mengikuti keridhaan Allah. dan Allah mempunyai karunia
yang besar (QS. Ali Imran; 173 – 174)

Demikian itulah Tauhid, yang kata Imam Ibnu


Taymiyah terdiri dari tiga pondasi yaitu Tauhid Rububiyah
(Rabb), Tauhid Uluhiyah (Ilah) dan Tauhid Asma' Wa Sifat
(Nama dan Sifat).
Inilah dakwah kita, dakwah kepada Allah, Dakwah
kepada optimisme yang bersandar kepada kepercayaan
(mindset) bahwa segalanya datang dari Allah dan
hendaknya dikembalikan pula kepada Allah.

(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu


jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu,
dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa
yang diberikan-Nya kepadamu. dan Allah tidak menyukai
setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri,

(QS. Al Hadid:23)
Dalam buku Wahyul Qalam, Ar Rafi bercerita:

“ketika mereka berteriak, Allah Akbar!, hati Maria


bergetar, dan ia pun bertanya pada Rahib Shatta “ Apa
gerangan yang mereka katakan?” Rahib itu menjawab,
“kalimat ini adalah pembukan sembahyang mereka.
Seolah olah dengan kalimat itu mereka berbicara
kepada zaman bahwa mereka saat ini berada dalam
waktu yang tidak terdapat dalam zama dan tidak juga
dalam dunia. Seakan mereka berada dihadapan Dzat
yang Maha Agung. Sebab, begitu mereka
mengumandangkan seruan mereka, mereka pun
melepas ikatan waktu dan ambisi zaman. Itulah saat
mereka meulai sembahyang mereka. Seolah olah
mereka tengah menghapus dunia dari jiwa mereka
sesaat atau beberapa saat. Penghapusan dunia dari jiwa
mereka adalah keunggulan mereka atas dunia…

Perhatikanlah, Maria, bukankah kamu melihat


kalimat ini benar benar menyihir mereka? Mereka tidak
lagi menoleh kemanapun ketika mereka shalat. Mereka
telah diselimuti oleh ketenangan. Mereka pun telah
berpulang dan tidak sebagaimana sebelumnya. Mereka
penuh khusuk seperti Khusyuknya Filosof terbesar ketia
ia merenung”

Itu adalah perkataan seorang Rahib (pendeta) dari


agama lain. Pertanyaannya apakah keadaan kita sewaktu
shalat seperti itu? Ketika ketergesaan terhadap waktu
menuntut kita untuk tak ber tuma`ninah lagi, ketika
wajah pacar, harta, pujian dari teman menghiasi sujud
dan ruku`kita, dimanakah keadaan ini.

Bagaimana hendak berhubungan baik dengan


Allah jika, keadaan Shalat seperti ini yang kita miliki?
Bagaimana pula Islam yang kita miliki, sedang untuk
menunjukan bakti kita kepada Allah saja kita masih
malas. Akan kah Islam akan terbit dari jiwa yang tidak
menghargai dan mencintai hal terpenting dari nya?

Rahasia Shalat, ruhnya, dan intinya ada pada


keutuhan hati dan jiwa dalam menghadap Allah dengan
meyertakan semua organ tubuh dalam ritme yang sama.
Saat itu juga kita tidak diperbolehkan memalingkan
wajah, hanya boleh menghadap kiblat. Demikian juga
hendaknya hati kita tidak berpaling kepada selain Allah
pada saat Shalat.
Ibnu Qayyim Al Jauziyah berkata:

“Sesungguhnya didalam hati terdapat sebuah


sobekan kecil yang tidak bisa dijahit kecuali dengan
menghadap penuh kepada Allah. Di dalamnya juga ada
keterasingan yang tak mampu di obati kecuali dengan
menyendiri bersama Allah…

Didalamnya ada pula kebutuhan yang tidak akan


tercukupi kecuali oleh kecintaan kepada Allah,
mengingatnya terus menerus, serta keikhlasan penuh
kepada-Nya. Bahkan jika hati ini diberi dunia beserta
isinya, kebutuhan tersebut tetap tak akan terpenuhi”

Hari-hari ini begitu banyak harapan, namun begitu


sedikit yang jadi kenyataan, begitu banyak usaha namun
begitu secuilnya hasil. Bukanlah semua kenyataan dan
hasil selama ini karena kurangnya usaha, Tidak! Bahkan
usaha kita sudah maksimal, hanya saja memang
demikianlah kenyataan yang terjadi. Maka di titik inilah
kita perlu menata ulang pikiran dan perasaan kita, lalu
bertanya “apa yang kurang?”

Adalah kita sering melupakan tangan Tuhan di


setiap usaha kita. Kita sering menafikan Tuhan ketika
kita mengisi ujian, kita menganggap tidak ada yang bisa
menolong diri kita selain kita sendiri. Di sinilah kita sekali
lagi perlu mensetting ulang pikiran dan perasaan kita
bahwa tiada yang bisa menolong kita selain kekuasaan
Allah, bahkan diri kita sendiripun tidak bisa.

Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi.


tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-
Nya?(QS. Al Baqarah:255)

Yang kita lakukan dalam usaha adalah dengan


maksud menjemput pertolongan Allah, karena Allah
melihat usaha kita maka Allah memberikan pertolongan
Nya. Inilah yang harus kita tata dalam pikiran dan
perasaan kita. Bukankah banyak orang yang terlalu Pe-
De lalu akhirnya down? Jangan terlalu sombong untuk
berdoa kepada Allah, jangan pula malu untuk meminta
kepada Nya.
Ah, saya berdoa kok! Jawabmu, tapi betulkah kamu
sudah benar-benar “berbicara” dengan Allah,
mengajukan proposal tentang semua harapan dan
keinginanmu? Kalaupun sudah berapa banyak dalam
sehari kamu berdo`a?

Do`a merupakan tempat dimana seharusnya


pikiran dan perasaan kita menjadi satu dengan
kekuasaan Allah. Allah tidak akan mengabulkan doa dari
hati yang lalai. Sering kali kita sudah berdoa dengan lidah
kita, namun di dalam hati masih terdapat keraguan,
bisakah Allah menolongku? Ketika itu yang terjadi maka
Allah (bahkan) tak akan memandang ke hatimu.

Padahal doa selalu terkabul bahkan ketika doa itu


baru saja dipanjatkan karena Allah begitu dekat dengan
kita dan berjanji akan mengijabah doa kita

“dan apabila hamba-hamba-Ku ber tanya


kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya
aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang
yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka
hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku)
dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka
selalu berada dalam kebenaran.”(QS. Al Baqarah:186)

Lambungkan-lah materi bernama doa yang


tersusun atas partikel perasaan dan pikiran kelangit,
hingga ia masuk dalam gelombang Ijabah Allah, lalu
tersusunlah gelombang elektromagnetik yang menarik
tentara-tentara Allah yang tak terhitung jumlahnya untuk
menjadi sarana terkabulnya harapan kita.
Orang yang kalah adalah orang-orang yang
membiarkan jiwanya ditaklukkan oleh kegetiran hidup. Ia
menyerah kalah pada musuh-musuh yang hendak
menghancurkannya, pada kondisi yang menghendaki ia
gagal dan pada waktu yang ingin ia merugi.

Orang-orang yang kalah selalu meratapi


kekalahannya, menangisi apa yang telah terjadi dan
terjebak dalam kenangan buruk tentang kondisi yang
telah dihadapi. Itulah orang-orang yang kalah. Mereka
mati sebelum kematian mendatangi mereka. Mereka
kalah bahkan sebelum pertempuran itu di mulai. Adanya
mereka seperti tidak berarti bagi kehidupan.

Siapa yang jiwanya kalah oleh dunia, maka


bersiaplah untuk berkeluh kesah, menderita dan gagal.
Sebaliknya bila diantara kita masih banyak keluh kesah,
merasa penderitaan tak ada habisnya dan selalu gagal,
maka hati-hatilah karena kita termasuk orang yang kalah.

Banyak potet kekalahan disekitar kita. Karena


gagal pada ujian sekolah ada teman yang frustasi dan
akhirnya berniat bunuh diri. Ada yang gagal mendapat
orang yang dicintai kemudian malah membenamkan diri
pada lumpur luka yang dalam, dan akhirnya terjebak
dalam dunia kelam. Ada yang tak diijinkan orang tua nya
untuk melanjutkan kuliah ditempat yang diinginkan, lalu
hidupnya jadi amburadul dan masih banyak, bahkan
terlalu banyak, orang-orang kalah di sekitar kita.

Merekalah yang selalu kalah oleh keadaan, dan


memilih untuk tetap kalah. Mereka menyalahkan kondisi,
waktu dan orang lain, padahal kondisi yang tercipta
sekarang, waktu yang semakin sempit saat ini, dan orang
lain yang sepertinya membenci, tak lain karena pilihan
kita sendiri. Bukankah setiap kali dikatakan kepada kita
“sudah hadapi saja” lalu kita berkata “susah…”. Semakin
sering kita meyakini bahwa rasa sakit didalam hati,
kegagalan yang dialami tak mungkin dilupakan, maka
semakin dalam kita menderita dan semakin jauh dari
kebahagiaan. Berdamailah duhai Jiwa.

Ibnu Jauzi, berkata “jika cobaan datang kepada


mereka untuk membersihkan dosa-dosa mereka.
Barulah dia berteriak minta tolong “apakah gerangan
dosaku?” padahal ia lupa, bahwa apa yang (pernah) dia
lakukan telah membuat bumi berguncang (karena
dosanya)”

Demikianlah orang-orang yang kalah, mereka lupa


di saat senggang, dan mereka tak mau disalahkan saat
sempit menjelang. Mereka sia-siakan masa muda, dan
tak ingin menderita dimasa tua. Mereka adalah yang
takluk akan perbuatan, perasaan dan pikiran mereka
sendiri yang salah dalam memahami kondisi. Merekalah
orang yang selalu kalah dan memilih untuk tetap kalah.
Jangan mau jadi orang yang kalah!!!

“...boleh Jadi kamu membenci sesuatu, Padahal ia


Amat baik bagimu, dan boleh Jadi (pula) kamu menyukai
sesuatu, Padahal ia Amat buruk bagimu; Allah
mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al
Baqarah:216)

Jika harapan tak sesuai dengan kenyataan, jika


kondisi tak seperti yang diinginkan, jika ruang sudah
terlalu sempit untuk di lalui, jangan kau menjadi kalah
dan takluk, kita masih punya waktu untuk memilih. Sultan
Penyengat dari Riau, ia dikepung Belanda dengan
kekuatan penuh, ia tahu, ia tak mampu melawan, maka Ia
memilih untuk keluar dari medan pertempuran yang satu
dan beralih kepada pertempuran yang lain.
Tariklah tatapan matamu keluar dari harapan-
harapan itu, pandanglah harapan itu bagai sekuntum
bunga di antara bunga-bunga di taman. Lihatlah lagi, ada
begitu banyak bunga dan begitu banyak keindahan yang
telah Allah berikan kepadamu saat engkau berjuang
dalam kebaikan Nya. Dan akhirnya, bunga itu terlalu
sederhana untuk diwujudkan Allah dalam kehidupan mu,
dibandingkan dengan segala nikmat yang telah diberikan
dan disiapkan-Nya untuk mu. Wa Allahu Mustaan
Al Qarni lahir ketika cahaya Rasulullah bersinar
indah di dataran Arab, sinarnya penuh menyinari seluruh
jazirah. Seluruh keturunan Ismail terpanggil satu persatu
ke Madinah untuk bertemu dan berguru ke Sang Cahaya
Ilmu, Muhammad Al Mustafa.

Demikian pula Al Qarni, remaja ini demikian rindu


akan Rasulullah (dan siapakah yang tidak rindu) ingin
mendengar merdu suara Al Quran yang terlantun dari
bibir beliau.

Namun Perjalanan nya begitu jauh, ibunya telah


renta, tak rela ia meninggalkan, untuk kebaktiannya dan
kasih sayangnya dia bersedia untuk tetap tinggal
memelihara sang ibu, sementara teman-temannya telah
pergi untuk menuntut ilmu di Universitas Kehidupan
Madinah.

Haripun berlalu, tahun beranjak, masa berganti, Al


Qarni akhirnya tak bisa menahan gravitasi cinta
Rasulullah, dan ibunya luluh. Ibunya memberi ijin kepada
Al Qarni untuk pergi dalam perjalanan Kerinduan, namun
ia di beri batas waktu, bila waktu yang telah ditentukan
habis, maka ia harus pulang. Betapa senangnya Al Qarni,
ia bergegas pergi, waktu teramat singkat, rindu begitu
samudera.

Perjalanan dilakukannya dengan cepat, siang


malam tak henti, tanpa istirahat, dipacunya diri
menembus waktu. Sampai lah dia di Madinah yang
Gemilang, ia tatapi debu yang pernah bersentuhan
dengan Rasulullah, dia hirupi udara yang meniupkan
aroma Rasulullah, dia sentuh dinding masjid Nabi, dia
tesenyum pada setiap orang di kota itu, kota Nabi. Dan ke
rumah empat meter persegi yang menempel di Masjid
itulah Al Qarni kini menuju, itulah rumah sang Manusia
penuh Cinta, Muhammad (bersalawatlah atas beliau,
Salallahu Alaihi Wassalam).

Dia mengucap salam, dia mengetuk pintu


Rasulullah, dia menatap rumah itu sambil menahan
rindu. Dan jawaban suara halus didengarnya dari dalam,
suara perempuan, Aisyah yang menjawab. Aisyah
mengatakan Bahwa Rasulullah sedang melakukan
perjalanan, mungkin sedang perang. Maka dengan air
mata berlinang di pipinya, dia duduk di depan pintu Rasul,
dia menangis tersedu, duhai rindu kapankah akan
berakhir.

Waktunya berakhir, Rasulullah belum lagi datang.


Dengan sedih hati Al Qarni meninggalkan kota dimana
cita-citanya terpatri, belajar di kota itu. Dia pulang kepada
sang bunda, merawatnya dengan kasih, hingga akhirnya
kesendirian bunda yang ditemaninya itu berubah menjadi
kesunyian kematian.

Tinggallah Al Qarni dan penyakitnya, hingga


Rasulullah meninggal dia tak sekalipun bertemu dengan
beliau. Sehari-hari Al Qarni mengerjakan apa yang dapat
dikerjakannya untuk menyambung hidup, lepas itu,
rindunya tertumpah lewat doa yang terlantun lirih dari
pondoknya yang sederhana. Hingga datanglah waktu
manusia berkumpul, Haji Akbar di Masa Umar Bin Khatab.

Al Qarni ikut dalam rombongan sukunya, dia


menjadi pelayan bagi orang-orang dari sukunya,
demikianlah caranya mendapatkan biaya haji. Perjalanan
suci itu, juga adalah perjalanan penuh pengorbanan,
karena itulah haji disebut penyempurna penghambaan.

Namun tak dinyana, Umar Bin Khatab


menanyakan pada orang-orang sukunya tentang
seseorang bernama Al Qarni yang berpenyakit belang,
orang pun keheranan, siapakah orang ini, Hingga Umar
pun menanyakannya?

Lalu bertemu lah dia dengan Umar Al Faruq, Umar


menangis bertemu dengannya, lalu meminta di doakan
olehnya, dia pun mendoakan Umar. Demikian pula Ali Bin
Abi Thalib. Demikian pula para sahabat yang utama.
Semua orang bertanya – tanya mengapakah Al Qarni, si
orang tak dikenal, si pelayan kampung, si pencari kayu
bakar, di mintakan doanya oleh para sahabat yang tentu
lebih utama dari dirinya?

Maka Umarpun bercerita, bahwa ketika Rasulullah


mendengar dari Aisyah tentang seseorang bernama Al
Qarni yang menangis rindu di pintu Rasul, maka
Rasulullah pun berkata pada Umar dan yang lainnya,
bahwa bila mereka bertemu dengan seseorang bernama
Al Qarni yang berpenyakit belang maka mintalah doa
padanya, karena doanya terkabul.

Demikianlah sahabat, itulah Al Qarni, padanya aku


berkaca, tentang keterbatasan kesempatanku untuk
meraih apa yang terpatri di dalam hati karena Insya Allah
baktiku kepada ibuku, inilah kisah penghibur hatiku.

Dan Al Hamdulillah, Allah memberikan setitik ilmu


padaku, setitik ilmu tentang rindu yang kan berbuah
manis dalam telaga baktiku.

Duhai ibu padamu aku lautkan cita-ku, hingga


kelak Allah labuhkan nya di pantai Cinta-Nya.

Duhai Rindu.( Aku menangis)

*tokoh dimaksud adalah Uwais Al Qarni


Cinta seorang ibu kepada anaknya adalah cinta
yang tak berbatas walau jarang berbalas. Kasih yang
dimiliki ibu adalah kasih yang luas yang tak pernah tuntas
kita bahas. Seperti kisah buah apel yang senantiasa
memberi, ibu adalah telaga yang tak akan kering oleh
kemarau kemiskinan jika kita meminta. Selalu ada,
mencari hingga mengetuk pintu tetangga saat kita dalam
tidur lelap, merajuk karena keinginan kita belum
terpenuhi dengan segera.Ibu rela pinjam uang untuk itu,
sedang kita tidak tahu, dan tak mau tahu.

Banyak ibu memilih 'berbohong' demi anaknya,


“makanlah nak, ibu tidak lapar” kata – kata itu terungkap
deras, seperti demi anaknya yang sedang lahap, sedang
nasi tak mencukupi,ibu memilih untuk berbohong. Ini
kisah seorang anak, seorang anak yang kemudian hari
menyadari bahwa ibunya sering berbohong padanya,
demi melihat senyum bahagia anaknya. Mungkin kita kini
adalah anak itu, yang kelak akan sadar bahwa ibu saat ini
sedang berbohong pada kita.

Kita mungkin adalah bagian dari anak-anak yang


kurang peka pada rasa rindu seorang ibu. Kita mungkin
senang berjam-jam di luar rumah saat remaja menjelang,
saat pikiran sudah segar dan ruang gerak bertambah
luas. Kita mungkin adalah bagian anak-anak ibu yang
merasa bahagia lepas dari kekangan bunda, saat teman
begitu banyak dan jiwa merasa merdeka. Dan kini
dimanapun kita berada, dimanapun kita tinggal, di luar
rumah, diluar desa, di luar kota atau diluar pulau mari
sejenak kita bicara tentang rasa sepi seorang ibu.

Apa yang sedang beliau lakukan senja ini?


Mungkinkah saat ini, ia sedang duduk menghabiskan
waktu sambil memandangi pekarangan rumah, tempat
dimana kita pertama kali belajar jalan, setapak demi
setapak. Mungkin dia juga saat ini sedang memandangi
pintu dimana kita pulang TPA dengan senyuman lebar
dibibir, bercerita tentang hukuman Ustad A, atau si B yang
tak pandai – pandai mengaji.

Mungkin juga senja ini dia sedang menanti kita


pulang, sedang kita masih asyik bercakap-cakap dengan
sahabat, bersenda dengan kekasih hati, menghabiskan
waktu dengan orang yang belum tentu mencintai kita
dengan tulus, belum tentu merindukan kita dengan rindu
yang tak habis-habis, yang ketika perlu orang itu belum
tentu siap menolong sedang ibu selalu siap dengan segala
yang dimilikinya? Hingga adzan menjelang dan ibu kita
pun tertunduk lesu, mengingat anaknya belum atau tak
akan pulang senja ini. Mari sejenak kita mengingat ibu,
yang mungkin saat ini sedang menangis memikirkan
sikap kita padanya.

Apa yang sedang dilakukan ibu pagi ini? Membaca


Al quran membangunkan kita atau sedang memasak nasi
goreng sebagai sarapan pagi buat kita, mengenang hari-
hari lalu saat kita masih kelas satu SD, mencium tangan
beliau dengan semangat lalu makan dengan lahap, ibu
kita pagi ini mungkin sedang mengenang, saat kita masih
senang bersama beliau, lalu tiba-tiba rasa sepi
menghinggapinya, melihat anaknya sudah jauh
meninggalkan rumah, jangankan cium tangan, bilang saja
sudah dengan motor menyala. Mari sejenak kita
mengingat ibu, yang mungkin saat ini sedang menangis
memikirkan sikap kita padanya.

Ibu, bagaimanapun beliau pada kita. Adalah ibu


yang selalu akan merindukan kita. Sangat.
Bagaimanapun beliau adalah yang mengandung kita
berbulan-bulan dalam kandunganya, berdegup dalam
satu detakan jantung, berhati-hati dengan segala apa
yang dimakannya agar kita selamat, bersusah payah
berjalan ketika hamil nya sudah tua, lalu bertaruh nyawa
untuk memberikan separuh hidupnya pada kita. Ibu itulah
yang kini sedang mencari waktu, mengais kesempatan
untuk bersama kita, walau kadang caranya tak berkenan
dihati kita. Bukan ibu yang berubah, namun kita lah yang
sudah menjauh. Mari sejenak kita mengingat ibu, yang
mungkin saat ini sedang menangis memikirkan sikap kita
padanya.

Ibu kita mungkin saja menyimpan kerinduan pada


kita, pernahkan engkau melihat seorang wanita renta
yang masih memikul bakul berjualan dipasar? Pernah kah
kita berpikir, kemanakah anaknya? Begitu tegakah
anaknya membiarkannya berjualan dengan tubuh
serenta itu? Apakah perasaannya pada anaknya?
Mungkin ibu kita tidak seperti itu...tapi benarkah kita
tidak seperti anak – anaknya, membiarkan rasa sepi
menyergap diujung usia ibu kita? Membiarkan beliau
tetap dalam kerinduannya pada kehadiran kita?

Karena itu mari kita sejenak berhenti di sini, bicara


tentang rasa kesendirian seorang ibu. Tentu saja agar kita
teringat dan tersadar, serta kemudian mau sesekali
berbicang – bincang dan tidur dipangkuannya seperti
dulu. Sesekali kita perlu mengobati rasa rindu beliau,
meninggalkan teman dan kesibukan untuk sesaat pulang
menemuinya di senja syahdu menemani beliau duduk di
beranda rumah, mungkin ada obat pada luka rindu itu,
ketika kita mencium tangan beliau pagi ini.

Mari sejenak kita bicara tentang rasa sepi seorang


ibu.
Kita tak akan lelah menjadi seorang muslim,
namun bagaimana jika status kemusliman kita harus
berbenturan dengan proses meraih prestasi? Agar kita
tak lelah menjadi seorang muslim, mungkin ini waktunya
kita merangkai jati diri dalam pengetahuan tentang
konsepsi prestasi.

Prestasi adalah satu sisi penting yang terangkai


dalam kepandaian pelaku, dukungan situasi, mungkin
juga kelemahan lawan, serta takdir Tuhan. Namun cara
mencapainya adalah situasi yang harus terhormat,
berdiri tegak dihadapan lawan, dan mensyukuri
keadaan. Tanpa kehormatan kemenangan tiada artinya.

Alqami namanya, seorang perdana menteri pada


Khalifah terakhir Abbasiyah, Al Mu'Tashim, sebelum
kekhalifahan baghdad hancur luluh oleh pasukan
mongol. Peperangan berbanjir darah hingga selutut kuda
itu adalah sebuah kisah tentang prestasi, tentang
kemenangan seorang Alqami dalam makna yang
diperjuangkannya dengan pengkhianatan dan
kebohongan.

Alqami sangat membenci kaum sunni, hingga


empat belas tahun penghargaan Abbasiyah terhadapnya
hanya bagaikan air di daun talas bagi nya. Hanya karena
Abbasiyah Sunni maka dia ingin menumbangkan induk
semangnya itu. Dia sengaja memangkas gaji pegawai,
menilap uang pajang, melemahkan penjagaan
perbatasan dan mengurangi jumlah pasukan. Al
Mu'tashim terlanjur percaya kepadanya, maka ketika dia
menyarankan agar Al Mu'tashim beserta seluruh keluarga
keluar ke gerbang Baghdad menanti pasukan Holako
Khan pemimpin bangsa mongol dengan menawarkan
perdamaina, maka khalifah tua itupun menurut. Padahal
disisi lain, Alqami telah mengirim surat kepada Holako,
bahwa dia tak boleh menerima tawaran itu, dan
menyarankan agar membunuh Al Mutashim beserta
seluruh keluarganya, dia juga mengirim peta Baghdad
agar dengan leluasa Holako meruntuhkannya.

Maka sejarahpun mencatat, Alqami mendapatkan


kemenangannya, dengan banjir darah dan air mata.
Prestasinya adalah kemenangan tanpa kehormatan, dia
sudah mengorbankan agama, kehormatan diri, dan
kepercayaan.

Beberapa hari setelah peristiwa penghancuran


baghdad oleh pasukan Mongol, Alqami berkeliling,
melihat prestasinya, menjejakkan kaki di limbah darah
tanda kemenangannya, Alqami kemudian bertemu
seorang perempuan tua yang berkata kepadanya “Wahai
Ibnu Alqami, Apakah seperti ini perlakuan Bani Abbasiyah
kepadamu?”

Perkataan itu menyentak kesadarannya. Mungkin


ia teringat masa empat belas tahun Abbasiyah
memanjakannya dengan gelimangan kemewahan,
kehormatan dan kepercayaan. Tapi ia membalasnya
dengan kebengisan, pengkhianatan, keji diatas segala
kekejian. Setelah hari itu, Alqami tak lagi bisa ditemui, ia
mengurung diri didalam rumah, ia menyesal. Beberapa
hari kemudian, Alqami ditemukan tewas dirumahnya.
Demikianlah Alqami beserta mimpi-mimpinya tentang
kemenangan yang dalam sangka nya bisa didapat dengan
mengorbankan kehormatannya.

Tidak ada kemenangan dalam kejahatan, tak ada


kemenangan dalam kekalahan diri, kemenangan sejati
hanya akan didapat oleh yang telah berjuang dengan
sepenuh hati. Alqami tak sendiri, banyak diantara kita
yang seperti itu, mengorbankan apa yang kita punya
hanya untuk sebuah kekalahan, dan kita terkalahkan oleh
kekalahan kita itu.

Jangan kira kemenangan yang bernama Senang,


Bahagia, Hobby, atau Juara I yang di raih dengan
mengorbankan harkat dan martabat baik dengan
melepaskan pakaian kehormatan kita, menyogok juri,
kerjasama dengan panitia adalah sebuah kemenangan
hakiki, karena kemenangan itu hanyalah kemenangan
tanpa kehormatan. Kehormatan mu sudah diobral habis
dilapangan pembantaian harga diri, siapa yang
mengorbankan harga diri untuk kemenangan, sama saja
dia sedang mempersiapkan kekalahan.

Hal yang sama juga terjadi pada proses mencontek


oleh siswa. Apa yang kau dapat prestasi? Prestasi yang
berselimut rendahnya harga diri? Prestasi tanpa
kebanggaan?

Kita telah diberi kehormatan bernama Islam, maka


jagalah ia sepenuh hati, jika kau buka jilbabmu hanya
karena tekanan panitia lomba dan pelatihmu, jika kau
hancurkan penjagaan diri mu hanya karena cinta yang
belum tentu abadi, jika untuk trofi kau lakukan
kecurangan dengan koneksi maka sama saja kau telah
lelah menjadi seorang muslim, kau telah menjual ke
Islaman mu dengan harga yang teramat murah. Karena
kemenangan hanya didapat oleh perjuangan yang penuh
dan menjaga kehormatan dalam proses. Hidup adalah
proses pemuliaan dan pengayaan diri, bukan sekedar
prestasi tapi kemuliaan hakiki.
Mungkin ini sebuah ajakan yang ambisius,
ditengah-tengah kondisi pemuda yang sudah terlalu lama
terlena pada apa yang dijalani, apa yang didapatkan, apa
yang ada dihadapkan. Mungkin ajakan ini tak akan
bergema di qalbu yang sudah lama tak berfungsi,
terkalahkan oleh nafsu otak yang menyempitkan
pemikiran dan rasa. Ajakan ini adalah ajakan
Ishlahunnafs, memperbaiki kehidupan dari dalam diri.
Ajakan untuk membawa kebaikan dalam ke luar,
memenuhi janji untuk mengadakan perbaikan, bukan
sekedar janji untuk ditertawakan..tawa yang hambar.

Sahabat,
Berhentilah sejenak. Di satu sudut hidup ini,
berhentilah sejenak untuk menghitung kembali sudah
berapa banyak jarak yang kita tempuh, sudah berapa
banyak kita mengalami kemajuan sejak kita patrikan
didalam diri untuk mengadakan perbaikan? Atau malah
surut kebelakang? Seberapa jauh kita melangkah malah
membuat kita terlempar jauh lebih buruk dari
sebelumnya?

Padahal seorang tak akan mencapai kesuksesan


luar biasa bila hari ini sama seperti kemarin atau malah
lebih buruk dari yang kemarin.

Berhentilah sejenak untuk menakar kembali


perjalanan jauh yang kita tempuh, apakah membuat kita
lebih baik atau malah jadi lebih buruk. Apakah dari mulai
kita baligh, suatu masa yang menandakan kita beranjak
remaja dimana tanggung jawab seluruhnya sudah
menjadi milik kita, kita malah menjadi semakin buruk
dan buruk? Jika ya, maka kita bukannya maju, tapi malah
menyurut ke belakang.

Apakah ketika kita masuk SMA menjadi lebih


buruk atau menjadi lebih baik, apakah kita telah
memberikan pengaruh positif atau malah terpengaruh
negatif teman – teman kita? Jika semua jawabannya
adalah negatif maka sebaiknya hentikan langkah dulu
disini. Tarik nafas dalam – dalam, kemudian ambil
sebuah keputusan, Berubah atau Hancur.

Hidup itu adalah murni pilihan demi pilihan, bila


kehidupan adalah sebuah garis lurus dimana pada
pangkalnya adalah kelahiran sedang ujungnya adalah cita
– cita, maka antara kedua titik itu akan ada titik-titik
simpangan yang bila kita salah dalam memilih
simpanganya maka kita akan tersesat, jangankan untuk
kembali pada garis lurus cita-cita, kita malah semakin
jauh dan jauh dalam kesengsaraan, yang ketika kita sadar
pun pada akhirnnya nanti,kita sudah tak punya daya lagi
untuk kembali.

Maka jangan sekalipun lengah, karena kematian


ada di titik yang tidak kita ketahui, maka tugas kita adalah
menyibukan diri untuk selalu membuat pilihan dengan
baik, belajar dari kegagalan dan terus memperjuangkan
diri untuk menjadi lebih baik.

Ingat – ingat lagi janji kita pada diri, mau punya


prestasi, mau punya motor sendiri, mau hidup mandiri,
mau bahagia, mau sukses, mau jadi pintar, mau jadi orang
baik, namun tak sekalipun kita melangkah, kita terlalu
sibuk menghitung hitung kemungkinan

KEBERHASILAN = SUSAH,

tanpa sekalipun kita mencoba menapaki jalan


menuju KE mau AN itu. Padahal tak akan ada ribuan
langkah tanpa satu langkah pertama, tak akan ada orang
yang baik tanpa mengarahkan langkah menuju kebaikan
itu. Maka bergeraklah.

Karena gerak itu adalah misi orang hidup, maka


siapa yang punya mimpi namun tak bergerak untuk
meraihnya maka sama saja dia dengan mati. Siapa yang
menikmati berada dilubang pergaulan bebas, minuman
keras, kebodohan, kemalasan dan lain sebagainya maka
tak akan ada kesempatan yang akan teraih. Bila kata nya
bahwa mereka menunggu nasib, maka Allah tak akan
memberikan nasib baik bagi mereka yang menikmati
nasib buruk mereka. Allah tak akan mengubah nasib
suatu kaum, sampai kaum itu merubah nasib mereka.
Allah dengan segala kekuasaan Nya hanya menurunkan
hidayah bagi siapa yang mengejarnya, bukan yang diam
dan menikmati apa yang ada dihadapannya.

Jika pada hari ini kita tidak bersegera melakukan


perbaikan maka apa yang dituju akan semakin jauh,
seberapapun jauhnya kita melangkah hanya membawa
kita surut kebelakang. Seberapa banyakpun pujian
kawan, kepuasan diri karena dapat menaklukan lawan
jenis dengan jalan tak baik, kemenangan tanpa usaha
yang benar, kesuksesan dengan membohongi diri, hanya
akan membawa jiwa kita pada kekeringan, kita seperti
meminum air laut, semakin di minum semakin haus. Kita
tak akan mampu merasakan kepuasan, karena
kepuasan sejati hanya diberikan oleh Allah, sedang kita
hanya berusaha untuk meraihnya, langkah terakhir
usaha maksimal kita, adalah langkah pertama Allah
menjawab doa doa kita.

Imam Syafii mengingatkan “Jika engkau tidak


menyibukkan nafsumu dengan kebenaran, maka dia
akan menyibukkan dirimu dengan kebatilan”. Bila hari ini
kita tidak memutuskan untuk melakukan perubahan
maka kita sedang bersiap – siap untuk menghadapi
kerusakan. Jangan menunggu besok karena besok
adalah hari tersibuk, bukankah sudah berkali-kali
“besok” yang ada dalam rencana kita, namun tak
satupun “besok” yang mempengaruhi kehidupan kita,
hari inilah saatnya, besok siapa tahu bukan milik kita lagi.

Jangan berhayal akan esok, apa yang ada hari ini


itulah modal kita untuk keluar dari keadaan ini. Ini
saatnya menjauh, belajar dari kegagalan, marah pada
keadaan yang tidak baik, dan gunakan momentum saat
ini untuk menjadi lebih baik. Hingga tiada langkah tanpa
pencapaian prestasi diri, tiada hari tanpa kebaikan dan
perbaikan. Itulah Ishlahunnafs, itulah taubat yang
bernilai nasehat.
Aktivasi Qalbu

Energi yang dipunyai Jantung (Qalbu) ternyata


5000 Kali lebih kuat dibandingkan otak, itu mengapa
perasaan (feel) terasa lebih kuat dibandingkan pikiran
(Think). Contoh sederhananya; Kita sering berfikir bahwa
pintar itu baik, namun kita tak pernah belajar untuk
mencapainya. Kita ingin sukses tapi selalu menunda –
nunda pekerjaan. Itu disebabkan tidak sikronya fungsi
otak dan Qalbu. Seringkali kita melakukan dengan otak
tanpa sedikitpun mengaktifkan qalbu.

Padahal Qalbu yang diaktifkan akan


menghasilkan vibrasi yang akan menumbuhkan
perasaan cinta, damai,penuh kasih dan lebih
mendekatkan kepada gelombang Ilahiyah. Hingga ketika
Qalbu sudah aktif segala perbuatan seper ti
Ibadah,belajar,kerja dsb, akan menjadi indah, walau
berlipat ganda terasa seperti satu saja, karena kita
melibatkan cinta, perasaan kita damai.

Maka begitu kita memutuskan untuk berubah


kearah yang lebih baik, aktif kan lah hati untuk
mencapainya, itulah niat. Niat adalah peneguh keinginan,
ia akan menghindarkan diri dari kelengahan, dan akan
membuat gelombang yang kita pancarkan akan lebih
kuat hingga Allah akan mengabulkan keinginan kita.
Qalbu yang tak di aktivasi tak akan mengundang Allah
untuk mengabulkannya sebagaimana hadits rasulullah:
“Allah tidak akan mengabulkan doa dari hati yang lengah
dan ragu”

Betulkan Konsep diri

Mengapa orang (yang katanya) bodoh akan


cenderung tidak mau belajar? Karena konsep diri yang
negatif. Mengapa orang pintar akan terus terpancing
untuk belajar, selalu ada alasan untuk belajar? Karena
konsep diri yang positif. Mengapa orang sukses
cenderung terus berulang kesuksesannya? Dan
mengapa susah sekali bagi orang yang malas untuk
berubah menjadi orang rajin? Jawabanya juga karena
Konsep diri.
Konsep diri adalah anggapan pribadi diri kita
terhadap kita. Namun walaupun bersifat personal Konsep
Diri seringkali bukan dibentuk dari dalam diri tapi oleh
berbagai faktor dari luar seperti “cap” dari guru, nilai
raport, kata teman, kata orang tua. Hasilnya seperti meja,
konsep diri akan semakin teguh begitu kita terus
menambah kaki – kaki (faktor – faktor) nya.

Untuk merubah konsep diri, tentu saja banyak hal


yang mesti kita lakukan namun yang terpenting adalah
mengubah keyakinan diri kita sendiri, bahwa kita PASTI
BISA berubah. Singkirkan semua konsep diri yang negatif
beserta faktor – faktor pendukungnya, adakan zero mind
process (kembali ke Fitrah/Nol), lalu mulailah hari baru
untuk dunia baru yang lebih baik bagi mu.

Tentukan TUJUAN dan MIMPI mu

Tujuan dan Mimpi selalu mendekatkan diri kita satu


langkah menujunya. Dengan menetapkan tujuan berarti
kita sudah memotivasi diri kita untuk mencapainya.
Tujuan, Keinginan, Mimpi akan terus menggoda kita untuk
selangkah lebih maju dan lebih berarti dari sekarang.

Rasulullah ketika perang Khandak, telah


menetapkan tujuan bagi ummat bahwa Ummat Islam
akan menguasai Persia (Iran dan Iraq dan hampir seluruh
semenanjung Arab sekarang) serta Byzantium (Turki dan
Eropa) padahal saat itu musuh dengan kekuatan berlipat
ganda sudah berada dihadapan. Lalu apakah berhasil
ummat mewujudkan keinginan itu? Tentu saja, masalah
Eropa, Tinggal menunggu waktunya akan dikuasai ummat
Islam, So bersiaplah mungkin generasi kita yang akan
menguasainya.

Apa yang membuat Thomas Alfa Edison tidak


berhenti mencoba padahal sudah gagal 11.000 kali? Apa
yang membuat Kolonel Sanders tidak berhenti diusia tua
untuk menawarkan resep KFC nya padahal sudah lebih
dari 1000 restoran yang menolak? Jawabnya MIMPI,
MIMPI adalah sesuatu yang sepertinya tidak mungkin,
namun dengan terus berusaha mewujudkannya, Allah
akan memandang ke arah usaha kita lalu akan
mewujudkan mimpi – mimpi kita.

Jadi, tentukan tujuan dari sekarang. Yang spesifik


dan terarah, tak apa – apa kalau tampaknya sekarang
mustahil untuk mencapainya. Karena Allah senang
menunjukkan kuasa Nya, maka berdoalah agar Allah
mengabulkannya. Tak ada tujuan dan mimpi yang tak
realistis hanya Alat dan usaha yang sering kita lakukan
yang seringkali tidak realistis.
Buat Program

Seperti sudah di sebutkan pada bagian


Menentukan Tujuan, langkah kita akan semakin berarti
jika setelah menentukan tujuan dan mimpi kita segera
menyusun rencana untuk mencapainya.

Ingat! Allah akan memberikan apa yang kita


usahakan, dan Allah selalu Maha Adil.

Tak ada orang malas yang berhasil walau


tampaknya ia tekun ibadah. Maka susunlah rencana
untuk mencapainya sematang – matangnya.

Misalnya kamu ingin lulus SMA dengan nilai tinggi, maka


susunlah program dengan menyertakan target – target
jangka pendek, misal ulangan harian bab I semester I
dapat 8, bab berikutnya dapat 9 dan seterusnya. Dengan
begitu kamu akan terbiasa dan terlatih untuk mencapai
target yang lebih besar dan jauh.

Action!

Selanjutnya? Ya, Action! Bagaimana mau berubah


jika masih diam ditempat, tak ada hasil bila hanya
menunggu. Berikan pada dirimu latihan agar selalu siap
menghadapi tantangan. Lakukan sesuai program yang
sudah kamu buat. Pada kenyataannya kadang program
tidak sesuai dengan kenyataan. Tapi jika bersiap dengan
segala nya kamu tetap akan berada di garis lurus program,
bukan malah menyerah karena gagal mencapai nilai atau
kemajuan yang ditargetkan. Bila gagal pada percobaan
pertama, lakukan lagi, anggap saja kamu menaiki tangga
dan tak ada jalan untuk kembali atau menyerah.

Perhatikan kehidupan Rasulullah;

Usia muda Sukses,

usia 40 dimusuhi kaumnya,

usia 53 di usir dari kampungnya,

Tak lama sukses memenangi perang Badr,

Setahun kemudian kalah di perang Uhud,

Di khianati sekutunya diperang Khandak namun


sukses mengusir penyerang,

hampir mendekati 60 tahun harus pulang dengan


tangan kosong ketika tak mendapat izin untuk umrah di
mekkah oleh kaum Quraisy,

tahun berikutnya diberikan waktu dengan leluasan


di Mekkah untuk Umrah sesuai perjanjian Hudaybiyah,
lalu tak lama kemudian ketika usia beliau sudah
lebih dari 60 tahun, Kota Mekkah dapat di masuki dengan
kemenangan, tanpa pertumpahan darah.

Usia 63 ketika beliau wafat seluruh semenanjung


Arab sudah berada dalam kekuasaan Islam.

Apa arti dari Kehidupan Rasulullah ini? yaitu bila


kita sudah berkeinginan mencapai sesuatu maka
halangan, kegagalan, rintangan adalah bunga – bunga
indah di sepanjang jalan yang kita hadapi, terinjak durinya
memang sakit, namun apalah artinya sakit tertusuk duri
dibanding pemandangan indah bukit dipenuhi bunga?.

Laut tak indah bila tak bergelombang, bukit tak


indah bila tak tinggi untuk didaki.

Ketika Thomas Alfa Edison ditanya tentang


kegagalannya, dia menjawab “Aku tidak gagal, tapi aku
menemukan 11.000 cara yang tidak tepat untuk
membuat lampu”

Itulah langkah yang membuat ribuan langkah kita


akan menjadi berarti, sekali melangkah pantang mundur
ke belakang.
Doa itu perlu, kadang kita hanya menginginkan
sesuatu tapi tak pernah berdoa kepada Allah. Padahal
Allah adalah penguasa langit dan bumi, tak ada yang
berlaku didunia ini tanpa Izin dari Allah. Apakah yang
kamu mampu sedang Allah tidak? Dan apakah yang
kamu tidak mampu sedang Allah mampu? Sahabatku,
Allah serba mampu memenuhinya baik yang kamu masih
mampu untuk mencapainya ataupun tidak mampu untuk
mencapainya.

Allah Maha mengabulkan Do`a, bagi hati yang


terkoyak oleh penderitaan, merasa terasing, merasakan
kesedihan yang mendalam, kegelisahan dan kegalauan,
dan mencari tujuan yang hakiki, didalam hati akan selalu
ada lobang yang hanya bisa ditutup dengan
menyandarkan diri kepada Allah. Berdoa`lah kepadanya.

Dan untuk sesuatu yang begitu berat seperti


shalat sepenuh hati padahal engkau yakin ia adalah
penolongmu dalam ujian dan musibah yang kau jalani :

Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu.


dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat,
kecuali bagi orang-orang yang khusyu',(QS. Al
Baqarah:45)

Maka berdo'lah kepada Allah untuk memberikan


mu hati yang tunduk kepada Nya.

Mari Sahabatku, angkat kedua tanganmu,


tundukan kepalamu, serta hatimu, Allah maha menerima
doa orang yang ingin kembali kepada Nya, luruh hati nya
karena mengingat kelalaian dirinya, mari mulai berdoa:

Ya Allah, kami memohon ampun kepada Mu dari


segala hal yang melalaikan kami, sedangkan kami berada
dihadapan Mu

Ya Allah, kami memohon ampun kepada Mu dari


segala hal yang membuat kami memalingkan wajah
kepada selain Mu, sedangkan kami berada dihadapan
Mu

Ya Allah, kami memohon kepada Mu dari segala


bisikan duniawi yang sangat menyita perhatian kami,
sementara kami sedang mengumpulkan bekal untuk
akhirat kami

Ya Allah, kami memohon Ampun kepada Mu dari


segala pengagungan kepada selain Mu, yang
menggoncangkan hati kami, sementara itu kami dalam
genggaman Mu.

Ya Allah, kami memohon ampun kepada Mu dari


segala ketergesaan yang kami lakukan dalam Shalat,
sementara kami dalam keadaan lalai.

Ya Allah, kami memohon ampun kepada Mu dari


segala syahwat yang terdetik dalam pikiran kami,
sementara kami sedang bermunajat kepada Mu

Ya Allah kami memohon ampun kepada Mu dari


segala hal…segala hal…segala hal…

Engkau pun Maha mengetahui yang pernah kami


sembunyikan lebih banyak dari yang kami tampakkan,
tapi kami yakin akan Maghfirah Mu, lautan ampunanmu…

Yang menyelimuti hati kami yang sedang galau oleh


buih – buih dosa, yang sedang kotor oleh kelalaian, yang
terluka oleh keinginan yang terwujud…

Engkau lah ya Allah, yang menguasai jiwa kami dan


mengetahui maksud hati kami, penuhilah keinginan kami
yang baik bagi kami, dan hilangkanlah keinginan kami
yang buruk bagi kami.

Kami menanti sinar mu Ya Rabb, kami menanti Ya


Allah, kami menanti, Ya Allah yang Maha mengijabah do`a
kami, sambutlah Doa kami Ya Rabb…Amin
Saya selalu tidak menyukai bagian penutup
apalagi simpulan dan saran, entah mengapa?

Maka saya selalu membuat sugesti kepada diri


saya bahwa ketika saya telah sampai pada bagian akhir
sebuah karya, saya menganggapnya sebuah awal. The
new beginning, sebuah awal baru dimulai dari ber-
akhirnya suatu proses sebelumnya.

Ketika buku ini saya pikir untuk saya buat, seperti


biasa; kesempatan yang tak ada. Akhirnya, dengan sedikit
mencuri waktu ditengah segala kesibukan yang
menguras seluruh potensi saya, saya dapat
menyelesaikan untuk mengumpulkan sedikit dari
keseluruhan tulisan saya.
Menyambungkan antara judul satu dengan judul
lainnya tidak lah mudah, namun untuk kenyamanan diri
saya sendiri dan tentu saja pembaca, saya mengusahakan
untuk berbuat sebagus-bagusnya.

Dan inilah sebuah awal, dari buku-buku Majelis


NASHIHA selanjutnya...(siapa mau ikut, boleh lah turut,
tapi tidak percuma...? )

Hmm...satu lagi demi menuruti tradisi yang sudah


ada sejak buku pertama dicetak, saya harus
mengucapkan terima kasih, diluar Alhamdulillah, kepada
sahabat, teman dan kawan baik yang mendukung
maupun yang tidak mendukung Majelis Nashiha untuk
selalu berkarya ditengah keterbatasannya. Semoga setiap
orang mendapat apa yang di rasa, pikir dan usahakannya.

Sahabat Nashiha, semoga buku ini menginspirasi


mu.

Sahabatmu

Agus Kurniawan

You might also like