Professional Documents
Culture Documents
Biofouling
di Dasar Kapal
Organisme Laut
Penghasil Antifoulant
Pengganti TBT
(Tri-n-butyl tin)
Oleh:
Anisa Estika
0202507008
1
Pada pertengahan tahun 1800, telah dikembangkan cat antifouling yang
mengandung tembaga sebagai pelindung terhadap organisme penempel.
Penggunaan cat ini memiliki masa waktu yang pendek walaupun telah banyak inovasi
yang dilakukan selama beberapa dekade namun belum ada cat yang mampu
bertahan lebih dari 1,5 tahun. Cat tembaga modern memiliki daya tahan yang lebih
baik yaitu sampai 4 tahun, tapi setelah itu perlu dilakukan pengecatan ulang.
Tahun 1960 muncul cat antifoulant yang komponen utamanya adalah logam
berat seperti, TBT (tri-n-butyl tin). Sayangnya, belakangan ini banyak penelitian telah
membuktikan bahwa senyawa TBT tidak hanya toksik terhadap biota penempel
tetapi juga membahayakan berbagai organisme non-target lainnya. Oleh karenanya,
untuk mencegah terjadinya gangguan atau kerusakan yang lebih besar terhadap
lingkungan hidup di laut, beberapa negara maju telah melarang penggunaan cat yang
mengandung senyawa TBT ini untuk kapal dan instalasi marikultur.
Permasalahan
Tujuan
2
Pembahasan
Biofouling dapat berupa lendir (slime) atau lumut (algae) dan bakteri atau
mikroorganisme lain yang tumbuh di sistem pendingin. Biofouling sebagai hasil dari
proses penempelan organisme fouling pada berbagai struktur di lingkungan laut
telah menimbulkan banyak kerugian bagi pelaku industri kelautan. Biofouling dapat
terjadi di sumur-sumur bawah tanah, dan di bagian luar dan bagian dalam pipa
bawah laut, serta di dasar kapal. Biofouling juga terjadi pada permukaan tempat
hidup organisme laut, dikenal sebagai epibiosis.
Intensitas cahaya. Cahaya matahari yang jatuh di permukaan laut akan diserap
dan diseleksi oleh air laut, sehingga cahaya dengan panjang gelombang yang
panjang seperti cahaya merah, ungu dan kuning akan hilang lebih dahulu.
Banyaknya sinar matahari yang masuk ke dalam laut berubah-ubah tergantung
pada intensitas cahaya, banyaknya pemantulan di permukaan, sudut datang dan
transparasi air laut
Temperatur. Organisme laut umumnya bersifat polikilotermik sehingga
penyebarannya mengikuti perbedaan suhu lautan secara geografis, Organisme
biofouling dapat hidup dari perairan dengan perubahan suhu berkisar antara 15-
30 °C atau dari perairan eustarina sampai laut terbuka, iklim tropik sampai dengan
iklim sedang. Air mempunyai daya muat panas yang lebih tinggi daripada daratan.
Akibatnya untuk menaikan suhu sebesar 1 °C, air akan membutuhkan energi yang
lebih besar daripada yang dibutuhkan oleh daratan dalam jumlah massa yang
sama.
Sedimentasi : merupakan salah satu faktor penting pertumbuhan organisme
biofouling.
Kedalaman laut : di perairan Eropa ditemukan biofouling jenis bivalvia, Pada
kedalaman lebih dari 15 m, koloni biofouling yang ditemukan antar lain byrozoa,
serpulids, hydroid, dan oysters.
Arus dan gelombang perairan : Arus dan gelombang mengakibatkan kegagalan
penempelan organisme biofouling pada substrat.
3
Salinitas : Salinitas (kadar garam) adalah berat semua garam yang terlarut dalam
1000 gram air laut, Organisme biofouling dapat hidup dari perairan estuaria
sampai laut terbuka di mana salinitas pada perairan estuaria antara 5-30°/oo
sedangkan salinitas pada laut terbuka dapat mencapai 41°/oo.
Tipe subtrat : disebabkan oleh sifat fisik dan kimia dari subtrat tersebut.
Pasang surut : Salah satu fenomena fisik dan dinamis yang selalu dijumpai di
lautan adalah naik turunnya permukaan air yang bersifat periodik selama satu
interval waktu tertentu yang disebut pasang surut
Pembentukan Biofouling
Sumber:
Chambers et.al, 2006
Biofilm juga mengganggu aliran ion dan air ke dan dari permukaan substrat
dengan bertindak sebagai penghalang difusi. Penurunan oksigen lokal oleh reaksi
katodik dalam elektrolit dapat mempercepat korosi substrat logam dengan
menciptakan sebuah sel aerasi diferensial.
4
Alternatif Cat Antifoulant
Sebagian besar NPA yang diidentifikasi sejauh ini adalah terpenoid, steroid,
karotenoid, fenolat, furanones, alkaloid, peptida dan lakton. Mereka telah diisolasi
dari berbagai organisme yang merupakan kelompok besar spons, koral lunak,
sebagaimana telah dikenal memiliki lapisan antifouling. Kelompok lain termasuk
rumput laut, lamun, tunicata, bryozoan, bakau dan mikroorganisme. Dalam studi
terbaru, crustasea seperti kepiting, lobster, echinodermata seperti bintang laut dan
bulu babi, moluska dan dogfish diteliti untuk mengetahui agen antifouling mereka.
Salah satu aspek yang menarik tentang avertebrata Iaut adalah bahwa
permukaan tissue biasanya tidak ditempeli oleh organisme penempel. Avertebrata
5
Iaut mensintesis senyawa metabolit sekunder yang diduga dapat digunakan untuk
mencegah penempelan oleh organism fouling (Hadheld dan Ciereszko, 1978; Schsur,
1985 dalam Sabdono, 2005). Dengan mengidentifikasi kandungan senyawa bioaktif
yang berperan dalam proses pengontrolan biofouling, metabolit sekunder pada
avertebrata Iaut dapat menjadi suatu senyawa baru, non-lethal sebagai alternatif
bagi senyawa antifoulant yang sementara ini mengandung senyawa logam berat
yang toksik (Sabdono, 2005).
Sel mikroba menempel kuat pada hampir seluruh permukaan benda yang
terendam di lingkungan laut. Sel-sel tersebut tumbuh, bereproduksi, dan
menghasilkan polimer ekstraseluler yang memberikan kontribusi pada struktur yang
disebut biofilm. Permukaan karang di laut dilapisi oleh lendir yang banyak sekali
mengandung mikroorganisme tapi tidak merusak inangnya. Bakteri yang diisolasi
dari permukaan organisme di lingkungan laut merupakan sumber yang menjanjikan
untuk mendapatkan senyawa bioaktif antifouling.
Metode
Pencarian untuk senyawa bioaktif dari organisme laut dimulai pada 1960-an.
Pengumpulannya menggunakan alat Scuba diving. Metodologi yang umum
digunakan dalam isolasi senyawa antifouling adalah ekstraksi pelarut diikuti oleh
fraksinasi dan purifikasi. Zat antifouling alami dari organisme laut biasanya dievaluasi
dengan cara bioassay yang menentukan apakah senyawa efektif dalam penyelesaian
menghambat organisme uji tertentu.
6
Setelah itu, analisis
spektroskopi dilakukan untuk
memperjelas struktur kimia dari
senyawa hasil isolasi. Organisme
antifouling yang biasa digunakan
termasuk bakteri dan mikroalga, dan
teritip sebagai perwakilan dari
mikrofouling dan makrofouling.
Properti antifouling dari NPA dinilai
menggunakan mode uji 'hambatan
pertumbuhan' untuk fouling bakteri
dan mikroalga dan 'hambatan koloni'
untuk teritip. Sumber: Reveendran & Limna Mol , 2009
Spons
Spons telah lama menjadi pusat perhatian karena kemampuannya dalam
menghasilkan beragam metabolit sekunder, senyawa-senyawa kimia yang tidak biasa
dengan konsentrasi tinggi dan sifat bioaktif yang ampuh. Hal ini lebih diperkuat oleh
fakta bahwa sampai saat ini lebih dari 50% dari NPA terisolasi dari spons. Namun
spons tetap menjadi salah satu kelompok organisme yang masih sedikit dieksplorasi
(tidak kurang dari 100 spesies dari lebih dari 10.000 spesies) sejauh penelitian NPA
yang bersangkutan.
Sejak tahun 1990 telah diisolasi NPA dari spons laut , seperti terpenoid
kalihinin dan 10β-formamidokalihinol A dari Acanthella cavernosa dan axinyssimide
A, B and C dari Axinyssa sp.; steroid peroxidase dari A. cavernosa; asam lemak
derivative, callytriol C, dari Callyspongia truncata; derivat bromotyrosine seperti
ceratinamide A and psammaplysin dari Pseudoceratina purpurea dan senyawaan
heterocyclic seperti pseudoceratidine from P.purpurea dan mauritiamine dari Agelas
mauritiana. Semua yang disebutkan diatas dilaporkan dapat menghambat
penempelan Balanus amphitrite.
7
Lebih dari 70 NPA telah diisolasi dari spons laut seperti A. cavernosa, Agelas
mauritiana, Aplysina fistularis, Axinyssa sp., Callyspongia truncata, Crambe crambe,
Crella incrustans, Dysidea avara, Dysidea herbacea, Erylus formosus, Geodia barretti,
Haliclona exigua, H. koremella, Haliclona sp., Phyllospongia papyracea,
Protophlitaspongia aga, P. purpurea, Reniera sarai and Stylotella aurantium
(Raveendran & Limna Mol, 2009).
Koral Lunak
Penyelidikan properti antifouling dari koral lunak bergerak pesat pada tahun
1980-an dengan banyaknya laboratorium yag memfokuskan penelitian ke arah
ini.Beberapa NPA utama yang diisolasi dari koral lunak antara lain; Homarine dari
Leptogorgia virgulata and Leptogorgia setacea, muricin dari Muricea fruticosa,
renillafoulins dari Renilla reniformis, pukalide dan epoxypukalide dari L. virgulata, 11-
episinulariolide dan sinulariolide dari Sinularia flexibilis, 12α-acetoxy-13,17-seco-
cholesta-1,4-dien-3-ones dari Dendronephthya sp., juncins dari Juncella juncea, dsb
(Raveendran & Limna Mol, 2009).
Rumput laut
Baru-baru ini, Furanon terhalogenasi dari rumput laut merah Delisea pulchra
yang diisolasi oleh Stefan Kjelleberg and Peter telah terbukti memiliki senyawa
antifoulant yang paling ampuh dibandingkan dengan senyawa aktif yang diperoleh
dari biosida-biosida komersil. Juga dictyols dari Dictyota menstrualis dan
sesquiterpen dari Laurencia rigida menghambat penempelan makrofouler seperti
Bugula neritina dan Bugula Amphitrite (Raveendran & Limna Mol, 2009).
Mikroorganisme
8
Diantara sekian banyak bakteria, Pseudoalteromonas tunicata, diisolasi dari
permukaan tunica, memperlihatkan aktifitas antifouling melawan larva B. amphitrite
and Ciona intestinalis. Ia memproduksi setidaknya 5 senyawaan yang menghambat
penempelan atau perkembangan sejumlah spesies biofouling. Sementara
ubiquinone dari Alteromonas sp. (diisolasi dari permukaan Halichondria okadai)
menghambat penempelan teritip, juga antifouling diketopiperazine, yang diisolasi
dari bakterik laut dalam Streptomyces fungicidicus (Raveendran & Limna Mol, 2009).
Bakau
Lain-lain
Bryozoa
1. Orthoscuticella ventricosa Crude extract Bact.
Zoobotryon pellucidum TBG B. larvae
Cyanobacteria
2. Calothrix brevissima Crude extract N.p.
Nostoc commune Comnostins S.e.
Scytonema hofmanni Cyanobacterin N.sp
Fungi
3. Cladosporium sp. Sec. met B.a.
Arthrinium c.f. saccharicola Sec. met B.a.
4. Gastropoda
Trimusculus reticulatus Labdane diterpene P.c.
5. Anemon laut
Condylactis gigantea Crude extract . Alg.
6. Nemertin
Haplonemertines Nemertine pyridyl alkaloid B.a.
9
Echinodermata
7. Astrocyclus caecilian Crude extract H.i.
Astropecten articulatus Crude extract H.i.
Holothuria leucospilota Crude extract N.su.; N.c.
B.a., Balanus amphitrite ; tbwrm, Tubeworm; S.e., Staphylococcus epidermis; P.c., Phragmatopoma californica;
Alg., Algae; H.i., Hincksia irregularis. N.sp. Navicula; N.su., Navicula subinflata; N.c., Navicula crucicula; (Raveendran
& Limna Mol, 2009)
Kesimpulan
Referensi
Chambers L.D, K.R. Stokes, F.C. Walsh, R.J.K. Wood. 2006. Modern approaches to
marine antifouling coating. Surface & Coatings Technology 201 (2006) 3642–
3652.
Miftahurrahma. 2009. Manfaat Ekstrak Antifouling Bakteri Karang Pelagiobacter
variabilis untuk Penanggulangan Biofouling di Dasar Kapal. Universitas
Sriwijaya: Sumatra Selatan.
Puspitasari, L.F. Ida Ayu. 1997. Pengaruh Kelimpahan Biota Penempel pada Lambung
Kapal Terhadap Pertambahan Berat Kapal Feri. Universitas Gadjah Mada:
Yogyakarta.
Rariya, Budiharta. 2010. Studi Penempelan Biofouling dengan Variasi Jenis Material
di Laut Tropis. Institut Teknologi Sepuluh Nopember: Surabaya.
Raveendran T. V. Limna Mol V. P. 2009. Natural Product Antifoulants. Review Article.
National Institute of Oceanography (Regional Centre): India
Sabdono, A. 2005. Laporan Akhir Tahun Hibah Perguruan Tinggi: Eksplorasi Senyawa
Antifoulant Bakteri yang Berasosiasi dengan Avertebrata Laut sebagai
Alternatif Penanganan Biofouling di Laut. Universitas Diponegoro: Semarang.
10