You are on page 1of 13

Pergolakan Andi Aziz

PERJUANGAN MENGHADAPI
PERGOLAKAN DALAM NEGERI
“Peristiwa Andi Aziz di Makassar

Andi Azis adalah seorang mantan Letnan KNIL dan sudah masuk TNI dengan pangkat
Kapten, dia ikut berontak bahkan memimpinnya. Dia memiliki riwayat yang sama
uniknya dengan petualang KNIL lainnya seperti Westerling. Andi Aziz memiliki cerita
hidupnya sendiri. Cerita hidupnya sebelum berontak jauh berbeda dengan orang – orang
Sulawesi Selatan pada umumnya. Tidak heran bila Andi Azis menjalanani pekerjaan
yang jauh berbeda seperti orang-orang Sulawesi Selatan pada umumnya, sebagai serdadu
KNIL. Bisa dipastikan Andi Azis adalah salah satu dari sedikit orang Bugis yang menjadi
serdadu KNIL. Bukan tidak mungkin bila Andi Azis adalah orang Bugis dengan pangkat
tertinggi dalam KNIL.

Usai Penyerahan Kedaulatan (Souvereniteit Overdracht) pada tanggal 27 Desember 1949,


dalam negeri Republik Indonesia Serikat mulai bergelora. Serpihan ledakan bom waktu
peninggalan Belanda mulai menunjukkan akibatnya. Pada umumnya serpihan tersebut
mengisyaratkan tiga hal. Pertama, ketakutan antek tentara Belanda yang tergabung dalam
KNIL, yang bertanya-tanya akan bagaimana nasib mereka setelah penyerahan kedaulatan
tersebut. Kedua, terperangkapnya para pimpinan tentara yang jumlahnya cukup banyak
dalam penentuan sikap dan ideologi mereka. Utamanya para pimpinan militer didikan
dan binaan Belanda. Terakhir, masih banyaknya terjadi dualisme kepemimpinan dalam
kelompok ketentaraan Indonesia antara kelompok APRIS dengan kelompok pejuang
gerilya. Walaupun sejak bulan Juni 1947 Pemerintah RI telah mengeluarkan
kebijaksanaan bahwa segenap badan kelaskaran baik yang tergabung dalam biro
perjuangan maupun yang lepas berada dalam satu wadah dan satu komando yaitu Tentara
Nasional Indonesia (TNI). Ketiga hal tersebut semakin mengental pada daerah yang
masih kuat pengaruh “Belandanya”. Salah satu daerah dimaksud adalah wilayah Sulawesi
Selatan. Tiga peristiwa di tahun 50 yang terjadi dikota Makassar dan wilayah Sulawesi
Selatan memperlihatkan kekentalan tersebut. Peristiwa pertama terjadi pada tanggal 5
April 1950 yang terkenal sebagai peristiwa Andi Azis. Peristiwa kedua yang terjadi pada
tanggal 15 Mei 1950 dan ketiga yang terjadi pada tanggal 5 Agustus 1950. Dalam ketiga
peristiwa tersebut yang menjadi penyebabnya selalu permasalahan mengenai
kegamangan tentara KNIL akan nasib mereka. Sedangkan 2 peristiwa terakhir menjadi
tolak ukur dari kegamangan tersebut. Menteri Pertahanan RIS, Sri Sultan
Hamengkubuwono IX dalam pertemuan pers mengatakan bahwa tidak heran dengan
terjadinya peristiwa paling akhir pada tanggal 5 Agustus 1950 (Sin Po 8/8/50). Rentetan
ketiga peristiwa di Makassar tersebut agaknya selalu bermula dari upaya-upaya para
anggota KNIL (kemudian dilebur dalam KL) untuk mengacaukan kehidupan rakyat di
Makassar sekaligus berupaya untuk memancing tentara APRIS memulai serangan kepada
mereka. Tidak kalah ikut menentukan suasana panas dikota Makassar adalah persoalan
tuntutan masyarakat untuk segera menuju negara kesatuan. Tentu saja gerakan rakyat ini
tidak saja terjadi di Indonesia Timur, tapi juga di Jawa Timur, Pasundan, Sumatera Timur
dan berbagai daerah lainnya. Pemerintah RIS dalam hal ini atau setidaknya banyak pihak
dalam kabinet dan Parlemen sangat memberi angin menuju Negara Kesatuan. Rencana
kedatangan tentara APRIS ke Makassar nampaknya terlalu dibesar-besarkan semata-mata
karena rasa takut akan menguntungkan pihak pemerintah pusat (RIS). Oleh karena itu
bukan tidak mungkin pemberontakan Andi Aziz adalah rekayasa politik pihak KNIL
akibat provokasi tokoh-tokoh anti RIS dalam pemerintahan Negara Indonesia Timur.
Andi Aziz diyakini oleh banyak pihak adalah seorang anggota militer dengan pribadi
yang baik. Namun dalam skala kesatuan militer KNIL di Sulawesi Selatan dirinya lebih
condong sebagai boneka. Tampak bahwa Kolonel Schotborg dan jakasa agung NIT
Sumokil adalah pengendali utama kekuatan KNIL dikota Makassar.

Nama lengkapnya adalah Andi Abdoel Aziz, ia terlahir dari pasangan Andi Djuanna
Daeng Maliungan dan Becce Pesse. Anak tertua dari 11 bersaudara. Ia menyandang gelar
pemberontak akibat perjuangannya untuk mempertahankan existensi Negara Indonesia
Timur. Ia mengambil alih kekuasaan militer di Makassar pada 5 April 1950 ketika
umurnya baru 24 tahun. Ia adalah korban politik Belanda divide et impera, di pengadilan
militer ia mengakui menyesal bahwa ia buta politik. Sejak umur 10 tahun, Andi Aziz
sudah dikirim oleh orang tuanya ke negeri Belanda untuk sekolah dan menyelesaikan
sekolah lanjutannya disana.

Tahun 1939-1940 pecah Perang Dunia ke 2. Belanda kena getahnya akibat serangan oleh
Jerman. Andi Aziz bersama dengan rekan rekan sekolahnya turut ikut berjuang bergerak
di bawah tanah melawan Jerman. Pada saat itu kedudukan Andi Aziz cukup terdesak
sehingga ia memutuskan untuk hijrah ke Inggris. Karena Inggris adalah sekutu Belanda
maka hal ini sangat mempermudah ruang geraknya. Disana ia dididik oleh Inggris di
akademi militer. Ia adalah kawan sebangku Jendral Moshe Dayan mantan Menteri
Pertahanan Israel dan juga Raja Hussein dari Yordania. Ia tamat pendidikan para-militer
payung pada tahun 1943 dengan pangkat Letnan muda dan bertugas di Inggris.

Pada akhir tahun 1943 ia meminta kepada Inggris untuk diterjunkan di Belanda dan
membantu melawan Jerman. Niat sebetulnya adalah untuk mengunjungi Ayah angkatnya
yang berada di Belanda waktu itu, yang mana adalah juga seorang pejabat tinggi Belanda
di Pare Pare, Sulawesi Selatan. Pada tahun 1944 ia kembali ke Inggris setelah sempat
membantu Belanda melawan Jerman. Sebagai tentara Inggris ia di kirim ke Calcutta,
India yang mana adalah salah satu Negara jajahan Inggris. Disana ia mengikuti latihan
perang di dalam hutan, setelah 3 bulan mengikuti latihan perang gerilya ia kemudian
dikirim oleh Inggris ke Singapura pada tahun 1945 untuk melawan Jepang. Belum
sempat melawan Jepang ternyata Negara matahari terbit itu sudah bertekuk lutut pada 15
Agustus 1945. Selama di Singapura itulah ia mendengar nama Soekarno dan Hatta yang
mana keduanya memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Nama Indonesia belum
pernah di dengar oleh Andi Aziz sebelumnya. Sejak saat itulah timbul rasa kerinduannya
untuk kembali ke tanah air Sulawesi Selatan.
Kepada komandannya di Singapura ia mengajukan permohonan pengunduran dirinya dari
dinas militer Inggris. Tetapi keinginannya tersebut ditolak oleh komandannya dan ia
diharuskan untuk menghadap langsung kepada petinggi petinggi angkatan perang Inggris
di London mengenai pengunduran dirinya. Di Singapura ia sempat dipertemukan dengan
Panglima Belanda oleh sahabat – sahabatnya tentara Belanda. Kerinduan akan kampung
halamannya membuat ia berdusta dan mengaku kepada Panglima Belanda di Singapura
bahwa ia telah keluar dari angkatan perang Inggris. Ia mengajukan keinginannya untuk
bergabung di militer Belanda, maklumlah karena sistem kemiliteran pada waktu itu masih
kurang ketat terlebih karena keadaan perang maka Belanda tidak mengecek keabsahan
pengakuannya dan ia diterima kembali aktif di angkatan perang Belanda atau KNIL.
Tetapi setelah ia di terjunkan di Plaju, Sumatera Selatan ia melarikan diri dan masuk
kembali ke Singapura secara diam – diam untuk menumpang kapal laut menuju ke
Makassar. Pada tahun 1946 ia tiba di Makassar dan menyamar sebagai terntara Inggris.
Sebetulnya NICA sedang mencari – cari keberadaan Andi Aziz yang desersi tersebut
untuk diadilkan di pengadilan militer. Tetapi kembali mengingat keadaan yang simpang
siur dan kacau maka NICA tidak berhasil membawa Andi Aziz untuk di adili. Pada tahun
yang sama ia diterima bekerja di kepolisian atas dasar pendidikan militer dan pengalaman
perang gerilyanya yang bagus.

Ketika Negara Indonesia Timur di bentuk ia di angkat sebagai adjudan Presiden Sukawati
dan pangkatnya di kembalikan menjadi Letnan Dua KNIL. Pada tahun 1947 ia dikirim ke
Bandung untuk menjadi instruktur pendidikan militer disana dan kembali ke Makassar
pada tahun 1948. Sekembalinya di Makassar ia di angkat menjadi Komandan Divisi 7
Desember, anak buahnya adalah asli orang Belanda. Menjelang penyerahan kedaulatan
pada tahun 1949 ia dipercayai untuk membentuk satu kompi pasukan KNIL dan memilih
langsung anak buahnya yang mana berasal dari Toraja, Sunda dan Ambon. Kompi inilah
yang kemudian di resmikan oleh Panglima Teritorial Indonesia Timur, Letnan Kolonel
Akhmad Junus Mokoginta dan dilebur menjadi bagian dari APRIS (Angkatan Perang
Republik Indonesia Serikat). Pada tanggal 5 April 1950 kompi ini jugalah yang
diandalkan Andi Aziz untuk melakukan pemberontakan.

Latar belakang timbulnya pemberontakan Andi Aziz adalah sebagai berikut :


Timbulnya pertentangan pendapat mengenai peleburan Negara bagian Indonesia Timur
(NIT) ke dalam negara RI. Ada pihak yang tetap menginginkan NIT tetap dipertahankan
dan tetap merupakan bagian dari wilayah Republik Indonesia Serikat (RIS), sedangkan di
satu pihak lagi menginginkan NIT melebur ke negara Republik Indonesia yang
berkedudukan di Yogyakarta.
Ada perasaan curiga di kalangan bekas anggota – anggota KNIL yang disalurkan ke
dalam Angkatan Perang Republik Indonesia Setikat (APRIS)/TNI. Anggota – anggota
KNIL beranggapan bahwa pemerintah akan menganaktirikannya, sedangkan pada pihak
TNI sendiri ada semacam kecanggungan untuk bekerja sama dengan bekas lawan mereka
selama perang kemerdekaan.
Kedua hal tersebut mendorong lahirnya pemberontakan bersenjata yang dipimpin oleh
bekas tentara KNIL, Andi Aziz, pada tanggal 5 April 1950. Padahal sebelumnya,
pemerintah telah mengangkat Andi Aziz menjadi Kapten dalam suatu acara pelantikan
penerimaan bekas anggota KNIL ke dalam tubuh APRIS pada tanggal 30 Maret 1950.
Namun, karena Kapten Andi Aziz termakan hasutan Mr. Dr. Soumokil yang
menginginkan tetap dipertahankannya Negara Indonesia Timur (NIT), akhirnya ia
mengerahkan anak buahnya untuk menyerag Markas Panglima Territorium. Ia bersama
anak buahnya melucuti senjata TNI yang menjaga daerah tersebut. Di samping itu,
Kapten Andi Abdul Aziz berusaha menghalang – halangi pendaratan pasukan TNI ke
Makassar karena dianggapnya bahwa tanggung jawab Makassar harus berada di tangan
bekas tentara KNIL.
Adapun faktor yang menyebabkan pemberontakan adalah :
Menuntut agar pasukan bekas KNIL saja yang bertanggung jawab atas keamanan di
Negara Indonesia Timur
Menentang masuknya pasukan APRIS dari TNI.
Mempertahankan tetap berdirinya Negara Indonesia Timur.

Sebetulnya pemberontakan Kapten Andi Aziz adalah dikarenakan hasutan Dr. Soumokil
Menteri Kehakiman Indonesia Timur. Tokoh ini jugalah yang memprakarsai adanya
pemberontakan Republik Maluku Selatan. Kapten Andi Aziz mempunyai pertimbangan
lain. Ia khawatir akan tindakan membabi buta dari Dr. Soumokil yang dapat
mengakibatkan pertumpahan darah diantara saudara sebangsa. Atas dasar pertimbangan
untuk menghindari pertumpahan darah tersebutlah ia bersedia memimpin pemberontakan.
Ia merasa sanggup memimpin anak buahnya tanpa harus merenggut korban jiwa.
Ternyata memang pemberontakan yang di pimpin olehnya berjalan sesuai dengan lancar
dan tanpa merenggut korban jiwa. Hanya dalam waktu kurang lebih 30 menit semua
perwira Tentara Nasional Indonesia dapat ia tahan dan Makassar dikuasainya.

Dengan anggapan sudah merasa kuat pada tanggal 5 April 1950, setelah menangkap dan
menawan Letnan kolonel Mokoginta, Panglima Territorium Sulawesi, Kapten Andi Aziz
mengeluarkan pernyataan yang ditujukan kepada pemerintah pusat di Jakarta. Adapun isi
pernyataan itu adalah sebagai berikut :
Negara Indonesia Timur harus tetap dipertahankan agar tetap berdiri menjadi bagian dari
RIS
Tanggung jawab keselamatan daerah NIT agar diserahkan kepada pasukan KNIL yang
telah masuk menjadi anggota APRIS. TNI yang bukan berasal dari KNIL tidak perlu
turut campur
Presiden Soekarno dan Perdana Menteri Hatta supaya tidak mengizinkan NIT dibubarkan
dan bersatu dengan Republik Indonesia.
Tentu saja pernyataan Andi Aziz ini merupakan tamparan bagi pemerintah RIS. Untuk
mempertanggungjawabkannya, Perdana Menteri RIS memanggil Kapten Andi Aziz agar
menghadap ke Jakarta. Namun, panggilan pemerintah pusat itu tidak dihiraukan sama
sekali oleh Kapten Andi Aziz itu sehingga Perdana Menteri RIS mengeluarkan ultimatum
yang menyatakan bahwa dalam tempo 4 x 24 jam terhitung dari tanggal 8 April 1950,
Kapten Andi Aziz harus sudah tiba menghadap ke Jakarta. Apabila ultimatum itu tidak
diindahkan maka Presiden selaku Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik
Indonesia Serikat akan menindak Kapten Andi Aziz. Selain itu, pemerintah pusat telah
pula mengeluarkan perintah kepada Kapten Andi Aziz untuk :
Mengkoordinasikan pasukannya agar tidak liar
Melepaskan semua tawanan anggota TNI
Menyerahkan kembali persenjataan yang telah dirampasnya.

Mendengar ultimatum itu, Kapten Andi Aziz menyatakan kesediaannya untuk datang
menghadap pada tanggal 13 April 1950. Akan tetapi, kesanggupan Kapten Andi Abdul
Aziz ternyata tidak dipenuhi. Karena waktu itu Andi Aziz menganggap keadaan atau
situasi di kota Makassar masih belum stabil karena masih ada pergerakan disana sini di
dalam kota Makassar. Setelah ia merasa Makassar telah aman maka semua tawanannya
termasuk Letnan Kolonel Akhmad Junus Mokoginta dilepaskannya. Oleh karena
pemerintah telah memberikan kesempatan kepadanya dan kemurahan hati maka
ketidakhadiran Andi Aziz ini dianggap sebagai pemberontakan terhadap pemerintah yang
sah. Presiden memberikan amanat pada pidato radio yang menyatakan bahwa sejak
tanggal 5 April 1950 Kapten Andi Aziz dinyatakan sebagai pemberontak dan daerah
Makassar atau Indonesia Timur akan segera dibebaskan dari cengkraman pemberontak
tersebut.

Setelah adanya pernyataan Andi Aziz sebagai pemberontak oleh Presiden maka Sri
Sultan Hamengkubuwono selaku Menteri Pertahanan Keamanan RIS mengeluarkan
perintah harian, yang berbunyi sebagai berikut :
Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat menerima baik perintah Presiden RIS untuk
menyelesaikan pemberontakan Andi Aziz di Makassar
Perintah tersebut akan segera dilaksankan.

Untuk menyelesaikan pemberontakan Andi Aziz maka dibentuklah sebuah pasukan


ekspedisi yang dipimpin oleh Kolonel Alex E Kawilarang sebagai Panglima Operasinya.
Untuk mendukung kelancaran operasi tersebut, dikirimkan pasukan ke NIT dengan
kekuatan tiga Brigade dan satu Batalyon. Pasukan terdiri dari satu Brigade dari Divisi I
Jawa Timur, satu Brigade Divisi III Jawa Tengah, satu Brigade dari Divisi IV Jawa Barat
dan satu Batalyon dari Jawa Timur. Dari Jawa Tengah dikirim Brigade 10/Mataram
Divisi III Diponegoro dibawah pimpinan Letnan Kolonel Soeharto. Kedua Batalyon yang
dipersiapkan oleh Brigade 10/Mataram adalah batalyon Kresno dipimpin Mayor
Daryatmo dan Batalyon Seno dipimpin Mayor Sujono. Dan pada tanggal 26 April 1950
pasukan expidisi telah mendarat di Sulawesi Selatan.

Andi Aziz diundang kembali oleh Presiden Soekarno untuk datang menghadap di Jakarta.
Ia ditemani oleh pamannya yaitu Andi Patoppoi, lalu seorang Menteri Dalam Negeri
Negara Indonesia Timur yaitu Anak Agung Gde Adung serta seorang wakil dari Komisi
Tiga Negara. Ternyata undangan tersebut hanyalah jebakan Presiden Soekarno,
sesampainya ia di pelabuhan udara kemayooran ia langsung ditangkap oleh Polisi Militer
untuk dibawa ke pangadilan. Ia kemudian di tahan dan di adili di pengadilan Wirogunan
Yogyakarta. Oleh pengadilan ia dijatuhi hukuman penjara 14 tahun, tetapi hanya delapan
tahun saja yang ia jalani.

Walaupun demikian, penyelesaian masalah pemberontakan Andi Aziz ini belum


dianggap selesai karena banyak anggota KNIL yang ditinggalkan oleh Kapten Andi Aziz
melakukan teror terhadap rakyat. Pemberontakan berjalan terus yang dilancarkan oleh
pasukan KNIL dan KL di Makasar. Pasukan KNIL selalu memancing - mancing keadaan
agar pasukan APRIS memulai serangan. Semula APRIS bersikap, tenang dan tidak
termakan oleh pancingan fihak KNIL, namun setelah KNIL menyerang pos - pos APRIS
maka hilanglah kesabarannya dan membalas serangan tersebut sehingga pertempuran
tidak dapat dielakkan lagi. Pada tanggal 6 Agustus 1950, APRIS melancarkan serangan
urnum, sehingga pasukan KNIL terdesak, kemudian pimpinan KNIL minta berunding
untuk mengakhiri pertempuran. Permintaan ita ditolak oleh Komandan - Komando
Militer kota Letkol Suharto dengan mengajukan dua alternatif meninggalkan Makasar
atau dihancurkan sama sekali. KNIL yang sudah dalam keadaan sangat terdesak akhirnya
menerima tuntutan tersebut. Kemudian pada tanggal 8 Agustus 1950 diadakan
perundingan antara Kolonel Kawilarang dengan Mayor Jendral Schaffelaer. Hasil
perundingan adalah bahwa Belanda bersedia menyerahkan senjata dan meninggalkan
Makasar tanpa senjata. Dengan demikian tanggal 8 Agustus 1950 pemberontakan Andi
Azis dapat diselesaikan, kemudian disusul dengan penarikan seluruh pasukan KNIL/KL
dari Makasar tanpa senjata pada akhir bulan Agustus 1950.

Tahun 1958 Andi Aziz dibebaskan tetapi tidak pernah kembali ke Sulawesi Selatan
sampai masa orde baru. Sekitar tahun 1970-an ia kembali ke Sulawesi Selatan sebanyak 4
kali dan terakhir pada tahun 1983. Setelah keluar dari tahanan ia terjun ke dunia bisnis
dan bergabung bersama Soedarpo Sastrosatomo di perusahaan pelayaran Samudra
Indonesia hingga akhir hayatnya. Andi Abdoel Aziz meninggal pada 30 Januari 1984 di
Rumah Sakit Husada Jakarta akibat serangan jantung dengan umur 61 tahun. Ia
meninggalkan seorang Istri dan tidak ada anak kandung. Jenasahnya diterbangkan dan
dimakamkan di pemakaman keluarga Andi Djuanna Daeng Maliungan di desa Tuwung
kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. Turut hadir sewaktu melayat di rumah duka yaitu
mantan Presiden RI, BJ. Habibie beserta Istri, Mantan Wakil Presiden RI, Try Sutrisno
dan perwira perwira TNI lainnya.

Sebelum meninggalnya, ia pernah beberapa kali ia diminta aktif kembali ke dinas militer
TNI oleh Presiden Soekarno dan diminta untuk membentuk pasukan pengaman Presiden
yaitu Cakrabirawa. Tetapi atas nasehat orang tua dan juga saudara saudaranya maka ia
menolak ajakan Presiden Soekarno tersebut. Pihak keluarga merasa bahwa Andi Aziz
adalah seoarang buta politik yang sudah cukup merasakan akibatnya. Pihak keluarga
tidak menginginkan hal tersebut terjadi untuk kedua kalinya. Beryuskur karena Andi Aziz
menolak ajakan tersebut, ternyata pasukan Cakrabirawa ini jugalah yang di kemudian
harinya terlibat membantu pemberontakan Gerakan 30 September Partai Komunis
Indonesia.

Pemberontakan Andi Aziz


By witayulistia

Latar Belakang Andi Aziz


Andi Azis adalah seorang mantan Letnan KNIL dan sudah masuk TNI dengan pangkat
Kapten, dia ikut berontak bahkan memimpinnya. Dia memiliki riwayat yang sama
uniknya dengan petualang KNIL lainnya seperti Westerling. Andi Azis memiliki cerita
hidupnya sendiri. Cerita hidupnya sebelum berontak jauh berbeda dengan orang-orang
Sulawesi Selatan pada umumnya. Tidak heran bila Andi Azis menjalanani pekerjaan
yang jauh berbeda seperti orang-orang Sulawesi Selatan pada umumnya, sebagai serdadu
KNIL. Bisa dipastikan Andi Azis adalah salah satu dari sedikit orang Bugis yang menjadi
serdadu KNIL. Bukan tidak mungkin bila Andi Azis adalah orang Bugis dengan pangkat
tertinggi dalam KNIL.
Andi Abdul Azis lahir di Sulawesi, diangkat anak oleh orang tua Eropa-nya yang
membawanya lke Belanda dan ikut terlibat dalam PD II. Dirinya lalu kembali sebagai
bagian dari tentara Belanda yang ysedang menduduki Indonesia. pasca KMB dia terlibat
masalah serius dengan TNI karena kedekatannya dengan tokoh-tokoh federalis macam
Saumokil yang memiliki posisi penting dalam Negara Indonesia Timur, Jaksa Agung.
Berakhirnya Negara Indonesia Timur mengakibatkan.

Andi Abdul Azis asli Bugis putra orang Bugis. Andi Azis lahir tanggal 19 September
1924, di Simpangbinangal, kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. Pendidikan umumnya di
Europe Leger School namun tidak sampai tamat. Andi Azis kemudian dibawa seorang
pensiunan Asisten Residen bangsa Belanda ke negeri Belanda. Di Negeri Belanda tahun
1935 ia memasuki Leger School dan tamat tahun 1938, selanjutnya meneruskan ke
Lyceum sampai tahun 1944. Sebenarnya Andi Azis sangat berhasrat untuk memasuki
sekolah militer di negeri Belanda untuk menjadi menjadi seorang prajurit. Tetapi niat itu
tidak terlaksana karena pecah Perang Dunia II. Kemudian Andi Azis memasuki
Koninklijk Leger. Di KL, Andi Azis bertugas sebagai tim pertempuran bawah tanah
melawan Tentara Pendudukan Jerman (NAZI). Dari pasukan bawah tanah kemudian
Andi Azis dipindahkan kebelakang garis pertahanan Jerman, untuk melumpuhkan
pertahanan Jerman dari dalam. Karena di Eropa kedudukan sekutu semakin terjepit, maka
secara diam-diam Andi Azis dengan kelompoknya menyeberang ke Inggris, daerah
paling aman dari Jerman—walaupun sebelum 1944 sering mendapat kiriman bom Jerman
dari udara.

Di Inggris kemudian Andi Azis mengikuti latihan pasukan komando di sebuah Kamp
sekitar 70 kilometer di luar London. Andi Azis lulus dengan pujian sebagai prajurit
komando. Selanjutnya mengikuti pendidikan Sekolah calon Bintara di Inggris dan
menjadi sersan kadet (1945). Di bulan Agustus 1945 karena SEAC dalam usaha
mengalahkan Jepang di front timur memerlukan anggota tentara yang dapat berbahasa
Indonesia, maka Andi Abdul Azis kemudian ditempatkan ke komando Perang Sekutu di
India, berpindah-pindah ke Colombo dan akhirnya ke Calcutta dengan pangkat Sersan.
Andi Azis mungkin satu-satunya orang Indonesia yang mendapat latihan pasukan
komando. Andi Azis juga orang Indonesia yang ikut menjadi bagian, walau tidak secara
langsung, dari kelahiran pasukan-pasukan komando dunia seperti SAS milik Inggris dan
KST Belanda. Andi Azis, seperti halnya Westerling, merupakan orang-orang yang luar di
negeri Belanda yang ikut membebaskan Belanda dari pendudukan Jerman. Seperti Halim
Perdana Kusuma, Andi Azis juga orang Indonesia yang ikut serta dalam perang Dunia II
di front Barat Eropa.

Setelah Jepang menyerah tidak syarat pada sekutu, Andi Azis diperbolehkan memilih
tugas apakah yang akan diikutinya, apakah ikut satuan-satuan sekutu yang akan bertugas
di Jepang atau yang akan bertugas di gugus selatan (Indonesia). Dengan pertimbangan
bahwa telah 11 tahun tidak bertemu orang tuanya di Sulawesi Selatan, akhirnya ia
memilih bertugas ke Indonesia, dengan harapan dapat kembali dengan orang tuanya di
Makassar. Pada tanggal 19 Januari 1946 satuannya mendarat di Jawa (Jakarta), waktu itu
ia menjabat komandan regu, kemudian bertugas di Cilinding. Dalam tahun 1947
mendapat kesempatan cuti panjang ke Makassar dan mengakhiri dinas militer. Tetapi di
Makassar Andi Azis merasa bosan. Ditinggalkannya Makassar untuk kembali lagi ke
Jakarta dan mengikuti pendidikan kepolisian di Menteng Pulo, pertengahan 1947 ia
dipanggil lagi masuk KNIL dan diberi pangkat Letnan Dua. Selanjutnya menjadi Ajudan
Senior Sukowati (Presiden NIT), karena Sukowati berhasrat memiliki Ajudan bangsa
Indonesia asal Sulawesi (Makasar), sedang ajudan seniornya selama ini adalah Kapten
Belanda totok. Jabatan ini dijalaninya hampir satu setengah tahun, kemudian ia
ditugaskan sebagai salah seorang instruktur di Bandung-Cimahi pada pasukan SSOP—
sekolah pasukan payung milik KNIL bernama School tot Opleiding voor Parachusten—
(Baret Merah KNIL) dalam tahun 1948. pada tahun 1948 Andi Azis dikirim lagi ke
Makasar dan diangkat sebagai Komandan kompi dengan pangkat Letnan Satu dengan
125 orang anak buahnya (KNIL) yang berpengalaman dan kemudian masuk TNI. Dalam
susunan TNI (APRIS) kemudian Ia dinaikan pangkatnya menjadi kapten dan tetap
memegang kompinya tanpa banyak mengalami perubahan anggotanya.

Tentu saja pasukan dari kompi yang dipimpinnya itu bukan pasukan sembarangan.
Kemampuan tempur pasukan itu diatas standar pasukan reguler Belanda—juga TNI.
Daerah Cimahi, adalah daerah dimana banyak prajurit Belanda dilatih untuk persiapan
agresi militer Belanda II. Ditempat ini setidaknya ada dua macam pasukan khusus
Belanda dilatih: pasukan Komando (baret hijau); pasukan penerjun (baret merah). Andi
Azis kemungkinan melatih pasukan komando—sesuai pengalamannnya di front Eropa.
Pasukan Andi Azis ini menjadi salah satu punggung pasukan pemberontak selama bulan
April sampai Agustus di Makassar—disamping pasukan Belanda lain yang desersi dan
tidak terkendali. Apa yang terjadi dalam pemberontakan APRA Westerling yang terlalu
mengandalkan pasukan khusus Belanda Regiment Speciale Troepen—yang pernah dilatih
Westerling—maka dalam pemberontakan Andi Azis hampir semua unsur pasukan
Belanda terlibat terutama KNIL non pasukan komando. Westerling kurang didukung oleh
pasukan KNIL—Westerling lebih menaruh harapan pada RST yang desersi. Pasukan lain
non RST hanya pasukan pendukung semata. Pemberontakan Andi Azis, tulang punggung
pemberontakan adalah semua pasukan tanpa melihat kualifikasi pasukan.Pemberontakkan
Andi Azis, salah seorang komandan bekas satuan tentera Belanda yang meletus pada
tanggal 5 April 1950 di Makasar, Ujung Pandang dengan motivasi yang menuntut status
dan perlakuan khusus dari pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS). Antara pihak
pemberontak dengan utusan pihak pemerintah dari Jakarta, semula diusahakan
pemecahan masalah melalui perundingan yang kemudian disusul dengan ultimatum,
sehingga pada akhirnya harus diambil tindakan militer. Pada tanggal 20 Ogos 1950
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dapat menguasai seluruh kota Makasar atau
Ujung Pandang.

Pemberontakan Andi Azis


Pada tanggal 5 April 1950 di Makassar timbul pemberontakan yang dilakukan oleh
kesatuan-kesatuan bekas KNIL di bawah pimpinan Kapten Andi Azis. Adapun berbagai
tuntutan Andi Azis terhadap pemerintah RIS sebagai berikut.
1) Andi Azis menuntut agar pasukan-pasukan APRIS bekas KNIL saja yang bertanggung
jawab atas keamanan di daerah NIT.
2) Andi Azis menentang dan menghalangi masuknya pasukan APRIS dari TNI yang
sedang dikirim dari Jawa Tengah di bawah pimpinan Mayor Worang.
3) Andi Azis menyatakan bahwa Negara Indonesia Timur harus dipertahankan supaya
tetap berdiri.

Untuk menumpas pemberontakan Andi Azis pemerintah RIS melakukan berbagai upaya,
di antaranya adalah:
1) Setelah ultimatum kepada Andi Azis untuk menghadap ke Jakarta guna
mempertanggungjawabkan perbuatannya tidak dipenuhi maka pemerintah mengirim
pasukan untuk menumpas pemberontakan tersebut.
2) Pemerintah mengirimkan pasukan ekspedisi di bawah pimpinan Kolonel Alex
Kawilarang dan terdiri dari berbagai kesatuan dari ketiga angkatan dan kepolisian.
Selanjutnya APRIS segera bergerak dan menguasai kota Makassar dan sekitarnya. Pada
bulan April 1950 Andi Azis menyerahkan diri akan tetapi pertempuran-pertempuran
antara pasukan APRIS dan pasukan KNIL masih berlangsung pada bulan Mei dan
Agustus 1950.----
Tersebutlah sekolah para Belanda, school voor opleiding tot parachutisten, dimana
seorang Indonesia juga pernah menjadi instruktur disana. Mengejutkan sekali jika orang
itu adalah Andi Azis yang memberontak di Makassar. Andi Azis adalah seorang mantan
Letnan KNIL dan sudah masuk TNI dengan pangkat Kapten, dia ikut berontak bahkan
memimpinnya. Dia memiliki riwayat yang sama uniknya dengan petualang KNIL lainnya
seperti Westerling. Andi Azis memiliki cerita hidupnya sendiri. Cerita hidupnya sebelum
berontak jauh berbeda dengan orang-orang Sulawesi Selatan pada umumnya. Tidak heran
bila Andi Azis menjalanani pekerjaan yang jauh berbeda seperti orang-orang Sulawesi
Selatan pada umumnya, sebagai serdadu KNIL. Bisa dipastikan Andi Azis adalah salah
satu dari sedikit orang Bugis yang menjadi serdadu KNIL. Bukan tidak mungkin bila
Andi Azis adalah orang Bugis dengan pangkat tertinggi dalam KNIL.

Andi Abdul Azis lahir di Sulawesi, diangkat anak oleh orang tua Eropa-nya yang
membawanya lke Belanda dan ikut terlibat dalam PD II. Dirinya lalu kembali sebagai
bagian dari tentara Belanda yang ysedang menduduki Indonesia. pasca KMB dia terlibat
masalah serius dengan TNI karena kedekatannya dengan tokoh-tokoh federalis macam
Saumokil yang memiliki posisi penting dalam Negara Indonesia Timur, Jaksa Agung.
Berakhirnya Negara Indonesia Timur mengakibatkan.

Andi Abdul Azis asli Bugis putra orang Bugis. Andi Azis lahir tanggal 19 September
1924, di Simpangbinangal, kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. Pendidikan umumnya di
Europe Leger School namun tidak sampai tamat. Andi Azis kemudian dibawa seorang
pensiunan Asisten Residen bangsa Belanda ke negeri Belanda. Di Negeri Belanda tahun
1935 ia memasuki Leger School dan tamat tahun 1938, selanjutnya meneruskan ke
Lyceum sampai tahun 1944. Sebenarnya Andi Azis sangat berhasrat untuk memasuki
sekolah militer di negeri Belanda untuk menjadi menjadi seorang prajurit. Tetapi niat itu
tidak terlaksana karena pecah Perang Dunia II. Kemudian Andi Azis memasuki
Koninklijk Leger. Di KL, Andi Azis bertugas sebagai tim pertempuran bawah tanah
melawan Tentara Pendudukan Jerman (NAZI). Dari pasukan bawah tanah kemudian
Andi Azis dipindahkan kebelakang garis pertahanan Jerman, untuk melumpuhkan
pertahanan Jerman dari dalam. Karena di Eropa kedudukan sekutu semakin terjepit, maka
secara diam-diam Andi Azis dengan kelompoknya menyeberang ke Inggris, daerah
paling aman dari Jerman—walaupun sebelum 1944 sering mendapat kiriman bom Jerman
dari udara.

Di Inggris kemudian Andi Azis mengikuti latihan pasukan komando di sebuah Kamp
sekitar 70 kilometer di luar London. Andi Azis lulus dengan pujian sebagai prajurit
komando. Selanjutnya mengikuti pendidikan Sekolah calon Bintara di Inggris dan
menjadi sersan kadet (1945). Di bulan Agustus 1945 karena SEAC dalam usaha
mengalahkan Jepang di front timur memerlukan anggota tentara yang dapat berbahasa
Indonesia, maka Andi Abdul Azis kemudian ditempatkan ke komando Perang Sekutu di
India, berpindah-pindah ke Colombo dan akhirnya ke Calcutta dengan pangkat Sersan.
Andi Azis mungkin satu-satunya orang Indonesia yang mendapat latihan pasukan
komando. Andi Azis juga orang Indonesia yang ikut menjadi bagian, walau tidak secara
langsung, dari kelahiran pasukan-pasukan komando dunia seperti SAS milik Inggris dan
KST Belanda. Andi Azis, seperti halnya Westerling, merupakan orang-orang yang luar di
negeri Belanda yang ikut membebaskan Belanda dari pendudukan Jerman. Seperti Halim
Perdana Kusuma, Andi Azis juga orang Indonesia yang ikut serta dalam perang Dunia II
di front Barat Eropa.
Setelah Jepang menyerah tidak syarat pada sekutu, Andi Azis diperbolehkan memilih
tugas apakah yang akan diikutinya, apakah ikut satuan-satuan sekutu yang akan bertugas
di Jepang atau yang akan bertugas di gugus selatan (Indonesia). Dengan pertimbangan
bahwa telah 11 tahun tidak bertemu orang tuanya di Sulawesi Selatan, akhirnya ia
memilih bertugas ke Indonesia, dengan harapan dapat kembali dengan orang tuanya di
Makassar. Pada tanggal 19 Januari 1946 satuannya mendarat di Jawa (Jakarta), waktu itu
ia menjabat komandan regu, kemudian bertugas di Cilinding. Dalam tahun 1947
mendapat kesempatan cuti panjang ke Makassar dan mengakhiri dinas militer. Tetapi di
Makassar Andi Azis merasa bosan. Ditinggalkannya Makassar untuk kembali lagi ke
Jakarta dan mengikuti pendidikan kepolisian di Menteng Pulo, pertengahan 1947 ia
dipanggil lagi masuk KNIL dan diberi pangkat Letnan Dua. Selanjutnya menjadi Ajudan
Senior Sukowati (Presiden NIT), karena Sukowati berhasrat memiliki Ajudan bangsa
Indonesia asal Sulawesi (Makasar), sedang ajudan seniornya selama ini adalah Kapten
Belanda totok. Jabatan ini dijalaninya hampir satu setengah tahun, kemudian ia
ditugaskan sebagai salah seorang instruktur di Bandung-Cimahi pada pasukan SSOP—
sekolah pasukan payung milik KNIL bernama School tot Opleiding voor Parachusten—
(Baret Merah KNIL) dalam tahun 1948. pada tahun 1948 Andi Azis dikirim lagi ke
Makasar dan diangkat sebagai Komandan kompi dengan pangkat Letnan Satu dengan
125 orang anak buahnya (KNIL) yang berpengalaman dan kemudian masuk TNI. Dalam
susunan TNI (APRIS) kemudian Ia dinaikan pangkatnya menjadi kapten dan tetap
memegang kompinya tanpa banyak mengalami perubahan anggotanya.

Tentu saja pasukan dari kompi yang dipimpinnya itu bukan pasukan sembarangan.
Kemampuan tempur pasukan itu diatas standar pasukan reguler Belanda—juga TNI.
Daerah Cimahi, adalah daerah dimana banyak prajurit Belanda dilatih untuk persiapan
agresi militer Belanda II. Ditempat ini setidaknya ada dua macam pasukan khusus
Belanda dilatih: pasukan Komando (baret hijau); pasukan penerjun (baret merah). Andi
Azis kemungkinan melatih pasukan komando—sesuai pengalamannnya di front Eropa.
Pasukan Andi Azis ini menjadi salah satu punggung pasukan pemberontak selama bulan
April sampai Agustus di Makassar—disamping pasukan Belanda lain yang desersi dan
tidak terkendali. Apa yang terjadi dalam pemberontakan APRA Westerling yang terlalu
mengandalkan pasukan khusus Belanda Regiment Speciale Troepen—yang pernah dilatih
Westerling—maka dalam pemberontakan Andi Azis hampir semua unsur pasukan
Belanda terlibat terutama KNIL non pasukan komando. Westerling kurang didukung oleh
pasukan KNIL—Westerling lebih menaruh harapan pada RST yang desersi. Pasukan lain
non RST hanya pasukan pendukung semata. Pemberontakan Andi Azis, tulang punggung
pemberontakan adalah semua pasukan tanpa melihat kualifikasi pasukan.

Pemberontakan Andi Azis


Written on Oct-7-10 6:17pm - Not yet published to a wikizine
From: itsfetriyannorrahman.co.cc
Pada tanggal 5 April 1950 di Makassar timbul pemberontakan yang dilakukan oleh
kesatuan-kesatuan bekas KNIL di bawah pimpinan Kapten Andi Azis. Adapun berbagai
tuntutan Andi Azis terhadap pemerintah RIS sebagai berikut.
1) Andi Azis menuntut agar pasukan-pasukan APRIS bekas KNIL saja yang bertanggung
jawab atas keamanan di daerah NIT.
2) Andi Azis menentang dan menghalangi masuknya pasukan APRIS dari TNI yang
sedang dikirim dari Jawa Tengah di bawah pimpinan Mayor Worang.
3) Andi Azis menyatakan bahwa Negara Indonesia Timur harus dipertahankan supaya
tetap berdiri.
Untuk menumpas pemberontakan Andi Azis pemerintah RIS melakukan berbagai upaya,
di antaranya adalah:
1) Setelah ultimatum kepada Andi Azis untuk menghadap ke Jakarta guna
mempertanggungjawabkan perbuatannya tidak dipenuhi maka pemerintah mengirim
pasukan untuk menumpas pemberontakan tersebut.
2) Pemerintah mengirimkan pasukan ekspedisi di bawah pimpinan Kolonel Alex
Kawilarang dan terdiri dari berbagai kesatuan dari ketiga angkatan dan kepolisian.
Selanjutnya APRIS segera bergerak dan menguasai kota Makassar dan sekitarnya. Pada
bulan April 1950 Andi Azis menyerahkan diri akan tetapi pertempuran-pertempuran
antara pasukan APRIS dan pasukan KNIL masih berlangsung pada bulan Mei dan
Agustus 1950.

2.Menumpas Andi Azis di Makasar.

Pemberontakan Andi Azis dipimpin oleh Kapten Andi Azis. Ia adalah bekas ajudan "
Wali Negara " negara Indonesia Timur (NIT). Dan pada tanggal 30 Maret 1950 Andi
Azis dengan 1 Kcnnpi anak buahnya telah masuk menjadi APRIS. Dengan terbentuknya
Negara Kesatuan RI maka rakyat di seluruh Indonesia Timur dan Sulawesi menuntut
peleburan NIT ke dalam Negara Kesatuan RI. Keadaan ini membuat golongan federalis
menjadi khawatir kemudian mereka menghalang - halangi penyatuan tersebut dan
menolak masuknya pasukan APRIS dari TNI ke Makasar, bahkan menurut pasukan
APRIS ex KNIL saja yang ditempatkan di Makassar. Untuk menghalangi pulihnya
Negara kesatuan RI, maka pada tanggal 5 April 1950 Andi Azis dengan pasukannya
memberontak dan berhasil menawan anggota Staf Tentara dan Teritorial Indonesia
Timur. Kemudian Pemerintah pada tanggal 8 April 1950 mengeluarkan ultimatum,
apabila Andi Azis tidak menghadap ke Jakarta dalam waktu 4 x 24 jam akan diambil
tindakan tegas.

Kementrian pertahanan RIS menganggap bahwa tindakan Kapten Andi Azis dengan
pasukannya, telah melanggar hukum dan disiplin tentara. Kemudian dikeluarkan perintah
untuk mengirimkan pasukan ke NIT dengan kekuatan tiga Brigade dan sant Batalyon.
Pasukan terdiri dari satu Brigade dari Divisi I Jawa Timur, satu Brigade Divisi III Jawa
Tengah, satu Brigade dari Divisi IV Jawa. Barat dan satu Batalyon dari Jawa Timur. Dari
Jawa Tengah dikirim Brigade 10/Mataram Divisi III Diponegoro dibawah pimpinan
Letnan Kolonel Soeharto. Kedua Batalyon yang dipersiapkan oleh Brigade 10/Mataram
adalah batalyon Kresno dipimpin Mayor Daryatmo dan Batalyon Seno dipimpin Mayor
Sujono. Dan pada tanggal 26 April 1950 pasukan expidisi telah mendarat di Sulawesi
Selatan.
Sementara itu Andi Azis menghadap he Jakarta kemudian ditawan. Namun demikian
pemberontakan berjalan terus yang dilancarkan oleh pasukan KNIL dan KL di Makasar.
Pasukan KNIL selalu memancing - mancing keadaan agar pasukan APRIS memulai
serangan. Semula APRIS bersikap, tenang dan tidak termakan oleh pancingan fihak
KNIL, namun setelah KNIL menyerang pos - pos APRIS maka hilanglah kesabarannya
dan membalas serangan tersebut sehingga pertempuran tidak dapat dielakkan lagi. Pada
tanggal 6 Agustus 1950, APRIS melancarkan serangan urnum, sehingga pasukan KNIL
terdesak, kemudian pimpinan KNIL minta berunding untuk mengakhiri pertempuran.
Permintaan ita ditolak oleh ]Komandan - Komando Militer kota Letkol Suharto dengan
mengajukan dua alternatif meninggalkan Makasar atau dihancurkan sama sekah. KNIL
yang sudah dalam keadaan sangat terdesak akhiniya menerima tuntutan tersebut.
Kemudian pada tanggal 8 Agustus 1950 diadakan perundingan antara Kolonel
Kawilarang dengan Mayor Jendral Schaffelaer. hasil perundingan adalah bahwa Belanda
bersedia menyerahkan senjata dan meninggalkan Makasar tanpa senjata. Dengan
demikian tanggal 8 Agustus 1950 pemberontakan Andi Azis dapat diselesaikan, kemidian
disusul dengan penarikan seluruh pasukan KNIL/KL dari 'Makasar tanpa senjata pada
akhir bulan Agustus 1950

You might also like