Professional Documents
Culture Documents
(17)
SIDIQ PERMANA (18)
XI AKSELERASI
SMAN 3 SEMARANG
KMB (KONFERENSI MEJA BUNDAR)
PROSES PERUBAHAN RIS MENJADI NKRI
PEMBERONTAKAN YANG TERJADI
SEBELUM DEKRIT PRESIDEN 5 JULI 1959
Diadakan berdasarkan hasil Perjanjian Roem-
Royen.
Diadakan pada tanggal 23 Agustus - 2
November 1949 di Den Haag, Belanda.
Delegasi Indonesia diketuai oleh Drs. Moh.
Hatta.
Delegasi BFO diketuai oleh Sultan Hamid II
dari Kesultanan Pontianak.
a) Belanda mengakui Republik Indonesia Serikat
(RIS) sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.
b) Status Karesidenan Irian Barat diselesaikan dalam
waktu setahun sesudah pengakuan kedaulatan.
c) Akan dibentuk Uni Indonesia-Belanda
berdasarkan kerja sama sukarela dan sederajat.
d) RIS mengembalikan hak milik Belanda dan
memberikan hak konsesi dan izin baru untuk
perusahaan-perusahaan Belanda.
e) RIS harus membayar semua hutang Belanda yang
ada sejak tahun 1942.
Tgl 29 Oktober 1949 dilakukan penandatanganan bersama
Piagam Persetujuan Konstitusi RIS antara RI dengan BFO.
Tgl 6 – 14 Desember 1949 KNIP bersidang membahas hasil
KMB dilakukan melalui pemungutan suara. Hasilnya, KNIP
menerima hasil KMB.
Tgl 14 Desember 1949 Ir. Soekarno terpilih sebagai presiden RIS
dan dilantik pada 17 Desember 1949.
Tgl 20 Desember 1949 presiden melantik Drs. Moh. Hatta
sebagai perdana menteri dan pemimpin kabinet RIS bersama.
Tgl 23 Desember 1949 delegasi RIS berangkat ke Belanda untuk
menandatangani akte penyerahan kedaulatan.
Tgl 27 Desember 1949 diadakan upacara penandatanganan di
Belanda maupun di Indonesia. Di Belanda upacara tersebut
dihadiri oleh Ratu Juliana (Belanda) dan Drs. Moh. Hatta
(Indonesia), sedangkan di Indonesia oleh AHS Lovink
(Belanda) dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX (Indonesia)
Setelah RIS terbentuk, Indonesia dibagi menjadi
8 negara bagian. Tetapi di dalam kabinet RIS
terdapat perbedaan pendapat antara pihak yang
mendukung pembentukan RIS dan mendukung
kembalinya RIS ke NKRI.
• Pihak pro: Sultan Hamid II dan Anak Agung Gede
Agung.
• Pihak kontra: Sri Sultan Hamengkubuwono IX,
Arnold Manuhutu, dll. Alasan pihak kontra adalah
karena pembentukan RIS tidak memiliki dasar
yang jelas dan kurangnya dukungan dari rakyat.
RIS terlalu bergantung pada kekuatan militer
Belanda.
Tgl 19 Mei 1950 diadakan persetujuan antara
RIS dengan RI (yang merupakan salah satu
negara bagian RI) untuk mempersiapkan
prosedur pembentukan negara kesatuan.
Berdasarkan persetujuan itu, dibentuk panitia
gabungan RIS dan RI yang bertugas menyusun
Undang-Undang Negara Kesatuan yang
diketuai oleh Prof. Dr. Soepomo.
• Tgl 14 Agustus 1950 rancangan UUD NKRI
diterima baik oleh senat dan parlemen RIS
serta KNIP.
• Tgl 15 Agustus 1950 Presiden Soekarno
menandatangani rancangan UUD menjadi
UUDS dari NKRI atau UUDS ’50.
• Tgl 17 Agustus 1950 RIS resmi dibubarkan dan
dibentuk NKRI dengan UUDS ‘50 sebagai
konstitusinya.
1. Pemberontakan PKI Madiun 1948
2. Gerakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia
(DI/TII)
3. Gerakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA)
4. Gerakan Republik Maluku Selatan (RMS)
5. Gerakan Pemerintah Revolusioner Republik
Indonesia/Perjuangan Rakyat Semesta
(PRRI/Permesta)
Latar belakang: karena perjanjian Renville
dianggap terlalu menguntungkan Belanda,
kabinet Amir Syarifudin jatuh. Pada tanggal 23
Januari 1948 Amir Syarifudin pun
menyerahkan mandatnya pada Presiden
Republik Indonesia. Setelah itu, Amir
Syarifudin menjadi oposisi. Ia membentuk
Front Demokrasi Rakyat dan bergabung
dengan seorang tokoh PKI bernama Muso.
Kemudian mereka bergabung menjadi PKI.
PKI berusaha untuk menggoyahkan kabinet Hatta.
Puncaknya terjadi pada tanggal 18 September 1948 PKI
berusaha mengganti dasar negara Pancasila menjadi
dasar negara komunis.
PKI melancarkan aksinya dengan menguasai seluruh
Karesidenan Pati, melakukan pembunuhan dan
penculikan terhadap golongan yang dianggap
musuhnya.
Panglima Besar Soedirman memerintahkan Kol. Gatot
Soebroto dan Kol. Sungkono mengerahkan kekuatan
TNI dan polisi dalam menghadapi gerakan
pemberontakan PKI.
Tanggal 30 September 1948 Madiun berhasil dikuasai
TNI dengan bantuan rakyat.
Awal bulan Desember 1948 operasi itu dinyatakan
selesai.
Latar belakang: adanya kepercayaan rakyat
akan datangnya seorang Ratu Adil yang akan
membawa mereka pada suasana yang aman
dan tentram serta memerintah dengan adil dan
bijaksana seperti yang terdapat dalam ramalan
Jayabaya.
Tujuan: mempertahankan bentuk negara
federal di Indonesia dan memiliki tentara
tersendiri pada negara-negara bagian RIS.
Gerakan ini dipimpin oleh Kapten Westerling.
23 Januari 1950, pasukan APRA menyerang kota
Bandung dan melakukan pembantaian atau
pembunuhan terhadap setiap anggota TNI yang
ditemuinya.
PM RIS Moh. Hatta segera mengadakan perundingan
dengan Komisaris Tinggi Belanda di Jakarta.
Westerling didesak untuk meninggalkan kota
Bandung. Pasukan APRA semakin terdesak dan
terkejar oleh pasukan APRIS bersama dengan rakyat
dan berhasil dilumpuhkan.
Dalang gerakan APRA adalah Sultan Hamid II,
menteri negara pada kabinet RIS.
Rencana sebenarnya gerakan APRA adalah menculik:
Menteri pertahanan dan keamanan Sri Sultan
Hamengkubuwono IX
Sekjen pertahanan Mr. Ali Budiarjo
Pejabat kepala staf angkatan perang: Kolonel T.B. Simantupang
Latar belakang: tidak puasnya Mr. Dr.
Christian Robert Steven Soumokil (mantan
Jaksa Agung Negara Indonesia Timur)
terhadap terbentuknya NKRI. Ia tidak
menyetujui penggabungan daerah-daerah NIT
menjadi wilayah kekuasaan RI. Ia berusaha
melepaskan wilayah Maluku Tengah yang
menjadi bagian dari RIS.
18 April 1950 Manusama menghasut para
kepala desa untuk mendirikan RMS melalui
rapat umum di kota Ambon.
24 April 1950 Soumokil memproklamasikan
berdirinya RMS.
Pemerintah RIS mengatasi gerakan dengan
menempuh cara damai yaitu dengan mengirim
Dr. J. Leimena namun gagal. Kemudian
pemerintah RIS memutuskan untuk
melaksanakan ekspedisi militer yang dipimpin
oleh Kol. A.E. Kawilarang.
Wilayah-wilayah gerakan RMS berhasil
dikuasai kembali oleh gerakan APRIS, namun
beberapa anggota RMS berhasil melarikan diri
ke Belanda
Latar Belakang: Hubungan yang tidak mesra antara
pemerintah pusat dengan beberapa pemerintah daerah.
Contohnya di daerah Sumatra dan Sulawesi yang merasa
tidak puas terhadap alokasi biaya pembangunan
pemerintah pusat.
Sikap dan rasa tidak puas itu mendapat dukungan dari para
panglima militer.