You are on page 1of 5

PENELITIAN TENTANG HARAPAN DAN KEPUASAN PASIEN PADA RS-RS SINGAPURA

Puay Cheng Lim

Nelson K.H. Tang

ABSTRAKSI

Di lingkungan kesehatan yang kompetitif saat ini, rumah sakit makin menyadari kebutuhan untuk
fokus pada kualitas service sebagai cara untuk meningkatkan posisi kompetitif mereka. Pelanggan
berdasarkan determinan dan persepsi tentang kualitas pelayanan, memainkan sebuah peran penting
ketika memilih sebuah rumah sakit. Artikel ini berusaha menentukan harapan dan persepsi pasien
melalui penggunaan teknik riset pemasaran generik yang digunakan secara internasional yang
disebut SERVQUAL. Analisis meliputi 252 pasien menyatakan bahwa terdapat ‘gap’ kualitas
pelayanan keseluruhan antara harapan dan persepsi pasien. Jadi,perbaikan disyaratkan/dibutuhkan
melintasi kesemua enam dimensi, yang disebut, berwujud/nyata, kehandalan, jaminan, empati dan
pengenalan/kemampuan akses dan kemampuan menghasilkan.

patients revealed that there was an overall service quality gap between patients' expectations and perceptions. Thus,
improvements are required across all the six dimensions, namely, tangibility, reliability, responsiveness, assurance, empathy
and accessibility and affordability

PENGANTAR

Dalam industri kesehatan, rumah sakit menyediakan jenis pelayanan yang sama, tetapi rumah sakit
tidak menyediakan kualitas pelayanan yang sama (Youssef dkk., 1996). Selanjutnya, saat ini
konsumen lebih menyadari akan alternatif-alternatif penawaran dan munculnya standar pelayanan
yang telah meningkatkan harapan mereka. Mereka juga menjadi makin bertambah kritis terhadap
kualitas pelayanan yang mereka alami.

Kualitas pelayanan bagaimanapun dapat digunakan sebagai senjata diferensiasi strategis untuk
membangun keuntungan khusus dimana kompetitor/pesaing akan menemukan kesulitan untuk
menirunya. Untuk mencapai pelayanan prima (service excellence), rumah sakit harus berusaha
mencapai “zero defections (nol kesalahan)”, menahan setiap konsumen yang perusahaan dapat
melayani secara menguntungkan (Reichheld dan Sasser, 1990).

“Zero defections” membutuhkan usaha terus menerus untuk meningkatkan kualitas sistem
pengiriman pelayanan. Selanjutnya, kualitas tidak meningkat kalau kualitas terukur. Akan tetapi,
tidak seperti kualitas barang-barang manufaktur, kualitas pelayanan rumah sakit merupakan
konstruk yang sulit dipahami dan khusus. Hal ini dapat dijelaskan dari beberapa perspektif, meliputi:

 Kemampuan untuk memuaskan kebutuhan dan harapan konsumen (Bergman dan Klefsjo,
1994, hal.16)
 Keutuhan/Totalitas dari keistimewaan dan karakteristik produk atau jasa yang menyinggung
kemampuan untuk memuaskan kebutuhan alami (Evans dan Lindsay, 1996, hal.15).

Sebagai konsumen tidak dengan mudah mengatakan kualitas pelayanan rumah sakit, penerima
pelayanan hanya dapat sungguh-sungguh menaksirnya, dengan demikian membuat ukurannya lebih
subyektif daripada eksak. Dari sekarang, ukuran kualitas pelayanan rumah sakit harus berdasarkan
pada persepsi kualitas daripada kualitas secara obyektif karena pelayanan merupakan sesuatu yang
tidak berwujud, heterogen dan konsumsi dan produksinya terjadi secara simultan.

Akan tetapi, Lewis dan Booms (1983) yakin bahwa kualitas pelayanan menjadi sebuah ukuran
seberapa baik tingkat pelayanan sesuai dengan harapan konsumen. Grӧnroos (1984) menganggap
kualitas pelayanan sebagai sebuah hasil dari apa yang konsumen terima dan bagaimana mereka
menerimanya. Webster (1989) menetapkan kualitas pelayanan sebagai sebuah ukuran seberapa baik
tingkat pelayanan terkirim/terhantarkan sesuai dengan harapan konsemen pada dasar yang
konsisten. Parasuraman dkk (1985) menetapkan bahwa kualitas pelayanan sebagai “persepsi oleh
konsumen dan menahan dari perbandingan harapan pelayanan mereka yang mereka akan
menerima dengan persepsi kinerja penyedia pelayanan mereka”. “Ekspektasi/harapan” adalah
keinginan kkonsumen, bahwa, apa yang mereka rasakan yang provider seharusnya menawarkan.
“Persepsi” mengacu pada evaluasi konsumen atas penyedia pelayanan. Mereka memformulasikan
model kualitas pelayanan yang menggarisbawahi persyarartan utama untuk
mengirim/mengantarkan kualitas pelayanan yang diharapkan. Gambar 1 menunjukkan empat
gap/senjangan teridentifikasi pada sisi pemasar/marketer dari model (gaps 1-4) dan gap kelima,
yang menunjukkan perbandingan antara harapan dan persepsi pelayanan yang diterima oleh bagian
konsumen dari model.

Selanjutnya, ukuran kepuasan konsumen dengan aspek kualitas pelayanan yang berbeda,
Parasuraman dkk (1985) mengembangkan instrumen penelitian survei yang disebut dengan
SERVQUAL. Intrumen ini membutuhkan responden untuk memenuhi serangkaian skala yang
mengukur harapan mereka terhadap perusahaan tertentu di persiapan luas (on a wide array of) dari
isu pelayanan khusus. Kemudian mereka diminta mencatat persepsi menyangkut kinerja perusahaan
pada karakteristik yang sama tersebut. Ketika peringkat kinerja persepsian lebih rendah dari
harapan, ini sebagai tanda kualitas yang lemah (poor), penyedia (the reserve) menunjukkan kualitas
yang baik. Konstruk kualitas dikonseptualisasikan dalam literatur pelayanan dan, sebagai ukuran bagi
SERVQUAL, yang meliputi kualitas persepsian.

Kualitas persepsian merupakan pendapat global, atau sikap terkait dengan pelayanan. Singkatnya,
kualitas persepsian meliputi tanggapan subyektif seseorang dan oleh karena itu sangat realistik. Hal
itu merupakan bentuk atau sikap, berhubungan tetapi tidak sama dengan kepuasan, dan hasil dari
perbandingan harapan dengan persepsi kinerja (Parasuraman dkk, 1988). Akan tetapi, hal itu
berbeda dari kualitas obyektif (Garvin, 1983; Hjorth-Anderson, 1984).
Penulis menggunakan instrumen SERVQUAL, yang dikembangkan oleh Parasuraman dkk (1985)
mengantar riset eksploratori untuk meneliti kualitas pelayanan yang disediakan oleh rumah sakit
Singapura. Hal ini termasuk pengujian harapan dan persepsi pasien terhadap kualitas pelayanan
rumah sakit Singapura. Analisis tentang kualitas pelayanan ini akan mengaktifkan manajemen
menjadi sumber keuangan langsung yang lebih baik untuk meningkatkan operasional rumah sakit
dalam area tersebut yang memiliki pengaruh terbesar pada persepsi konsumen akan kualitas
pelayanan. Evaluasi ini penting dalam persaingan saat ini, biaya pasar layanan kesehatan yang
disengaja/sadar.

METODOLOGI
Desain Kuesioner

Saat merancang kuesioner percobaan, 22 item dalam kuesioner SERVQUAL dikembangkan dengan
mengacu pada Parasuraman dkk. (1985). Beberapa modifikasi dan adaptasi dibuat untuk memilih
pertanyaan-pertanyaan untuk membuatnya lebih relevan terhadap pelayanan rumah sakit. Ke-22
item tersebut juga mengacu pada yang digunakan oleh Youssef dkk (1996) dalam evaluasi kualitas
layanan kesehatan pada NHS. Hal ini merupakan kali pertama digunakan dalam teknik riset
pemasaran secara internasional yang digunakan di Singapura untuk mengidentifikasi harapan dan
persepsi pasien tentang kualitas pelayanan rumah sakit Singapura. Kuesioner percobaan yang terdiri
atas 22 pertanyaan dalam lima dimensi: berwujud (tangibility), reliabilitas (reliability), Daya
tanggap/kemampuan reaksi (responsiveness), jaminan (assurance) dan rasa empati (empathy), yang
diberikan pada lima pasien rawat inap, lima pasien rawat jalan, lima pengamat, lima CEO/dokter dari
dua rumah sakit untuk umpan baliknya yang tidak ternilai. Berdasarkan umpan balik yang diterima
dari survei percobaan, kuesioner akhir mengutarakan kembali pertanyaan yang ambigu dan dimensi
tambahan “kemampuan akses dan menghasilkan (accessibility and affordability) dimasukkan.
Kuesioner akhir, sebagaimana ditampilkan pada Lampiran (Appendix), yang terdiri atas sesi
“harapan” dengan 25 pernyataan dan sesi “persepsi” terdiri atas sekumpulan pernyataan yang
sesuai. Sebagai tambahan untuk 25 pernyataan dalam tiap-tiap dua sesi, kuesioner juga memiliki
sebuahmpertanyaan pada “keseluruhan penting” pada sesi “harapan” dan pertanyaan yang lain
pada “keseluruhan peringkat kualitas pelayanan” pada sesi “persepsi. Pernyataan baik pada sesi
harapan maupun persepsi dikelompokkkan ke dalam 6 dimensi berikut, masing-masing dengan
rentang dari pernyataan yang berhubungan:
1. Tangibility (pernyataan 1-5);
2. Reliability (pernyataan 6-10);
3. Responsiveness (pernyataan 11-14);
4. Assurance (pernyataan 15-18);
5. Empathy (pernyataan 19-22);
6. Accessibiity and affordability (pernyataan 23-25).

Skala likert 5 poin digunakan untuk sistem pembobotan dengan 1 mewakili kurang penting/sangat
lemah dan 5 mewakili sangat penting/sangat baik.

PENGUMPULAN DATA.
Sangat serng tidak mungkin untuk meneliti populasi minat selama proyek riset pemasaran memiliki
konstrain sumber daya, waktu dan keseganan rumah sakit untuk berpartisipasi dalam survei.
Seperti untuk tujuan dari penelitian eksplanatori ini, metode “sampling yang cocok” digunakan
utnuk mengumpulkan data sebagai kemampuan akses dan kerja sama merupakan persyaratan
utama. Total 300 kuesioner survei dikirim pada bulan Oktober 1998 kepada 4 klinik praktek umum
(200 kuesioner) dan 2 klinik spesialis (100 kuesioner), siapa yg kemudian mengirimkan kembali
kuesiner kepada pasien yang menerima perawatan medis di rumah sakit selama 12 bulan terakhir,
dari Oktober 1997 sampai dengan Oktober1998. Klinik ini jjuga melayani sebagai pusat pengumpulan
untuk kuesiner survei yg dilengkapi.
Jumlah kuesioner lengkap kepuasan yg kembali adalah252, dg demikian memberikan tingkat respon
84%. Meskipun tingkat responnya baik, ukuran sampling menunjukkan hanya 0,1% dari total admisi
rumah sakit (Ministry of Health, 1998) menunjukkan kecil dan lemah. Sebagai CEO dan manajer
kualitas rumah sakit Singapura enggan untuk membawa survei pada rumah sakit mereka, hal ini
berharap bahwa ukuran dan teknik sampling ini akan dapat mencapai efek “bola salju” dan
menyediakan sample yang representatif/mewakili untuk penelitian ini.

Metode statistik sederhana yang disebut mean dan deviasi standard digunakan untuk menghitung
skor/nilai SERVQUAL.
Tahap 1. Tahap pertama dalam menilai kualitas pelayanan adalah menghitung skor SERVQUAL (SQ)
dari 25 pasang pernyataan harapan/persepsi untuk masing-masing responden. Skor SERVQUAL
dihitung untuk masing-masing responden sebagai berikut:
skor SERVQUAL (SQ) = skor persepsi (P) – skor harapan (E)

Tahap 2. Tahap kedua dalam perhitungan SQ adalah menjumlah ke atas skor yang diperoleh pada
tahap satu untuk masing-masing dimensi pelayanan dan kemudian dibagi dengan banyaknya
pernyataan dalam dimensi tertentu. Contohnya, SQ untuk dimensi reliabilitas diperoleh dengan
menambahkan SQ untuk 5 pernyataan yang mengukur relliabilitas, kemudian membagi 5.

Tahap 3. Kemudian untuk masing-masing dimensi , SQ ditambahkan untuk seluruh responden dan
kemudian dibagi dengan banyaknya responden. Ini akan memberikan keseluruhan SQ untuk dimensi
pelayanan.

Tahap 4. Terakhir, untuk memperoleh SQ tak berbobot, SQ yang diperoleh untuk masing-masing dari
llima dimensi ditambahkan ke atas bersama-sama dan dibagi dengan 5.

Tahap 5. Untuk mmemperoleh bobot SQ, hasil yang diperoleh dari tahap 2 dikalikan dengan
kumpulan bobot yang ditunjukkan untuk dimensi. Ini akan memberikan kita bobot SQ untuk masing-
masing responden. Kemudian berjalan terus dengan step 3 dan 4 untuk memperoleh bobot SQ
keseluruhan.

Berbagai macam skor diperiksa dan kualitas persepsi pelayanan oelh pasien dinilai. Akan tetapi,
legitimasi dari penggunaan mean pada data ordinal tidak akan akurat karena interval antara poin
dalam skala Likert tidak memiliki arti. Selanjutnya, perhitungan mean dari turunan skor beresiko.
Kemudian, test the Mann-Whitney digunakan untuk menguji hipotesis yang tidak ada perbedaan
dalam meannya (harapan dan persepsi). Menggunakan uji dua sisi dan tingkat signifikansi 5%, jika
hipotesis nol benar, observasi dari dua sampel seharusnya secara random tersebar sepanjang tingkat
polling data dan daerah penolakan saat z=±1,96. Seluruh dimensi dari kuesioner diuji dan saat nilai z
berjarak dari -1,98 sampai -2,65, kami menolak hipotesis nol yang meannya sama. Oleh karena itu
kamai memutuskan bahwa gap kualitas pelayanan terjadi di rumah sakit singapura. Akan tetapi,
instrumen SERVQUAL seharusnya digunakan untuk memurnikan terus menerus sebagai pengalaman
dari applikasi ini dalam industri layanan kesehatan yang berkembang.

Uji Reliabilitas
Skor gabungan untuk masing-masing sesi dari kuesioner diperoleh dengan cara menjumlahkan skor
pernyataan individual. Uji reliabilits dilakukan untuk menentukan seberapa kuat atribut-atribut yang
terkait antara satu sama lain dan untuk skor gabungan.
Uji reliabilitas konsistensi internal dianggap dapat diterima untuk riset dasar ketika koefisien
reliabilitas melebihi kriteria tingkat reliabilitas Nunnally sebesar 0,70(Nunnally, 1978). Seluruhn
dimensi dari kedua sesi (harapan dan persepsian) dari kuesioner diuji dan range/jarak Cronbach
alpha dari 0,71 sampai 0,81.

Diskusi atas hasil temuan


Salah satu tujuan utama dari survei ini adlah untuk menentukan harapan dari pelayanan rumah sakit
di mata pasien. Harapan pasien bersama-sama dengan kinerja rumah sakit, seperti persepsi oleh
pasien dianalisis. Pada tabel 1, penulis juga menghitung gap kualitas pelayanan untuk masing-masing
dimensi dan pernyataan, yang merupakan indikator yang baik dari beberapa kekurangan pelayanan.
Tabel 1 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan mean antara harapan dan persepsi pasien dalam
dimensi keseluruhan. Uji Mann-Whitney menunjukkan uji hipotesis juga menyatakan bahwa nilai z
dari seluruh dimensi jatuh/runtuh dalam wilayah kritis (z < -1,96). Oleh karena itu,kami menolak
hipotsis nol bahwa tidak ada perbedaan antara mean dan menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan
antara harapan dan persepsi pasien.
Tiga dari harapan tertinggi (E18, E17, dan E16)—seperti ditampilkan pada Tabel II—mereupakan
dimensi jaminan, harapan tertinggi kedua adalah pernyataan E8 dalam dimensi reliabilitas dan satu
dari harapan tertinggi adalah pernyataan E12 dalam dimensi responsif.
Pilihan pasien menunjukkan secara jelas bahwa jaminan dan responsif merupakan dua dimensi
terpenting dari pelayanan rumah sakit.
Hasil saat dianggap secara bersama-sama menyarankan pesan penting dari pasien ke manajer rumah
sakit: menjadi tanggap, ramah, sopan, merawat pasien dengan kebebasan dan hormat dan hampir
semua,menjelaskan ke pasien kondisi medis mereka sepenuhnya. Temuan inimenunjukkan bahwa
pasien memfokuskan harapan mereka pada aspek fungsi “bagaimana hal itu dilakukan”. Hal ini
konsisten dengan pandangan Ware dkk (1983), Yi (1980), Koch (1991), Oliver (1993) dan Jayanti
(11993). Sejak ini, untuk meningkatkan persepsi pasien akan kualitas pelayanan rumah sakit
Singapura, manajer dan doktor rumah sakit singapura seharusnya fokus pada aspek fungsional yang
dapat ditangkap dalam dimensi jaminan dan responsif daripada aspek teknis yang ditangkap dalam
dimensi keberqujudan (tangibility) dan kemampuan akses dan kemampuuan menghasilkan.

You might also like