You are on page 1of 21

BAB I

PENDAHULUAN

ANATOMI DAN FISIOLOGI

Mata adalah organ penglihatan yang mendeteksi cahaya. Yang dilakukan mata yang
paling sederhana tak lain hanya mengetahui apakah lingkungan sekitarnya adalah terang atau
gelap. Mata yang lebih kompleks dipergunakan untuk memberikan pengertian visual. Mata
manusia sebagai alat indra penglihatan dapat dipandang sebagai alat optik yang sangat penting
bagi manusia.

Bagian-bagian mata menurut kegunaan fisis sebagai alat optik :

1. Kornea merupakan lapisan terluar yang keras untuk melindungi bagian-bagian lain dalam
mata yang halus dan lunak.
2. Aqueous humor (cairan) yang terdapat di belakang kornea berfungsi untuk membiaskan
cahaya yang masuk ke dalam mata.
3. Lensa terbuat dari bahan bening (optis) yang elastik, merupakan lensa cembung berfungsi
membentuk bayangan.
4. Iris (otot berwarna) membentuk celah lingkaran yang disebut pupil.
5. Pupil berfungsi mengatur banyak cahaya yang masuk ke dalam mata. Lebar pupil diatur oleh
iris, di tempat gelap pupil membuka lebar agar lebih banyak cahaya yang masuk ke dalam
mata.
6. Retina (selaput jala) terdapat di permukaan belakang mata yang berfungi sebagai layar
tempat terbentuknya bayangan benda yang dilihat. Bayangan yang jatuh pada retina bersifat :
nyata, diperkecil dan terbalik.
7. Bintik buta merupakan bagian pada retina yang tidak peka terhadap cahaya, sehingga
bayangan jika jatuh di bagian ini tidak jelas/kelihatan, sebaliknya pada retina terdapat bintik
kuning. Permukaan retina terdiri dari berjuta-juta sel sensitif, ada yang berbentuk sel batang
berfungsi membedakan kesan hitam/putih dan yang berbentuk sel kerucut berfungsi
membedakan kesan berwarna.
8. Otot siliar (otot lensa mata) berfungsi mengatur daya akomodasi mata.

Cahaya yang masuk ke mata difokuskan oleh lensa mata ke permukaan retina. Oleh sel-
sel yang ada di dalam retina, rangsangan cahaya ini dikirimkan ke otak. Oleh otak
diterjemahkan sehingga menjadi kesan melihat. Sinar yang masuk ke dalam mata akan
difokuskan oleh lensa ke retina, kemudian retina memproduksi gambar yang dikirim oleh nervus
optikus ke otak untuk diinterpretasikan. Hal ini mirip seperti kamera yang membentuk sebuah
gambar sehingga gambar bisa dihasilkan.
ANATOMI RETINA

Retina atau selaput jala adalah lapisan terdalam dari ketiga dinding bola mata yang
merupakan membran tipis, halus, tidak berwarna atau bening serta tembus pandang dan mirip
jala dengan nilai metabolisme oksigen yang tinggi dan terdiri atas saraf sensorik penglihatan dan
serat saraf optik. Ketebalan retina kira-kira 0,5 mm. Area sirkuler kira-kira 6 mm mengelilingi
fovea disebut retina sentral yang didominasi oleh sel-sel kerucut. Sementara diluar area tersebut
adalah retina perifer yang terbentang sampai ke oraserata, 21 mm dari pusat optic disc yang di
dominasi oleh sel-sel batang.

Retina merupakan jaringan saraf mata yang mana berisi dua macam fotoreseptor, yaitu
sel kerucut yang sensitif terhadap warna dan sel batang yang sensitif terhadap derajat penyinaran
dan terhadap intensitas penyinaran yang kecil (adaptasi gelap). Fotoreseptor ini merupakan
antena sistem penglihatan. Fotoreseptor akan bereaksi terhadap cahaya dan mengubah energi
cahaya menjadi persepsi penglihatan. Pigmen penglihatan didalam fotoreseptor secara kimiawi
aktif mempengaruhi perubahan energi ini. Pigmen penglihatan termasuk dalam kelas karotenoid
dan terikat pada reseptor molekul-molekul protein. Sel kerucut berisi pigmen yang beregenerasi
secara cepat, yaitu iodopsin dan sianopsin. Sel batang berisi rhodopsin yang regenerasinya lebih
lambat (visual purple).
Retina dibagian luarnya berhubungan erat dengan koroid. Koroid memberi nutrisi pada
retina luar atau sel kerucut dan sel batang. Bagian koroid yang memegang peranan penting
dalam metabolisme retina adalah membrane Bruch dan sel epitel pigmen yang tidak dapat
ditembus cahaya. Pada cahaya terang, kerucut memanjang kearah badan kaca, yaitu kea rah
datangnya sinar. Pada saat bersamaan batang bergerak ke arah epitel pigmen. Dalam keadaan
remang-remang terjadi kebalikan “perilaku motorik retina”, batang memanjang kearah datangnya
sinar, sedangkan kerucut bergerak kearah epitel pigmen.

A. EMBRIOLOGI DAN HISTOLOGI RETINA


Secara embriologis retina terbentuk dari vesikel optic, suatu kantong dari otak depan
embrionik. Secara histologis, bagian depan oraserrata yaitu iris dan badan siliar yang
berpigmen maupun yang tidak berpigmen menyatu dengan membrane limitan eksterna retina
serta lapisan epitel pigmen retina. Pada oraserrata, epitel berpigmen berlanjut menjadi epitel
pigmen retina, dan membran dasarnya menjadi membrane Bruch. Epitel badan siliar yang
tidak berpigmen dan pars plana berlanjut di bagian posterior sebagai retina, membran
basalnya menjadi membran limitan interna. Pada puncak nervus optikus, membrane limitan
interna berlanjut menjadi membrane Elsching. Membran limitan eksterna bergabung dari
ujung epitel pigmen retina cul-de-sac posterior dari ruang sub retina. Retina melekat pada
koroid secara langsung menjadi ora serrata, dan secara tidak langsung melalui koroid dan
badan siliar retina melekat pada sclera. Lapisan korneosklera melindungi, menggerakan dan
menahan retina pada posisi yang tepat dan menyebabkan objek yang dilihat terfokus pada
retina bagian tengah.
Secara anatomis,retina berbatasan dengan sel pigmen retina dan koroid yang terdiri
atas 10 lapisan:
1. lapisan epitel pigmen
2. lapisan sel-sel batang dan kerucut
3. membrane limitans eksterna
4. lapisan nucleus luar
5. lapisan pleksiform luar
6. lapisan nucleus dalam
7. lapisan pleksiform dalam
8. lapisan sel-sel ganglion
9. lapisan serabut saraf
10. membrane limitans interna

B. PERDARAHAN RETINA
Pembuluh darah retina merupakan cabang arteri oftalmika yaitu arteri retina sentral.
Arteri retina sentral masuk ke dalam retina melalui papil saraf optic yang akan memberi
nutrisi pada retina bagian dalam. Diameter arteri lebih kecil (0,1mm), warnanya lebih
merah, bentuknya lebih lurus-lurus dan merupakan end artery. Arteri retina mudah dikenali
karena refleksnya yang jelas dan tidak ada pulsasi. Diameter vena lebih besar, warna lebih
tua/merah gelap, bentuk lebih berkelok-kelok, dengan cahaya yang sempit. Pada vena retina
sentral terlihat adanya pulsasi di papil optic. Perbandingan normal diameter arteri dan vena
adalah 2 : 3. Pada papil, arteri retina sentral biasanya muncul di sebelah nasal dari vena
retina sentral.
Pada lapisan retina dari 1-4 tidak berisi pembuluh darah dan kapiler sehingga
perdarahannya berasal dari kapiler koroid, sedangkan lapisan 5-10 mendapat perdarahan dari
arteri retina sentral.
Bermacam-macam penyakit berhubungan dengan perubahan-perubahan yang terjadi
dalam retina dan koroid oleh karena itu sangat penting bagi kita untuk mengetahui system
peredaran darah yang terkena agar penyakit pada segmen posterior dapat dikenali lebih dini.
Retina mendapat nutrisi dari dua system peredaran darah yang berlainan, yakni pembuluh
darah retina dan pembuluh darah koroid atau uvea. Keduanya berasal dari arteri oftalmikus
yang merupakan cabang pertama dari arteri karotis interna. Koroid diperdarahi oleh system
vena vortex, biasanya terdiri dari 4-7 pembuluh darah besar. Pada kondisi yang patologis
seperti myopia tinggi, vena vortex posterior dapat terlihat memperdarahi tepi dari lempeng
optic. Kedua system peredaran darah retina dan koroid berhubungan dengan sinus
kavernosus.
Pengaturan aliran darah melalui koroid sama seperti dalam tubuh pada umumnya, di
bawah pengaruh system saraf otonom. Perangsangan saraf simpatis akan menurunkan aliran
darah koroid dan sebaliknya. Tidak ada bukti mengenai autoregulasi di dalam koroid.
Perubahan tekanan intra okuler (TIO) tidak diakibatkan oleh perubahan kompensator pada
tekanan vaskuler koroid, dan perubahan TIO mendadak, misalnya jika membuka mata
selama operasi, dapat menyebabkan efusi uvea. Karena tonus otonom mungkin melindungi
mata dari peningkatan tekanan darah sistemik sementara, jika pengaturan saraf terganggu
pada hipertensi sistemik, cairan dapat terdorong melalui sawar epitel pigmen retina masuk
ke dalam retina. Dalam hal ini tidak ada system saraf yang mengatur peredaran darah retina,
sehingga peredaran darah retina hanya bergantung pada autoregulasi local untuk menjaga
agar lingkungan metabolisme tetap konstan.
Sawar darah retina dibentuk oleh pembuluh darah retina dan epitel pigmen retina.
Fungsi sawar ini tergantung dari sambungan erat, yang membatasi pergerakan interseluler
dari seluruh molekul yang mudah larut dalam air sehingga mencegah molekul tersebut
masuk ke dalam retina. Makromolekul dan ion-ion secara pasif tidak berdifusi ke dalam
retina dari peredaran darah, namun berhubungan dengan transport aktif tertentu ke dalam
retina. Membrane Bruch yang terletak diantara koriokapilaris dan epitel pigmen retina,
bertugas hanya sebagai sawar difusi untuk molekul besar.

C. BAGIAN – BAGIAN TERPENTING PADA RETINA


a. PUSAT MAKULA (UMBO), umbo menggambarkan pusat dari macula suatu bagian
retina yang menghasilkan ketajaman penglihatan tertinggi. Fotoreseptor utama dari
foveola dan umbo adalah sel kerucut. Jumlah sel kerucut terbanyak ditemukan dalam
umbo yang mempunyai diameter 150-200µm,dengan kepadatan sekitar 385.000 sel
kerucut/mm2.
b. FOVEOLA, rangkaian sel kerucut pada umbo dikelilingi oleh dasar fovea atau foveola
yang memiliki diameter 350µm dan ketebalan 150µm. Daerah avaskuler ini terdiri dari
sel kerucut yang padat yang dihubungkan oleh membrane limitan eksterna. Kebutuhan
metabolic yang tinggi dari sel kerucut dipenuhi oleh kontak langsung dengan epitel
pigmen dan juga melalui proses pada glia yang nucleusnya terletak lebih dekat dengan
pembuluh darah perifovea. Pada kondisi yang patologis, hilangnya refleks foveola
mungkin menunjukan gangguan glia (kerusakan sel saraf akut, pembengkakan) baik
primer maupun melalui vitreus yang melekat erat pada membrane limitan interna yang
tipis. Hilangnya refleks fovea mungkin menunjukkan tarikan atau oedem pada sel-sel
glia yang kemudian akan menarik sel kerucut.
c. FOVEA, fovea yang avaskuler dikelilingi oleh atap pembuluh darah, suatu system sikuler
dari kapiler pembuluh darah. Pembuluh darah ini terletak pada permukaan lapisan
nukleus dalam. Ketebalan membrane limitan interna dan kekuatan daya ikat vitreus tidak
proposional, sehingga ikatan terkuat terletak pada fovea. Tidak heran jika pusat fovea
paling banyak terpengaruh pada traumatic macular hole akibat tarikan anterior-posterior.
d. PARAFOVEA, parafovea merupakan struktur menyerupai sabuk dengan lebar 0,5mm
dan mengelilingi tepi fovea.
e. PERIFOVEA, perifovea mengelilingi parafovea dengan lebar 1,5mm, daerah ini ditandai
dengan beberapa lapisan sel ganglion dan 6 lapis sel bipolar.
f. MAKULA, umbo, foveola, fovea, parafovea, dan perifovea bersama-sama membentuk
macula atau daerah pusat. Terletak dengan jarak 2,5 diameter papil di bagian temporal
papil. Macula bebas pembuluh darah dengan sedikit lebih berpigmen disbanding daerah
retina lainnya. Bagian sentral macula sedikit tergaung akibat lapisannya yang kurang dan
memberi refleks macula bila disinari. Daerah ini dapat dibedakan dari daerah luarnya
dengan membandingkan lapisan sel ganglionnya. Pada macula, sel ganglion terdiri dari
beberapa lapis, sedangkan pada daerah luarnya hanya terdiri dari satu lapisan.

Bagian retina yang paling bermakna adalah macula lutea (bintik kuning) dan papil
optic (papil, bintik buta, skotoma absolute/fisiologis) yang terdapat disebelah nasal. Macula
lutea adalah daerah retina yang memberikan penglihatan paling tajam, terletak di sebelah
temporal papil saraf optikus, berbentuk lonjong berukuran 1,5mm 2 dengan diameter 1500
mikron, berwarna lebih gelap dibandingkan bagian retina disekitarnya karena bertambahnya
ketabalan retina, adanya pigmen xantofil karotenoid, granula pigmen melanin (dari sel-sel
torak epitel pigmen retina). Di bagian tengah, macula berpigmen sangat padat dan di
tengah-tengah polus posteriornya terdapat daerah yang berbentuk lonjong dan avaskuler
yang disebut fovea sentralis, yang berupa lekukan bebas batang (kira-kira diameternya 350
mikron). Bagian pusat fovea yang menggaung disebut foveola.
Macula memiliki dua refleks, yaitu refleks cincin atau refleks tepi terdapat di pinggir
dan refleks fovea atau refleks sentral yang lebih kecil sebesar kepala jarum di tengah-tengah
fovea yang dapat terlihat pada fundus normal yang diperiksa dengan oftalmoskop. Bagian
tengah retina ini terletak tepat pada sumbu penglihatan, hanya berisi kerucut dan sebagian
besar dari 6,5juta kerucut retina memadati tempat yang sempit ini.
Untuk mencapai kerucut, sinar hanya perlu menembus jaringan tipis yang terletak di
atasnya yang ketebalannya hanya seperlima ketebalan bagian retina yang lainnya. Tajam
penglihatan bagian-bagian retina tergantung konsentrasi kerucut. Papil saraf optic yaitu
tempat dimana saraf optikus menembus sclera, normal berbentuk bulat, berbatas tegas,
pinggirnya agak lebih tinggi dari pada retina sekitarnya, terletak disebelah nasal dengan
diameter 1,5mm – 1,75mm. Di bagian tengahnya terdapat lekukan atau bangunan seperti
,mangkok berwarna agak pucat (merah muda), besarnya 1/3 diameter papil, yang disebut
ekskavasio fisiologis. Dari bagian ini keluar arteri dan vena sentralis retina yang kemudian
bercabang ke temporal dan ke nasal juga ke atas dan ke bawah. Yang penting adalah
perbandingan antara diameter mangkok dengan papil yaitu disebut juga cups/disc ratio
dengan nilai normal 0,3-0,4. Daerah papil saraf optic tidak mengandung sel-sel penglihatan
yang sensitive terhadap cahaya, karena ditempat keluarnya saraf optic tidak ada fotoreseptor
lagi.
Pemeriksaan retina yang bisa dilakukan adalah dengan oftalmoskop. Sebelumnya
papil dilebarkan dahulu setelah dilakukan pemeriksaan tonometri. Obat yang biasa dipakai
untuk melebarkan pupil adalah mydriacil. Pemeriksaan dimulai dengan melihat papil saraf
optikus, pembuluh darah retina, macula dan penampakan retina.
Pada fundus normal, warna retina adalah oranye merah, bisa lebih muda atau lebih
gelap tergantung derajat pigmentasi melanin baik dalam koroid maupun epitel pigmen
retina. Pada keadaan anemis retina tampak lebih pucat dan pada perdarahan retina akan
tampak lebih merah.

D. FISIOLOGI DAN PROSES VISUAL PADA RETINA


Sinar yang masuk ke mata sebelum sampai di retina mengalami pembiasan lima kali
yaitu waktu melalui konjungtiva, kornea, aqueus humor, lensa, dan vitreous humor.
Pembiasan terbesar terjadi di kornea. Bagi mata normal, bayang-bayang benda akan jatuh
pada bintik kuning, yaitu bagian yang paling peka terhadap sinar.
Ada dua macam sel reseptor pada retina, yaitu sel kerucut (sel konus) dan sel batang
(sel basilus). Sel konus berisi pigmen lembayung dan sel batang berisi pigmen ungu.
Kedua macam pigmen akan terurai bila terkena sinar, terutama pigmen ungu yang terdapat
pada sel batang. Oleh karena itu, pigmen pada sel basilus berfungsi untuk situasi kurang
terang, sedangkan pigmen dari sel konus berfungsi lebih pada suasana terang yaitu untuk
membedakan warna, makin ke tengah maka jumlah sel batang makin berkurang sehingga di
daerah bintik kuning hanya ada sel konus saja.
Pigmen ungu yang terdapat pada sel basilus disebut rodopsin, yaitu suatu senyawa
protein dan vitamin A. Apabila terkena sinar, misalnya sinar matahari, maka rodopsin akan
terurai menjadi protein dan vitamin A. Pembentukan kembali pigmen terjadi dalam keadaan
gelap. Untuk pembentukan kembali memerlukan waktu yang disebut adaptasi gelap
(disebut juga adaptasi rodopsin). Pada waktu adaptasi, mata sulit untuk melihat.
Pigmen lembayung dari sel konus merupakan senyawa iodopsin yang merupakan
gabungan antara retinin dan opsin. Ada tiga macam sel konus, yaitu sel yang peka terhadap
warna merah, hijau, dan biru. Dengan ketiga macam sel konus tersebut mata dapat
menangkap spektrum warna. Kerusakan salah satu sel konus akan menyebabkan buta
warna.
Jarak terdekat yang dapat dilihat dengan jelas disebut titik dekat (punctum
proximum). Jarak terjauh saat benda tampak jelas tanpa kontraksi disebut titik jauh
(punctum remotum). Jika kita sangat dekat dengan obyek maka cahaya yang masuk ke mata
tampak seperti kerucut, sedangkan jika kita sangat jauh dari obyek, maka sudut kerucut
cahaya yang masuk sangat kecil sehingga sinar tampak paralel. Baik sinar dari obyek yang
jauh maupun yang dekat harus direfraksikan (dibiaskan) untuk menghasilkan titik yang
tajam pada retina agar obyek terlihat jelas. Pembiasan cahaya untuk menghasilkan
penglihatan yang jelas disebut pemfokusan.
Cahaya dibiaskan jika melewati konjungtiva kornea. Cahaya dari obyek yang dekat
membutuhkan lebih banyak pembiasan untuk pemfokusan dibandingkan obyek yang jauh.
Mata mamalia mampu mengubah derajat pembiasan dengan cara mengubah bentuk lensa.
Cahaya dari obyek yang jauh difokuskan oleh lensa tipis panjang, sedangkan cahaya dari
obyek yang dekat difokuskan dengan lensa yang tebal dan pendek. Perubahan bentuk lensa
ini akibat kerja otot siliari. Saat melihat dekat, otot siliari berkontraksi sehingga
memendekkan apertura yang mengelilingi lensa. Sebagai akibatnya lensa menebal dan
pendek. Saat melihat jauh, otot siliari relaksasi sehingga apertura yang mengelilingi lensa
membesar dan tegangan ligamen suspensor bertambah. Sebagai akibatnya ligamen
suspensor mendorong lensa sehingga lensa memanjang dan pipih. Proses pemfokusan
obyek pada jarak yang berbeda-berda disebut daya akomodasi Cara kerja mata manusia pada
dasarnya sama dengan cara kerja kamera, kecuali cara mengubah fokus lensa.
Epitel pigmen retina, yang merupakan factor metabolic mempunyai akses yang luas
untuk nutrient penting seperti vitamin A dan dapat membuang produk-produk yang tidak
dibutuhkan lagi. Permeabilitas protein yang tinggi dari koriokapilaris menyebabkan tekanan
onkotik yang lebih besar dalam koroid daripada dalam retina. Perbedaan tekanan osmotic
mengakibatkan absorbsi cairan dari ruang ekstraseluler retina ke dalam koroid, hal ini
mungkin merupakan mekanisme untuk menjaga agar retina tetap melekat pada epitel pigmen
retina
BAB II
PEMBAHASAN

RETINOPATI

Retinopati merupakan kelainan pada retina akibat penyebab selain infeksi. Retinopati dapat
dihubungkan berbagai mekanisme penyebab, diantaranya Diabetes Melitus, Hipertensi, Obat-
obatan, dan abnormalitas dalam darah (anemia, leukemia, trombositopenia). Namun, diantara
semua mekanisme penyebab, Diabetes Melitus dan Hipertensi merupakan penyebab tersering
Retinopati di Indonesia.

A. RETINOPATI DIABETIK
1. Epidemiologi
Diabetes Melitus adalah penyebab utama kebutaan pada orang dewasa berusia
antara 20 hingga 74 tahun dan dapat mempengaruhi seluruh struktur jaringan okuli.
Telah diteliti bahwa penderita diabetes memiliki potensi kebutaan sebesar 20-30 kali
daripada orang non-diabetes yang berusia sama. Diabetes merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang besar, tidak hanya komplikasi oftalmologis yang diderita,
namun juga komplikasi neurologis dan vaskuler, dan akan terus bertambah seiring
dengan usia.
Diabetes melitus dapat mengubah hampir seluruh jaringan okuli. Hal ini
mencakup keratokonjungtivitis sika, xantelasma, infeksi miotik, katarak, glaukoma,
neuropaty nervus optikus, okulomotor palsy. Namun, 90% kelainan visus pada pasien
diabetes disebabkan oleh retinopati.
Walaupun berbagai faktor telah diketahui memiliki hubungan terhadap
perkembangan retinopati diabetik dan kebutaan, prediktor utama tetap kepada berapa
lama pasien memiliki riwayat penyakit diabetes melitus.
Retinopati diabetik memperlihatkan gejala dalam waktu yang lama. Hanya tahap
lanjut dengan keterlibatan makula atau perdarahan vitreus menyebabkan pasien
merasakan keluhan visus atau buta mendadak. Karena deteksi dini sangat penting,
seluruh pasien diabetes harus mendapat pemeriksaan oftalmologi setiap tahun. Pasien
hamil dengan diabetes diperiksa setiap trimester.
2. Patofisiologi
Retinopati diabetik dapat dibagi menjadi 2 tipe: Retinopati Nonproliferatif dan
Retinopati Proliferatif. Kelainan pada retinopati nonproliferatif terletak pada retina
bagian sensoris. Sedangkan retinopati proliferatif mencakup neovaskularisasi dan
proses sekuelnya; perubahan-perubahan ini muncul baik internal hingga permukaan
retina.
Kenyataannya, belum diketahui apa yang mencetuskan perkembangan retinopati
diabetik, walaupun iskemia memiliki peranan. Beberapa kemungkinan telah diteliti
pada darah orang diabetes, meliputi peningkatan rigiditas dan agregasi eritrosit,
aktivitas platelet, perubahan protein plasma, dan peningkatan afinitas hemoglobin
terhadap oksigen. Baik peningkatan agregasi platelet dan abnormalitas reitrosit dapat
menyebabkan oklusi pembuluh darah kecil, mengakibatkan iskemia pada retina.
Peningkatan afinitas hemoglobin terhadap oksigen berarti semakin sedikit pelepasan
oksigen ke jaringan.
Telah disebutkan sebelumnya, durasi penyakit adalah prediktor kuat untuk
perkembangan retinopati. Anak prepubertas dapat memiliki retinopati minimal,
namun barier darah-retina berubah selama pubertas, diperkirakan karena pengaruh
hormonal, mengarah kepada retinopati. Kecuali bila makula edema, retinopati
nonproliferatif tidak menunjukkan gejala dan mungkin hanya ditemukan pada
pemeriksaan oftalmoskopi. Pada pasien yang memiliki diabetes setelah pubertas,
retinopati dapat sebagai gejala penyakit tersebut.

Retinopati nonproliferatif,
 menghasilkan peningkatan permeabilitas kapiler,
 mikroaneurisma,
 hemoragi intraretinal,
 eksudat keras (deposit lipid) dan eksudat halus (cotton-wool spot),
 edema makular. Edema makular ( penebalan lapisan retina akibat kebocoran
cairan dari kapiler) menyebabkan visus menghilang bila tidak mendapat
penanganan.
Retinopati proliferatif, secara khas terlihat
 pembentukan pembuluh darah baru (neovaskularisasi) di daerah preretina,
yang muncul pada permukaan vitreus-retina dan dapat menyebar ke dalam
vitreus, menyebabkan perdarahan vitreus.
 Jaringan fibrotik yang terbentuk di vitreus-retina dapat menyebabkan
pelepasan lapisan retina.
 Neovaskularisasi juga dapat timbul di permukaan segmen anterior, iris
(rubeosis iridis), yang dapat menyebabkan pertumbuhan membran
neovaskular di sudut bilik mata depan, berakibat glaukoma neovaskular
(glaukoma sudut tertutup sekunder).

3. Gejala, tanda dan Diagnosis


a. Retinopati nonproliferatif :
Gejala visus jarang timbul pada masa awal penyakit. Pada derajat akhir,
perubahan kistik dari edema makular dan iskemia makular dari oklusi kapiler
dapat berkembang. Vaskularisasi retina, termasuk kapiler, normalnya membentuk
barier untuk metabolit. Barier darah-retina ini rusak pada penyakit diabetes,
menyebabkan kebocoran molekul yang lebih besar, yang bermanifestasi sebagai
eksudat keras dan udem retina.
Tanda awal yang timbul yaitu dilatasi vena dan titik merah kecil
(mikroaneurisma kapiler) terlihat di kutub posterior.
Tanda yang lebih lanjut yaitu titik dan bintik perdarahan retinal, eksudat
keras, dan cotton-wool eksudat (eksudat halus).
Bintik Cotton-Wool merupakan daerah mikroinfark yang mengarah
kepada opasifikasi retina; tidak berbatas tegas, putih, dan pembuluh darah yang
tidak jelas. Sedangkan eksudat keras memiliki ciri tersendiri, kuning, dan pada
umunya terletak lebih dalam daripada pembuluh darah retina dan merupakan
manifestasi dari udema kronik. Edema makular terlihat pada pemeriksaan slit-
lamp sebagai lapisan elevasi dan terlihat kabur di retina.
b. Retinopati proliferatif :
Gejala meliputi visus menurun dan titik hitam atau kilatan cahaya di
lapangan pandang penderita. Vitreus dapat perdarahan atau retina dapat terlepas,
mengakibatkan visus menghilang secara mendadak.
Retinopati proliferatif didiagnosis saat kapiler preretina terlihat baik di
nervus optik atau permukaan retina, perdarahan retina terjadi hingga ke vitreus
bila kapiler tersebut terganggu, pelepasan dan kontraktur cairan vitreus dapat
terjadi.

4. Diagnosis Diferensial
Diagnosis diferensial harus menyingkirkan penyakit pembuluh darah retina
lainnya (dapat didasarkan atas penyebab penyakit).

5. Penatalaksanaan
Kontrol diabetes dan tekanan darah sangat penting dalam menunda perjalanan
retinopati. Nonproliferatif retinopati ditatalaksana dengan laser jika terjadi edema
makular. Injeksi kortikosteroid intravitreal atau periokuli dikenal dapat menangani
edema makular yang berat dan memperbaiki visus.

6. Prognosis
Prognosis buruk pada retinopati proliferatif jika telah terjadi iskemia retina berat,
neovaskularisasi luas, atau pembentukan jaringan fibrotik preretina yang luas. Tanpa
perdarahan vitreus dan pelepasan retina, visus dapat membaik kembali, dan intervensi
terapeutik dlakukan untuk mencegah kehilangan yang lebih parah.
B. RETINOPATI HIPERTENSIF
Menurut Joint National Committee 7, tekanan darah diklasifikasikan menjadi :
 Normal : <120/80 mmHg
 Prehipertensi : 120-139/80-89 mmHg
 Hipertensi
o Derajat 1 : 140-159 mmHg (sistole) atau 90-99 mmHg (diastole)
o Derajat 2 : ≥ 160 mmHg (sistole) ≥ 100 mmHg (diastole)

1. Patogenesis
Peningkatan tekanan darah akut dapat menyebabkan vasokonstriksi ireversibel
pembuluh darah retina; pada arteriosklerosis dinding pembuluh darah arteriol akan
terjadi penebalan.
Hipertensi yang lama dan berat dapat mengarah kepada perubahan pembuluh
darah yang eksudatif, akibat kerusakan endotel dan nekrosis. Gabungan hipertensi
dan diabetes meningkatkan resiko kehilangan penglihatan.
Salah satu tanda awal dan tanda klasik retinopati hiertensif adalah penyempitan
arteriol. Peningkatan tonus dinding vaskuler secara akut diinisiasi oleh mekanisme
autoregulasi menyebabkan penurunan kaliber pembuluh darah (fase vasokonstriksi).
Pembuluh darah dengan daerah sklerosis miskin tonus otot dan cenderung untuk
dilatasi akibat peningkatan tekanan intrlumen.
Perdarahan di dalam lapisan superfisial retina bagian dalam menampilkan bentuk
lidah api karena alurnya mengikuti akson lapisan serabut saraf. Perdarahan retina
yang lebih dalam memiliki penampilan titik atau bintik, yang bervariasi tergantung
susunan serabut saraf di sekitarnya. Eksudat keras, titik cotton-wool, dan edema
retina merupakan manifestasi tambahan dari fase eksudat retinopati hipertensif dan
menunjukkan derajat yang lebih berat lagi.
2. Gejala, tanda dan diagnosis
Tidak ada gejala yang timbul sebelum penyakit ini berkembang lebih lanjut. Pada
derajat awal, funduskopi memperlihatkan vasokonstriksi arteriol, dengan pengecilan
kaliber arteriol (2:3 terhadap vena). Jika serangan akut cukup berat, perdarahan
superfisial flame-shape dan iskemia retina (cotton-wool spot) mulai berkembang.
Eksudat keras berwarna kuning akibat deposit lipid di retina lapisan dalam dan bocor
keluar pembuluh darah dapat timbul, dan membentuk lesi bintang di makula. Pada
hipertensi berat, diskus optikus mengalami kongesti dan edem. Hipertensi kronis
menyebabkan penyempitan arteri permanen, Gunn’s crossing sign (arteriovenosa, dan
arteriosklerosis dengan perubahan pembuluh darah yang sifatnya sedang (copper
wiring) hingga hiperplasia dinding pembluh darah (silver wiring).
Derajat perubahan vaskuler akibat hipertensi (Klasifikasi menurut Keith-
Wagener-Barker):
a. Derajat I : Konstriksi arteriol
b. Derajat II : Konstriksi vaskuler berat dan tanda Gunn’s crossing
arteriovenosa
c. Derajat III : Perdarahan retina, eksudat keras, cotton-wool spot, edema retina
d. Derajat IV : Derajat III ditambah Papilledema
WHO membedakan antara retinopati hipertensi (Derajat I & II) dan retinopati
hipertensi maligna (Derajat III & IV).

Derajat perubahan vaskuler akibat arteriosklerosis :


a. Derajat I : Pelebaran arteriol
b. Derajat II : Tanda Arteriovenous Crossing
c. Derajat III : Arteri Copper-wire (warna seperti tembaga)
d. Derajat IV : Arteri Silver-wire (warna seperti perak)

3. Diagnosis Diferensial
Pemeriksaan oftalmologi harus dilakukan untuk membedakan kelainan pembuluh
darah retina lainnya, juga adanya latar belakang penyakit sistemik . Retinopati
diabetik memiliki ciri khas perubahan parenkim dan pembuluh darah.
4. Penatalaksaan
Retinopati hipertensif ditangani dengan mengontrol tekanan darah. Tekanan darah
harus diturunkan di bawah 140/90 mmHg. Perubahan fundus akibat arteriosklerosis
tidak dapat diperbaiki.
5. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain :
 Oklusi arteri sentral / cabang
 Oklusi vena sentral / cabang
 Makroaneurisma
 Membran epiretinal
 Neovaskularisasi retina
 Perdarahan vitreus
 Edema makular kistoid

C. RETINOPATI AKIBAT KELAINAN DARAH


1. Anemia
Perdarahan retina merupakan manifestasi umum pada pasien anemia, khususnya
bila disertai dengan trombositopenia.
2. Polisitemia
Polisitemia vera merupakan penyakit kronis dengan kelainan myeloproliferatif,
yang ditandai dengan peningkatan jumlah eritrosit di dalam tubuh dan
biasanyadisertai dengan leukositosis, trombositosis, dan splenomegali. Sumsum
tulang menjadi hiperseluler menghambat maturasi myeloid, eritroid, dan
megakariosit. Polisitemia vera biasanya timbul pada dewasa tua (60-80 tahun). Gejala
dapat dihubungakan akibat peningkatan volume darah total dan peningkatan
viskositas darah.
Penyebab sekunder meliputi penurunan transpor oksigen ke jaringan. Dalam
kelainan ini, jaringan mengalami hipoksia, menyebabkan produksi eritropoietin
ginjal, yang memicu peningkatan jumlah produksi eritrosit di sumsum tulang.
Gejala okuli biasanya memperlihatkan sindrom hiperviskositas, dilatasi vena
retina, dan perdarahan intraretina.
3. Leukemia
Manifestasi fundus okuli meliputi perdarahan intraretina, mikroaneurisma,
eksudat keras, edema retina, stasis vena, papiledema, infiltrasi diskuk optik,
neovaskularisasi retina dan diskus optik, inflamasi vitreus, infiltrat retina dan koroid,
dan ablasio retina.

D. RETINITIS PIGMENTOSA
Dengan tanda karakteristik degenerasi sel epitel retina terutama sel batang dan atrofi saraf
optik, menyebar tanpa gejala peradangan. Retina mempunyai bercak dan pita halus yang
berwarna hitam. Umumnya proses mengenai seluruh retina berupa jaringan ikat progresif lambat
disertai proliferasi sel pigmen pada seluruh lapisannya. Terjadi masa padat [utih kebiru-biruan
yang masuk ke dalam badan kaca.5
Merupakan kelainan autosomal resesif, autosomal dominan, X liked resesif atau simpleks. Pada
bagian perifer atau ekuator retina tertimbun pigmen berbentuk susunan tulang, dengan pembuluh
darah koroid yang dapat dilihat. Pigmen meluas kearah sentral dan perifer. Pada atrofi berlanjut
maka sel ganglion terkena yang akan mengakibatkan atrofi papil saraf optic, dan terdapat
beberapa pandangan pada penyakit ini :
 Tidak terdapat koroid kapiler
 Merupakan degenerasi neuroepitel yang mengenai sel ganglion
 Disertai dengan disfungsi hipofusi
Gejala utama retinitis pigmentosa adalah buta senja ( niktalopia ) dan penurunan
lapangan pandang perifer secara progresif dan perlahan. Temuan ostalmoskopik yang
khas adalah penyempitan arteriol-arteriol retina, timbulnya bercak-bercak di epitel
pigmen retina, dan penggumpalan pigmen retina perifer yang disebut sebagai bone
spicule formation.
Pengobatan tidak ada yang efektif, dapat diberikan vitamin A larut dalam air 10.000-
15.000 IU. Pemakaian kacamata dengan lapis gelap akan membantu pasien.
DAFTAR PUSTAKA

 Batterbury, Mark, Brad Bowling. Ophthalmology, an illustrated colour text. Elsevier


:London. 2005.
 
 Crick, Ronald Pitts; Peng Tee Khaw. A Textbook Of Clinical OPHTHALMOLOGY, 3rd
edition, A Practical Guide to Disorders of the Eyes and Their Management. World
Scientific Publishing Co. Pte. Ltd. :Singapore. 2003.
  Duane, Thomas D. Duane’s Clinical Ophthalmology 2003 CD ROM. Lippincot t
Wiliams &Wilkins Publishers Inc : United States. 2004.
 Ilyas, Sidarta, dkk. Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran,
edisi ke 2. Sagung Seto : Jakarta. 2002.
 
 Lang, Gehard K. Ophthalmology, a short textbook. Thieme : Stuttgard. 2000.
 
 Olver, Jane, Lorraine Cassidy. Ophthalmology at a glance. Blackwell Publishing
Company : Massachusets. 2005.
 Riordan-Eva P, Whitcer. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology, 17th edition,
chapter 19. http://www.accessmedicine.com . 2007
REFERAT
RETINOPATI

RENDRA
2005730056

Pembimbing:
Dr. Hasri Darni, SpM

KEPANITERAAN KLINIK STASE MATA


RSI PONDOK KOPI - JAKARTA TIMUR
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2010

You might also like