Professional Documents
Culture Documents
08/265989/EK/17103
AGGREGATE DEMAND
Permintaan aggregate adalah jumlah total barang dan jasa yang diminta pada beberapa tingkatan
harga. Hubungan antara kuantitas yang diminta dan tingkat harga di atas dijelaskan dengan kurva.
Permintaan aggregate dipengaruhi oleh empat komponen, yaitu:
Yad = C + I + G + NX
Salah satu cara menurunkan kurva permintaan aggregate adalah dengan menganalisis efek dari
perubahan tingkat harga. Kurva ini downward-sloping karena semakin rendah tingkat harga, maka
nilai riil uang akan meningkat sehingga suku bunga jatuh, investment semakin menguntungkan dan
menstimulasi investasi oleh perusahaan.
Mekanisme lainnya (untuk menurunkan kurva ini) adalah melalui perdagangan internasional.
Ketika harga turun, nilai riil uang meningkat, penurunan suku bunga, asset dalam kurs dollar
Amerika menjadi kurang menarik (dibandingkan asset dengan kurs mata uang asing lainnya),
sehingga nilai dollar jatuh, harga produk domestic lebih rendah dibandingkan produk luar negeri,
meningkatkan net export dan tentu saja meningkatkan permintaan aggregate.
Kurva permintaan aggregate juga bisa dijelaskan menggunakan quantity theory dimana terdapat
persamaan MV = PY. Apabila V konstan, maka supply uang dengan jumlah yang sama
mengindikasikan jumlah PY yang sama pula. Ketika tingkat harga jatuh, maka permintaan aggregate
akan meningkat untuk menjaga aggregate spending tidak berubah.
Factors that Shift the Aggregate Demand Curve
AGGREGATE SUPPLY
Adalah total penawaran barang maupun jasa akhir pada beberapa tingkat harga. Hubungan antara
kuantitas dan harga juga ditentukan oleh sebuah kurva.
Jumlah output yang bisa dihasilkan sebuah ekonomi dalam jangka panjang ditentukan oleh
jumlah modal dalam ekonomi, jumlah penawaran tenaga kerja (pada kondisi full employment), dan
ketersediaan teknologi. Seperti yang telah kita ketahui, kondisi full employment bukan berarti tidak
ada pengangguran sama sekali. Jumlah output aggregate yang dihasilkan saat ada pengangguran
natural disebut dengan natural rate of output. Oleh karena itu, pada jangka panjang, kurva
penawaran aggregate adalah vertical.
Salah satu argument yang menjelaskan mengapa dalam jangka pendek kurva penawaran
aggregate memiliki slope turun adalah karena upah dan harga adalah sticky (membutuhkan waktu
untuk beradaptasi dengan kondisi ekonomi).
Profit menjadi focus utama perusahaan, dan profit didapatkan dari pengurangan pendapatan
terhadap biaya. Dalam jangka pendek, harga factor produksi banyak yang bersifat tetap karena
adanya kontrak yang mengikat. Ketika harga keseluruhan meningkat, harga output perusahaan juha
akan meningkat (relative terhadap kos produksi), sehingga perusahaan diuntungkan karena kos
tersebut bersifat tetap. Karena semakin tinggi kenaikan harga justru meningkatkan keuntungan
perusahaan, maka perusahaan cenderung meningkatkan jumlah produksinya, sehingga kurva adalah
upward sloping.
Seperti yang telah dijelaskan di atas, profit menetukan jumlah output yang akan ditawarkan
perusahaan. Kurva penawaran aggregate jangka pendek akan bergeser ke kiri ketika kos produksi
meningkat, dan sebaliknya.
Ketika economy mengalami booming dan pasar tenaga kerja ketat, para pemberi pekerja
mungkin mengalami kesulitan dalam mendapatkan pegawai yang sesuai. Karena demand lebih besar
daripada supply, maka para pemberi kerja harus meningkatkan upah yang ditawarkan, sehingga kos
produksipun meningkat, profit menurun, dan akhirnya menggeser kurva penawaran ke arah kiri.
Ketika harga naik, maka nilai riil dari upah pekerja akan turun sehingga para pekerjapun
menuntut kenaikan upah. Hal itu tentu saja meningkatkan kos produksi, dan seperti sebelumnya,
menurunkan profit serta menggeser kurva ke kiri.
Wage Push
Wage push oleh pemberi kerja yang sukses menggeser kurva penawaran aggregate ke kiri.
Perubahan teknologi dan supply bahan baku (disebut dengan supply shock) juga dapat
menggeser kurva. Supply shock negative akan meningkatkan kos produksi dan menggeser kurva ke
kiri.
Meskipun jumlah aggregate yang ditawarkan sama dengan jumlah yang diminta, namun seiring
dengan berjalannya waktu, titik keseimbangan bisa berubah apabila Y * = Yn.
Ketika jumlah output keseimbangan (Y1) lebih besar daripada Yn, tingkat pengangguran kurang
dari natural ratenya, dan terjadi persaingan berlebih di pasar tenaga kerja. Para pemberi kerja harus
meningkatkan upah yang ditawarkan (kos produksi pasti juga meningkat) sehingga menggeser kurva
penawaran aggregate ke kiri. Dari titik keseimbangan yang baru (point 2), kita bisa melihat bahwa
output turun menjadi Y2. Karena output tersebut masih di atas natural rate level (Y n), maka upah
akan terus meningkat dan pada akhirnya keseimbangan akan terjadi di point 3 (sesuai dengan
konsep kurva penawan aggregate jangka panjang). Pergeseran kurva akan berhenti ketika output
sudah berada di natural rate level.
Berbanding terbalik dengan penjelasan di atas, kita akan mempelajari pergeseran ketika output
actual (Y1) dibawah natural rate level. Karena pengangguran berada di atas natural rate, maka upah
akan terus menurun dan menggeser kurva penawaran aggregate ke kanan sampai mencapai
keseimbangan di point 3.
Kesimpulan yang cukup mengagetkan dari penjelasan di atas adalah terlepas dari berapapun
jumlah outputnya, ekonomi mampu menyehatkan dirinya sendiri (self-correcting mechanism). Hal
yang menjadi focus perhatian para pengambil kebijakan adalah seberapa cepat mekanisme tersebut
berjalan. Terdapat dua pandangan mengenai hal ini. Pertama, teori Keyne memandang mekanisme
tersembut lambat, dan upah bersifat tidak fleksibel. Sehingga, kurva penawaran aggregate tidak
dapat bergerak secara cepat untuk memperbaiki perekonomian (ke arah natural rate of
unemployment). Teori yang kedua disampaikan oleh Milton friedman. Dia menganggap bahwa
upah cukup flexible dan mekanisme dapat berjalan cepat.