You are on page 1of 65

TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

AB I
PENDAHULUAN

Propeller merupakan bentuk alat penggerak kapal yang paling


umum digunakan dalam menggerakkan kapal. Sebuah propeller yang
digunakan dalam kapal mempunyai bagian daun baling – baling ( blade )
yang menjorok kearah tertentu dari hub atau bos. Bos ini dipasang pada
poros yang digerakkan oleh mesin penggerak utama kapal.
Sebuah kapal berjalan dengan menggunakan suatu daya dorong
yang dalam istilahnya disebut sebagai thrust. Daya dorong tersebut
dihasilkan oleh suatu motor atau engine yang ditransmisikan melalui
suatu poros (sistem transmisi yang banyak digunakan) kemudian daya
tersebut disalurkan ke propeller. Daya dorong yang ditransmisikan
tersebut dalam menggerakkan kapal akan sangat dipengaruhi oleh
bagaimana kita mendesain propeller itu sendiri. Semakin baik desainnya
baik dari segi bentuk, effisiensi, jumlah daun, dan lain sebagainya maka
akan semakin besar daya dorong yang akan dihasilkan.
Untuk mendesain daripada propeller ini pertama-tama kita harus
tahu dulu ukuran utama daripada kapal yang akan ditentukan atau
direncanakan propellernya tersebut. Kemudian dari data itu kita
menghitung tahanan total dari kapal. Dalam laporan ini metode yang
digunakan untuk menghitung tahanan total kapal adalah metode Holtrop
Pada tahap kedua adalah menghitung daya engine (BHP) yaitu daya
mesin yang nantinya ditransmisikan ke propeller untuk menghasilkan
daya dorong. Langkah berikutnya dalah memilih engine yang tepat untuk
menghasilkan BHP seperti yang diinginkan dan menghasilkan kecepatan
kapal yang sesuai dengan rencana yang telah dibuat.
Langkah selanjutnya adalah memilih propeller caranya dengan
menentukan ratio daripada reduktion gear kemudian menentukan berapa
kecepatan putaran propeller yang sesuai dengan reduktion gear tersebut.
Kemudian dibandingkan hasilnya antara beberapa kecepatan propeller

1
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

tersebut dan diambil yang paling effisien, diameternya memenuhi aturan


dari Biro Klasifikasi Indonesia dan memenuhi sarat kavitasi. Dalam
menentukan atau mendapatkan perhitungan tersebut adalah dengan
menggunakan Bp - δ diagram.
Langkah selanjutnya adalah menghitung Engine Propeller Matching
(EPM), yaitu mencocokkan antara propeller dengan mesin yang di
gunakan, setelah itu melakukan perhitungan propeller serta melakukan
perencanaan poros propeller. Dalam perencanaan poros data yang
diperlukan adalah besarnya daya yang ditransmisikan ke propeller yang
disebut dengan SHP dan besarnya torsi yang diterima oleh poros tersebut.
Karena propeller ini menembus badan kapal maka diperlukan suatu alat
yang berfungsi untuk mengurangi air yang masuk ke dalam kapal. Alat
tersebut biasa dinamakan dengan stern tube. Sehingga untuk langkah
selanjutnya adalah menghitung atau merencanakan stern tube.
Dalam laporan ini juga akan dihitung mengenai perencanaan boss
propeller, kopling, tebal bantalan, pasak, tebal bantalan, stern post,
intermediate shaft serta kopling penghubung antara poros propeller dan
poros intermediate.
Jenis pelumasan dari stern tube yang digunakan dalam perencanaan
perporosan ini adalah sistem pelumasan air laut dengan pelepasan stern
tube ke arah dalam kapal.

2
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

BAB II
PEMILIHAN MOTOR PENGGERAK UTAMA
PADA MT. SEVEN SEAS

Tujuan dari pemilihan motor penggerak utama kapal adalah


menentukan jenis serta type dari motor penggerak utama kapal yang
sesuai dengan kebutuhan kapal. Kebutuhan ini didasarkan dari besarnya
tahanan kapal yang diakibatkan oleh beberapa faktor diantaranya dimensi
utama kapal serta kecepatan dan rute kapal yang diinginkan.
Langkah – langkah dalam pemilihan motor penggerak utama kapal antara
lain :
1. Menghitung besarnya tahanan kapal.
2. Menghitung besarnya kebutuhan daya motor penggerak utama
kapal.
3. Menentukan jenis dan type dari motor penggerak utama kapal.

II.1 PERHITUNGAN TAHANAN KAPAL


Tahanan(resistance) kapal pada suatu kecepatan adalah gaya fluida
yang bekerja pada kapal sedemikian rupa hingga melawan gerakan kapal
tersebut. Tahanan tersebut sama dengan komponen gaya fluida yang
bekerja sejajar dengan sumbu gerakan kapal. Resistance merupakan

3
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

istilah yang disukai dalam hidrodinamika kapal, sedangkan istilah drag


umumnya dipakai dalam aerodinamika dan untuk benda benam.
Dengan menggunakan definisi yang dipakai ITTC, selama
memungkinkan, komponen tahanan secara singkat berupa:
1. Tahanan Gesek

2. Tahanan Sisa

3. Tahanan Viskos

4. Tahanan Tekanan

5. Tahanan Tekanan Viskos

6. Tahanan Gelombang

7. Tahanan Tekanan Gelombang

8. Tahanan Pemecahan Gelombang

Sebagai tambahan dari komponen diatas, beberapa tahanan


tambahan perlu disebutkan, yaitu:
1. Tahanan Anggota Badan

2. Tahanan Kekasaran

3. Tahanan Udara

4. Tahanan Kemudi

Pada perhitungan untuk mencari tahanan kapal dipakai data-data


ukuran utama kapal, rumus-rumus perhitungan,tabel, dan diagram.
Metode perhitungan yang digunakan adalah metode Holtrop.

DATA KAPAL
1. Nama : MT.SEVEN SEAS
2. Tipe : OIL TANKER
3. Dimensi :
a. LWL : 128.15 meter

4
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

b. LPP : 123.22 meter


c. B : 18.25 meter
d. H : 11.4 meter
e. T : 8.1 meter
f. CP : 0,73
g. Cb : 0,72
h. VS : 14 knot
4. Rute Pelayaran : Surabaya – Taiwan (1907 mil)

Penentuan Dimensi Kapal


Perhitungan daya kapal dengan menggunakan metode holtrop
terdiri dari dua komponen tahana utama yaitu tahanan pada permukaan
kapal diatas sarat air (draft) yang dipengaruhi oleh luasan bangunan atas
kapal dan tahan akibat permukaan dibawah sarat air yang dipengaruhi
oleh luasan permukaan basah kapal. Tahanan kapal total adalah
penjumlahan dari kedua tahanan tersebut. Sedangkan untuk pengaruh
yang lain seperti gelombang, kekasaran permukaan dan sebagainya
diberikan kelonggaran-kelonggaran pada penambahan sea margin dan
engine margin kapal.

Algoritma Perhitungan Tahanan Kapal

Algoritma dari perhitungan tahanan kapal adalah sebagai berikut:

1. Menghitung Displacement

2. Menghitung Luas Permukaan Basah

3. Menghitung Froude Number

4. Menghitung Koefisien Tahanan Gesek

5. Menghitung Koefisien Tahanan Sisa

5
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

6. Menghitung Tahanan Tambahan

7. Menghitung Koefisien Tahanan Udara dan Tahanan Kemudi

8. Menghitung Koefisien Tahanan Total

9. Menghitung Tahanan Total Kapal

10. Menghitung Tahanan Dinas Kapal

• Volume Displasement
▼= CbLwlxLwlxBmldxT

0.72x128.15x18.25x8.
= 1
1363
9.52 m3
(Handout mata kuliah Teori Bangunan Kapal)

• Berat Displasement : ∆ = Lwl x B x T x δ x ρ


128.15x
18.25x8.1x0.72x0.73
9.956,85 kg
9.956.84
7 ton
• (Handout mata kuliah Teori Bangunan Kapal)

• Luas Permukaan Basah: S = 1,025.Lpp (δ .B+1,7T)


= 3.398,75 m2

Menghitung Angka Froude


v
Formula : Fn = gL

(Edwar V. Lewis. Principles of Naval Architecture. Hal 58)

Dimana : v = 14 knot = 7.2 m / detik

6
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

g = Percepatan gravitasi standar ( = 9,8 m / detik2 )

Sehingga : Fn =0.188629783

Menghitung Angka Reynold


v × Lwl
Formula : Rn =
vk

(Edwar V. Lewis. Principles of Naval Architecture. Hal 58)


Dimana : Vk = Koefisien Viskositas kinematik ( = 1,188.10-6 )
Sehingga : Rn = 891394063.8

Menghitung Tahanan Gesek

0,075
CF =
(log Rn − 2) 2

= 0.00155

Menghitung Tahanan Sisa


CR atau tahanan sisa kapal dapat ditentukan melalui diagram
Guldhammer-Harvald yang hasilnya adalah sebagai berikut

Koefisien Tahanan Udara Dan Tahanan Kemudi

Koefisien tahanan udara :


103 CAA = 0,07
CAA= 0,07 x 10-3

(Harvald 5.5.24, Tahanan dan Propulsi Kapal, hal 132)

Koefisien karena tahanan kemudi:

103 CAS = 0,04

7
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

CAS = 0,04 x 10-3

(Harvald5.5.27, Tahanan dan Propulsi Kapal, hal 132)

Tahanan Total Kapal


• Koefisien tahanan total di air
Koefisien tahanan total kapal atau CT dapat ditentukan dengan
menjumlahkan seluruh koefisien-koefisien tahanan kapal yang
ada:

CT = CR + CF + CA + CAS
Sehingga:
CT = CR + CF + CA + CAS
= 392.1376157

 Koefisien tahanan total di udara

CT = 0,07 x 10-3

• Tahanan total kapal


Dari data diperoleh :
Massa jenis air laut = ρ air laut = 1025 kg/m3
Luas permukaan basah = S = 3315,94 m2
Kecepatan dinas kapal = v = 14 knots = 7,20216 m/det.

Sehingga :
RT = CT x 0,5 x ρ air laut x Vs2 x S
= 242834.16 N

Kondisi Pelayaran Dinas

8
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

Karena dari perencanaan telah ditentukan bahwa rute pelayaran


kapal adalah Surabaya – Osaka sejauh 3000 mil laut. Dari kondisi
karekteristik daerah pelayaran dinas kapal ini maka diambil harga
tambahan untuk jalur pelayaran Asia Timur, yaitu sebesar 15-20%.
Dalam perancanaan ini diambil harga tambahan sebesar 20%,
sehingga :

RT (dinas) = RT + 20 % RT
= 450.9582581

(Harvald 5.5.27, Tahanan dan Propulsi Kapal, hal 132)

II.2 PERHITUNGAN DAYA MOTOR INDUK


Secara umum kapal yang bergerak di media air dengan kecepatan
tertentu, maka akan mengalami gaya hambat (resistance) yang
berlawanan dengan arah gerak kapal tersebut. Besarnya gaya hambat
yang terjadi harus mampu diatasi oleh gaya dorong kapal (thrust) yang
dihasilkan dari kerja alat gerak kapal (propulsor). Daya yang disalurkan
(PD ) ke alat gerak kapal adalah berasal dari Daya Poros (PS), sedangkan
Daya Poros sendiri bersumber dari Daya Rem (PB) yang merupakan daya
luaran motor penggerak kapal.

9
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

Ada beberapa pengertian mengenai daya yang sering digunakan didalam


melakukan estimasi terhadap kebutuhan daya pada sistem penggerak
kapal, antara lain :
(i) Daya Efektif (Effective Power-PE);
(ii) Daya Dorong (Thrust Power-PT);
(iii)Daya yang disalurkan (Delivered Power-PD);
(iv) Daya Poros (Shaft Power-PS);
(v) Daya Rem (Brake Power-PB);
(vi) Daya yang diindikasi (Indicated Power-PI).

1. Perhitungan Effective Horse Power (EHP)

Effective horse power adalah besarnya daya yang dibutuhkan untuk


mengatasi gaya hambat dari badan kapal (hull), agar kapal dapat
bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain dengan kecepatan
servis sebesar VS. Daya Efektif ini merupakan fungsi dari besarnya
gaya hambat total dan kecepatan kapal.

EHP = RTdinas x Vs
= 3224.674 HP

2. Perhitungan Wake Friction (w)

Adalah perbedaan antara kecepatan kapal dengan kecepatan aliran


air yang menuju ke baling-baling, perbedaan antara kecepatan kapal
dengan kecepatan aliran air akan menghasilkan harga koefisien arus
ikut.

Didalam perencanaan ini menggunakan single screw propeller,


sehingga :

w = 0.5cb-0.05

10
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

= 0.319624456

3. Perhintungan Thrust Deduction Factor (t)

Gaya dorong T yang diperlukan untuk mendorong kapal harus lebih


besar dari R kapal, selisih antara T dengan R = T – R disebut
penambahan tahanan, yang pada prakteknya hal ini dianggap
sebagai pengurangan atau deduksi dalam gaya dorong baling-
baling, kehilangan gaya dorong sebesar (T-R) ini dinyatakan dalam
fraksi deduksi gaya dorong.

Nilai t dapat dihitung apabila nilai w diketahui :


t= k x w nilai k adalah antara 0.7-0.9, diambil k= 0,8
= 0.19484848

(Edwar V. Lewis. Principles of Naval Architecture. Persamaan 47 Hal


159)

4. Perhitungan Speed of Advance (Va)

Keberadaan lambung kapal didepan propeller mengubah rata-rata


kecepatan lokal dari propeller. Jika kapal bergerak dengan
kecepatan V dan akselerasi air di bagian propeller akan bergerak
kurang dari kecepatan kapal tersebut. Akselerasi air tersebut
bergerak dengan kecepatan Va, diketahui sebagai Speed of
Advance. Perhitungannya adalah sbb:

Va = (1-w) Vs
= 9.52 m/s

(Edwar V. Lewis. Principles of Naval Architecture. Figur 21 Hal 161)

5. Pehitungan Efisiensi Propulsif

11
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

a. Efisiensi Relatif Rotatif (ηrr)


Nilai dari ηrr untuk single screw ship antara 1.02 – 1.05. Diambil :
1.05

(Edwar V. Lewis. Principles of Naval Architecture. Hal 152)

b. Efisiensi Propulsi (ηp)


Nilainya antara 40% - 70%, Diasumsikan : 53%

(Edwar V. Lewis. Principles of Naval Architecture. Hal 152)

c. Efisiensi Lambung (ηH)


Efisiensi lambung (ηhull) adalah rasio antara daya efektif (PE) dan
daya dorong (PT). Efisiensi Lambung ini merupakan suatu bentuk
ukuran kesesuaian rancangan lambung(stern) terhadap propulsor
arrangement-nya, sehingga efisiensi ini bukanlah bentuk power
conversion yang sebenarnya. Maka nilai Efisiensi Lambung inipun
dapat lebih dari satu, pada umumnya diambil angka sekitar 1,05.
Pada efisiensi lambung, tidak terjadi konversi satuan secara
langsung.

η H = (1-t)/(1-w)
= 1.098

(Edwar V. Lewis. Principles of Naval Architecture. Tabel 5 Hal


160)

d. Perhitungan Koefisien Propulsi (Pc)


Koefisien propulsif adalah perkalian antara efisiensi lambung
kapal, efisiensi propeller dan efisiensi Relatif-rotatif.

Pc = ηrr x ηp x ηH
= 0.611

12
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

(Edwar V. Lewis. Principles of Naval Architecture. Hal 152)

6. Perhitungan Delivered Horse Power (DHP)

DHP = EHP / Pc
= 3226.45 KW
(Edwar V. Lewis. Principles of Naval Architecture. Hal 120)

7. Perhitungan Shaft Horse Power (SHP)

Untuk kapal dengan perletakan kamar mesin yang berada di


belakang kapal, kerugian mekanisnya sebesar 2%. Akan tetapi
apabila perletakan kamar mesin tersebut berada di tengah kapal
maka kerugian mekanis yang ditimbulkan adalah 3%. Dalam
perencanaan ini, kamar mesin kapal akan diletakkan di belakang
kamar mesin, sehingga menggunakan nilai kerugian mekanis
sebesar 2%.

SHP = DHP/ηsηb
= 3292.30HP

8. Perhitungan Power Main Engine

a. BHP Scr
Karena efek dari Transmition system efficiency(ηG), kapal ini
menggunakan single reducion gears, maka nilai ηG=0,98.

(Edwar V. Lewis. Principles of Naval Architecture. Hal 120)


BHPscr = SHP/ηG
= 3359.49 HP

(Surjo Widodo Adjie, Daya motor yang diinstal,Engine Propeller


Matching)

13
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

b. BHP mcr

BHP-SCR adalah daya output dari motor penggerak pada kondisi


Continues Service Rating (CSR), yaitu daya motor pada kondisi 80 -
85% dari Maximum Continues Rating (MCR)-nya. Artinya, daya yang
dibutuhkan oleh kapal agar mampu beroperasi dengan kecepatan
servis VS adalah cukup diatasi oleh 80 - 85% daya motor (engine
rated power) dan pada kisaran 100% putaran motor (engine rated
speed).

BHPmcr = BHPscr/0.85
= 3952.34 KW
(Surjo Widodo Adjie, Daya motor yang diinstal,Engine Propeller
Matching)

Oleh karena itu, kapal ini akan menggunakan mesin:

Jenis MAN B&W Diesel


A/S
Type S26MC
Daya Max 4000 kW
Jml.Sylinder 10
Bore 260 mm
Piston Stroke 980 mm
RPM 250 RPM
SFOC 179 gr / kWh
Cycle 2 strokes engine

Ket: penentuan mesin kali ini adalah penentuan mesin sementara

BAB III
PEMILIHAN PROPELLER DAN
PEMERIKSAAN KAVITASI

14
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

III.1 TUJUAN

Tujuan dari pemilihan type propeller adalah menentukan


karakteristik propeller yang sesuai dengan karakteristik badan
kapal(badan kapal yang tercelup ke air) dan besarnya daya yang
dibutuhkan sesuai dengan kebutuhan misi kapal. Dengan diperolehnya
karakteristik type propeller maka dapat ditentukan efisiensi daya yang
ditransmisikan oleh motor induk ke propeller.

Langkah – langkah dalam pemilihan type propeller :


1. Perhitungan dan pemilihan type propeller (Engine Propeller
Matching)
2. Perhitungan syarat kavitasi
3. Design dan gambar type propeller.

III.2 DESIGN CONDITION

Dalam melakukan perancangan propeller, pertama kali yang harus


dipahami adalah mengenai beberapa definisi yang mempunyai korelasi
langsung terhadap perancangan, yang mana meliputi Power, Velocities,
Forces, dan Efficiencies.

Ada tiga parameter utama yang digunakan dalam perancangan


propeller, antara lain : Delivered Horse Power (DHP); Rate of Rotation (N);
dan Speed of Advance (Va), yang selanjutnya disebut sebagai kondisi
perancangan(Design Condition). Adapun definisi dari masing-masing
kondisi perancangan adalah sebagai berikut :

a. Delivered Horse Power (DHP), adalah power yang di-absorb oleh


propeller dari Shafting System untuk diubah menjadi Thrust Horse
Power (THP).
Berdasarkan perhitungan sebelumnya, digunakan nilai DHP adalah
sebesar :

15
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

DHP = 3226.45 HP

b. Speed of Advance (Va), adalah kecepatan aliran fluida pada disk


propeller. Harga Va adalah lebih rendah dari Vs (kecepatan servis
kapal) yang mana hal ini secara umum disebabkan oleh friction
effects dan flow displacement effects dari fluida yang bekerja pada
sepanjang lambung kapal hingga disk propeller. Dari perhitungan
sebelumnya, telah didapatkan harga Va sebesar :

Va = 4.48 knot

III.3 OPTIMUM DIAMETER & PITCH PROPELLER

Prosedur perancangan propeller dengan menggunakan bantuan


data yang diturunkan dari pengujian-pengujian model propeller series
(Standard Series Open Water Data), adalah dimaksudkan agar nilai
diameter dan pitch yang optimal dari propeller yang dirancang tersebut
dapat didefinisikan. Adapun prosedur perancangan dengan menggunakan
Bp-δ Diagram yang dikembangkan oleh Taylor adalah sebagai berikut :

Dari perhitungan tahanan kapal didapatkan didapat :

t = 0.228
w = 0.31
Vs = 14 knot
ρair laut = 1025 kg/m3

Proses penentuan dan pemilihan type propeller dilakukan dengan


pembacaan diagram Bp - δ setelah melalui langkah-langkah berikut :

- Menentukan nilai BP ( Power Absorbtion )

Nilai BP diperoleh dari rumusan :


N prop xP 0,5
Bp = dimana : Va = ( 1 – w ) VS
Va2,5

16
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

Contoh kasus Untuk tipe Propeller B5-105:


Bp = 173 x 5505,020.5
9,82,5
Bp = 53.1

- Pembacaan diagram Bp-1

Pada pembacaan diagram Bp-1, nilai Bp harus dikonversikan terlebih


dahulu, dengan rumusan:

Contoh kasus Untuk tipe Propeller B4-55 dengan rasio Gearbox 2,129 :

Bp = 1,04
P 
- Menentukan nilai  dan δ0 (1/J) dari pembacaan BP - δ
D 
0

diagram (terlampir)
Dengan nilai Bp sebesar 1,13 tersebut, pada diagram Bp-δ ditarik garis
hingga memotong maximum efficiency line. Dari titik potong itu
kemudian ditarik garis ke kiri sehingga didapatkan nilai (P/D) o sebesar
0,79 dan juga δo = 248,708 , sehingga:

Sebenarnya (1/J) adalah sama dengan δ, yang membedakan adalah


(1/J) menggunakan satuan internasional (SI) sedangkan δ
menggunakan satuan British. Pada perhitungan selanjutnya notasi yang
akan dipakai seterusnya adalah δ untuk mewakili (1/J).

- Menentukan nilai Diameter Optimum (D0) dari pembacaan


diagram BP - δ

17
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

Nilai Do atau diameter propeller pada kondisi open water dapat dihitung
dengan formulasi sebagai berikut :
δ0 xV a
D0 =
N prop

Do = δo x Va
Nprop

- Menentukan nilai Pitch Propeler (P0)


Nilai P0 diperoleh dari rumusan :
(P/D)o = 0,79
Po = 0,79 Do

- Menentukan nilai Diameter Maksimal (DB)

Nilai DB diperoleh dari rumusan :


DB = 0,95 x D0 ( untuk single screw Propeller )
DB = 0,97 x D0 ( untuk twin screw Propeller )

- Menentukan nilai δ B

Nilai δ B diperoleh dari rumusan :

N prop xD B
δB =
Va

δb = Db x n

Va

P 
- Menghitung nilai  
 D B

Setelah nilai δB didapatkan, maka nilai tersebut diplotkan ke


diagram Bp-δ dan dipotongkan dengan maximum efficiency line

18
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

seperti pada pembacaan diagram Bp-δ untuk kondisi open water,


sehingga diperoleh nilai (P/D)B = 0.71 serta efisiensi behind the ship
η B = 0.53. Dari harga-harga yang telah didapatkan tersebut, maka
nilai pitch propeller behind the ship dapat dihitung sebagai berikut :

(P/D)B = 0,863
PB = 0,76 x DB
= 0,76 x 4,726
= 3,592 meter

- Menentukan Effisiensi masing-masing type propeller

Langkah-langkah diatas dilakukan pula untuk masing-masing variasi


rasio gearbox sehingga didapat berbagai nilai efisiensi propeller. Dari
nilai-nilai diatas, cari efisiensi propeller yang paling tinggi.(Dilihat di
Lampiran)

- Perhitungan Kavitasi

Perhitungan kavitasi perlu dilakukan dengan tujuan untuk memastikan


suatu propeller bebas dari kavitasi yang menyebabkan kerusakan fatal
terhadap propeller. Perhitungan kavitasi ini dengan menggunakan
Diagram Burril’s.

Prosedur yang digunakan untuk menghitung angka kavitasi adalah


sebagai berikut:

1. Menghitung nilai Ap

P
Ap = Ad x (1,067 – (0,229 x ))
D

dimana : Ad = Ae

Ap = Ad x (1,067 – 0.229[P/D]B)

19
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

3. Menghitung nilai (Vr)2

(Vr)2 = Va2 + (0,7 x π x n x D)2

dimana : Va = speed advance (m/s)


n = putaran propeller (rps)
D = Diameter behind the ship (m)

Vr2 = Va2 + (0.7 x π x n x D)2

4. Menghitung nilai T
EHP
T = = 614.67 hp
(1 −t ) xVs

dimana :EHP = Effective Horse Power


Vs = Kecepatan Dinas
T = Thrust Deduction Factor

5. Menghitung nilai τC

T
τC =
Apx 0,5 xρx(Vr ) 2

6. Menghitung nilai σ 0.7R

188 ,2 + 19 ,62 H
σ0,7R =
Va 2 + 4,836 n 2 D 2

dimana: H = tinggi sumbu poros dari base line ( m )


VA = speed of advance ( m/s )
n = putaran propeller ( RPS )
D = diameter propeller ( m )

Nilai σ 0.7R tersebut di plotkan pada Burrill Diagram untuk memperoleh


τC diagram (pada lampiran). Untuk syarat terjadinya kavitasi adalah
τC diagram < τC hitungan.

20
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

Masukkan nilai ke diagram burill sehingga akan diperoleh nilai τC


diagram.

Untuk , didapat nilai τC diagram sebesar 0,215.

Setelah didapat nilai τc diagram selanjutnya dicek dengan syarat kavitasi


untuk menentukan apakah propeller yang dipilih mengalami kavitasi
atau tidak.

Propeller yang dipilih telah memenuhi syarat kavitasi karena nilai τc


lebih kecil dari nilai τc max, hal ini berarti bahwa propeller tersebut
bebas dari kavitasi.

- Perhitungan Clearance Propeller

Berdasarkan aturan yang berlaku, ruang/space aman yang tersedia


untuk propeller adalah 0,6T–0,7T dimana T adalah sarat air kapal.
Referensi lain menyebutkan bahwa ukuran yang perlu
dipertimbangkan untuk ruang aman propeller pada lambung kapal
adalah : 0,6T ∼ 0,7T ≥ 0,04 D + 0,08 D + D, dimana D = diameter
propeller

Pada perencanaan awal dalam Tugas Rencana Garis diambil diameter


maksimal adalah 0,65T.

21
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

D + 0,08 D + 0,04 D ≤ 0,65 T


5.216 ≤ 5.67
≤ 5.67 m (memenuhi)

Catatan : D yang digunakan dalam perhitungan diatas adalah dipilih


diameter behind the ship yang paling besar dari kelima diameter hasil
perhitungan untuk masing-masing tipe propeller. Sehingga apabila
perhitungan di atas memenuhi, maka untuk diameter yang lain pasti
memenuhi.

Seluruh langkah-langkah diatas digunakan untuk mencari nilai dari semua


variasi tipe propeller yang digunakan.

Maka propeller yang dipilih harus didasarkan atas pertimbangan sebagai


berikut :
- Propeller yang digunakan tidak boleh melebihi batasan = 4.56 m
- Memiliki tingkat effisiensi yang paling tinggi
- Tidak mengalami fenomena kavitasi

Dari pertimbangan di atas maka spesifikasi propeller yang digunakan


adalah sebagai berikut :
DATA PROPELLER
Type Propeller : B5- 105
P/D : 0,748
Diameter (m) : 2.99
RPM prop : 250

22
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

BAB IV
ENGINE PROPELLER MATCHING
DATA PROPELLER
Type Propeller : B5- 105
P/D : 0,748
Diameter (m) : 2.99
RPM prop : 250

Tahanan total pada saat clean hull(lambung bersih, tanpa kerak) :


Rt trial = 255.425 kN

Tahanan total pada saat service(lambung telah ditempeli oleh fouling) :


Rt service = 298.879 kN

1. Menghitung Koefisien α

Rumus : Rt = 0,5 x ρ x Ctotal x s x Vs2


Rt = α x Vs2

(Suryo Widodo Adjie, Engine Propeller

Matching)

2. Menghitung Koefisien β

(Suryo Widodo Adjie, Engine Propeller Matching)

23
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

Sehingga:
β = 1.01
3. Membuat kurva KT – J
Sebelum membuat kurva Kt - J,dicari nilai KT terlebih dahulu dengan
rumusan:

Dimana nilai J untuk B5-105 berkisar antara nilai 0 - 1. Setelah itu


dibuat tabel berikut:
KTSERVI
J J^2 KTRIAL CE
0 0 0 0
0.0182 0.0182
0.1 0.01 56 56
0.0730 0.0730
0.2 0.04 23 23
0.1643 0.1643
0.3 0.09 02 02
0.2920 0.2920
0.4 0.16 93 93
0.4563 0.4563
0.5 0.25 95 95
0.6572 0.6572
0.6 0.36 09 09
0.8945 0.8945 Lalu dibuat kurva KT- J.
0.7 0.49 34 34
Kurva ini merupakan
1.1683 1.1683
0.8 0.64 71 71 interaksi lambung
1.4787 1.4787
0.9 0.81 2 2 kapal dengan
1.8255 1.8255 propeller.
1 1 8 8
Lalu kurva KT – J
tersebut diplotkan ke kurva open water propeller untuk
mendapatkan titik operasi propeller.
4. Membuat Kurva Open Water
Pada langkah ini, dibutuhkan grafk open water test untuk propeller
yang telah dipilih yakni B3 – 35. Setelah itu dicari nilai masing-
masing dari KT, 10KQ, dan η behind the ship. Tentu saja dengan

24
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

berpatokan pada nilai P/Db yang telah didapat pada waktu pemilihan
propeller.

Sehingga dari kurva open water B3-35 didapatkan data sebagai


berikut :
J KT 10KQ KQ η
0.0306
0.1 0.277 0.306 07 0.144
0.0285
0.2 0.251 0.285 23 0.280
0.0261
0.3 0.220 0.262 57 0.402
0.0234
0.4 0.187 0.234 34 0.507
0.0202
0.5 0.150 0.203 82 0.587
0.0166
0.6 0.110 0.166 26 0.631
0.0123
0.7 0.068 0.124 93 0.607
0.0075
0.8 0.023 0.075 1 0.389
0.0019
0.9 -0.024 0.019 04 -1.775
-
0.0004
1 -0.072 -0.045 5 2.540

Setelah didapatkan data diatas, maka nilai tersebut diplotkan ke


dalam grafik bersama dengan kurva KT – J yang telah didapat di
awal.

25
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

5. Pembacaan Grafik pada Kurva Open Water B Series B3 – 35

Berdasarkan pembacaan grafik, maka didapatkan hasil:

a. Titik Operasi Propeller:

J = 0.1

KT = 0.358

10KQ = 0.0817

η = 0.122

Dimana:

J : Koefisien Advance

KT : Koefisien Gaya Dorong

10KQ : Koefisien Torsi

η : Efisiensi Propeller behind the ship

26
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

Nm Np BHP
0,95
Rpm Rps rpm 0,95rps rps rpm KW
0 0 0 0 0 0 0
0.1666 0.1583 0.1123 6.7385 0.2325043
10 67 9.7 33 09 44 46
0.3333 0.3166 0.2246 13.477 1.8600347
20 33 19.4 67 18 09 66
0.3369 20.215 6.2776173
30 0.5 29.1 0.475 27 63 35
0.6666 0.6333 0.4492 26.954 14.880278
40 67 38.8 33 36 18 13
0.8333 0.7916 0.5615 33.692 29.063043
50 33 48.5 67 45 72 22
0.6738 40.431 50.220938
60 1 58.2 0.95 54 27 68
1.1666 1.1083 0.7861 47.169 79.748990
70 67 67.9 33 64 81 58
1.3333 1.2666 0.8984 53.908 119.04222
80 33 77.6 67 73 36 5
1.0107 60.646 169.49566
90 1.5 87.3 1.425 82 9 8
1.6666 1.5833 1.1230 67.385 232.50434
100 67 97 33 91 44 57
1.8333 1.7416 74.123 309.46328
110 33 106.7 67 1.2354 99 42
1.3477 80.862 401.76750
120 2 116.4 1.9 09 53 94
2.1666 2.0583 1.4600 87.601 510.81204
130 67 126.1 33 18 08 76
2.3333 2.2166 1.5723 94.339 637.99192
140 33 135.8 67 27 62 47
1.6846 101.07 784.70216
150 2.5 145.5 2.375 36 82 68
2.6666 2.5333 1.7969 107.81 952.33780
160 67 155.2 33 45 67 01
2.8333 2.6916 1.9092 114.55 1142.2938
170 33 164.9 67 54 53 51
2.0215 121.29 1355.9653
180 3 174.6 2.85 63 38 44
3.1666 3.0083 2.1338 128.03 1594.7473
190 67 184.3 33 72 23 07
3.5333 205.6 3.3566 2.3809 142.85 2215.3311
212 33 4 67 52 71 67
4.1666 3.9583 2.8077 168.46 3632.8804
250 67 242.5 33 27 36 02
257.7 4.2955 4.0807 2.8945 173.67 3980.4841
32 33 250 56 64 38 41

27
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

Kurva Engine Envelop didapatkan dari tabel:

Engine
Layout RPM DAYA
L1 250 4000 kW
L3 212 3400 kW
L2 250 3200 kW
L4 212 2700 kW

Dari semua data-data diatas, maka kita dapat membuat Kurva


Engine Propeller Matching :

Kurva EPM:perbandingan antara Power Vs RPM engine

PENGGAMBARAN PROPELLER

28
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

Didalam melakukan perancangan propeller, pertama-tama yang


harus dipahami adalah mengenai beberapa definisi yang mempunyai
korelasi langsung terhadap perancangan tersebut (seperti yang
ditunjukkan dalam gambar dibawah), meliputi Power, Velocities, Forces,
dan Efficiencies.
Ada 3 (tiga) parameter utama dalam propeller design, antara lain :
a. Delivered Power (Pd)

b. Rate of rotation (N)

c. Speed of Advance (Va)

Adapun definisi dari masing-masing Kondisi Perancangan adalah sebagai


berikut :
Delivered Power (Pd), adalah power yang di-absorb oleh propeller dari
Shafting System untuk diubah menjadi Thrust Power (Pt).

Rate of Rotation (N), adalah putaran propeller.

Speed of Advance (Va), adalah Kecepatan aliran fluida pada disk propeller.
Harga Va adalah lebih rendah dari harga Vs (kecepatan servis kapal), yangmana
hal ini secara umum disebabkan oleh friction effects dan flow displacement
effects dari fluida yang bekerja pada sepanjang lambung kapal hingga disk
propeller.

Penggambaran propeller design serta penentuan parameter dimensinya,


termasuk juga bentuk blade section; thickness; panjang chord dari
masingmasing blade section, dsb. Dapat digunakan tabel Wageningen B-
Screw Series sebagai berikut:

Tabel-Dimensi 4,5,6 dan 7 daun dari wageningen B-screw series


Sr/
cr Z ar br D
r/R
D
AE/Ao cr cr ar
0.2 1.663 0.616 0.350 0.0526

29
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

0.3 1.832 0.611 0.350 0.0464


0.4 2.000 0.599 0.350 0.0402
0.5 2.120 0.583 0.350 0.0340
0.6 2.186 0.558 0.389 0.0278
0.7 2.168 0.526 0.443 0.0216
0.8 2.127 0.481 0.478 0.0154
0.9 1.657 0.400 0.500 0.0092
1 0 0.000 0.000 0.0030

- Dimana Cr adalah chord length dari blade section pada setipa radius
r/R

- Sr merupakan maximum blades thicknes pada setiap radius r/r.

- Titik-titik koordinat yang dibutuhkan oleh profil dapat dihitung


dengan formulasi yang diberikan oleh Van Gent et al (1973) dan Van
Oossanen (1974) adalah sebagai berikut :

Dimana Yface dan Yback merupakan vertical ordinat dari titik-titik


tersebut pada blade section (bagian face dan bagian back) terhadap pitch
line. Tmax merupakan maximum blade thicknes, tte:tle merupakan
ketebalan blade section pada bagian trailing edge serta leading edge.
V1;V2 merupakan angka-angka yang ditabulasikan sebagai fungsi dari r/R
dan P, dimana P sendiri merupakan koordinat non dimensional sepanjang
pitch line dari posisi ketebalan maksimum ke trailing edge (P=-1)

30
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

Setelah kita mendapatkan parameter-parameter diatas maka kita


akan memperoleh gambaran sesuai dengan gambaran diatas. Langkah
selanjutnya adalah mencari ketebalan propeller disetiap r/R dengan
prosentase panjang atau lebar sebagai berikut :

Menentukan ordinat Face untuk leading edge


r/R 20% Ordinat(m 40% Ordinat(m 60% Ordinat(m 80%
m) m) m)
0,2 0.45% 0.049 2.30% 0.252 5.90% 0.646 13.45%
0,3 0.05% 0.005 1.30% 0.126 4.60% 0.446 10.85%
0,4 0.00% 0.000 0.30% 0.025 2.65% 0.223 7.80%
0,5 0.00% 0.000 0.00% 0.000 0.70% 0.050 4.30%
0,6 0.00% 0.000 0.00% 0.000 0.00% 0.000 0.80%
0,7 0.00% 0.000 0.00% 0.000 0.00% 0.000 0.00%
0,8 0.00% 0.000 0.00% 0.000 0.00% 0.000 0.00%
0,9 0.00% 0.000 0.00% 0.000 0.00% 0.000 0.00%

Ordinat(mm 90% Ordinat(m 95% Ordinat(m 100% Ordinat(m


) m) m) m)
1.472 20.30% 2.222 26.20% 2.867 40.00% 4.377
1.051 16.55% 1.603 22.20% 2.151 37.55% 3.638
0.658 12.50% 1.054 17.90% 1.509 34.50% 2.909
0.309 8.45% 0.606 13.30% 0.954 30.40% 2.182
0.047 4.45% 0.263 8.40% 0.497 24.50% 1.450
0.000 0.40% 0.019 2.45% 0.114 16.05% 0.749
0.000 0.00% 0.000 0.00% 0.000 7.40% 0.252
0.000 0.00% 0.000 0.00% 0.000 0.00% 0.000

Menentukan ordinat Back untuk leading edge


Ordinat Ordinat Ordinat
r/R 20% (mm) 40% (mm) 60% (mm) 80%
0.2 98.60% 10.790 94.50% 10.342 87.00% 9.521 74.40%

31
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

0.3 98.40% 9.533 94.00% 9.106 85.80% 8.312 72.50%


0.4 98.20% 8.280 93.25% 7.863 84.30% 7.108 70.40%
0.5 98.10% 7.040 92.40% 6.631 82.30% 5.906 67.70%
0.6 98.10% 5.808 91.25% 5.402 79.35% 4.698 63.60%
0.7 97.60% 4.552 88.80% 4.142 74.90% 3.494 57.00%
0.8 97.00% 3.306 85.30% 2.908 68.70% 2.342 48.25%
0.9 97.00% 2.088 87.00% 1.873 70.00% 1.507 45.15%
Ordinat Ordinat Ordinat
(mm) 90% (mm) 95% (mm)
8.142 64.35% 7.042 56.95% 6.232
7.024 62.65% 6.069 54.90% 5.318
5.936 60.15% 5.072 52.20% 4.401
4.858 56.80% 4.076 48.60% 3.488
3.765 52.20% 3.090 43.35% 2.566
2.659 44.20% 2.062 35.00% 1.633
1.645 34.55% 1.178 25.45% 0.867
0.972 30.10% 0.648 22.00% 0.474

Menentukan ordinat Face untuk treeling edge

Ordinat Ordinat Ordinat


r/R 20% (mm) 40% (mm) 60% (mm)
0.2 1.55% 0.170 5.45% 0.596 10.90% 1.193
0.3 0.00% 0.000 1.70% 0.165 5.80% 0.562
0.4 0.00% 0.000 0.00% 0.000 1.50% 0.126
0.5 0.00% 0.000 0.00% 0.000 0.00% 0.000
0.6 0.00% 0.000 0.00% 0.000 0.00% 0.000
0.7 0.00% 0.000 0.00% 0.000 0.00% 0.000
0.8 0.00% 0.000 0.00% 0.000 0.00% 0.000
0.9 0.00% 0.000 0.00% 0.000 0.00% 0.000
Ordinat Ordinat
80% (mm) 100% (mm)
18.20% 1.992 30.00% 3.283
12.20% 1.182 23.35% 2.262
6.20% 0.523 17.85% 1.505
1.75% 0.126 8.95% 0.696
0.00% 0.000 0.00% 0.302
0.00% 0.000 0.00% 0.000
0.00% 0.000 0.00% 0.000
0.00% 0.000 0.00% 0.000

32
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

Menentukan ordinat Back untuk treeling edge

Ordinat(m Ordinat(m
r/R 20% m) 40% m)
0.2 96.45% 10.555 86.90% 9.510
0.3 96.80% 9.378 86.80% 8.409
0.4 97.00% 8.179 86.55% 7.298
0.5 96.95% 6.957 86.10% 6.179
0.6 96.80% 5.731 85.40% 5.056
0.7 96.65% 4.508 84.90% 3.960
0.8 96.70% 3.296 85.30% 2.908
0.9 97.00% 2.088 87.00% 1.873
Ordinat(m Ordinat(mm
60% m) 80% )
72.65% 7.950 53.35% 5.838
71.60% 6.936 50.95% 4.936
70.25% 5.923 47.70% 4.022
68.40% 4.908 43.40% 3.114
67.15% 3.975 40.20% 2.380
66.90% 3.120 39.40% 1.838
67.80% 2.311 40.95% 1.396
70.00% 1.507 45.15% 0.972

PROPELLER
Diameter propeller(m) Db = 4.27 m = 4270 mm
Center line ke trailing edge
L 0.6 R Skala
r/R (mm) Konstanta Ordinat (mm) 1:100
0.2 899.130375 29.18% 262.3662434 2.624
0.3 899.130375 33.32% 299.590241 2.996
0.4 899.130375 37.30% 335.3756299 3.354
0.5 899.130375 40.78% 366.6653669 3.667
0.6 899.130375 43.92% 394.8980607 3.949
0.7 899.130375 46.68% 419.7140591 4.197
0.8 899.130375 48.35% 434.7295363 4.347
0.9 899.130375 47.00% 422.5912763 4.226
1 899.130375 20.14% 181.0848575 1.811

Center line ke leading edge


L 0,6 R Konstant Ordinat Skala
r/R (mm) a (mm) 1:100
46.90% 421.6921
0.2 899.13 459 4.217

33
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

899.13037 52.64% 473.3022


0.3 5 294 4.733
899.13037 56.32% 506.3902
0.4 5 272 5.064
899.13037 57.60% 517.8990
0.5 5 96 5.179
899.13037 56.08% 504.2323
0.6 5 143 5.042
899.13037 51.40% 462.1530
0.7 5 128 4.622
899.13037 41.65% 374.4878
0.8 5 012 3.745
899.13037 25.35% 227.9295
0.9 5 501 2.279
899.13037 0.00%
1 5 0 0.000

Panjang elemen total


Skala 1 :
r/R L 0.6 R(mm) Konstanta Ordinat (mm) 100
0.2 899.130375 76.08% 684.0583893 6.841
0.3 899.130375 85.96% 772.8924704 7.729
0.4 899.130375 93.62% 841.7658571 8.418
0.5 899.130375 98.38% 884.5644629 8.846
0.6 899.130375 100% 899.130375 8.991
0.7 899.130375 98.08% 881.8670718 8.819
0.8 899.130375 90.00% 809.2173375 8.092
0.9 899.130375 72.35% 650.5208263 6.505
1 899.130375 0.00% 0 0.000

- Ketebalan maksimum blade tiap elemen


Konstanta Ordinat Skala
r/R (%D) (mm) 1:100
3.66% 109.4340
0.2 000 1.094
3.24% 96.87600
0.3 00 0.969
2.82% 84.31800
0.4 00 0.843
2.40% 71.76000
0.5 00 0.718
1.98% 59.20200
0.6 00 0.592
1.56% 46.64400
0.7 00 0.466
1.14% 34.08600
0.8 00 0.341

34
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

0.72% 21.52800
0.9 00 0.215
8.970000
1 0.30% 0 0.090

- Jarak ordinat tebal maksimum dari leading edge

r/R Konstanta (%D) Ordinat(mm) Skala 1:100


0.2 35.0% 239.4204363 2.394
0.3 35.0% 270.5123646 2.705
0.4 35.0% 294.61805 2.946
0.5 35.5% 314.0203843 3.140
0.6 38.9% 349.7617159 3.498
0.7 44.3% 390.6671128 3.907
0.8 47.9% 387.6151047 3.876
0.9 50.0% 325.2604132 3.253

- Distribusi Pitch

Konstanta Ordinat
r/R (%D) (mm) Skala
0.2 82.20% 292.741949 2.927
315.890643
0.3 88.70% 3 3.159
338.327070
0.4 95.00% 1 3.383
353.284687
0.5 99.20% 9 3.533
0.6 100.00% 356.133758 3.561
0.7 100.00% 356.133758 3.561
0.8 100.00% 356.133758 3.561
0.9 100.00% 356.133758 3.561

Ordinat back trailling edge


[Tabel Terlampir.]

35
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

- Ordinat back leading edge


[Tabel Terlampir.]

- Ordinat face trailling edge


[Tabel Terlampir.]

- Ordinat face leading edge


[Tabel Terlampir.]

36
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

Dari gambar distribusi pitch diatas, selanjutnya dibuat garis-garis


yang memotong masing-masing elemen blade, dan dari garis tersebut
dibuat garis tegak lurus dan diplotkan pada gambar expanded.

Untuk gambar developed dan projected diperoleh dengan


memproyeksikan masing-masing panjang A, B, C, D, dan E berturut-turut
untuk masinhg-masing r/R propeller. Sedangkan untuk gambar side view,
diperoleh dengan memproyeksikan panjang garis F dan H.

37
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

38
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

BAB VI
PERENCANAAN POROS PROPELLER
DAN PERLENGKAPAN PROPELLER

VI.1 PERENCANAAN DIAMETER POROS PROPELLER

Langkah-langkah perhitungan perencanaan poros propeller adalah:


1. Menghitung daya perencanaan

2. Menghitung kebutuhan torsi

3. Menghitung tegangan yang diijinkan

4. Menghitung diameter poros

5. Pemeriksaan Persyaratan (koreksi)

Perencanaaan diameter poros propeller menurut buku “Elemen


Mesin” Soelarso adalah diformulasikan sebagai berikut:

Langkah perhitungannya sebagai berikut:

1. Menghitung Daya Perencanaan

Daya Poros

SHP = 5739.811023 HP

39
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

Factor Koreksi Daya :


a. fc = 1.2 – 2.0 (Daya maksimum)
b. fc = 0.8 – 1.2 (Daya rata-rata)
c. fc = 1.0 – 1.5 (Daya normal)
Diambil fc = 1,5

Maka Daya Perencanaan :

Pd = fc x SHP
= 8609.72 Kw

2. Menghitung Kebutuhan Torsi

 Pd 
T = 9, 74 × 105 ×  
 N 

dimana N adalah putaran propeller, dalam perencanaan ini


putaran propeller didapatkan sebesar = 173 Rpm

Pd = 8609.72 Kw
Sehingga:

T = 62815459.95 Kg.mm

3. Menghitung Tegangan Yang Diizinkan

σb
τa =
( sf1 × sf 2 )

Dimana material poros yang digunakan dalam hal ini adalah S 40


C, dengan memiliki harga:

σ b = 55 kg/mm = 550 N/mm2

40
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

Sf1 = 6 (untuk material baja karbon)

Sf2 = 1,3 – 3 , dalam perhitungan ini diambil nilai 2

58
Sehingga ; τa = = 6,44 kg
6 x1,5 mm 2

KT = untuk beban kejutan/tumbukan, nilainya antara 1,5 – 3,


diambil 1,5

Cb = diperkirakan adanya beban lentur,nilainya antara 1,2 –


2,3,diambil 2

4. Menghitung Diameter Poros

• Factor koreksi tegangan / momen puntir :


- Beban Halus = 1
- Sedikit Kejutan = 1 – 1.5
- Kejutan / Tumbukan = 1.5 – 3
Diambil = 1.5
• Factor koreksi beban lentur / bending momen :
- Bila dianggap tidak ada lenturan = 1
- Bila dianggap ada lenturan = 1.2 – 2.3
Diambil = 2
• Diameter Poros

Ds = 594.099030 mm
Diambil 594mm sebagai perencanaan,

• Syarat

τ < τ a

(Ir. Sularso, MSME DASAR PEMILIHAN DAN PERENCANAAN ELEMEN MESIN)

41
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

• Tegangan yang Bekerja pada


Poros (τ )

τ = (kg/mm2)

= 1,528 kg/mm2 (Syarat Terpenuhi)

5. Pemeriksaan Persyaratan (Koreksi)

Persyaratan Diameter poros menurut BKI adalah sebagai berikut :


Berdasarkan BKI vol. III section 4 . C.2 tentang sistem dan
diameter poros adalah ;

Maka:
Ds = 594 mm

Dimana :
Ds’ = Diameter poros hasil perhitungan
di = diameter of shaft bore. Jika bore pada poros ≤ 0,4 Ds,
maka persamaan berikut dapat digunakan;
1 – (di/da)4 = 1,0
di = actual shaft diameter
Pw (SHP) = 5739.81 hp
N = Putaran propeller
= 250 rpm
Rm = Kuat tarik dari material propeller (400 ∼ 600 N/mm2)
= 500 N/mm2
560
Cw =
Rm + 160
560
Cw =
500 + 160
= 0,848

42
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

F = Faktor tipe instalasi penggerak untuk propeller (shaft)


= 100
k = 0.95 (tipe poros pada stern tube dengan pelumasan
oli)

Sehingga dari persyaratan menurut BKI harga Ds berdasarkan


perhitungan telah memenuhi syarat ;

Pemilihan diameter direncanakan antara range batas minimum dari


peraturan BKI dan batasan maksimum hasil perhitungan , dengan
demikian maka diameter poros berada pada range tersebut. Dengan
mempertimbangkan besarnya diameter propeller sebesar 2.99 m maka
diambil besar Ds = 594 mm.

VI.2 PERENCANAAN PERLENGKAPAN PROPELLER

Keterangan Gambar :

43
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

Dba = Diameter boss propeller pada bagian belakang ( m )


Dbf = Diameter boss propeller pada bagian depan ( m )
Db = Diameter boss propeller ( m ) = ( Dba + Dbf )/2
Lb = Panjang boss propeller ( m )
LD = Panjang bantalan duduk dari propeller ( m )
tR = Tebal daun baling – baling ( cm )
tB = Tebal poros boss propeller ( cm )
rF = Jari – jari dari blade face ( m )
rB = Jari – jari dari blade back ( m )
VI.2.1 Boss Propeller

1. Diameter Boss Propeller

Db = 1,8 x Dprop

= 863 mm

tr = 0,045 x Dprop

= 232,25 mm

(Van Lammern, “Resistance, Propulsion and steering of ship”)

2. Diameter Boss Propeller terkecil (Dba)

Dba/Db = 0,85 s/d 0,9 diambil 0,85


Dba = 0,85 x Db
= 734 mm
(T. O’brien , “The Design Of Marine Screw Propeller”)

3. Diameter Boss Propeller terbesar (Dbf)

Dbf/Db = 1,05 ≈ 1,1 diambil 1,05

Dbf = 1.05 x Db

= 907 mm

44
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

(T. O’brien , “The Design Of Marine Screw Propeller”)

4. Panjang Boss Propeller (Lb)

Lb/Ds = 1,8 ≈ 2,4 diambil 2,2

Lb = 2 x Ds

= 1188

(T. O’brien , “The Design Of Marine Screw Propeller”)


5. Panjang Lubang Dalam Boss Propeller

Ln/ Lb = 0,3
Ln = 0,3 x Lb
= 356.4 mm

tb/tr = 0,75
tb = 0,75 x tr
= 174 mm

rf/tr = 0,75
rf = 0,75 x tr
= 174 mm
rb/tr =1
rb = 1 x tr
= 232.7
(T. O’brien , “The Design Of Marine Screw Propeller”)

VI.2.2 Perencanaan Selubung Poros

Sleeve atau selubung poros merupakan selongsong yang digunakan


sebagai bantalan penumpu bearing untuk mengurangi gesekan bearing
dengan poros juga sebagai seal untuk mencegah kebocoran minyak

45
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

pelumas (jika digunakan pelumasan minyak) atau sebagai pencegah


korosi akibat air laut jika digunakan pelumasan air. Ketebalan sleeve
ditentukan sebagai berikut :
s ≥ 0,03 Ds + 7,5
≥ 25.32 mm
(BKI, Volume 3, 2006)
Maka tebal sleeve yang direncanakan adalah sebesar 22 mm.

VI.2.3 Bentuk Ujung Poros propeller

1. Panjang Konis

Panjang konis atau Lb berkisar antara 1,8 sampai 2,4 diameter


poros.

Diambil Lb = 2 Ds

Lb = 2 Ds

= 1188 mm

2. Kemiringan Konis

Biro Klasifikasi Indonesia menyarankan harga kemiringan konis


berkisar antara 1/10 sampai 1/15. Diambil sebesar 1/15.

1/15 = x / Lb
x = 60.32 mm
(BKI, Volume 3, 2006)

3. Diameter Terkecil Ujung Konis

Da = Ds - 2x
= 396 mm
(T. O’brien , “The Design Of Marine Screw Propeller”)

46
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

4. Diameter Luar Pengikat Boss

Biro Klasifikasi Indonesia menyarankan harga diameter luar pengikat


boss atau Du tidak boleh kurang dari 60 % diameter poros.
dn = 60%. Ds
= 356.4 mm
(BKI, Volume 3, 2006)
VI.2.4 Mur Pengikat Propeller

1. Diameter Luar Ulir(d)

Menurut BKI Vol. III, diameter luar ulir(d) ≥ diameter konis yang
besar :

d ≥ 0,6 x Ds
d ≥ 356.4 mm
2. Diameter Inti

Dari sularso untuk diameter luar ulir >3 mm maka diameter inti
adalah :
di = 0,8 x d
= 285.12 mm
3. Diameter luar mur

Do = 2 x d
= 712.8 mm

4. Tebal/Tinggi Mur
Dari sularso untuk ukuran standar tebal mur adalah 0,8~1 diameter
luar ulir, diambil 0,8. sehingga:
H = 0,8 x d
= 285.12
VI.2.5 Perencanaan Pasak propeller

Dasar perancanaan pasak diambil dari buku Dasar Perencanaan dan


Pemilihan Elemen Mesin Ir. Soelarso Ms.Me. Dalam menentukan dimensi dan
spesifikasi pasak propeller yang diperlukan, berikut ini urutan perhitungannya :

47
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

1. Momen Torsi pada pasak

Momen torsi (Mt) yang terjadi pada pasak yang direncanakan adalah
sebagai berikut :

dimana :
Mt = momen torsi (Kg.m)
DHP = delivery horse power = 6537,9 HP
N = putaran poros atau putaran propeller

Sehingga:

Mt = 40.488,4

2. Parameter Yang Dibutuhkan

• Panjang pasak (L) antara 0,75–1,5 Ds dari buku DP dan PEM hal. 27
diambil 1,3
L = 1,2 x Ds
= 891
• Lebar pasak (B) antara 25 % - 30 % dari diameter poros menurut
buku DP dan PEM hal 27 (diambil 25 %)
B = 25 % x Ds
= 160.38

• Tebal pasak (t)


t = 1/6 x Ds
= 99
• Radius ujung pasak (R)
R = 0,0125 x Ds
= 7.425

48
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

Bila momen rencana T ditekankan pada suatu diameter poros (Ds),


maka gaya sentrifugal (F) yang terjadi pada permukaan poros adalah ;

Sedangkan tegangan gesek yang diijinkan (τ ka) untuk pemakaian


umum pada poros diperoleh dengan membagi kekuatan tarik σ b dengan
faktor keamanan (Sf1 x Sf2), sedang harga untuk Sf umumnya telah
ditentukan ;
Sf1 = umumnya diambil 6 (material baja)
Sf2 = 1,0 – 1,5 , jika beban dikenakan secara tiba-tiba
= 1,5 – 3,0 , jika beban dikenakan tumbukan ringan
= 3,0 – 5,0 , jika beban dikenakan secara tiba-tiba dan
tumbukan berat
Karena beban pada propeller itu dikenakan secara tiba-tiba, maka diambil
harga Sf2 = 1,5. Bahan pasak digunakan S 45 C dengan harga σ b = 58
kg/mm2.
Sehingga ;
58
τ ka = = 6,44 kg
6.1,5 mm 2

Sedangkan tegangan gesek yang terjadi pada pasak adalah ;


F
τk = = 1.01287E + 06 kg/mm2
B.L

karena τ k < τ ka maka pasak dengan diameter tersebut memenuhi


persyaratan bahan.
• Kedalaman alur pasak pada poros (t1)
t1 = 0, 5 x t
t1 = 49.5 mm

49
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

• Jari-Jari Pasak
Diameter poros (Ds) = 594 mm
r5 = 5 mm
r4 > r3 > r2 > r1
r4 = 6 mm
r3 = 7 mm
r2 = 6 mm
r1 = 5 mm
r6 = 0,5 x B
= 58 mm
VI.2.6 Kopling

Kopling yang direncanakan diesesuaikan dengan kopling gear box yang


digunakan. Bahan material yang digunakan adalah SF 55 dengan
kekuatan tarik sebesar 60 kg/mm2. Berikut ini perencanaannya.Jumlah
Baut Kopling.

Jumlah Kopling

Direncanakan 12 buah baut.

Ukuran Kopling

 panjang tirus (BKI) untuk kopling :


l = (1,25 – 1,5) x Ds
diambil l = 1,5 x Ds
= 891mm
 Kemiringan tirus :
Untuk konis kopling yang tidak terlalu panjang maka direncanakan
nilai terendahnya untuk menghitung kemiringan :
x = 1/10 x l
x= 1
68.9 mm

 Diameter terkecil ujung tirus :


Da = Ds – 2 x
Da = 451 mm

50
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

 Diameter Lingkaran Baut yang Direncanakan

Db = 2,47 x Ds

= 1176 mm

 Diameter luar kopling :


Dout = (3 – 5,8) x Ds
Diambil Dout = 3 x Ds
= 1782 mm
 Panjang kopling :
L = (2,5 s/d 5,5) x Ds x 0,5 diambil 4
L = 1336.5 mm

 Baut Pengikat Flens Kopling

Berdasarkan BKI 2005 Volume III section 4D 4.2


Pw ⋅ 10 6
Df = 16 x
n ⋅ D ⋅ z ⋅ Rm
Dimana :
Pw = 3766.46 kW
N = 250 Rpm
Z = Jumlah baut
= 12 buah
Rm = 500 N/m2

Mur Pengikat Flens Kopling

a. Diameter luar mur


D0 = 2 xdiameter luar ulir (df)
= 34 mm

b. Tinggi mur
H = (0,8~1) x df
= 13.6 mm

51
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

VI.2.7 Mur Pengikat Kopling

Direncanakan dimensi mur pengikat kopling sama dengan dimensi


mur pengikat propeller yaitu :

a. menurut BKI ”78 Vol. III, diameter luar ulir(d) ≥ diameter konis
yang besar:
d ≥ 0,6 x Ds
d ≥ 0,6 x 520
d ≥ 240 mm
Dalam hal ini d diambil 300 mm

b. Diameter inti
Dari sularso untuk diameter luar ulir >3 mm maka diameter inti
adalah :
di = 0,8 x d
= 284.8mm

c. Diameter luar mur


Do= 2 x d
= 712 mm

d. Tebal/tinggi mur
Dari sularso untuk ukuran standar tebal mur adalah (0,8~1)
diameter luar ulir, sehingga:
H = 0,8 x d
= 284.8 mm
Untuk menambah kekuatan mur guna menahan beban aksial
direncanakan jenis mur yang digunakan mengguanakan flens pada
salah satu ujungnya dengan dimensi sbb. :
tebal flens = 0,2. diameter mur
= 60 mm

52
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

diameter = 1,2. diameter mur


= 360 mm.

VI.2.8 Kopling poros antara (Intermediate shaft)


Kopling flens
- Putaran kerja 173 rpm
- Diameter poros (ds) 460 mm
- Diameter baut 40 mm
- Bahan baja S45 C dengan σ B = 58 Kg/mm2
- kwalitas pembuatan biasa
- perkiraan awal jumlah baut yang memenuhi adalah 8 buah
DB = d s + 5d b
= 700 mm

DB = d B + 3d b
= 820 mm

• Momen torsi
Ps
T = 9,74 x10 5 x
n
=21205395 kg/mm2

• Jumlah gaya yang bekerja pada seluruh baut

53
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

2T
F =
DB

= 51720.48 kg

• Gaya yang bekerja pada sebuah baut

Fb 1,07 x10 5
=
8
= 12930.12 kg

• Tegangan geser yang bekerja pada sebuah baut

Fb
τsb = As
Fb
=1
xπxd b
2
4
= 12.70948 kg/mm2

• Tegangan kompresi yang bekerja pada sebuah baut

τcb Fb
=
Ac

Fb
=
txd b

= 5.986166 kg/mm2
• Tegangan yang diijinkan

σB
τa = sf 1xsf 2
Bahan yang digunakan adalah S45 C dengan σ B = 58 Kg/mm2
Faktor keamanan
1. sf1 =6
2. sf2 = 1,3 - 3
Diambil sf2 = 2
Sehingga, Tegangan geser yang diijinkan (τ A):
58
τa = 6 x2

54
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

= 4,833 Kg/mm2
Karena τsb dan τcb < τa , maka kopling tersebut harus memenuhi
persyaratan dan desain perhitungan tersebut dapat diterapkan.

55
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

BAB VII
PERENCANAAN STERN TUBE

Jenis Pelumasan

Stern tube merupakan tabung poros yang digunakan sebagai media


pelumasan poros propeller dengan bearing juga dapat berfungsi sebagai
penyekat jika terjadi kebocoran. Pada perencanaan ini, sebagai pelumas
poros digunakan air. Perencanaan stern tube adalah sebagai berikut :

VII.1. PANJANG STERN TUBE

Panjang tabung poros propeller = 4 x jarak gading


= 4 x 600
= 2400 mm

VII.2. PERENCANAAN BANTALAN


Berdasarkan dari BKI vol. III Sec. IV.
a. Bahan bantalan yang digunakan adalah : Lignum Vitae
b. Panjang bantalan belakang =2 x Ds
= 1188 mm
c. Panjang bantalan depan = 0,8 x Ds
= 475.2 mm
d. Tebal bantalan
Menurut BKI III 1988 tebal bantalan efektif adalah sebagai
berikut :
  Ds  
B =    × 3,175 
  30  
= 63 mm
e. Jarak maximum yang diijinkan antara bantalan
Imax = k1 x Ds

56
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

Dimana , k1 = 450

Rumah Bantalan (Bearing Bushing)


a. Bahan Bushing Bearing yang digunakan adalah : manganese
bronze
b. Tebal Bushing Bearing ( tb )
tb = 0,18 x Ds
= 106.92 mm

VII.3 TEBAL STERN TUBE

  Ds   25,4  
t =    + 3× 
  20   4  

= 49 mm

b = 1,6 t
= 78 mm

VII.4. STERN POST


Berdasarkan BKI vol. III hal.96
Tinggi buritan berbentuk segiempat untuk panjang kapal L ≤ 125 m,
maka :
 Lebar = (1,4 L) + 90 Lpp = 123.22
= 287 mm
 Tebal = (1,6 L) + 1,5
= 227 mm

VII.5. PERENCANAAN GUARD


Perencanaan gambar untuk guard adalah sebagai berikut :

57
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

Panjang guard = 304,5 mm


Tebal guard = 16 mm

VII.6 PERENCANAAN INLET PIPE


Sistem sirkulasi minyak pelumas berdasarkan gaya gravitasi, saluran
inlet pipe pada stern tube dan outlet pipe direncanakan satu buah dengan
diameter luar pipa sebesar 30 mm.

58
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

59
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

BAB VIII
KESIMPULAN

Dari perencanaan propeller dan sistem perporosannya dapat disimpulkan :


1. Jenis propeller yang digunakan disesuaikan dengan type kapal,
konfigurasi sistem transmisi dan jenis motor penggeraknya.

2. Dalam pemilihan propeller, hubungan antara badan kapal dan


propeller (hull ship and propeller interaction) harus diperhatikan
dimana thrust yang dibutuhkan oleh kapal harus sama dengan
thrust yang dihasilkan oleh propeller agar diperoleh kecepatan
dinas.

3. Semakin besar diameter propeller maka semakin besar effisiensinya,


begitu juga jika semakin besar ratio diskus (blade area ratio)
effisiensi propeller akan meningkat pula.

4. Clearance antara boss propeller dengan stern post disesuaikan


dengan panjang seal (pelumasan minyak), jika menggunakan
pelumasan air laut maka harus dipertimbangkan berapakah panjang
efektif sehingga diperoleh effisiensi propeller yang baik.

5. Terdapat dua jenis sistem pelumasan poros propeller (stern tube),


yaitu pelumasan dengan minyak dan pelumasan dengan air laut.
Pemilihan jenis pelumasan disesuaikan dengan kebutuhan dan
pertimbangan teknis.

6. Pada pelumasan minyak, digunakan seal sebagai penyekat


agar tidak terjadi kebocoran dan pada sistem pelumasan air laut
tidak menggunakan seal tetapi menggunakan packing yang
dipasang pada sekat belakang kamar mesin.

7. Diperlukan poros antara (intermediate shaft) untuk


mempermudah pemasangan/pelepasan dan perbaikan poros.

60
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

8. Konstruksi stern tube diusahakan sedemikian rupa sehingga


dapat menahan stern tube bearing agar tidak bergeser.

9. Material dari stern tube disesuaikan dengan tipe


pelumasannya. Pada perencanaan kopling, diameter dan jumlah
baut kopling harus sesuai dengan diameter dan jumlah baut dari
flens gearbox.

10. Umumnya terdapat dua jenis kopling yang digunakan pada


sistem perporosan yaitu kopling flens kaku dan tempa.

11. Fungsi lubang pada bagian inti dari boss propeller adalah
sebagai tempat penyimpanan cadangan pelumas (grease) yang
digunakan untuk melumasan permukaan poros propeller dengan
boss dan juga untuk menghindari terjadinya korosi akibat pengaruh
air laut untuk pemakaian lama.

61
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

DAFTAR PUSTAKA

BKI 1988 Volume III


Edwar V. Lewis. Principles of Naval Architecture.
Harvald. A, Tahanan dan Propulsi Kapal, 1988, Airlangga Press, Surabaya
Lammern. Van, Resistance Propulsion and Steering of Ship.
Lapp. AJ, The Design of Marine Screw Propeller, 1972, Hilton Book
Sularso. Suga, Kiyokatsu. Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen
Mesin, 2002, PT. Pradya Paramita, Jakarta.
O’Brien. T.P, The Design of Marine Screw Propeller
Widodo Adji, Suryo, Propeller Design, 1999, Teknik Sistem Perkapalan,
Surabaya.

62
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

Widodo Adji, Suryo, Engine Propeller Matching Prosedure, 1999, Teknik


Sistem Perkapalan, Surabaya.

LAMPIRAN

63
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

64
TUGAS PROPELLER DAN SISTEM PERPOROSAN

65

You might also like