You are on page 1of 17

EVIDENCE-BASED MEDICINE DALAM BIDANG OBSTETRI DAN

GINEKOLOGI: AKUPUNKTUR DALAM MENGATASI MUAL


MUNTAH PADA MASA KEHAMILAN

I. Evidence-Based Medicine
Konsep evidence-based medicine (EBM) baru muncul sekitar tahun 1980-an
yang awalnya mulai dirintis di McMaster Medical School. (Jordan TJ, 2002).
Definisi aslinya diperkenalkan secara publik pada tahun 1992 sebagai sebuah
keahlian untuk menilai validitas dan pentingnya sebuah bukti sebelum
menerapkannya pada permasalahan klinis sehari-hari. (Oxman, 1993, cited in
Dawes, 2005). Secara tradisional, pendekatan dokter terhadap suatu penyakit atau
kondisi dan keahlian untuk mengerjakan suatu tindakan diperoleh dari
pengalaman klinis sehari-hari. Perbedaan mencolok antara evidence-based
medicine dan praktik tradisional adalah pemanfaatan literatur penelitian sebagai
salah satu pedoman dalam mengeluarkan sebuah keputusan medis. (Jordan, 2002).
Konsep evidence-based medicine memunculkan sebuah sistem di mana
praktik seorang dokter dalam memberikan pelayanan kesehatannya harus
melibatkan 4 hal yaitu: memberikan penjelasan yang jelas kepada pasien
mengenai kondisi kesehatan mereka, mencari literatur medis yang berkaitan
dengan masalah pasien, mengevaluasi literatur tersebut di mana literatur itu telah
dibuktikan keabsahannya dalam kualitas dan manfaatnya, dan menerapkan
pengetahuan yang baru itu untuk membuat sebuah keputusan medis yang optimal.
(Jordan, 2002).
Terlepas dari bidang yang digeluti seorang dokter, kesimpulan akhir yang
dibuat berdasarkan konsep evidence-based medicine akan diambil setelah melihat
bukti terbaik yang eksis pada saat itu. Bukti-bukti medis dalam hal ini literatur
yang diperoleh tidak bersifat konstan, dalam arti setiap waktu dapat mengalami
perubahan, sehingga pengetahuan yang ada sekarang harus terus diperbaharui
mengikuti perkembangan yang berlangsung terus menerus dalam dunia kesehatan.
(Jordan, 2002).
Antara tahun 1997 dan 1998, Centers for Disease Control and Prevention
(CDC) mengembangkan sebuah penuntun untuk mengevaluasi bukti-bukti yang
relevan dengan pencegahan dan penatalaksanaan infeksi HIV dan pencegahan dan
1
penatalaksanaan tuberkulosis pada pasien yang menderita HIV. Penuntun tersebut
dibuat mengikuti prinsip evidence-based medicine. Dalam sistem yang dimaksud,
ada dua jenis penilaian (rating) yang diberikan. Sebuah penilaian dengan huruf
menandakan kekuatan (strength) dari bukti medis yang mendukung rekomendasi
untuk mendukung sebuah terapi. Sebuah penilaian dengan angka menandakan
kualitas (quality) dari bukti medis yang mendukung rekomendasi untuk sebuah
terapi. (Jordan, 2002). Berdasarkan definisi kerja yang dibuat oleh sebuah
kelompok ahli yang bekerja sama dalam Grade Working Group, kualitas sebuah
rekomendasi didefinisikan sebagai sejauh mana seseorang bisa yakin bahwa
estimasi dari efek terapi adalah benar; sedangkan kekuatan sebuah rekomendasi
didefinisikan sebagai sejauh mana seseorang bisa yakin bahwa sebuah
rekomendasi akan memberikan hasil yang baik. (Atkins, et al., 2004).

Kekuatan dari Rekomendasi (Strength)


A Bukti-bukti yang kuat untuk efikasi dan keuntungan klinis yang didapat
sehingga mendukung rekomendasi untuk penggunaannya. Sebaiknya
selalu ditawarkan.
B Bukti-bukti sedang untuk efikasi – atau bukti kuat untuk efikasi, tetapi
hanya memiliki keuntungan klinis yang terbatas – mendukung untuk
rekomendasi penggunaannya. Umumnya ditawarkan.
C Bukti-bukti untuk efikasinya tidak cukup untuk menyatakan apakah
dapat direkomendasikan atau tidak penggunaannya; atau bukti untuk
efikasi tidak dapat mengimbangi efek samping. Opsional.
D Bukti-bukti untuk kurangya efikasi dan efek samping yang merugikan
cukup sehingga mendukung untuk tidak direkomendasikan
penggunaannya. Umumnya tidak ditawarkan.
E Bukti-bukti untuk kurangnya efikasi dan efek samping yang merugikan
kuat sehingga mendukung untuk tidak direkomendasikan. Tidak
ditawarkan.

Tabel 1. Kekuatan Rekomendasi (Jordan, 2002)

Kualitas dari Rekomendasi (Quality)


2
I Bukti dari setidaknya satu buah randomized, controlled trial (RCT)
II Bukti dari setidaknya satu buah clinical trial without randomization,
entah dari studi kohort atau studi analitik (sebaiknya lebih dari satu pusat
penelitian), atau dari multiple-time series studies atau dari uncontrolled
experiments.
III Bukti berdasarkan pendapat ahli yang berdasarkan pengalaman klinis,
studi deskriptif, atau laporan dari komite ahli.

Tabel 2. Kualitas Rekomendasi (Jordan, 2002)

II. Evidence-Based Practice


Evidence-Based Practice (EBP) bermuara dari Evidence-Based Medicine
(EBM) yang sampai sekarang ini terus dikembangkan dan digalakkan di berbagai
institusi kedokteran di seluruh dunia. Lima proses evidence-based practice
pertama kali dideskripsikan pada tahun 1992 (Cook, 1992 cited in Dawes, 2005)
pada alur diagram di bawah ini.

Alur Diagram 1. Lima Proses Evidence-Based Practice (EBP) (Cook, 1992,


cited in Dawes, 2005).

3
Pernyataan Sisilia (“Sicily Statement”) yang dikeluarkan oleh delegasi konferensi
internasional ke-dua Evidence-Based Health Care Teachers and Developers yang
diadakan di Sisilia pada bulan September 2003 mengeluarkan sebuah laporan yang
menyatakan bahwa sebuah praktik yang baik (“Good Medical Practice”) mencakup
pembuatan keputusan klinis yang efektif memerlukan pengetahuan akan penelitian
atas bukti-bukti medis dan pengetahuan tradisional yang diperoleh dari proses
pembelajaran sehari-hari. (Maudsley, 2000., cited in Dawes, 2005).

III. Evidence-Based Medicine dalam Bidang Obstetri dan Ginekologi:


Akupunktur dalam Mengatasi Mual Muntah Saat Kehamilan
1. Akupunktur dari Sudut Pandang World Health Organization
Akupunktur adalah bagian dari ilmu pengobatan tradisional Cina yang
berarti “menusuk dengan jarum”. Akupunktur dalam defiinsi WHO
mencakup akupunktur tradisional, moksibusi, elektro-akupunktur, laser-
akupunktur, akupunktur mikrosistem seperti aurikuler, wajah, tangan, dan
kepala, serta akupressure. World Health Organization pertama kali
memberikan perhatian pada ilmu akupunktur ketika diadakan sebuah
simposium mendunia mengenai akupunktur di Beijing, R.R.C pada tahun
1979. Ahli akupunktur dari berbagai negara diundang untuk
mengidentifikasi macam-macam penyakit yang dapat memperoleh
keuntungan dari terapi akupunktur. Di simposium ini muncullah sebuah
daftar berisikan 43 jenis penyakit yang dianggap dapat diberikan terapi
akupunktur. Tetapi pada saat itu, daftar yang dibuat tidak berdasarkan
penelitian manapun dan kredibilitasnya kemudian dipertanyakan.
Semenjak itu berbagai penelitian di belahan dunia dilakukan untuk
menyelidiki dan mencari bukti-bukti efikasi dan efektivitas terapi
akupunktur. Pada tahun 1991 sebuah laporan mengenai perkembangan
pengobatan tradisional dalam pelayanan kesehatan modern dikemukakan
oleh Dirjen WHO dalam World Health Assembly ke-44. Laporan ini
mengemukakan bahwa di negara-negara tertentu di mana akupunktur
merupakan bagian dari budaya mereka, penerapan ilmu ini dapat
diintegrasikan dengan pengobatan barat tanpa halangan berarti. Tetapi di
negara-negara di mana pengobatan barat modern merupakan landasan
pelayanan kesehatan mereka, penerapan akupunktur memerlukan bukti-
4
bukti obyektif mengenai efikasinya. Pada tahun 1996, sebuah laporan
mengenai penerapan klinis akupunktur dirapatkan dalam sebuah
pertemuan WHO Consultation on Acupuncture di Cervia, Italia. Para
peserta ini menyarankan agar WHO membuat sebuah revisi laporan
berdasarkan trial klinis terkontrol. Terakhir pada tahun 2003 sebuah
laporan dipublikasikan di mana isinya mencakup sebuah review dan
analisis mengenai terapi akupunktur berdasarkan trial klinis dengan tujuan
untuk memperkuat dan mempromosikan penerapan akupunktur yang
sesuai dalam pelayanan kesehatan di seluruh dunia. (WHO, 2003)

2. Mual Muntah Masa Kehamilan


Mual muntah dalam masa kehamilan (Nausea and Vomiting of
Pregnancy – NVP) dialami setidaknya 50% - 80% wanita hamil (Koren,
2000, cited in Lombardi, 2004). Mulainya gejala mual muntah pada wanita
hamil biasanya terjadi pada minggu 4 – 8 periode gestasi. Kondisi ini
biasanya menghilang pada minggu ke 14 – 16 periode gestasi.
Bagaimanapun juga, kurang lebih 15% wanita terus mengeluh sampai
akhir masa kehamilan, dan 5% bahkan sampai saat persalinan. (Tierson,
1986, cited in Lombardi, 2004). Bentuk yang parah adalah hiperemesis
gravidarum yang terjadi paling tidak pada 1 – 2% kehamilan. (Koren,
2000, cited in Lombardi, 2004).
Rhodes Index sering digunakan sebagai parameter untuk menilai
tingkat keparahan mual muntah yang terjadi pada wanita hamil. Kemudian
muncul indeks yang disederhanakan dari Rhodes Index yang diciptakan
oleh Motherrisk NVP Helpline di Kanada yang bernama Pregnancy-
Unique Quantification of Emesis/Nausea (PUQE) Index yang hanya
berdasarkan tiga pertanyaan.

5
Tabel 3. PUQE Index modifikasi di mana total skor < 6 dianggap
sebagai NVP ringan; skor 7 – 12 dianggap sebagai NVP sedang; dan skor
> 13 dianggap sebagai NVP berat. (Lacasse, 2008, cited in King, 2009)

Walaupun pada dasarnya pemicu NVP adalah kehamilan, NVP


sebenarnya terjadi akibat sebuah proses kompleks dan pengaruh yang
melibatkan sistem endokrin, gastrointestinal, vestibuler dan olfaktorial;
kemungkinan karena predisposisi genetik. Etiologi yang memungkinakan
adalah tingginya level β-hCG dan estrogen karena hubungan yang dekat
antara puncak terjadinya gejala NVP dan puncak level β-hCG, dan
korelasinya antara NVP dan tingginya level estradiol. Progesteron atau
defisiensi kortikosteroid berkaitan antara hubungan NVP dan rendahnya
level hormon tersebut. Kemungkinan presdisposisi genetik karena
observasi bahwa NVP lebih sering terjadi pada kembar monozigotik; lebih

6
umum pada wanita di mana saudari atau ibunya juga mengalami NVP;
kemungkinan variasi etnis; dan lain hal. (Lacasse, 2008, cited in King,
2009

Gambar 1. Patogenesis Terjadinya Mual Muntah dalam Masa


Kehamilan (Cunningham, 1997, pp. 102 – 103)

7
Alur Diagram 2. Komplikasi yang Dapat Terjadi Akibat Mual Muntah
dalam Masa Kehamilan (Cunningham, 1997, pp. 102 – 103)

3. Terapi Mual Muntah Masa Kehamilan


a. Konvensional
Terapi mual muntah masa kehamilan bergantung dari tingkat
keparahannya dan bervariasi mulai dari terapi farmakoterapi maupun
non-farmakoterapi.
1.) Untuk NVP ringan: biasanya diambil langkah perubahan
gaya hidup dan diet antara lain makan porsi makan dalam
jumlah kecil tetapi sering, menghindari perut kosong,
menghindari makanan yang berlemak dan pedas, makan
kue kering sebelum bangun tidur setiap pagi, dan makan
snack yang berprotein tinggi sebelum tidur setiap malam.
Tidak ada evidence-based medicine untuk terapi ini. Pada
sebuah penelitian internasional Goodwin et al (2002), 22%
wanita yang mengalami hiperemesis gravidarum merasa
perubahan diet dan gaya hidup cukup efektif. (King, 2009)
(Level rekomendasi AII). (University of Texas, 2002).

8
2.) Nonfarmakoterapi: Tanaman yang paling sering digunakan
adalah jahe (ginger) yang secara tradisional sudah dianggap
ampuh untuk mencegah ataupun mengobatai mual muntah.
Bahan aktif dalam jahe yang dianggap bermanfaat adalah
gingerol. 6-gingerol dan 6-shogaol dianggap memiliki
properti anti-mual dimana mereka dapat menekan kontraksi
lambung dan meningkatkan motilitas gastrointestinal dan
aktivitas peristaltik. Tidak ada efek samping penggunaan
jahe yang dipelajari dalam studi-studi sebelumnya dan
dianggap aman dengan dosis dibawah 1000mg/kg. Dosis
yang direkomendasikan adalah 500 – 1000mg/kg/hari,
dengan penggunaan 250mg 4 kali per hari. (Rekomendasi
BI). (King, 2009; University of Texas, 2002).
3.) Farmakoterapi: terdapat berbagai jenis kategori untuk
pengobatan farmakoterapi baik diberikan tunggal maupun
kombinasi untuk memperbaiki gejala NVP termasuk
vitamin, antihistamin, antikolinergik, antagonis dopamin,
phenothiazine (yang mengantagonisasi reseptor dopamin di
SSP), butyrephones, antagonis serotonin, dan
kortikosteroid. (King, 2009)

9
Alur Diagram 3. Pemilihan Farmakoterapi berdasarkan PUQE Index yang
diadaptasi dari American College of Obstetricians and Gynecologists
(Arsenault et al, 2002, Levichek et al, 2002, cited in King, 2009)

10
Table 1. Doses of Antiemetics Used to Treat Nausea and Vomiting in Pregnancy

FDA
Drug Name (Trade
Dose Major SEs (Recommendations) Pregnancy
Name)
Category

Antihistamines (H1 antagonists)

May cause drowsiness (can be used to offset


   Diphenhydramine
50–100 mg q 4–6 h PO/IM/IV anxiety caused by metoclopramide or B
(Benadryl)
phenothiazines)

50–100 mg q 4–6 h PO/PRa; 50 mg May cause drowsiness (can be used to offset


   Dimenhydrinate
(in 50 mL of saline over 20 min) q anxiety caused by metoclopramide or B
(Dramamine)
4–6 h IV phenothiazines)

   Doxylamine 12.5 mg twice a day PO or 12.5 mg


A
(Unisom) in morning and 25 mg at night PO

Phenothiazines (central D2 antagonists)

5–10 mg q 4–6 h PO/IM/IV; 25 mg


   Prochlorperazine Sedation, anticholinergic effects, mouth, EPS,
rectal suppository bid; maximum C
(Compazine) hypotension if given IV too quickly
dose is 40 mg/day

   Promethazine Sedation, anticholinergic effects, mouth, EPS,


12.5–25 mg q 4–6 h PO/IM/IV/PR C
(Phenergan) hypotension if given IV too quickly

Benzamides (central and peripheral D2 antagonists)

5–10 mg PO q 8 h PO/IM; 1–2 EPS, agitation, anxiety, acute dystonic reactions


   Metoclopramide
mg/kg IV; continuous SQ dose (give 50 mg diphenhydramine before dose to B
(Reglan)
regimens availableb prevent EPS)

Serotonin antagonists

4–8 mg PO 3–4 times per day 4–8


   Ondansetron
mg over 15 min IV q 12 h; may be Headache B
(Zofran)
given 1 mg/h continuously for 24 h

Butyrophenones

0.625–2.5 mg IV over 15 min then EPS, prolonged QT syndrome (give 50 mg


   Droperidolc 1.25 mg or 2.5 mg IM as needed; diphenhydramine before dose to prevent EPS;
C
(Inapsine) can be given IV continuously at 1– reserve for persons who have failed other
1.25 mg/h regimens)

bid = Two times daily; EPS = extrapyramidal effects; FDA = US Food and Drug Administration; IM = intramuscular; IV = intravenous; PO = per
os (orally); PR = per rectum (rectally); SE = side effect; SQ = subcutaneous.
a
Maximum dose is 200 mg/day if taken concomitantly with doxylamine, 400 mg/day if taken as a single agent.
b
Continuous dose regimens can be found in Buttino Jr et al.[89]
c
To be used only after medical consultation and if other medications have failed to resolve symptoms, secondary to risk for prolonged QT
syndrome.

Tabel 4. Dosis Antiemetik yang Digunakan untuk Terapi NPV

11
Strength of Recommendation

Strength of Reference
Key clinical recommendation recommendation s

Pyridoxine (vitamin B6) is effective A 17,20


and generally thought to be safe in
treatment of patients with
pregnancy-induced nausea.
Promethazine (Phenergan) is B 18,19
similar in efficacy to ondansetron
(Zofran), and oral
methylprednisolone (Medrol) is
more effective than promethazine
in the treatment of patients with
hyperemesis gravidarum.
Oral ginger probably is effective B 20,21
and is thought to be safe in
treatment of patients with
pregnancy-induced nausea.
Intravenous metoclopramide Metoclopramide, B; 16
(Reglan) and intravenous, prochlorperazine, C
intramuscular, or rectal
prochlorperazine (Compazine) are
recommended for treatment of
patients with nausea and acute
migraine.
Antihistamines and anticholinergics C 14
are recommended for treatment of
patients with nausea secondary to
vertigo or motion sickness.
Serotonin antagonists are C 14
recommended for treatment of
patients with intestinal irritation
resulting in postoperative nausea
and vomiting.

12
b. Akupunktur
Ti

Tabel 5. Rekomendasi EBM untuk terapi antiemetik dalam nausea dan emesis (Flake, 2004)

No. Obat-obatan yang digunakan dalam Rekomendas Keterangan


penanganan NVP i
1. Pyridoxine (Vitamin B6) AI Direkomendasikan pyridoxine
dengan dosis 10 – 25 mg po
setiap 8 jam dengan rentang
waktu 2 – 3 hari sekali.
Dipelajari sejak tahun 1940-an.
2 Doxylamine AII Dapat diberikan dengan
Pyridoxine. Di Amerika Serikat,
Dicletin (Doxylamine 10 mg +
Pyridoxine 10 mg) 2ddIpc atau
Doxylamine 25 mg + Pyridoxine
10 mg 3ddIpc diberikan kepada
wanita hamil.
3 Antihistamin (Dipenhydramine, BII Efek samping yang paling sering
dimenhydrinate, hydroxyzine) muncul adalah sedasi.
4 Phenothiazine BI Dapat diberikan peroral ataupun
perrektal.
13
Tabel 6. Level Rekomendasi untuk Beberapa Antiemetik dalam Penanganan NVP
(University of Texas, 2002)

b. Akupunktur
Akupoin yang umum dipakai dalam terapi mual muntah selama
kehamilan adalah titik P6 (Perikardium 6 atau Nei Guan).
Berdasarkan review yang dikeluarkan oleh British Acupuncture
Council, aplikasi akupunktur pada gejala mual muntah pada wanita
hamil mnenunjukkan nilai yang positif. Dari empat studi yang
dianalisa, tiga memiliki hasil yang baik, dan satu lagi menunjukkan
tiadanya perbedaan signifikan. Berdasarkan studi yang dilakukan
oleh Smith di tahun 2002, terapi akupunktur dilakukan setelah
kehamilan memasuki usia kurang dari 14 minggu bagi wanita
hamil yang mengalami gejala mual muntah. Studi ini menunjukkan
terapi akupunktur meringankan gejala mual muntah lebih baik
dibandingkan tidak dirawat sama sekali. (British Acupuncture
Council, 2004; Fan et al, 1997).

Gambar 2: Nei Guan (P6) terletak di sisi palmar lengan bawah dan di antara garis yang
menghubungkan antara Quze (P3) dan Daling (P7), 2 cun di atas pergelangan tangan.
(Traditional Chinese Medicine Organization, 2007)

14
Akupresur dan akupunktur dapat digunakan untuk mengurangi
gejala NVP. Keuntungan menggunakan tekhnik ini adalah karena
minimalnya efek samping yang muncul apalagi semenjak tragedi
thalidomide di tahun 1960-an memunculkan kekhawatiran efek
teratogenik dari penggunaan obat kimiawi. (British Acupuncture
Council, 2004). Penggunaan akupresur biasanya dengan
menggunakan acupressure band dianggap cukup efektif dan dapat
menggantikan peran akupunktur. Dalam hal ini, akupressure lebih
rendah biayanya dengan rekomendasi AI. Sedangkan akupunktur
yang memerlukan biaya yang lebih tinggi dan perlunya ahli
akupunktur diberikan rekomendasi E1. (University of Texas,
2002).

DAFTAR PUSTAKA

1. Jordan TJ., 2002. Understanding medical information: a user’s guide to informatics


and decision making. 1st Ed. United States: McGraw Hills.

2. Atkins D, Best D, Briss PA, Eccles M, Ytter YF, Flottorp S, et al., 2004. Grading
quality of evidence and strength of recommendation. British Medical Journal,
[online]. 328. Available from URL: http://www.bmj.com/cgi/reprint/328/7454/1490
[Accessed 10 January 2010].

3. Dawes M, Summerskill W, Glasziou P, Cartabelotta A, Martin J, Hopayian K, et al.,


2005. Sicily statement on evidence-based practice. BioMedCentral Medical
15
Education,[online]. 5(1). Available from URL: http://www.biomedcentral.com/1472-
6920/5/1 [Accessed 11 January 2010].

4. World Health Organization., 2003. Acupuncture: review and analysis of reports on


controlled clinical trials. World Health Organization Publication, [online]. Available
from URL: http://apps.who.int/medicinedocs/en/d/Js4926e/ [Accessed 9 January
2010].

5. Lombardi D, Istwan N, Rhea DJ, O’Brien JM, Barton JR., 2004. Measuring patient
outcomes of emesis and nausea management in pregnant woman, [online]. Managed
Care. Available from URL:
http://www.managedcaremag.com/archives/0411/0411.peer_barton.pdf [Accessed 8
January 2010].

6. King TL, Murphy P., 2009. Evidence-based approaches to managing nausea and
vomiting in early pregnancy. J Midwifery Women’s Health., [online]. 54(6).
Available from URL: http://www.medscape.com/viewarticle/712662 [Accessed 9
January 2010].

7. Cuningham F, Leveno K, Bloom S, Hauth J, Gilstrap L, Wenstrom D., 1997.


Williams obstetric. United States of America: McGraw Hill.

8. University of Texas, 2002. Recommendations for the evaluation and management of


nausea and vomiting in early pregnancy. [online]. Available from URL:
http://www.guideline.gov/guidelines/ftngc-2454.pdf [Accessed 11 January 2010].

9. Flake Z, Scalley R, Bailey A., 2004. Practical selection of antiemetics. American


Family Physician.[online]. Available from URL:
http://www.aafp.org/afp/2004/0301/p1169.html [Accessed 12 January 2010].

10. British Acupuncture Council., 2004. Nausea and vomiting in pregnancy: the evidence
for the effectivess of acupuncture. The Journal of Alternative and Complementary
Medicine [online]. 15(11). Available from URL:
http://www.acupuncture.org.uk/content/Library/doc/obstetric1_bp10.pdf [Accessed
24 December 2009]

16
11. Fan CF, Tanhui E, Joshi S, Trivedi S, Hong Y, Shevde K., 1997. Acupressure
treatment for prevention of postoperative nausea and vomiting. International
Anesthesia Society [online]. 84:[5]. Available from URL: http://
www.ias.com/journal/84/atpponv [Accessed 28 December 2010].

12. Traditional Chinese Medicine Organization., 2007. Acupoints [online]. Available


from URL: http://tcm.health-info.org/Acupunture/Acupuncture-points.htm [cited 2009
Dec 10].

17

You might also like