You are on page 1of 2

Salah satu hal yang menarik untuk dibahas adalah mengenai teori antrian.

Hampir setiap hari


dalam hidup kita mengalami antrian; antri makan, antri menggunakan kamar mandi, antri
ngabsen di kelas, antri di perempatan jalan menunggu lampu hijau, juga antri menuju alam
barzakh. Berikut coba dibahas mengenai beberapa model antrian, semoga bermanfaat.

Ada tiga jenis model antrian yang dapat kita jumpai. Yang pertama ialah model “first come first
serve”. Merupakan jenis yang paling banyak kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya
antrian pada pom bensin, antrian katering waktu pernikahan, antri jatah sembako, dan lain-lain.
Intinya, yang datang duluan akan dilayani terlebih dahulu.

Model kedua ialah model yang “random serve”. Pada jenis yang ini, urutan kedatangan tidak
berkaitan dengan urutan pelayanan. Misalnya turun angkot; kita tidak bisa memastikan bahwa
orang yang naik angkot terlebih dahulu akan turun terlebih dahulu juga. Atau mengantri saat
membayar makanan di restauran; orang yang memesan makanan terlebih dahulu belum tentu
keluar dari restauran terlebih dahulu karena bisa jadi ia makan dengan waktu yg lebih lama atau
berlama-lama di restauran. Pada model kedua ini, kita tidak dapat mengetahui siapa yang akan
dilayani terlebih dahulu, kita hanya dapat “mengira-ngira” siapa yang akan dilayani terlebih
dahulu berdasarkan karakteristik si konsumen. Kalo mau contoh lain yaa antrian pernikahan ;
orang yang ganteng seperti saya belum tentu akan menikah lebih dahulu, ya ga?

Nah, model ketiga ialah model “last come first serve”: yang datang belakangan, akan dilayani
terlebih dahulu. Contohnya ialah antrian solat jumat. Orang yang datang duluan biasanya akan
keluar belakangan, begitu juga sebaliknya orang yang datang belakangan akan keluar terlebih
dahulu (ni contoh yg ga baik buat ditiru ). Contoh lain yang lebih serius ialah pada Inventori di
sebuah supermarket (atau minimarket juga boleh lah), di salah satu produk (ambil contoh mie
instan). Beberapa mie instan yang akan dipajang di etalase dirapikan dengan cara mengisi bagian
terbelakang terlebih dahulu. Namun, konsumen biasanya akan mengambil produk yang terdekat.
Nah, kasus ini perlu dipikirkan karena kalau dibiarkan dapat membuat mie yang paling jauh ga
laku dan akhirnya kadaluarsa (membuat cost karena barang rusak).

Itulah tiga model sistem antrian yang coba dijelaskan di artikel ini. Berikutnya akan sedikit
mendalami model yang pertama, karena model inilah yang paling sering kita “anggap” sebagai
saat mengantri. Kita akan membahas sistem antrian dilihat dari jumlah antrian & jumlah
servernya.

Sering kita lihat orang-orang melakukan antrian dimana terdapat single-server (seorang pelayan)
yang akan melayani seluruh pengunjung yang mengantri. Untuk kasus ini ga akan banyak
dibahas, karena aturannya sudah jelas: “yang datang duluan dilayani duluan”. Nah, yang akan
dibandingkan ialah kasus antrian dimana terdapat multi-server dan multi-row-antrian. Mungkin
dari kita pernah mengalami berada pada salah satu antrian, dimana server sebelah dilayani “lebih
cepat” dibanding tempat kita mengantri. Bahkan orang yang datang setelah kita pun malah
dilayani terlebih dahulu hanya karena ia berada di “antrian yang tepat”. Mungkin kita ga terlalu
memperhatikan hal ini, namun ketika mengalaminya bisa saja beberapa di antara kita berpikiran
bahwa, “ya Allah, dunia ini sungguh tidak adil”. Atau berpikiran sebaliknya jika ternyata antrian
kita yg dilayani lebih cepat .
Untuk menyelesaikan masalah “ketidakadilan” pada antrian multi-server seperti ini,
digunakanlah pendekatan untuk mengubah multi-row-antrian menjadi “single row antrian” (atau
ada yg punya istilah yg lebih enak didengar? ). Salah satu contoh keberhasilan konsep ini ialah
sistem antrian yang digunakan di bank. Kalau jaman kita masih kecil dahulu, ada banyak orang
yang berbaris membentuk antrian di setiap server (teller) bank untuk melakukan transaksi (multi-
server dengan multi-row-antrian). Nah, kalau begini kasus ketidakadilan yang diceritakan di atas
seringkali terjadi, karena tiap orang bisa jadi punya kepentingan yang berbeda bobotnya ketika
berada di bank. Ada yang cuma pengen transfer uang, ada juga yang sekalian “ngobrol” sama
tellernya. Belum lagi waktu yang dibutuhkan saat teller menghitung uang bisa berbeda
tergantung jumlah transaksi & juga pecahan yang digunakan (bayangkan transaksi satu juta
rupiah dengan pecahan 10 lembar Rp100.000 dibandingkan dengan transaksi jumlah yang sama
dengan membawa 2 pecahan Rp100.000, 10 pecahan Rp50.000, 7 pecahan Rp 20.000, 8 pecahan
Rp 10.000, 9 pecahan Rp 5.000, 13 pecahan Rp 1.000, awak juga males ngitungnya )

Dengan menggunakan sistem single-row, ketidakadilan pada sistem yang sebelumnya dapat
dihilangkan. Orang yang datang terlebih dahulu akan dilayani terlebih dahulu pula, tidak ada lagi
kasus kecemburuan sosial kepada “antrian sebelah yang lebih cepat”. Hal ini juga akan
menghemat waktu mengantri (percayalah!). Dan dapat kita lihat pada antrian di bank saat ini,
orang-orang pun tak perlu lagi berbaris berdiri untuk mengantri. Pelanggan tinggal menunggu
sambil duduk & mengobrol sembari menunggu gilirannya dipanggil untuk dilayani. mungkin
model single-row ini juga dapat diterapkan di sistem multi-server lainnya seperti pom bensin,
bioskop, antrian karcis, atau lainnya.

You might also like