Professional Documents
Culture Documents
PENATA-GUNAAN
SUMBERDAYA LAHAN
Intisari
1. Dasar Pemikiran
prosedur, serta proses teknis inilah yang perlu dikembangkan, yang memang
telah diantisipasi dengan diterbitkannya Keppres No. 53 tahun 1989
mengenai kawasan industri dan Keppres No. 33 tahun 1990 tentang
penggunaan tanah bagi pembangunan kawasan industri, Perda Jatim No. 11
Tahun 1991.
Sejalan dengan perkembangan kegiatan ekonomi non-pertanian dan
perkembangan kota yang dikemukakan diatas, tampaknya altenatif lain
seperti: reklamasi pantai akan semakin menjadi suatu pilihan bagi
pengembangan kota. Saat, ini telah dimulai dengan rencana reklamasi
pantai beberapa kota besar seperti Surabaya, Probolinggo, Pasuruan, Gresik,
Banyuwangi dan beberapa kota lainnya.
Hal ini cenderung akan menjadi model untuk pembangunan kota-
kota dipantai Indonesia di masa yang akan datang. Masalahnya, hingga kini
belum ada prosedur yang baku untuk proses reklamasi tersebut, sehingga
menimbulkan kekhawatiran akan timbulnya berbagai dampak sosio-
ekonomis maupun lingkungan, seperti terjadinya banjir dan rusaknya hutan
bakau (mangrove) yang mempunyai fungsi ekologis.
Di lain pihak, hal tersebut mengindikasikan begitu cepatnya
perkembangan kegiatan sosial-ekonomi masyarakat, khususnya kegiatan
swasta, yang tidak diimbangi dengan kemampuan perencanaan tata ruang
dan penatagunaan lahan yang memadai. Sehingga menimbulkan kesan
pengenyampingan fungsi lahan sebagai fungsi ekologis.
Di balik kecenderungan perkembangan yang dikemukakan di atas,
perlu pula dicatat bahwa selama ini telah terjadi fragmentasi penguasaan
lahan khususnya di Kota-kota berkembang (Surabaya, Malang, Jember,
Gresik). Dari data pemilikan yang ada bahwa rata-rata pemilikan lahan di
Indonesia mencapai adalah 0,58 ha/KK. Ciri fragmentasi ini lebih dipertegas
lagi dengan pertambahan jumlah petani gurem, yaitu keluarga petani dengan
pemilikan tanah kurang dari 0,1 ha. Mengamati gambaran tersebut di atas,
masalah pertanahan di masa yang akan datang akan jauh lebih berat bila
dibandingkan dengan dewasa ini.
1.2.1. Visi
Mempertahankan fungsi lahan sebagai sumberdaya ekonomi dan
sumberdaya ekologis untuk penunjang kehidupan masyarakat, sehingga
tetap berfungsi optimal dan layak untuk diwariskan kepada generasi
mendatang.
1.2.2. Misi
Penataan Penggunaan Lahan di Indonesia mempunyai misi: (1)
pemanfaatan lahan disesuaikan dengan kemampuannya; (2) dikelola dan
dimanfaatkan secara optimal, minimize diseconomic externalities, (3)
4
1.2.3. Tujuan
Dengan berbagai pertimbangan baik fakta, strategi dan menghadapi
situasi dimasa yang akan datang, maka tujuan dari penataan penggunaan
lahan di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Sinkronisasi perencanaan, pengembangan dengan
kemampuan lahan;
2. Penataan kembali tata kepemilikan lahan;
3. Pemantapan kelembagaan pertanahan;
4. Sistem infromasi pertanahan;
5. Monitoring dan evaluasi pertanahan secara terpadu dan
berkesinambungan.
2.1.2. Tujuan
Upaya untuk meningkatkan efektivitas perencanaan, pelaksanaan
serta evaluasi untuk pendayagunaan sumberdaya tanah;
Formulasi pokok-pokok upaya untuk meningkatkan efektivitas
perencanaan, pelaksanaan serta tata cara evaluasi untuk pendayagunaan
sumberdaya tanah;
Policy reforms dalam pendayagunaan sumber tanah dan tata ruang
yang lebih efisien dan berkelanjutan dan berkeadilan.
Periode 2010-2020
Memperkuat Proses dan Prosedur Perencanaan, terdiri atas kegiatan:
1. Perbaikan dalam Proses dan Prosedur Perencanaan;
2. Pembaruan data dan pemantauan lokasi serta kondisi tanah-tanah kritis;
3. Mengembangkan konsep konservasi tanah secara kontinyu;
4. Melakukan pengkajian dan pengembangan konsep-konsep manajemen
tanah perkotaan, khusus penyediaan lahan bagi pembangunan
pedesaan/kota;
5. Penetapan prosedur, proses dan standar perencanaan tata ruang yang
masih cukup fieksibel dengan kondisi-kondisi geografis di Indonesia
yang sangat beragam;
6. Melakukan evaluasi, Revisi dan Penyusunan Rencana Tata Ruang
Wilayah baik untuk Propinsi maupun Kabupaten dan Kota;
Perbaikan Mekanisme Perencanaan dan Pelaksanaan:
1. Mengkaji kelemahan-kelemahan mekanisme perencanaan,
koordinasi pelaksanaan antarsektor, pemantauan maupun penegakan
peraturan-peraturan yang terkait dengan tata ruang pengembangan lahan
di Indonesia, dalam kaitannya menuju pendayagunaan sumberdaya tanah
penataan ruang yang berkelanjutan, efisien dan "berkeadilan";
10
2.2.2. Tujuan
2.2.3. Tujuan
2.3.4. Tahapan
Periode 2002-2010
Penyempurnaan Tata Kerja dan Pembagian Fungsi Kelembagaan:
1. Mengkaji pembagian kerja, kewenangan serta tanggung jawab institusi
pemerintah dalam hal pengembangan sumberdaya lahan;
2. Mengefektifkan fungsi Tim Koordinasi Tata Ruang Propinsi (TKTRP);
3. Membentuk Tim Pelaklsanan Tata Ruang Propinsi dan Kabupaten/Kota
dengan titik sentral ada pada Bappeprop/Bapekab/Bapekot;
Periode 2010-2020
Penyempurnaan Tata Kerja dan Pembagian Fungsi Kelembagaan
Pertanahan:
Melanjutkan mengkaji pembagian kerja, kewenangan serta tanggung
jawab institusi pemerintah propinsi, kabupaten dan kota dalam hal
pengembangan sumberdaya lahan secara kontinyu;
Pengembangan Kemampuan Kelembagaan, dengan cara melanjutkan
upaya penguatan fungsi dan peran Bappeprop, Bappekab dan Bappekot,
sehingga betul-betul dapat melaksanakan fungsi koordinasi pembangunan
sektor-sektor di daerah, dalam fungsinya sebagai motor pada Tim
Koordinasi Tata Ruang Propinsi, Kabupaten dan Kota;
Meneruskan upaya-upaya penyiapan dan pelaksanaan program-
program pelatihan dalam perencanaan dan manajemen (pelaksanaan dan
pengawasan) serta pengiriman tenaga ke luar negeri untuk mengikuti
program latihan maupun program kesarjanaan yang terkait dengan
pengembangan sumberdaya lahan, untuk meningkatkan kemampuan
kelembagaan maupun personelnya baik pada tingkat propinsi, kabupaten
dan kota, maupun LSM,
Periode 2002-2010
Periode 2010-2020
Mengkoordinasi lembaga-lembaga penelitian yang terkait dengan
sistem informasi pertanahan, membentuk kerangka jaringan di antara
mereka.
Peranan Stakeholder
Dewasa ini perencanan, pendayagunaan dan pengendalian
sumberdaya lahan dan penataan ruang masih terfokus sebagai kegiatan
pemerintah, baik pusat maupun daerah, hampir secara eksklusif. Artinya
pemerintah sangat mendominasi seluruh kegiatan-kegiatan ini, sedangkan
peran serta masyarakat masih sangat terbatas pada peran DPRD pada saat
20
Daftar Pustaka
Anwar, A. 1993. Dampak Alih fungsi Tanah Sawah Menjadi Tanah Non-
pertanian di Sekitar Wilayah Perkotaan. Jurnal Perencanaan
Wilayah dan Kota No. 10, Desember, 1993.
Harsono, S. 1995. Kebijakan Pertanahan di Indonesia dalam Perspektip
Pertumbuhan dan Pemerataan, Makalah disampaikan pada
lokakarya, diselenggarakan oleh CIDES, Bappenas dan Kantor
Menteri Negara Agraria/BPN, Bandung 10 Oktober 1995.
Hidayat, M. 1995. Mekanisme Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan
Perumahan.. Tantangan dan Harapan di Masa Depan. Makalah
disampaikan pada lokakarya, diselenggarakan oleh CIDES,
Bappenas clan Kantor Menteri Negara Agraria/BPN, di Bandung 10
0ktober 1995.
Insrtuksi Gubernur Nomor 7 Tahun 1988. Pelaksanaan Permendagri 3/87
tentang penyediaan dan pemberian hak atas tanah untuk keperluan
perusahaan pembangunan perumahan di Indonesia.
Insrtuksi Gubernur Nomor 8 Tahun 1988. Tentang penetapan lokasi/letak
tepat dan pembebasan tanah untuk usaha/kegiatan bukan pertanian di
Indonesia.
Kartasasmita, G. 1995. Penataan Ruang dalam Perspektif Pertumbuhan dan
Pemerataan Pembangunan. Makalah disampaikan pada lokakarya,
diselenggarakan oleh CIDES, Bappenas dan Kantor Menteri Negara
Agraria/BPN, Bandung 1 0 Oktober 1995.
Keputusan Gubernur Nomor 295 Tahun 1984. Tata Cara Penyediaan dan
Pemberian Hak atas tanah bagi perusahaan yang tidak menggunakan
fasilitas penanaman modal. Pemerintah Daerah Tingkat I Propinsi
Indonesia.
22