You are on page 1of 21

ASUHAN PADA KEHAMILAN DAN PERSALINAN YANG

DISERTAI PENYAKIT/INFEKSI SISTEM PERKEMIHAN

diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah askeb IV

Jalum II B

Disusun Oleh:

Kelompok I

Anita Restya Suci

Rini Roslina

Ruthmiati Sihombing

Safrianti Simanjuntak

Shelly Marselin Septiana

Jalum 2B

POLITEKNIK KESEHATAN DEPKES BANDUNG

JURUSAN KEBIDANAN BANDUNG

2010

1
BAB I
PENDAHULUAN

Kehamilan yang sehat, kondisi fisik yang aman dan keadaan


emosi yang memuaskan baik bagi ibu maupun janin adalah hasil akhir
yang diharapkan dari perawatan maternitas. Supervisi dan pengawasan
kesehatan yang konsisten sangat penting. Banyak komplikasi berupa
penyakit dan penyulit yang sering kali tidak diketahui ibu hamil dan
keluarganya. Petugas kesehatan terkait memiliki pengetahuan dapat
membantu ibu hamil yang mengenali hubungan antara status fisik dan
rencana perawatannya. Berbagai informasi maupun tindakan dapat
dilakukan untuk mendeteksi dini adanya kelainan, komplikasi dan
penyakit yang lazim terjadi pada ibu dalam masa kehamilan, persalinan
dan masa nifas.
Walaupun kehamilan merupakan fenomena normal, namun dapat
timbul masalah. Oleh karena itu, asuhan memerlukan dasar yang
adekuat tentang kelainan atau komplikasi yang sewaktu-waktu dapat
terjadi dan dalam keadaan emergensi demi mencapai hal-hal berikut:
1. Mengidentifikasi penyimpangan yang aktual dan potensial
terhadap adaptasi normal supaya pengobatan dapat dimulai.
2. Menghindari 3T, yaitu:
 Terlambat menegakkan diagnosa.
 Terlambat mengambil keputusan untuk merujuk.
 Terlambat mendapat pertolongan di tempat rujukan.
3. Memberi penyuluhan kepada ibu dan keluarga, tentang tanda
dan gejala yang harus dilaporkan pada pemberi asuhan.
Sejalan dengan penyesuaian yang diharapkan, beberapa
penyakit juga timbul akibat perubahan-perubahan yang terjadi selama
hamil. Perubahan yang terjadi pada tubuh pada saat hamil adalah
perubahan yang hebat dan menakjubkan. Sistem-sistem tubuh berubah
dengan otomatis menyesuaikan dengan keadaan hamil. Hal ini untuk
melindungi fungsi fisiologis normal seorang wanita, memenuhi tuntutan
metabolik kehamilan tubuh wanita, dan menyediakan kebutuhan untuk
pertumbuhan dan perkembangan janin. Bila tubuh tidak mampu
mengimbangi berbagai perubahan tersebut, ditambah lagi dengan
adanya faktor infeksi dari bakteri atau virus, maka kehamilan,
persalinan dan masa nifas yang dilalui oleh wanita akan berubah
menjadi suatu hal patologis yang perlu tindakan dan pengobatan lebih
lanjut.
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah salah satu kejadian infeksi
yang sering dialami wanita ketika kehamilan. Terhitung 11% dari semua
wanita hamil mengalami bakteriuria. Hal ini dikarenakan adanya
perubahan pada sistem perkemihan selama hamil yang kemudian
diperparah dengan adanya infeksi pada organ-organ perkemihan seperti
ginjal, uretra, kandung kemih dan ureter. Asymptomatic bacteriuria,
pyelonefritis dan cystitis merupakan contoh ISK yang dapat terjadi saat
kehamilan. Tentunya penyakit infeksi ini memeliki efek buruk bagi janin
maupun kehamilan ibu. Bila hal ini tidak ditangani dengan baik, maka
akan berujung kepada penyakit yang lebih parah lagi, yaitu gagal ginjal.
Dapat disimpulkan bahwa diperlukannya pemahaman yang
adekuat mengenai deteksi dini dan komplikasi bagi siapa saja yang
terlibat dalam perawatan ibu dan bayi ketika hamil, bersalin dan nifas
terutama mengenai penyakit infeksi yang terhitung sering dialami oleh
wanita sebelum dan saat kehamilan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Infeksi Saluran Kemih


1. Definisi
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah salah satu kejadian yang
sering dialami wanita ketika kehamilan. Terhitung 11% dari semua
wanita hamil mengalami bakteriuria. Uretra, kandung kemih, ureter dan
pelvis ginjal merupakan organ yang sering terkena infeksi, namun
infeksi juga sering berkembang sampai parenkim ginjal.

2. Etiolofi dan Faktor Predisposisi


a. Fisiologi
Progesteron merelaksasikan otot polos dan membuat kandung
kemih, ureter dan pelvis renal tidak berkontraksi (atonis).
b. Anatomi
1) Retensi urin
Bentuk uterus yang inkarserata dan retroversi akan
menyebabkan uretra stasis dan meregang. Hal ini akan
mengakibatkan rasa nyeri ketika miksi dan retensi urin akut, dan
lebih jauh lagi akan menyebabkan cystitis.
2) Uretra yang pendek
Wanita memiliki uretra yang pendek, yang panjangnya hanya
sekitar 3.5 cm dan letaknya hampir beredekatan dengan rektum,
perineum dan vagina. Uretra dapat tertekan ketika terjadi prolaps
utero-vaginal, hal ini menyebabkan sisa urin tertinggal dan menjadi
sumber infeksi.
Sebagai tambahan:
 Pembesaran uterus, dari 12-20 minggu, menyebabkan tekanan pada
uretra.
 Bentuk uterus yang dextroversi ke kanan, menyebabkan tekanan
berlebih pada uretra sebelah kanan.
 Saat 38 minggu, engagement kepala janin dapat menyebabkan uretra
lebih tertekan lagi.
3) Trauma
Trauma dapat terjadi saat persalinan, ketika bagian dasar
kandung kemih dan leher janin berada dalam posisi yang sulit. Maka
hal ini akan menyebabkan memar, dan hasilnya kandung kemih
mengalami kerusakan dan atonis yang akan mengantarkan pada
kesukaran kencing dan sisa urin tertinggal.
4) Infeksi
Infeksi terjadi melalui sistem limfatik, melewati kolon dan peri-
rectal limfatik.
5) Stress Inkontinensia
Hal ini terjadi karena pelenturan atau pelengkungan otot dasar
panggul dan relaksasi sfingter uretra.
c. Organisme
 E. coli (90% dari seluruh infeksi).
 Kleibsella.
 Streptococcus faecalis.
 Staphalococcus pyogenes.
 Pseudomonas pyocyanea.
 dan bakteri-bakteri lain.

3
3. Pengaruh Pada Kehamilan
Berikut ini adalah pengaruh ISK pada kehamilan dan janin yang
dikandung, yaitu:
 Abortus (10%)
 Kelahiran prematur (15%)
 IUFD

4. Jenis
 Asymptomatic bacteriuria
 Cystitis
 Pyelonefritis

B. Asymptomatic Bacteriuria
1. Definisi
Asymptomatic bacteriuria didefinisikan sebagai kondisi dimana
kultur urin positif, artinya jumlah bakteri lebih besar daripada urin,
tetapi tanpa adanya keluhan atau tanpa menunjukan suatu gejala.
Ditemukan bakteri sebanyak lebih dari 100.000 per ml air seni
dari sediaan air seni “mid stream”. Jenis bakteri yang ditemukan, adalah
Eschericia coli (60%), Proteus mirabilis, Klebsiella pneumoniae,
Streptoccus grup B.

Eschericia coli Klebsiella pneumoniae

Proteus mirabilis Streptoccus grup B.

4
2. Etiologi dan Faktor Predisposisi
Asymptomatic bacteriuria sering disebabkan karena
perkembangan bakteri yang sudah ada pada sistem tubuh wanita
sebelum dia hamil. Angka kejadian dalam kehamilan sama seperti
wanita usia reproduksi yang seksual aktif dan tidak hamil sekitar 2 –
10%, namun rata-rata infeksi jenis ini terjadi pada sekitar 6 % dari
wanita hamil. Di amerika serikat paling tinggi ditemukan pada wanita
negro. Di RS.Dr.Cipto Mangunkusumo, Jakarta frekuensi asymptomatic
bacteriuria dan kehamilan sangat tinggi, yaitu sekitar 25 %.
Frekuensi asymptomatic bacteriuria dipengaruhi oleh paritas, ras,
sosio-ekonomi wanita hamil tersebut. Inflamasi, abrasi mukosa uretral,
pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap merupakan faktor
yang mendukung terjadinya asymptomatic bakteriuria.

3. Patofisiologi
Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran kemih dapat
melalui:
 Penyebaran endogen yaitu kontak langsung dari tempat terdekat.
 Hematogen.
 Limfogen.
 Eksogen sebagai akibat pemakaian alat berupa kateter atau
sistoskopi.
Infeksi traktus urinaria terutama berasal dari mikroorganisme
pada feces yang naik dari perineum ke uretra dan kandung kemih serta
menempel pada permukaan mukosa. Agar infeksi dapat terjadi, bakteri
harus mencapai kandung kemih, melekat pada dan mengkolonisasi
epitelium traktus urinarius untuk menghindari pembilasan melalui
berkemih, mekanisme pertahan penjamu dan cetusan inflamasi.

4. Tanda dan Gejala serta Komplikasi


Sesuai dengan namanya, tidak ada gejala yang dihubungkan
dengan infeksi ini. Insidensinya meningkat lebih dari 11 % kehamilan
pada wanita dengan riwayat ISK termasuk diabetes, dan wanita dengan
sel sabit bawaan (sickle cell diseases). Jika dibiarkan dan tidak diobati,
infeksi jenis ini dapat bekembang menjadi pyelonefritis saat kehamilan
lanjut. Angka kejadiannya pun cukup tinggi, yaitu 20%.
Pengaruhnya pada kehamilan, asymptomatic bacteriuria menjadi
faktor resiko untuk kelahiran preterm dan BBLR. Diperkirakan bahwa
10-15% wanita dengan bakteriuria mempunyai pyelonefriis kronis 10-12
tahun sesudah melahirkan, gagal ginjal berkembang 1 dari 3000.

5. Penatalaksanaan Manajemen
a. Deteksi Dini
Asymptomatic bacteriuria biasanya tidak diobati karena
membasmi bakteri bisa sulit dan komplikasi jarang terjadi. Juga,
pemberian antibiotika bisa mengubah keseimbangan bakteri di tubuh,
kadang-kadang membiarkan bakteri tumbuh subur lebih sulit untuk
dihapuskan.
Pengecualian jika orang tersebut mempunyai kondisi yang
membuat ISK benar-benar berisiko. Kondisi seperti itu termasuk
kehamilan, pencangkokan ginjal, menggunakan obat yang menekan
sistem kekebalan tubuh, atau mempunyai kondisi yang menekan sistem
kekebalan tubuh (misalnya, AIDS, kanker tertentu, atau mempunyai
jumlah sel darah putih yang rendah). Jika dibiarkan dan tidak diobati,

5
infeksi jenis Asymptomatic bacteriuria dapat berkembang menjadi
Pyelonephritis yang dapat menyebabkan keguguran. Asymptomatic
bacteriuria juga kadang-kadang diobati pada orang yang mempunyai
batu ginjal jenis tertentu yang tidak bisa dihapuskan dan menyebabkan
terulangnya infeksi saluran kencing.
Sekitar 30% wanita mengalami ISK dalam kehamilannya. Oleh
karena itu, sangat penting untuk dilakukan tes urin pada wanita setiap
kunjungan antenatalnya. Namun, tidak semua wanita hamil diharuskan
untuk melakukan tes skrining untuk asymptomatic bacteriuria. Ada 2
alasan utama yang melatarbelakangi hal ini, yaitu:
 Pertama, prevalensi asymptomatic bacteriuria bervariasi di setiap
populasi. Saat prevelansi mencapai titik rendah (< 2.5%), tidak
disarankan untuk melakukan skrining. Beda halnya dengan populasi
yang prevalensi asymptomatic bacteriuria lebih dari 5%,
kemungkinan untuk dilakukan skrining akan lebih kuat. Namun, jika
kita tidak mengetahui berapa besar tingkat prevalensinya di suatu
populasi, lebih baik semua wanita hamil dites urin di setiap
kunjungan antenatalnya.
 Kedua, kira-kira 1-2% dari 90-98% wanita penderita
asymptomatic bacteriuria yang telah dites dan mendapatkan hasil
negatif untuk bakteriuria di trimester pertama, maka akan
berkembang ke gejala ISK. Wanita yang terkena ISK saat kehamilan
lanjut dipastikan melewati skrining saat trimester awal kehamilan.
Wanita dengan resiko tinggi pyelonephritis atau dengan kerusakan
ginjal harus melakukan skrining untuk asymptomatic bacteriuria
setiap 4-6 minggu selama hamil.
Skrining untuk asymptomatic bacteriuria (setiap 4-6 minggu)
direkomendasikan untuk wanita hamil di bawah ini:
 Memiliki riwayat asymptomatic bacteriuria
 Memiliki riwayat ISK berulang sebelumnya
 Dengan penyakit ginjal, terutama dengan luka di ginjal karena
refluks nefropati.
 Keabnormalan struktur dan neuropatik saluran ginjal
 Renal calculi atau batu ginjal.
 Dengan penyakit diabetes melitus, tetapi bukan diabetes
gestational.
 Sickle cell disease
 Tingkat sosio-ekonomi yang rendah dan pendidikan tertinggi
hanya sampai kurang dari 12 tahun.

Sickle cell disease Renal calculi

6
b. Penanganan Awal
Pengobatan yang paling efektif untuk mengobati bakteriuria
asimptomatik atau gejala awal Cystitis adalah memberikan
nitrofurantoin monohidrat makrokristal (100 mg untuk 3 hari) atau
trimethoprim (200 mg untuk 3 hari).
Hindari pemberian nitrofurantoin setelah permulaan persalinan
kepada pasien dengan defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase. Hal ini
dilakukan untuk mencegah hemolisis pada neonatus, walaupun belum
ada dokumentasi yang kuat mengenai hal ini. Jangan berikan
trimethoprim pada trimester I kehamilan karena trimethoprim
merupakan antagonis asam folat yang meningkatkan resiko Neural Tube
Defect (NTD). Jangan berikan sulanomid pada wanita hamil mendekati
aterm karena beresiko neonatal hiperbilirubinemia dan kernikterus.
Managemen kebidanan yang bisa diberikan untuk wanita hamil
yang terinfeksi asymptomatic bacteriuria adalah:
 Bidan menyarankan untuk minum sedikitnya 8 gelas berisi air
putih dan jus berry dan tidak menunda keinginan untuk berkemih,
selalu menjaga kebersihan dengan baik. Kandungan asam dan
vitamin C yang tinggi pada jus buah berry mengendalikan bakteri
yang berbahaya kaya, meningkatkan kekebalan tubuh dan
mengurangi risiko infeksi saluran kemih.

 Bidan memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien, antara


lain:
− Diskusi perubahan anatomis traktus urinaria dalam kehamilan
dan etiologi bakteri asymptomatic.
− Memberikan konseling klien mengenai bakteriuria yang tidak
terobati, akan berlanjut pada pyelonefitis yang di asosiasikan
dengan peningkatan resiko persalinan prematur dan keguguran.
− Menjelaskan kepada klien tanda dan gejala cystitis akut dan
pyelonefritis.
− Diskusikan pencegahan kelahiran preterm rutin pada 20-24
minggu kehamilan dan sesuai indikasi.
− Anjurkan intake cairan adekuat selama hamil. Klien tidak
membutuhkan cairan penambahan tenaga ketika mendapat
antibiotok, cukup minum penghilang rasa haus.
− Ajarkan atau review teknik personal hygiene sesuai kebutuhan.
 Bidan dapat berkolaborasi dengan dokter dan ahli analis
kesehatan, untuk menyarankan klien agar melakukan USG dan tes
laboratorium.

c. Penanganan Lanjut

7
Belum ada pengobatan optimal untuk mengobati bakteriuria
asimptomatik, begitu pula pengobatan empiris untuk gejala ISK dalam
kehamilan. Kebanyakan ISK dalam kehamilan (kira-kira 75%)
diakibatkan oleh E. coli, yang biasanya sensitif terhadap nitrofurantoin,
trimethoprim (dengan atau tanpa sulfamethoxazole), ampisilin, atau
cephalosporin.
Skrining untuk infeksi berulang harus dimulai 1 minggu pasca
lengkapnya pengobatan pertama, kemudian dilanjutkan setiap 4-6
minggu hingga akhir kehamilan. Infeksi berulang atau infeksi pertama
pada wanita hamil resiko tinggi pyelonefritis harus diobati selama 7-10
hari dengan antibiotik yang sensitif terhadap bakteri. Wanita yang
memiliki 2 gejala dari asymptomatic bacteriuria atau Cystitis
dipertimbangkan untuk diberikan antibiotik profilaksis dosis rendah—
untuk sisa kehamilan hingga 4-6 minggu postpartum. Resim yang sesuai
untuk antibiotik profilaksis jangka panjang adalah nitrofurantoin 50-100
mg saat malam, amoxicillin 250 mg saat malam, cephalexin 125-250
mg saat malam, atau trimethoprim 100-150 mg saat malam. Wanita
tersebut harus dipastikan apakah ia memiliki keabnormalitasan struktur
dari saluran ginjal, renal calculus dengan ultrasonografi (USG).
Berkaitan dengan adanya pengurangan insidensi ISK akut pada
pengobatan asymptomatic bacteriuria maka para ahli menganjurkan
untuk memberikan terapi antibiotika. Beberapa kajian terapi antibiotika
untuk bakteriuria asimptomatik, adalah:
Nama Obat Dosis Angka Keberhasilan
Amoksilin + asam 3 x 500 mg/hari 92%
klavulanat
Amoksilin 4 x 250 mg/hari 80%
Nitrofurantoin 4 x 50-100 mg/hari 72%

Terapi antibiotika untuk pengobatan asymptomatic bacteriuria,


biasanya diberikan untuk jangka waktu 5-7 hari secara oral. Sebagai
kontrol hasil pengobatan, dapat dilakukan pemeriksaan ulangan biakan
bakteriologik air kemih, karena kejadian ini seringkali berulang (25%).

C. Cystitis

8
1. Definisi
Cystitis adalah peradangan kandung kemih tanpa disertai radang
bagian atas saluran kemih. Cystitis ini cukup sering dijumpai dalam
kehamilan dan nifas.

2. Etiologi dan Faktor Predisposisi


Bermacam-macam mikroorgonisme dapat menyebabkan infeksi
saluran kemih. Penyebab terbanyak adalah bakteri Gram Negatif
termasuk bakteri yang biasanya menghuni usus yang kemudian naik ke
system saluran kemih. Dari bakteri Gram Negatif ternyata E. coli
menduduki tempat teratas yang kemudian diikuti oleh Proteus,
Klebsiela, Enterobacter, Pseudomonas.
Faktor predisposisi adalah uretra perempuan yang pendek,
sistokel, dan adanya sisa air kemih yang tertinggal. Disamping itu
penggunaan karakter yang sering dipakai dalam usaha mengeluarkan
air kemih dalam pemeriksaan ginekologi atau persalinan dapat memicu
timbulnya cystitis.

3. Patofisiologi
Sama seperti halnya asymptomatic bacteriuria, masuknya
mikroorganisme penyebab cystitis ke dalam saluran kemih dapat melalui
penyebaran endogen yaitu kontak langsung dari tempat terdekat,
hematogen, limfogen, dan eksogen sebagai akibat pemakaian alat
berupa kateter atau sistoskopi.
Penggunaan kateter akan mendorong bakteri-bakteri yang ada di
uretra distal untuk masuk kedalam kandung kemih. Lebih-lebih pada
persalinan, kandung kemih mengalami tekanan dan trauma dan pasca
persalinan. Ada kemungkinan terjadi kesukaran kencing dan terdapat
sisa urin dalam kandung kencing, yang merupakan tempat pembiakan
bakteri-bakteri hingga akhirnya timbul cystitis disamping adanya
kerusakan–kerusakan dalam dinding kandung kencing akibat inflamasi
dan abrasi mukosa uretral. Pengaruh tenaga kesehatan yang tidak atau
kurang memperhatikan pencegahan infeksi asepsis,antisepsis dan teknik
kateterisasi juga mempengaruhi kemungkinan terjadinya infeksi seperi
cystitis.

4. Tanda dan Gejala serta Komplikasi


Pada cystitis, radang terbatas pada selaput vesika urinaria. Pada
radang yang lebih berat lapisan-lapisan lain, submukosa, muskularis

9
dapat terkena pula. Pada keadaan akut dijumpai sakit di daerah vesika
urinaria (supra-pubis dan perut bagian bawah), sakit bila kencing,
frekuensi kecing yang sering, disuria, rasa terbakar ketika kencing, dan
kadang-kadang urin bercampur dengan nanah (piuria). Radang yang
akut biasanya disertai demam dan malaise, yang umumnya tidak
berlangsung lama.
Gejala-gejala subjektif juga cepat menghilang hingga tinggal
piurianya saja. Bila hal ini tidak ditangani dengan baik, tidak jarang
timbul remisi kembali menjadi lebih akut. Bila dengan pengobatan tidak
mau sembuh maka kemungkinan adanya korpus alineum seperti batu,
maka penderita harus mendapatkan perawatan lebih lanjut.
Resiko primer cystitis akut selama kehamilan berkembang
menjadi pyelonefritis akut dengan resiko untuk kelahiran preterm,
kehamilan berhubungan dengan perubahan anatomi, fisiologi dan
hormonal mempengaruhi perkembangan infeksi saluran kemih bagian
atas.

5. Penatalaksanaan Manajemen
a. Deteksi Dini dan Penanganan Awal
Manajemen kebidanan yang bisa Bidan lakukan antara lain:
 Menganjurkan klien untuk bedrest.
 Menganjurkan klien untuk minum minimal 8 gelas besar/hari dan
juice buah.
 Memberikan konseling tentang pentingnya pengobatan medis.
 Memberikan konseling tentang pentingnya datang untuk
kunjungan follow up.
 Menjelaskan kepada klien mengenai tanda dan gejala yang
timbul.
 Menjaga personal hygiene dan menghindari kontaminasi perineal.
 Menganjurkan pada klien untuk mengatur frekuensi berkemih
untuk mengurangi sensasi nyeri, spasme dan rangsangan untuk
selalu berkemih (tetapi dengan jumloah urin yang minimal). Makin
sering berkemih, nyeri dan spasme akan makin bertambah. Namun,
bukan berarti klien harus menunda keinginan berkemih.
 Menganjurkan untuk BAK dan cebok setelah koitus.
 Menganjurkan untuk tidak mengkonsumsi gula yang berlebih.
 Memberikan pendidikan kesehatan bagi klien:
− Diskusikan perubahan normal anatomi saluran kemih pada
kehamilan dan etiologi sistitis akut.
− Jelaskan gejala systitis harus berkurang dalam 24 jam setelah
permulaan terapi obat.
− Memberikan konseling resiko tanda dan gejala pyelonefritis dan
persalinan preterm.
− Anjurkan intake cairan adekuat selama kehamilan. Klien tidak
membutuhkan cairan penambahan tenaga ketika mendapat
antibiotic, cukup minum penghilang haus, ditambah bikarbonas
natrikus untuk menetralisirkan kencing menjadi biasa.
− Ajarkan atau review praktek personal hygiene
− Sediakan edukasi pada PMS dan seks yang aman atas indikasi.
 Bidan dapat berkolaborasi dengan dokter dan ahli analis
kesehatan, untuk menyarankan pasien agar melakukan USG dan tes
laboratorium.

10
 Hampir 25% pasien yang pernah mengalami cystitis, akan
mengalami infeksi ulangan sehingga perlu diberikan konseling untuk
upaya profilaksis dan kunjungan ulang apabila timbul kembali gejala
cystitis. Dalam asuhan antenatal yang terjadwal, sebaiknya
dilakukan pemeriksaan bekteriologik air kemih, sebagai langkah
antisipatif terhadap infeksi ulang.

Manajemen medis yang dilakukan adalah:


 Pemberian antibiotik.
- Harus diingat bahwa pemberian antibiotika di saluran kencing
melalui ginjal. Bila fungsi ginjal kurang baik maka pemberian
antibiotika disesuaikan dengan keadaan ginjal jangan sampai
merusak ke fungsi ginjal.
- Terapi antibiotika yang dipilih, mirip
dengan pengobatan bakteriuria
asimptomatik. Apabila antibiotika tunggal
kurang memberikan manfaat, berikan
antibiotika kombinasi. Kombinasi tersebut
dapat berupa jenis obatnya ataupun cara
pemberiannya, misal: amoksilin 4 x 250
mg per oral, digabung dengan gentamisin
2 x 80 mg secara intramuskuler (IM)
selama 10-14 hari. Dua hingga 4 minggu kemudian dilakukan
penilaian laboratorium untuk evaluasi pengobatan.
- Untuk pencegahan infeksi berulang berikan nitrofurantoin 100
mg/hari setiap malam sampai sesudah 2 minggu postpartum.
 Antiseptik urinaria. Bila perlu di adakan pembersihan vesika
urinaria dengan cairan nitrofurantoin, dan di anjurkan juga dengan
cairan nitras argenti 1:8000 sampai 1:10000, pencucian tersebut
dianjurkan bila antibiotika kurang atau tidak bisa menolong.
Penisilin pada umumnya tidak menolong karena infeksi traktus
urinarius kebanyakan oleh infeksi E. coli.
 Follow-up secara berkala (per bulan) untuk memastikan pasien
telah mengkonsumsi antibiotik secara lengkap.
 Umumnya dilakukan pengobatan rawat jalan, namun pada
stadium akut harus diberi istirahat atau bedrest, diet makanan yang
tidak merangsang seperti makanan pedas, minuman yang tidak
mengandung alcohol, kompres dengan air panas atau antibiotika.
Pada infeksi ringan cukup hanya diberi heksamine tablet, atau
nitrofurantoin atau methenamine mandelate. Pada cystitis yang sulit
disembuhkan maka di adakan tes kepekaan mikrooganisme yang
ada di urin agar dapat diberikan antibiotik yang cocok.
 Untuk spasmus yang telah diuraikan diatas diberikan
suppositorium berisi belladonna atau kodein-belladona. Aturan
untuk banyak minum sebaiknya tidak diberikan karena akan
mengganggu masa istirahat. Cukup dengan diberikan konseling
supaya minum air secukupnya.
 Hanya ibu hamil yang mengeluh nyeri hebat disertai dengan
hematuria, memerlukan perawatan dan observasi ketat.

D. Pyelonefritis
Pyelonefritis merupakan suatu inflamasi dari salah satu atau
bahkan kedua ginjal. Frekuensinya kira-kira 2%. Biasanya disebabkan

11
oleh bakteri E. coli, Staphylococcus aureus, Bacillus proteus dan
Pseudomonas aeruginosa. Kuman dapat menyebar melalui saluran
darah maupun saluran limfe. Pyelonefritis dibedakan menjadi dua
macam yaitu: pyelonefritis akut dan kronis

1. Pyelonefritis Akut

a. Definisi
Infeksi bakteri yang menyerang ginjal, yang sifatnya akut
maupun kronis. Pyelonefritis akut biasanya akan berlangsung selama 1
sampai 2 minggu. Bila pengobatan pada pyelonefritis akut tidak sukses
maka dapat menimbulkan gejala lanjut.

b. Etiologi dan Faktor Predisposisi


Frekuensi kejadian pyelonefritis pada kehamilan termasuk masa
nifas ±2%. Escherichia coli (bakteri yang dalam keadaan normal
ditemukan di usus besar) merupakan penyebab dari 90% infeksi ginjal
diluar rumah sakit dan penyebab dari 50% infeksi ginjal di rumah sakit.
Infeksi biasanya berasal dari daerah kelamin yang naik ke kandung
kemih. Pada saluran kemih yang sehat, naiknya infeksi ini biasanya bisa
dicegah oleh aliran air kemih yang akan membersihkan organisme dan
oleh penutupan ureter di tempat masuknya ke kandung kemih.
Penyebab pyelonefritis dilihat dari perubahan fisiologis dan
anatomis yang berkaitan dengan kehamilan adalah:
 Tekanan pada ureter di brim (tepi dari saluran superior pelvis)
panggul oleh uterus.
 Dilatasi pada ureter dikaitkan dengan perubahan hormone
progesterone.
 Urine yang statis bercampur dengan mikroorganisme, disebabkan
oleh no 2 poin diatas.
 Penurunan tonus kandung kemih dan status urine
Adapun etiologi lainnya yaitu:
 Berbagai penyumbatan fisik pada aliran air kemih (misalnya batu
ginjal atau pembesaran prostat) atau arus balik air kemih dari
kandung kemih ke dalam ureter, akan meningkatkan kemungkinan

12
terjadinya infeksi ginjal. Infeksi juga bisa dibawa ke ginjal dari
bagian tubuh lainnya melalui aliran darah.
 Keadaan lainnya yang meningkatkan resiko terjadinya infeksi
ginjal adalah:
− kehamilan,
− kencing manis, dan
− keadaan-keadaan yang menyebabkan menurunnya sistem
kekebalan tubuh untuk melawan infeksi.
Predisposisinya antara lain yaitu:
 Perubahan fisiologis pada kehamilan.
 Bakteriuria asimptomatik.
 Systitis.
 Uretra atau ginjal.
 Penyakit obstruksi atau neurologi pada saluran perkemihan.
 Riwayat anomaly ginjal atau pyelonefritis.
 Adanya adhesi atau perlekatan pada permukaan bakteri.
 Penggunaan kateter waktu persalinan atau kehamilan dan air
kemih yang tertahan setelah persalinan. Jadi dianjurkan untuk tidak
menggunakan kateter bila tidak diperlukan betul. Penderita
pyelonefritis kronik atau glumorulonefritis kronik yang sudah ada
sebelum kehamilan sangat mendorong terjadinya pyelonefritis akut
ini.

c. Patofisiologi
Bakteri naik ke ginjal dan pelvis ginjal melalui saluran kandung
kemih dan uretra. Flora normal fekal seperti Eschericia coli,
Streptococus fecalis, Pseudomonas aeruginosa, dan Staphilococus
aureus adalah bakteri paling umum yang menyebabkan pyelonefritis
akut. E. coli menyebabkan sekitar 85% infeksi.
Pada pyelonefritis akut, inflamasi menyebabkan pembesaran
ginjal yang tidak lazim. Korteks dan medula mengembang dan multipel
abses. Kalik dan pelvis ginjal juga akan berinvolusi. Resolusi dari
inflamasi menghsilkan fibrosis dan scarring. Pyelonefritis kronis muncul
stelah periode berulang dari pyelonefritis akut. Ginjal mengalami
perubahan degeneratif dan menjadi kecil serta atrophic. Jika destruksi
nefron meluas, dapat berkembang menjadi gagal ginjal.

d. Tanda, Gejala dan Komplikasi


Tanda dan gejala yang timbul, adalah sebagai berikut:
 Demam (temperatur terkadang 38°C bahkan sampai 40°C).
 Menggigil.
 Hipotensi dan takikardi.
 Tidak ada nafsu makan, mual dan muntah yang menyebabkan
dehidrasi.
 Nyeri pada pinggang, terjadi pada bagian kanan (54%), kedua
sisi (27%) dan bagian kiri (16%).
 Nyeri perut bagian bawah (supra pubik).
 Oligouria di 24-36 jam pertama, atau bahkan disuria. Hal ini
dikarenakan edema dan kongesti parenkim ginjal, tubulus, dan
pelvis ginjal dan ureter.
 Terdapat leukosit dalam urin.
 Hematuria dan perasaan terbakar ketika miksi.
 Bakteriuri.

13
 Proteinuri (kandungan protein tergantung seberapa besar
kerusakan pada ginjal).
 Edema, karena permeabilitas membran sel.
Pyelonefritis adalah kejadian yang paling sering pada komplikasi
saluaran perkemihan yang berepengaruh pada kehamilan dengan
insidensinya 1-2,5%. Komplikasi khusus yang sering pada pyelonefritis
adalah kelahiran preterm. Komplikasi lainnya meliputi: anemia
hemoliytic, thrombocytopenia, hipertensi, insufisiensi pulmonal,
syndrome pada saluran pernafasan, insufisiensi ginjal, gagal ginjal akut,
abses pada ginjal atau perineprich, pyelonefritis berulang dan syok
septik.

e. Penatalaksanaan Manajemen
Wanita hamil dengan pyelonefritis akut harus di rawat di Rumah
Sakit untuk dilakukannya pemantauan yang baik dan adekuat. Dan
dilakukan terapi intravena dan banyak minum untuk mengganti
elektrolit yang hilang karena dehidrasi dan diberi antibiotik nitrofuran
setelah kelahiran. Urine dipantau selama 6-8 minggu post partum untuk
memastikan tidak ada infeksi yang asimptomatik.
Manajemen kebidanan yang bisa Bidan lakukan adalah:
 Klien harus bedrest total.
 Klien diposisikan semi fowler dan berbaring pada sisi tubuh yang
tidak terinfeksi (terasa sakit).
 Memonitoring dengan ketat cairan intake dan output.
 Semua spesimen urine hendaknya dites laboratorium.
 Diet bergizi dengan banyak vitamin.
 Pemeriksaan tanda-tanda vital dilakukan 4 jam sekali.
 Memberi perhatian khusus pada personal higiene, mulut dan
bagian-bagian yang tertekan.
 Ibu harus dirawat dan dilakukan penatalaksanaan pengobatan
intravena oleh ahli.
 Bidan tetap berkonsultasi dan berkolaborasi dengan dokter, jika
ditemukan kejadian seperti beriku yaitu:
- nadi lebih dari 120 x/menit,
- tekanan darah sistolik ≤ 90 x/menit,
- pyrexia (menggigil) ketika suhu > 38oC, atau
- pengeluaran urin < 30 ml/jam.
 Saat keluar diri rumah sakit selama 7-14 hari diberikan obat
antibiotic, umumnya dianjurkan.
 Pengobatan vaginitis.

2. Pyelonefritis kronik
a. Definisi
Infeksi bakteri yang menyerang ginjal, yang sifatnya kronis. Hal
ini diakibatkan oleh pengobatan sistitis atau pyelonefritis akut yang
berlangsung lama (menahun) dan tidak sukses sehingga menimbulkan
gejala lanjut.

b. Etiologi dan Faktor Predisposisi


Sama seperti etiologi pyelonefritis akut. Faktor predisposisi,
ditambah dengan pengobatan sistitis atau pyelonefritis akut yang
berlangsung lama (menahun) dan tidak sukses.

c. Patofisiologi

14
Sama seperti patofisiologi pyelonefritis akut.

d. Tanda, Gejala dan Komplikasi


Pyelonefritis kronik biasanya tidak atau sedikit sekali
menunjukan gejala-gejala penyakit saluran kemih, dan merupakan
predisposisi terjadinya pyelonefritis akut dalam kehamilan. Tanda dan
gejalanya bisa merupakan
 Hipertensi
 Pada keadaan penyakit yang lebih berat didapatkan penurunan
tingkat filtrasi glomerulus (G.F.R)
 Proteinuria menetap, mungkin terdapat protein kurang dari 2
gram perhari.
 Leukosit dalam urin.
Bila tidak diobati lama kelamaan akan menimbulkan insufisiensi
ginjal. Pengaruh terhadap kehamilan hamper sama dengan pyelonefritis
akut. Pengobatan akan lebih sulit karena sudah kronis. Wanita dengan
pyelonefritis kronis dan insufisiensi ginjal yang luas dianjurkan untuk
tidak hamil. Dapat memilih tubektomi bila sudah memiliki anak atau
menggunakan kontrasepsi efektif lainnya. Prognosis bagi ibu dan janin
tergantung dari luasnya kerusakan jaringan ginjal. Penderita ini
sebaiknya tidak hamil, karena beresiko tinggi.

e. Penatalaksanaan Manajemen
Penanganan dan pengobatan pada pasien yang menderita
pyelonefritis kronik ini tidak dapat banyak yang dilakukan. Dan jika
sudah mulai mengarah ke pyelonefritis akut sepert yang sudah
dijelaskan. Maka dianjurkan untuk mempertimbangkan melakukan
terminasi.

f. Manajemen Medis
1. Dirawat di rumah sakit segera.
2. Jika terdapat syok, berikan segera pengobatan.
3. Urinalisis (spesimen urin ke laboratorium), buat kultur dan test
resistensi jika tersedia dan terapi antibiotik yang sesuai sampai 2
hari bebas demam.
4. Jika kultur urin tidak dapat dilakukan, berikan antibiotik:
− Ampicilin 2 gr/iv tiap 6 jam
− Ditambah gentamicin 5 mg/kg BB iv tiap 24 jam
5. Periksa CVP line.
6. Jika telah bebas demam 2 hari, berikan amoxilin 1 gr p.o 3 kali
sehari selama 14 hari.
Catatan; umumnya pasien membaik dalam 48 jam, jika tidak ada
perbaikan dalam 3 hari, evaluasi pengobatan dan jenis antibiotik.
7. Diperlukan cairan yang bergantung pada suhu lingkungan, suhu
pasien, derajat dehidrasi dan jumlah pengeluaran urin.
8. Hyperpyrexia diobati dengan antibiotik
9. Antibiotik diberikan berdasarkan mikrokultur dan tes urine,
sebagai contoh : ampicilin 2 gr stat kemudian 1 gr ampicilin tiap 6
jam.
10. Alkalisasi urine dengan sodium bikarbonat atau potasium
sitrat mungkin berguna untuk menghambat pertumbuhan bakteri
dalam urine.
11. Darah diambil untuk jumlah darah dan elektrolit.

15
12. Analgesik: paracetamol 500 mg p.o jika sakit dan panas.
13. Score serviks untuk mengecek serviks pada kasus
persalinan preterm.
14. Jika timbul kontraksi dan darah lendir, curiga persalinan
preterm.
15. Untuk profilaksis, berikan RASA
antibiotik p.o NYAMAN
TIDAK sekali sehari
selama hamil dan 2 minggu pasca persalinan:PADA SUPRA
− Trimetropim/sulfametoksazol 1 tablet (160/800 mg)
SIMFISIS
− Amoxicilin 250 mg.

Frekuensi berkemih
meningkat

Stati
Stati
Warna ss
Ya Tidak
kemerahan/keruh urin
urin

Ya Tidak Bakteriuria
Bakteriuria
Trimetropim/sulfametoksazol

Nyeri

Zat
Zat warna
warna
Ya Penilaian Tidak
E. Klinik pada Infeksi Saluran
pada
pada urin Kemih
urin
deposit
deposit zat
zat
makanan
makanan

Saat awal
miksi

Ya Tidak Nyeri tekan


suprasimfisis

Nyeri
Ya Tidak kostovertebral

Uretritis
Uretritis

16

Sistitis
Sistitis Pielonefritis
Pielonefritis
F. Manajemen Kebidanan yang Didokumentasikan dengan
Metode SOAP

STUDI KASUS
No registrasi :146-04-09
Waktu pengkajian :Pukul: 08.00 WIB
Tempat pengkajian :Puskesmas Puter
Nama pengkaji :Bidan R dan mahasiswa

Data subjektif
1. Biodata

Identitas Istri Suami


Nama Ny. S Tn. I
Umur 24 tahun 29 tahun
Pendidikan SMP SMK
Pekerjaan Ibu rumah tangga Buruh
Golongan Tidak tahu Tidak tahu
darah
Agama Islam Islam
Suku bangsa Sunda Sunda

17
Pernikahan 1 kali 1 kali
Lama 1 tahun 1 tahun
Alamat Jalan mahoni no 2 rt Jalan mahoni no 2 rt
10 rw 5 kel kandis 10 rw 5 kel kandis
raya kecamatan raya kecamatan
kampong melayu kampong melayu kota
kota bandung bandung
No telp 081273509152 081273509152

2. Keluhan utama
Ibu merasa hamil 6 bulan anak pertama, mengeluh nyeri pada waktu
buang air kecil dan frekuensi buang air kecilnya sering.
3. Riwayat kehamilan sekarang
HPHT :3-10-2007
TP :10-7-2008
Usia kehamilan:28 minggu
Siklus haid :28 hari, teratur
Gerakan janin : ibu masih merasakan gerakan janin

4. Riwayat obstetric yang lalu


Hamil sekarang

5. Riwayat kesehatan
Riwayat operasi : tidak ada
Ibu tidak sedang menderita atau tidak pernah menderita penyakit
kronik, menular dan keturunan
Dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit kronik, menular
ataupun keturunan

6. Kebutuhan dasar ibu


a. Nutrisi dan hidrasi
Ibu makan 3-4 kali sehari, porsi lebih banyak dari sebelum hamil.
Jenis makanan nasi, lauk pauk, sayur dan cemilan. Tidak ada
pantangan dan alergi terhadap makanan.
Ibu minum 5-6 gelas sehari dengan jenis minuman air putih.
b. Eliminasi
Ibu BAB 1 kali sehari dan tidak ada keluhan saat BAB.
Ibu BAK sering tidak terhitung dan ada rasa nyeri saat buang air
kecil dan keluarnya juga sedikit-sedikit.
c. Istirahat
Ibu mersa kurang istirahat karena terganggu dengan buang air kecil
yang sering.
d. Aktifitas
Ibu melakukan pekerjaan rumah tangga oleh endiri dan dibantu
oleh suaminya seperti memasak, mencuci, menyapu, mengepel, dan
lain-lain.

7. Perilaku kesehatan
Suami merokok

8. Hubungan seksual
Ibu berhubungan seksual seminggu 1 kali.

9. Kontrasepsi
Ibu belum pernah menggunakan kontrasepsi

18
10. Imunisasi
TT1 diberikan pada bulan September 2007.

11. Social dan budaya


 Keluarga sangat senang dan menerima kehadiran bayi.
 Pengambilan keputusan dilakukan oleh ibu dan suami.
 Ibu tidak mengikuti tradisi budaya.
 Perlengkapan persalinan sudah dipersiapkan
 Penolong : bidan
 Tempat : Puskesmas Puter
 Kendaraan : belum tahu, belum dibicarakan dengan
suami
 Donor darah : belum tahu
 Kegawat daruratan : belum dibicarakan dengan suami

Data objektif
1. Keadaan umum :baik
Kesadaran :Compos Mentis
2. Pemeriksaan tanda-tanda vital
Tekanan darah :110/70 mmHg
Respirasi :23 kali/menit
Suhu :36,5°c
Nadi :80 kali/menit
3. Pemeriksaan antopometri
Berat Badan : 54 kg
Tinggi Badan :150 cm

4. Pemeriksaan fisik
a. Kepala
Muka tidak ada udem wajah, sklera berwarna putih,
konjungtiva berwarna merah muda, Bibir berwarna merah
muda, kelembaban baik.
Gusi berwarna merah muda.
Gigi bersih dan tidak ada karies gigi.

b. Leher
Tidak ada pembengkakan kelanjar getah bening dan kelenjar
tiroid, serta tidak ada peningkatan JVP.

c. Payudara
Bentuk payudara simetris, keadaan umum payudara bersih,
putting payudara menonjol, tidak ada retraksi, tidak ada
pembengkakan, tidak nyeri, aerola hyperpigmentasi,
colostrums belum keluar.

d. Abdomen
Tidak ada luka bekas operasi.
Mc Donald : 22 cm
Leopold I : teraba bagian besar, lunak, dan tidak melenting.

19
Leopold II : teraba ada tahanan besar disebelah kiri dan
bagian-bagian kecil disebelah kanan.
Leopold III: teraba bagian keras dan melenting.
Leopold IV: belum masuk PAP.
DJJ :152 kali/menit, regular

e. Ekstremitas
Atas :tidak ada udem dan tidak sianosis
Bawah :tidak ada udem pada kaki kiri dan kanan, tidak
ada varises pada kaki kiri dan kanan kaki, dan
reflek patella positif pada kaki kiri dan kanan.

Assessment
G1P0A0 gravida 26 minggu keadaan janin baik dan ibu suspek ISK
Masalah potensial :resiko persalinan prematur.
Antisipasi masalah potensial :penangan yang tepat untuk ISK.

Planning
1. Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada ibu.
2. Menjelaskan pengaruh ISK kepada ibu dan janin.
3. Menganjurkan ibu untuk tetap banyak minum air putih yang
banyak. (ibu bersedia)
4. Menganjurkan ibu untuk tetap menjaga personal hygiene. (ibu
bersedia)
5. Memberikan konseling kepada ibu mengenai cara cebok yang
baik dan benar. (ibu mengerti dan bersedia melakukannya)
6. Memonitor kesejahteraan janin.
7. Menganjurkan ibu untuk memeriksa kehamilannya secara rutin.
8. Kolaborasi dengan dokter untuk pengobatan.
9. Kolaborasi dengan laboratorium untuk pemeriksaan urin.
10. Mendokumentasikan hasil asuhan.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah salah satu kejadian infeksi
yang sering dialami wanita ketika kehamilan. Terhitung 11% dari semua
wanita hamil mengalami bakteriuria. Hal itu terjadi karena adanya
perubahan pada sistem perkemihan selama hamil yang kemudian
diperparah dengan adanya infeksi pada organ-organ perkemihan seperti
ginjal, uretra, kandung kemih dan ureter. Asymptomatic bacteriuria,
pyelonefritis dan cystitis merupakan contoh ISK yang dapat terjadi saat
kehamilan. Tentunya penyakit infeksi ini memiliki efek buruk bagi janin
maupun kehamilan ibu. Bila hal ini tidak ditangani dengan baik, maka
akan berujung kepada penyakit yang lebih parah lagi, yaitu gagal ginjal.
Untuk mengatasinya diperlukan pemahaman yang adekuat
mengenai deteksi dini dan komplikasi bagi siapa saja yang terlibat
dalam perawatan ibu dan bayi ketika hamil, bersalin dan nifas terutama
mengenai penyakit infeksi yang terhitung sering dialami oleh wanita
sebelum dan saat kehamilan. Dengan adanya deteksi dini dan
penanganan awal diharapkan dapat meminimalisir penyakit agar dapat
ditangani sebelum menjadi semakin berat.

20
B. Saran
Sebaiknya bidan dapat mengenal dan memahami tentang
kejadian ISK yang terjadi pada ibu hamil. Sehingga dapat mendeteksi
dini dan meminimalisir kemungkinan semakin buruknya dampak dari
ISK pada kehamilan.

DAFTAR PUSTAKA

2002.Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal


Edisi1 Cetakan 3.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono
prawirohardjo.
Cunningham, F. Gary [et al]. 2001. Williams Obstetrics–21st edition.
United States: McGraw Hill.
Sellers, Pauline McCall. 1993. Midwifery; Volume II Complications In
Childbirth. South Africa: Juta & Co, Ltd.
Star, Winifred L., M. T. Shannon, L. L. Lommel, Y. M. Guiterrez. 2001.
Ambulatory Obstetry; third edition. San Francisco: UCSF Nursing
Press.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirihardjo.2007.Ilmu
Kandungan.Jakarta:Tridasa Printer

21

You might also like