You are on page 1of 29

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sejak permulaan sejarah kehidupan di dunia ini, tanah merupakan


tempat hidup makhluk ciptaan tuhan. Pada zaman prasejarah manusia sudah
mulai mengenal tanah sebagai lahan yang dapat ditanami beragam tumbuhan
yang dapat bermanfaat bagi manusia. Seiring dengan berkembangnya waktu,
manusia pun mulai dapat membedakan keragaman jenis tanah untuk berbagai
kebutuhan.
Dimulainya usaha-usaha pertanian kira-kira 10.000 tahun yang lalu,
umat manusia mulai memandang tanah sebagai media untuk pertumbuhan
tanaman. Dalam usaha menjaga dan meningkatkan produktivitas tanah, kita
harus memandang bahwa tanah bukanlah sebagai warisan dari nenek moyang
kita melainkan kita meminjamnya dari anak cucu kita. Karena itu tanah
tersebut harus dikembalikan dalam keadaan yang lebih baik.
Perlunya kita menjaga dan meningkatkan produktivitas tanah tersebut
disebabkan oleh adanya beberapa faktor yang dapat menurunkan tingkat
produktivitas dan kesuburan tanah seperti polusi tanah, erosi, bencana alam,
dan pengaruh iklim. Selain karena pengaruh tersebut, kurangnya
produktivitas tanah juga disebabkan oleh struktur dan jenis tanah di suatu
daerah yang tidak subur.
Kota Kendari yang memiliki luas 295,28 km2 atau 0,7 % dari luas
daratan Provinsi Sulawesi Tenggara, termasuk wilayah yang memiliki jenis
tanah kurang subur dengan pH 4 – 5. Dengan demikian tanah di kota Kendari
termasuk kategori tanah marginal. Di mana struktur tanah yang mendominasi
adalah Kembisol Distrik/Litosol/Oksisol. Tanah jenis ini merupakan tanah
yang terkategori asam. Padahal diketahui bahwa masyarakat kota Kendari
masih banyak yang menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.
Dengan kondisi lahan seperti ini tentunya akan mengurangi produktivitas
2

tanaman yang berimplikasi pada kurangnya rerata penghasilan/pendapatan


mereka.
Penanggulangan keasaman tanah ini sesungguhnya dapat dilakukan
melalui perlakuaan terhadap tanah itu sendiri, yakni pengapuran dan
pemupukan (memberikan input tanah). Sekalipun perlakuan ini telah
dilakukan oleh para Petani, tetapi kebanyakan mereka lebih cenderung
memanfaatkan pupuk kimia yang banyak beredar di pasaran karena
dipandang praktis. Padahal efek pupuk kimia pada tanah justru akan
menimbulkan polusi tanah dan juga ketergantungan tanah terhadap pupuk.
Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian masyarakat juga banyak yang
menggunakan pupuk alam yang bersumber dari sampah maupun kotoran
hewan di sekitar lahan mereka. Pada umumnya jenis pupuk alam yang
mereka ketahui adalah kompos, yakni pupuk yang terbuat dari hasil
pelapukan berbagai bahan seperti daun-daunan, jerami, alang-alang, rumput,
kotoran hewan dan sampah. Pelapukan ini menghasilkan bahan organik yang
terkenal sangat baik untuk memperbaiki struktur tanah karena mengandung
unsur hara lengkap dan tidak menimbulkan efek samping. Hanya saja waktu
yang dibutuhkan untuk membuat kompos ini relatif lama.
Mengantisipasi masalah ini ahli pertanian dari Jepang menemukan
larutan effective microorganisme 4 (EM4) yang dapat mempercepat proses
pengomposan hingga 4 - 7 hari saja. Kompos yang dihasilkan melalui
fermentasi tersebut dinamakan BOKASHI (Bahan Organik Kaya Akan
Sumber Kehidupan). BOKASHI sangat berguna bagi Petani sebagai sumber
pupuk organik yang siap pakai dalam waktu singkat. BOKASHI juga
merupakan solusi keberhasilan produksi pertanian dengan biaya murah.
Mengingat bahan dari pupuk BOKASHI juga bisa bersumber dari
sampah perkotaan, maka semakin banyak sampah yang dihasilkan semestinya
semakin besar pula pupuk BOKASHI yang dapat diproduksi. Tetapi
umumnya banyaknya sampah di perkotaan justru selalu menimbulkan
masalah bagi penduduk khususnya di sekitar Tempat Pembuangan Akhir
(TPA) dan lingkungan. Di Kota Kendari jumlah sampah yang dihasilkan
3

perorang adalah 2,43 liter perhari atau sekitar 0,6 Kg. 15 % diantaranya
sampah non pemukiman. Jika sampah yang selalu menimbulkan masalah ini
dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan BOKASHI, maka tentu dapat
mengurangi permasalahan sampah di kota Kendari dan akan memberikan
dampak yang sangat positif baik bagi masyarakat Petani, lingkungan hidup
terlebih lagi tanah di kota Kendari yang memang membutuhkan input berupa
pupuk untuk menanggulangi kurangnya produktivitas tanah akibat
keasamannya.
Melalui latar belakang inilah kami bermaksud menyajikan suatu kajian
dalam bentuk karya Ilmiah dengan judul “Penanggulangan Tanah Marginal di
Kota Kendari melalui Pemanfaatan Sumber Daya Sampah sebagai
BOKASHI.“

1.2 . Rumusan Masalah

Masalah yang diangkat dalam penulisan ini didasarkan pada pemikiran


bahwa penanggulangan Tanah Marginal di Kota Kendari dapat dilakukan
dengan cara pemanfaatan sumber daya sampah yang ada di kota Kendari.
Adapun rumusan masalah dalam Karya Tulis ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana pengertian dan deskripsi tanah di Kota Kendari?
2. Bagaimana cara penanggulangan tanah marginal di Kota Kendari?
3. Apakah sampah di kota Kendari menimbulkan masalah?
4. Bagaimana pemanfaatan sumber daya sampah dalam menanggulangi
tanah marginal di Kota Kendari?

1.3. Tujuan dan Manfaat

1.3.1. Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah
sebagai berikut.
a. Mendeskripsikan keadaan tanah di Kota Kendari.
4

b. Menjelaskan cara penanggulangan tanah marginal di Kota


Kendari.
c. Menjelaskan bahwa banyaknya sampah di kota Kendari
menimbulkan masalah.
d. Menjelaskan pemanfaatan sampah dalam menanggulangi tanah
marginal di Kota Kendari.

1.3.2. Manfaat

Adapun manfaat yang dapat diambil dari karya tulis ini adalah:
1. Mengetahui bahwa sampah yang sering menjadi masalah warga
dapat dimanfaatkan sebagai bahan pupuk BOKASHI.
2. Mengetahui bahwa tanah di kota Kendari termasuk tanah yang
tidak subur sehingga perlu dilakukan upaya
penanggulangannya melalui pemberdayaan sampah kota
Kendari.
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian dan Deskripsi Tanah

Tanah adalah akumulasi tubuh-tubuh alam yang bebas yang


menduduki sebagian besar permukaan bumi. Tanah mampu menumbuhkan
tanaman-tanaman dan memilik sifat-sifat sebagai akibat pengaruh iklim dan
jasad-jasad hidup yang bertindak terhadap bahan induk dalam keadaan
tertentu selama jangka waktu tertentu pula. Sebagai sumber daya fisik, tanah
berperan penting bagi kehidupan manusia. Hal ini disebabkan oleh beberapa
hal, anatara lain karena tanah digunakan untuk tempat tinggal dan tempat
melakukan kegiatan manusia, sebagai tempat tumbuhnya vegetasi yang
sangat berguna bagi manusia dan mengandung barang tambang atau bahan
galian yang berguna bagi manusia (Sutrijat, 1999: 89).
Tanah dapat ditemukan di mana-mana di sekitar kita dan memiliki arti
sangat penting bagi kehidupan umat manusia. Seluruh umat manusia secara
langsung atau tidak langsung bergantung pada pengelolaan tanah.
Peradaban besar hampir selalu memiliki tanah yang baik sebagai sumber
daya alam dan mereka selalu memeliharanya dengan baik. Tanah sebagai
media pertumbuhan tanaman dapat menghasilkan bahan makanan, pakaian
dan papan bagi umat manusia (Yulius dkk, 1985: 2)
Menurut Sutrijat (1999: 91) Tanah merupakan bagian dari lahan yang
tersusun dari bahan-bahan organik dan anorganik yang berfungsi sebagai
salah satu sumber daya alam yang sangat penting dalam menunjang
kehidupan manusia. Seperti sisa-sisa jasad makhluk hidup yang telah
mengalami pelapukan dan juga bahan-bahan anorganik seperti batuan dan
mineral.

Jenis tanah di Kota Kendari didominasi oleh jenis tanah


Latosol/kambisol distrik, Podzolik Merah Kuning (PMK) dan Mediteran.
Beberapa sifat dan ciri dari masing-masing jenis tanah tersebut adalah
sebagai berikut :
6

1. Podzolik Merah Kuning (PMK)


Penciri utama jenis tanah ini ditunjukkan oleh adanya horizon argilik
penimbunan liat) pada horizon B,bersifat masam (pH<5,0),kejenuhan basah
kurang dari 35%.Jenis tanah ini dengan berbagai factor pembatas dapat
dimanfaatkan bagi pertanian lahan kering.
2. Mediteran
Jenis tanah ini hampir sama dengan PMK (mempunyai horizon
argilik), akan tetapi kejenuhan basa lebih dari 35% (sampai kedalaman
180cm),pH tanah diatas 5,0.Jenis tanah ini relatif lebih baik disbanding
podzolik dan berpotensi bagi pengembangan pertanian lahan kering.
3. Latosol / Kambisol / Oksisol
Penciri jenis tanah ini adalah adanya perkembangan struktur lemah-
sedang,terbentuk dari bahan induk batuan liat dan pasir.Lapisan atas
mempunyai warna coklat –coklat gelap,tekstur lempung liat
berdebu,konsistensi agak kekat,kejenuhan basa kurang dari 40%,reaksi
tanah masam.Dibeberapa lokasi terdapat sebagai tanah tua (latosol merah/
kekuningan,lateritik,oksisol).Dengan kandungan liat tinggi, KTK rendah
banyak mengandung Al dan miskin unsur hara.Jenis tanah ini banyak
dijumpai didaerah bergelombang dan perbukitan.Tanah ini dengan berbagai
faktor pembatas dapat dikembangkan bagi pertanian lahan kering (Ginting,
2002: 5)
Menurut Ruhimat (2003: 34) tingkat kesuburan tanah diberbagai
tempat tidak sama. Tingkat kesuburan tanah antara lain dapat diketahui dari
kelas kemampuan lahan. Kelas kemampuan lahan sering dinamakan pula
tingkat kecocokan lahan. Kelas kemampuan lahan dapat diklasifikasikan
atas delapan kelas sebagai berikut.
a. Kelas kemampuan lahan satu merupakan tanah yang landai, teksturnya
halus dan memiliki kandungan bahan organik yang cukup tinggi. Kelas
kemampuan lahan satu sangat cocok untuk semua jenis kegiatan
pertanian.
7

b. Kelas kemampuan lahan dua merupakan tanah yang memilik topografi


relatif landai, teksturnya agak kasar serta agak peka terhadap pengaruh
erosi. Kelas kemampuan lahan dua umumnya cocok untuk semua jenis
tanaman. Akan tetapi, dalam pemanfaatannya perlu disertai dengan
tindakan pengawetan tanah yang ringan, seperti pembuatan sengkedan
dan pemakaian pupuk organik.
c. Kelas kemampuan lahan tiga merupakan tanah yang terdapat di daerah
yang bermofologi agak miring dengan sistem pengairan yang kurang
baik.
d. Kelas kemampuan lahan empat, merupakn tanah yang terletak pada
daerah yang bermofologi miring, dengan tingkat kemiringan antara 15%
sampai dengan 30%.
e. Kelas kemampuan lahan lima merupakan tanah yang terletak pada
daerah bermofologi datar dan bergelombang serta bagian permukaannya
didominasi oleh tanah liat dan batu.
f. Kelas kemampuan lahan enam, merupakan tanah yang terletak di daerah
morfologi miring. Tingkat kemiringannya antara 30 % sampai dengan 45
% sehingga memiliki resiko tinggi terhadap erosi. Tanah pada kelas
kemampuan lahan enam,sangat cocok untuk ditanami rerumputan.
g. Kelas kemampuan lahan tujuh merupakan tanah yang terletak di daerah
yang bermofologi miring. Tingkat kemiringannya 45 % sampai dengan
65 %. Tanah dengan kelas kemampuauan tujuh tidak cocok untuk
dijadikan lahan pertanian. Lahan tersebut sebaiknya ditanami oleh
tanaman keras.
h. Kelas kemampuan lahan delapan merupakan tanah yang terletak di
daerah yang memiliki morfologi sangat miring. Tingkat kemiringannya
diatas 75 %
Faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan kesuburan tanah di
berbagai tempat adalah sebagai berikut.
1. Kandungan air dan udara tanah.
2. Iklim dengan berbagai unsur-unsurnya.
8

3. Perilaku manusia dalam mengolah tanah.


4. Derajat keasaman tanah.
5. Perkembangan jumlah penduduk.

Beberapa upaya manusia untuk mempertahankan kesuburan tanah,


adalah;
1. pemanfaatan tanah disesuaikan dengan kelas kemampuan lahan.
2. pembuatan sengkedan dalam pemanfaatan tanah di daerah bertopografi
miring.
3. melakukan rotasi tanaman.
4. lebih banyak menggunakan pupuk organik.
5. memperkecil laju aliran air permukaan.

Lahan adalah bentang darat mulai dari pantai sampai ke pedalaman.


Luas lahan planet bumi tidak mengumpul menjadi satu, melainkan tesebar
secara tidak merata. Artinya, luas lahan tiap daerah tidak sama. Luas lahan
di belahan bumi utara lebih luas daripada luas lahan di belahan bumi selatan.
Kualitas lahan-lahan bervariasi, mulai dari lahan yang sangat subur dan
mudah dikelola sampai lahan yang tandus dan sulit dikelola oleh manusia.
Ada beberapa faktor yang menentukan kualitas lahan tersebut, misalnya
keadaan iklim, tinggi tempat, bentuk lahan, banyaknya unsur-unsur mineral
yang terkandung didalamnya (Sutrijat, 1999: 87)
Dalam arti luas, pertanian adalah suatu usaha manusia dalam mengolah
sumber daya hayati untuk kesejahteraan hidupnya. Dalam hal itu pertanian
mencakup bidang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan dan
perikanan. Dalam arti sempit, pertanian adalah usaha manusia dalam
mengolah tanah pertanian, menanam tanaman yang produktif dan bernilai
serta memelihara tanaman agar dapat memberi hasil dan meningkatkan
kesejahteraan hidupnya. Pertanian di Indonesia maju karena didukung oleh
berbagai faktor, antara lain sebagai berikut.
1. Tanah yang subur
9

Tanah Indonesia subur karena di Indonesia banyak terdapat gunung


berapi. Gunung berapi yang meletus mengeluarkan bahan-bahan berupa
abu vulkanis yang membantu meningkatkan kesuburan tanah.
2. Iklim yang baik.
Negara kita beriklim musim laut tropis. Indonesia mendapat
penyinaram matahari sekitar 12 jam sehari semalam dengan curah hujan
yang cukup. Keadaan itu sangat baik untuk pertumbuhan tanaman
pertanian.
3. Majunya Industri pupuk.
Pupuk merupakan bahan penting bahan penting untuk
meningkatkan kesuburan tanah.Untuk memenuhi kebutuhan pupuk yang
selalu meningkat,Pemerintah telah membangun industri pupuk.
4. Sistem pengairan yang makin baik.
Air menjadi kebutuhan pokok tanaman dan makhluk hidup
lainnya.Tanaman dapat hidup subur jika cukup mendapat air.Oleh
karena itu,keberadaan air harus diusahakan secara teratur;misalnya
dengan cara membangun waduk/bendungan.
5. Adanya bimas, inmas, dan pendidikan ahli pertanian
Dalam rangka meningkatkan hasil pertanian, langkah awal yang
perlu dilaksanakan adalah memberi bimbingan massal kepada para
Petani. Selanjutnya, kegiatan dapat ditingkatkan menjadi Inmas
(intensifikasi massal). Di samping itu, perlu disediakan tenaga-tenaga
terdididk melalui sekolah Pertanian, misalnya Sekolah Pertanian
Menengah Atas, Akademi Pertanian dan Fakultas Pertanian.
6. perluasan daerah pertanian.
Salah satu yang dilakukan Pemerintah untuk meningkatkan hasil
pertanian adalah memperluas areal pertanian.

Tanah idealnya dapat menyediakan sejumlah unsur hara penting yang


dibutuhkan oleh tanaman. Penyerapan unsur hara oleh tanaman semestinya
dapat segera diperbaharui sehingga kandungan unsur hara di dalam tanah
tetap seimbang. Berkembangnya usaha pertanian yang membuka areal hutan
10

secara besar-besaran menyebabkan proses penghanyutan dan pencucian


unsur hara semakin besar. Akibatnya, persediaan unsur hara di dalam tanah
semakin lama semakin menipis. Apalagi banyak unsur hara yang hilang
tidak dikembalikan lagi ke tanah karena terangkut bersama bagian tanaman
(Novizan 2002: 1)

2.2. Tanah di Kota Kendari.

Kota Kendari yang terletak pada wilayah provinsi Sulawesi


Tenggara secara geografis terletak di bagian selatan garis khatulistiwa di
antara 3 0 54’ 30’’ – 4 0 3’ 11’’ Lintang Selatan dan membentang dari barat
ke timur antara 1220 23’ 1220 39 ‘ Bujur Timur. Luas Wilayah Kota Kendari
adalah 295,28 km2 atau 0,70 % luas wilayah provinsi Sulawesi Tenggara.
Dari jenis tanah, kota Kendari memiliki 6 (enam) jenis tanah yaitu: tanah
podzolik merah kuning, tanah mediteran, tanah latosol, tanah organosol,
tanah alluvial dan tanah grumosol. (Anonim, 2003).
Penduduk kota Kendari pada tahun 200 mencapai 200.474 jiwa,
kemudian pada tahun 2001 meningkat menjadi 204.239 jiwa dan pada tahun
2003 penduduk kota Kendari telah mencapai 221.723 jiwa berdasarkan hasil
pencatatan terakhir (Badan Pusat Statistik, 2003: 45).
Tanah marginal adalah jenis tanah yang memiliki tingkat kesuburan
rendah karena kemasaman tinggi, kandungan hara rendah, keracunan Al
tinggi, fiksasi P yang tinggi, KTK rendah dan peka terhadap erosi. Tanah
Latosol/Kembisol Distrik/Oksisol, Mediteran dan Podzolik Merah Kuning
(PMK) yang mendominasi wilayah Sulawesi Tenggara khususnya kota
Kendari dikelompokkan pada jenis tanah marginal (Ginting, 2002).
Menurut Sudirman (Kasubdin Bina Produksi tanaman pangan Dinas
Pertanian Sulawesi Tenggara). Kelas kemapuan lahan di kota Kendari
termasuk dalam kelas 6 dan 7 sehingga termasuk kelas tanah yang kurang
baik untuk pertanian. Jenis lahan di kota Kendari yang terkategori kritis
sebesar 30 % dan yang tidak kritis sebesar 70 %.
11

Kota Kendari termasuk wilayah yang memiliki jenis tanah kurang


subur dengan pH 4 - 5. Luas wilayah daratan kota Kendari adalah 295,28
km2 atau 0,7 % dari luas daratan Provinsi Sulawesi Tenggara. Selain itu kota
Kendari memiliki struktur tanah Latosol/Kembisol Distrik/Oksisol. Tanah
jenis ini merupakan tanah yang terkategori asam dan kurang subur. Padahal
diketahui bahwa masyarakat kota Kendari masih banyak yang
menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Dengan kondisi lahan
seperti ini tentunya akan mengurangi produktivitas tanaman yang
berimplikasi pada kurangnya perata penghasilan/pendapatan mereka
(Anonim, 2002).
Tanah PMK mempunyai lapisan permukaan (top soil) yang sangat
tercuci (highly leached) berwarna merah sampai kekuningan, bertekstur liat,
struktur gumpal, agregat kurang, stabil dan permeabilitas rendah
(Darmawijaya, 1992). Kandungan bahan organik, kejenuhan basa, dan pH
rendah (4,2 - 4,8). Akibat kation-kation basa pada lapisan muatan tercuci
maka kation-kation asam lebih dominan pada kompleks pertukaran kation
dan larutan tanh yang menyebabkan tanah tersebut miskin unsur hara
(Ginting, 2000).
Sifat kesuburan tanah PMK pada lahan terletak pada lapisan atas
tanah. Atas pertimbangan itu maka mempertahankan agar kawasan tetap
bervegetasi hutan tanaman penting untuk pemeliharaan kesuburan tanah
melalui biocycling tegakan hutan-tanah. Metode tebang-bakar mempunyai
pengaruh positif terhadap kesuburan tanah PMK, pengaruhnya terhadap
kerusakan tanah adalah kecil (Ngaloken, 2002).

2.3. Sampah dan Pemanfaatannya

Menurut Anonim (2003) sampah adalah suatu bahan yang terbuang


atau dibuang dari sumber hasil aktifitas manusia maupun alam yang belum
memiliki nilai ekonomis. Sumber-sumber sampah antara lain bersumber
dari; Rumah tangga, pertanian, perkantoran, perusahaan, rumah sakit dan
pasar. Secara garis besar, sampah dibedakan menjadi tiga jenis yaitu;
12

1. sampah anorganik/kering
contoh; logam, besi, kaleng, plastik, karet, botol, dll yang tidak dapat
mengalami pembususkan secara alami.
2. sampah organik/basah
contoh; sampah dapur, sampah restoran, sisa sayuran, rempah-
rempah atau sisa buah dll yang dapat mengalami pembusukan secara
alami.
3. sampah berbahaya
contoh; baterei, botol racun nyamuk, jarum suntik bekas dll.
Sebagaimana diketahui, sebagian sisa kegiatan penduduk perkotaan
yang dibuang ke TPA berasal dari sampah rumah tangga. Persentasenya
diperkirakan rata-rata mencapai hampir 70 persen, bahkan mungkin lebih.
Terdiri dari sampah organik dan non-organik. Persentase sampah organik
pada umumnya lebih tinggi (Anonim, 2004).
Pemanfaatan sampah untuk berbagai kepentingan dan kegunaan, dapat
menjadikan sampah memiliki nilai tambah yang bermanfaat. Nilai tambah
ini bukan hanya untuk memperlambat laju eksploitasi sumber daya alam,
seperti lewat konsep Reuse, Recycle, and Recovery, namun juga
pemanfaatan sampah dari produk proses pengolahan sampah itu sendiri.
Meskipun hasil penjualan sampah dari proses daur ulang juga memberikan
nilai jual yang cukup tinggi, namun masih banyak cara yang lain untuk
memanfaatkan dan meningkatkan nilai jual sampah itu sendiri.
Seperti misalnya, proses pengomposan. Hasil dari proses tersebut
adalah kompos yang harus memiliki nilai jual dan bisa bersaing dengan
pupuk kimia. Kompos dengan keberagaman material penyusunnya, yaitu
sampah, mengakibatkan ketidakseragaman kualitas unsur hara kompos yang
ada tiap kompos yang diproduksi. Oleh karenanya, penambahan sejumlah
nutrisi, dalam hal ini unsur–unsur hara yang bermanfaat, mutlak dibutuhkan
agar kualitas kompos meningkat dan dapat lebih seragam. Peningkatan
penyuluhan pada masyarakat, berupa anjuran di media massa, dapat
mendukung penjualan kompos.
13

Berdasarkan penelitian, pemanfaatan pupuk kimia di kalangan petani


di Indonesia, cenderung tidak terlalu memperhatikan dosis yang sesuai. Hal
ini akan berakibat pada kerusakan permanen pada struktur tanah. Namun
tidak dengan kompos, bila diberikan pada dosis berlebih. Meskipun
sesungguhnya kompos lebih berperan sebagai penyeimbang unsur hara, serta
untuk meningkatkan waktu tinggal air di tanah. Kompos dapat pula dijual
kepada lingkungan instansi pemerintah yang bersesuaian. Misalnya dengan
menjual kompos ke Dinas Pertamanan, yang mengharuskan pembelian
kompos oleh Dinas Pertamanan dari Dinas Kebersihan setempat. Lewat hal
ini, akan terjadi sirkulasi uang yang beredar dari pemerintah ke instansi
pemerintah yang lain. Selain itu, hal ini akan meningkatkan penjualan
kompos dan meningkatkan keterserapannya di pasaran.
Menurut Abdullah (Kepala Dinas Kebersihan Kota Kendari) di kota
Kendari perbandingan persentase sampah organik lebih besar dibandingkan
sampah non organik, yakni 70 % sampah organik dan 30 % sampah non
organik. Sampah organik adalah sampah yang bisa terurai. Penanganan jenis
sampah itu sebenarnya bisa dilakukan dengan cara meminimalkan bangkitan
sampah di perkotaan. Pertama melalui program upaya mengurangi jumlah
sampah, kedua dengan mendaur ulang, dan ketiga dengan memanfaatkan
sampah yang masih berguna.
Pemanfaatan sampah organik sebenarnya sudah banyak dilakukan
dalam berbagai proyek kegiatan, misalnya dalam pembuatan kompos.
Namun karena harga kompos pada kenyataannya lebih tinggi ketimbang
pupuk buatan, daya serapnya rendah dan pembuatan kompos secara
konvensional memakan waktu lama sehingga di daerah perkotaan kurang
berkembang.
Kompos sebenarnya amat dibutuhkan di daerah pertanian untuk
mengembalikan kesuburan tanah sekaligus meningkatkan produksi. Di
daerah-daerah yang menjadi pusat produksi pertanian, ketersediaan bahan
baku dan kedekatan dengan daerah pemasaran, dengan sendirinya akan
menekan biaya produksi sehingga harganya lebih rendah (Suganda, 2004)
14

Menurut Anonim (2003) pemanfaatan sampah dapat dilakukan sebagai


berikut;
1. Sampah basah; Kompos dan makanan ternak
2. Sampah kering; Dipakai kembali dan daur ulang
3. Sampah kertas; Daur Ulang
Selain memberikan manfaat yang besar, sampah khususnya di
perkotaan banyak menimbulkan masalah, seperti pada kasus Bojong,
Cimahi, Bali dan Kalimantan. Permasalahan yang sama juga timbul di
daerah sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah di Kota Kendari
karena bau busuk yang sangat menyengat. Menurut Bramono (2003) teramat
banyak yang harus dipikirkan lebih jauh tentang sistem persampahan di
Indonesia, yang sudah banyak memberikan pro dan kontra dalam
penerapannya. Masalah persampahan terasa begitu besar dan mendesak pada
kurun waktu 1 dasawarsa ini, mengingat keterbatasan prasarana dan sarana
yang mendukung secara tepat mengenai kondisi sistem persampahan yang
ada.
Permasalahan segera muncul khususnya di kota–kota besar di
Indonesia, di saat lahan untuk tempat pengolahan sampah, menjadi bulan –
bulanan masyarakat untuk menolak keberadaannya di sekitar mereka.
Semakin tingginya harga lahan, semakin pula mempersulit kondisi sistem
persampahan yang tepat sasaran. Belum lagi kesemrawutan yang masih
terlihat jelas pada sistem pengumpulan dan pengangkutan sampah, yang
rasanya semakin menurunkan kinerja dari sistem yang direncanakan.

2.4. BOKASHI sebagai Alternatif Penanggulangan Masalah Sampah Kota


Kendari
Pupuk BOKASHI adalah hasil fermentasi bahan organik (jerami,
sampah organik, pupuk kandang, dan lain-lain) dengan teknologi EM yang
dapat digunakan sebagai pupuk organik untuk menyuburkan tanah dan
meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. BOKASHI dapat dibuat
dalam 4- 7 hari dan bisa langsung digunakan sebagai pupuk.
15

Pupuk BOKASHI sangat berguna sebagai sumber pupuk organik


yang siap pakai dalam waktu singkat. Bahan-bahannya juga mudah didapat
dan sekaligus baik untuk kebersihan lingkungan karena memanfaatkan
limbah pertanian atau limbah rumah tangga, seperti jerami, pupuk kandang,
rumput, pupuk hijau, sekam, dan serbuk gergaji. (Anonim, 2005)
Menurut data Dari Dinas Kebersihan Kota Kendari jumlah sampah
yang dihasilkan oleh masyarakat Kota Kendari adalah 502,42 m3 per hari
15% diantaranya adalah sampah non pemukiman (hotel, restoran, pasar).
Produksi sampah per orang adalah 2,43 liter. Volume sampah yang dapat
ditanggulangi adalah 265 m3 per hari. Sisanya 237,42 m3 yang belum
terangkut. Bila kondisi ini dibiarkan terus berlangsung tanpa upaya
pencegahan dan penanggulangan sampah, dalam kurun waktu 30 tahun ke
depan, Kota Kendari akan binasa oleh tumpukan sampah.
Di Indonesia, berdasarkan data yang ada, rata – rata sampah
dihasilkan dalam kisaran 2 – 3 liter / kapita / hari, yang kurang lebih setara
dengan 0,5 – 0,75 kg / kapita / hari. Suatu jumlah yang sesungguhnya masih
lebih kecil jika dibandingkan dengan negara – negara maju, yang umumnya
menghasilkan 3 – 5 liter / kapita / hari. Namun karena tinggginya jumlah
penduduk, dalam hal ini selaku produsen sampah, maka volume sampah
menjadi sangat signifikan (Bramono, 2003).
Banyaknya sampah perkotaan sebaiknya bukan lagi menjadi
permasalahan tetapi menjadi suatu potensi yang dapat dimanfaatkan. Hampir
tidak ada komposisi sampah yang tidak dapat dimanfaatkan. Jenis non
organik dapat didaur ulang. Demikian juga sampah perkotaan yang sebagian
besarnya terdiri atas sampah organik, sesungguhnya jika dikelola dapat
dijadikan sebagai bahan pupuk kompos BOKASHI yang dibutuhkan oleh
masyarakat dalam mengembangkan pertanian. BOKASHI juga memiliki
nilai ekonomi yang cukup baik dan efisien (Gunawan, 2004)
Pemanfaaatan sumber daya sampah ini dapat melibatkan komponen
warga. Dalam pemberdayaan warga terhadap masalah sampah, ada baiknya
kita melihat apa yang dilakukan pemerintah di kota- kota besar di salah satu
16

negara yang maju di dunia, Belanda. Di negara itu, setiap rumah tangga
harus memilah-milah sendiri sampahnya untuk dimasukkan ke dalam dua
kantong plastik besar. (Gunawan, 2004).
Di kota-kota besar negara-negara berkembang, seperti Indonesia,
pemilahan antara sampah organik dan sampah non-organik semakin penting,
mengingat jumlah sampah organik jauh lebih besar daripada sampah non-
organik. Berdasarkan pengamatan Pusat Penelitian dan Pengembangan
Pengairan Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, komposisi
sampah organik di Indonesia rata-rata mencapai 60 persen dari seluruh kota.
Sementara di Inggris atau Hongkong, sampah organik atau dikenal
dengan sebutan sampah dapur, komposisinya masing-masing 28 persen dan
9,42 persen dari seluruh sampah yang dibuang warganya. Jadi, kalau sampah
organik ini bisa dipilah warganya sendiri, selain sangat membantu upaya
petugas dinas kebersihan, juga sekaligus bisa mendatangkan uang karena
sampah jenis ini merupakan bahan baku utama pabrik pupuk kompos
ataupun pengolahan sampah organik yang sangat efektif dan efisien melalui
EM4 yang dikenal dengan BOKASHI (Gunawan, 2004)
Proses pembuatan BOKASHI sangatlah mudah, siapapun bisa
langsung mempraktikkan di pekarangan rumah atau di lahan pertanian,
yakni sebagai berikut.
Bahan yang diperlukan :
1. EM4 1 sendok makan (bisa juga diganti simbal)
2. air 1 liter;
3. sampah berupa potongan daun/limbah rumah tangga 10 kg;
4. dedak halus 2 kg
Cara pembuatan:
1. Semua bahan disatukan dan diaduk serata mungkin.
2. Masukkan bahan itu ke dalam ember/tong plastik, tutup
rapat-rapat.
3. Setelah 2 hari biasanya terjadi perubahan, lakukan
pengadukan.
17

4. Kemudian jaga agar panasnya tidak melebihi 50 derajat


Celcius.
5. Untuk pengadukan sebaiknya dilakukan sehari tiga kali.
6. Setelah lima hari siap digunakan sebagai Pupuk.
Selain resep di atas, ada juga resep pembuatan BOKASHI yang hanya
memerlukan waktu pembuatan 24 atau dinamakan BOKASHI ekspres, sebagai
berikut.
Bahan yang diperlukan:
1. jerami kering, daun-daun kering, sekam, serbuk atau bahan apa saja yang
dapat difermentasi sebanyak 20 bagian;
2. BOKASHI yang sudah jadi 2 bagian;
3. dedak 2 bagian;
4. gula pasir 5 sendok makan;
5. air 20 liter.
Cara pembuatan:
1. Larutkan EM4 dan gula ke dalam air.
2. Bahan nomor 1, 2, dan 3 diaduk secara merata.
3. Siramkan larutan EM 4 secara perlahan-lahan ke dalam adonan bahan
sampai kandungan air mencapai 50%.
4. Usahakan agar bila adonan dikepal dengan tangan, air tidak keluar dari
adonan dan bila kepalan dilepas adonan akan megar.
5. Adonan digundukkan di atas ubin yang kering dengan ketinggian 15
sampai 20 cm, kemudian ditutup dengan karung goni, selama 3-4 jam.
6. Pertahankan suhu gundukan adonan 40-50 derajat. Jika terlalu panas,
bukalah karung penutup dan gundukan dibolak-balik, kemudian tutup lagi
dengan karung goni.
7. Bila terlalu panas bisa merusak BOKASHI karena terjadi proses
pembusukan.
8. Pengecekan suhu dilakukan setiap 5 jam
9. Setelah 24 jam, BOKASHI ekspres siap digunakan sebagai pupuk organik.
18

2.5. BOKASHI Sebagai Alternatif Penanggulangan Tanah Marginal di Kota


Kendari

Cara yang paling cepat untuk memperbaiki tingkat kesuburan tanah


pada jenis Latosol/Kembisol Distrik/Oksisol yang mendominasi kota
Kendari adalah dengan pemberian pupuk buatan dan kapur, namun demikian
pencabutan subsidi untuk Petani oleh Pemerintah membuat para Petani
kesulitan memperolehnya. Cara lain yang lebih efisien untuk meningkatkkan
kesuburan tanah adalah dengan pemberian bahan organik (kompos, pupuk
hijau). Selain harganya lebih murah, bahannya banyak tersedia di
lingkungan Petani, pupuk organik ini juga dapat menjaga kelembaban tanah
pada musim kering dan memantapkan agregat tanah sehingga lebih tahan
terhadap erosi pada musim hujan (Ginting, 2002: 8).
Pupuk didefinisikan sebagai material yang ditambahkan ke tanah atau
tajuk tanaman dengan tujuan untuk melengkapi ketersediaan unsur hara.
Bahan pupuk yang paling awal digunakan adalah kotoran hewan, sisa
pelapukan tanaman dan arang kayu. Setiap jenis unsur hara mempunyai
reaksi yang berbeda pada berbagai jenis tanah. Ada unsur hara mineral yang
larut di dalam air dan mudah hilang karena menguap atau tercuci oleh air.
Ada juga unsur hara yang terikat oleh koloid tanah, bahkan ada yang
menghambat ketersediaan unsur hara lain.
Orientasi pertanian modern yang mengejar hasil panen yang
sebanyak-banyaknya dan kualitas panen yang prima menjadikan para
praktisi pertanian bergantung pada penggunaan pupuk. Namun tanpa
pengetahuan yang memadai, penggunaan pupuk justru menyebabkan
penurunan kualitas dan kuantitas produksi. Bahkan dapat berakibat fatal,
yakni kematian tanaman. Ada beberapa faktor penentu yang perlu
diperhatikan untuk mencapai efektifitas pemupukan adalah;
1. kondisi tanah.
2. karakter tanaman dan tingkat pertumbuhannya.
3. jenis dan harga pupuk.
4. dosis pupuk dan cara penempatan pupuk. (Novizan, 2002: 1).
19

Ditemukannya larutan effektive microoraganisme 4 (EM4) oleh Prof.


Dr. Teruo Higa dari Universitas Ryukyus, Jepang, maka proses
pengomposan dapat dipercepat menjadi 4 - 7 hari saja. Kompos yang
dihasilkan melalui fermentasi dengan pemberian EM4, dinamakan
BOKASHI yang diambil dari bahasa Jepang yang berarti “bahan organic
yang terfermentasi”. Dan di Indonesia kata BOKASHI dipanjangkan
menjadi “Bahan Organik Kaya Akan Sumber Kehidupan”.
BOKASHI sangat berguna bagi petani sebagai sumber pupuk organik
yang siap pakai dalam waktu singkat.Petani padi,palawija,sayur,bunga dan
buah sangat banyak memerlukan pupuk organik,sehingga BOKASHI dapat
merupakan kunci keberhasilan produksi dengan biaya yang
murah.BOKASHI telah banyak diterapkan secara luas di negara Jepang,
Amerika, Brazil, Thailand, Korea selatan, Taiwan, Philipina, Malaysia,
Indonesia, Bhutan, Laos, Myanmar, Bangladesh, Srilanka, India, Pakistan,
New Zealand dan Australia. Pupuk BOKASHI sangat benguna sebagai
sumber pupuk organik yang siap pakai dalam waktu singkat. Bahan-
bahannya juga mudah didapat dan sekaligus baik untuk kebersihan
lingkungan karena memanfaatkan limbah pertanian atau limbah rumah
tangga, seperti jerami, pupuk kandang, rumput, pupuk hijau, sekam, dan
serbuk gergaji (Anonim, 2005).
Penggunaan pupuk BOKASHI sebagai solusi untuk penanggulangan
tanah marginal di kota Kendari dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut.
Aturan Penggunaan Umum
1. Cangkuli atau dangir tanah terlebih dulu sebelum
penggunaan pupuk.
2. Ambil 3-4 genggam BOKASHI untuk setiap meter persegi,
disebar merata di atas permukaan tanah. Bila tanah kurang subur bisa
diberikan lebih banyak.
3. Biarkan BOKASHI selama seminggu kemudian bibit siap
ditanam.
20

4. Untuk tanah sawah, pemberian BOKASHI dilakukan pada


waktu pembajakan sawah dan setetah tanaman padi berumur 14 hari
dan 1 bulan.
5. Siramkan/semprotkan 2cc EM4 yang sudah dicampur
dengan air ke dalam tanah.
6. Untuk tanaman buah-buahan, BOKASHI disebar di
permukaan tanah/pekarangan tanaman dan siramkan 2 cc EM4
dicampur air 1 liter. Lakukan setiap 2 minggu sekali.
Cara Penggunaan Khusus
1. BOKASHI jerami atau pupuk kandang baik dipakai untuk
melanjutkan fermentasi penutup tanah (mulsa).
2. BOKASHI bisa digunakan pula untuk pembibitan dan
menanam bibit yang masih kecil.
3. BOKASHI Ekspres baik digunakan sebagai mulsa tanaman
sayur dan buah-buahan. (Anonim, 2005)
21

BAB III
METODE PENULISAN

3.1. Obyek Penulisan

Obyek penulisan dalam karya tulis ilmiah ini adalah tanah di kota
Kendari yang memiliki kategori tanah marginal, dan sampah kota Kendari
yang sering menimbulkan masalah lingkungan. Pemanfaatan sampah
organik sebagai pupuk BOKASHI merupakan cara yang bijak untuk
mengantisipasi persoalan sampah ini dan menanggulangi keadaan tanah
marginal yang memiliki tingkat kesuburan rendah di kota Kendari.

3.2. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui sumber tertulis maupun sumber


lisan. Sumber tertulis yakni dengan mencari buku, makalah, jurnal dan
internet yang berhubungan dengan permasalahan sampah dan juga keadaan
tanah di kota Kendari. Sumber lisan yakni melakukan wawancara kepada
orang-orang yang terkait dengan masalah sampah dan tanah di kota Kendari,
antara lain dinas kebersihan, dinas pertanian, dan individu yang terkait
langsung.

3.3. Teknik Analisis Data

Sesuai dengan rumusan permasalahan, data yang terkumpul


kemudian dianalisis dengan menggunakan persamaan yang kami buat
sendiri untuk memperoleh suatu hasil akhir bahwa sampah organik yang ada
di kota Kendari seharusnya dimanfaatkan sebagai BOKASHI, sehingga
dapat menyelesaikan permasalahan sampah dan untuk penanggulangan
tanah marginal di kota Kendari.

Diketahui :
- Sampah yang dihasilkan perhari 2,43 liter atau sekitar 0,6 kg
- Jumlah Penduduk Kota Kendari 221.723 jiwa
22

0,6 Kg x 221.723 = 133033,8 kg/hari = 133,034 ton/hari

- Sampah organik yang dapat dikelola sebagai BOKASHI = 60 %


60 % dari 133,034 ton/hari = 79,820 ton
BOKASHI yang dapat dihasilkan sebesar 79,820 ton/hari

- BOKASHI yang di butuhkan untuk 1 hektar lahan = 10 ton

- Produksi BOKASHI/hari dapat mengantisipasi tanah marginal seluas

79,820 ton : 10 ton = 7,9 ha/hari


1 hektar
- Luas wilayah kota Kendari 2.952.800 ha
jika 30 % dari luas wilayah kota Kendari digunakan sebagai areal
pertanian, maka
30 % dari 2.952.800 = 885.840 ha areal pertanian

3.4. Studi Pustaka

Studi pustaka yang kami gunakan adalah Metode Kepustakaan


(Library Method)di mana kami menjadikan perpustakaan sebagai sumber
utama dalam penulisan karya tulis ilmiah ini.
23

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi tanah di Kota Kendari


Keadaan tanah di provinsi Sulawesi Tenggara pada umumnya
termasuk tanah yang kurang subur. Kota Kendari sebagai ibukota provinsi,
juga memiliki jenis tanah marginal, yaitu jenis tanah yang memiliki tingkat
kesuburan rendah karena kemasaman tinggi, kandungan hara rendah,
keracunan Al tinggi, fiksasi P yang tinggi, KTK rendah dan peka terhadap
erosi. Tanah yang mendominasi kota Kendari adalah latosol/Kembisol
Distrik/Oksisol, Gleisolasic dan Gleisol Distrik. pH tanah di kota Kendari
adalah 4 – 5. Kelas kemapuan lahan di kota Kendari termasuk dalam kelas 6
dan 7 sehingga termasuk kelas tanah yang kurang baik untuk pertanian.
Masyarakat kota Kendari yang masih banyak menggantungkan
hidupnya pada sektor pertanian, dengan kondisi lahan seperti ini tentunya
akan mengurangi produktivitas tanaman yang berimplikasi pada kurangnya
rerata penghasilan/pendapatan mereka. Padahal keadaan tanah di kota
Kendari yang marginal ini dapat di tanggulangi dengan memanfaatkan
potensi sampah organik yang cukup besar di kota Kendari.

4.2. Permasalahan Sampah di kota Kendari

Secara umum sampah atau limbah masyarakat di perkotaan selalu


menimbulkan masalah lingkungan bahkan masalah pemukiman. Di Jakarta
permasalahan sampah hingga hari ini belum dapat terselesaikan secara
tuntas, padahal banjir yang sering menimpa Jakarta sebagian besar
dipengaruhi oleh faktor sampah, demikian juga di Bojong kabupaten Bogor,
Cimahi, Bali, sumatera, Kalimantan dan sulawesi. Di kota Kendari sampah
juga tidak jarang menimbulkan permasalahan pencemaran udara khususnya
bagi warga yang tinggal di sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Persampahan dalam kaca mata penulis, menjadi suatu prioritas
kedua setelah air bersih. Hal ini lebih dikarenakan sampah yang bersifat
padatan, tentunya membutuhkan “penyingkiran“ yang lebih cepat.
24

Gangguan yang ditimbulkan lebih ditujukan bukan hanya pada lingkungan


yang menjadi tercemar, namun khususnya manusia yang ada di sekitarnya,
sungguh menjadi amat terganggu
Komposisi sampah di kota Kendari secara umum terdiri atas
sampah organik dan anorganik. Sejauh ini sampah yang dimanfaatkan
hanyalah sampah anorganik yang terdiri atas plastik, kardus, kertas dan
botol. Pemanfaatan inipun hanya dilakukan oleh para Pemulung yang
menjadikan pekerjaan itu sebagai satu-satunya alternatif untuk menghidupi
keluarga mereka. Padahal sampah organik yakni yang terdiri dari 65 % dari
sampah perkotaan yang dibuang di TPA inilah yang justru banyak
menimbulkan masalah sosial, antara lain bau busuk yang sangat menyengat.

4.3 Pemanfaatan sumber daya sampah Kota Kendari

Pemanfaatan sampah untuk berbagai kepentingan dan kegunaan,


dapat menjadikan sampah memiliki nilai tambah yang bermanfaat. Nilai
tambah ini bukan hanya untuk memperlambat laju eksploitasi sumber daya
alam, seperti lewat konsep Reuse, Recycle, and Recovery, namun juga
pemanfaatan sampah dari produk proses pengolahan sampah itu sendiri.
Sampah yang ada di kota Kendari hampir seluruhnya dapat
dimanfaatkan. Sampah Anorganik dapat di daur ulang menjadi bahan yang
bermafaat. Demikian pula sampah organik dapat dimanfaatkan sebagai
pupuk BOKASHI untuk menanggulangi kondisi tanah pertanian di kota
Kendari. Jika kedua jenis sampah ini dimanfaatkan dan dikelola secara
professional dan sistemik oleh Pemerintah sesungguhnya dapat memberikan
keuntungan besar, antara lain berkurangnya permasalahan sosial di
masyarakat, mengurangi laju eksploitasi sumber daya alamdan menambah
pendapatan dari hasil penjualan pupuk BOKASHI.
25

4.4. Penanggulangan Tanah Marginal di Kota Kendari

Pemanfaatan sampah organik sebagai pupuk BOKASHI selain dapat


menyelesaikan permasalahan sampah juga dapat menanggulangi kondisi
tanah yang kurang subur (marginal) di kota Kendari. Pupuk BOKASHI
sebagai pupuk yang telah dinyatakan layak pakai pada uji Laboratorium
Kimia dan Mikrobiogi UNPAD tentu dapat menjadi alternatif yang sangat
baik dalam menanggulangi masalah tanah marginal. Bentang luas tanah di
kota Kendari seluas 295,28 km2 atau 2.952.800 ha dihuni oleh 221.723 jiwa
penduduk (tahun 2003). Setiap jiwa menghasilkan 2,43 liter sampah atau
sekitar 0,6 kg perhari. Sehingga penduduk kota Kendari menghasilkan
sampah setiap harinya 133,034 ton perhari. Dengan rincian 60 % sampah
organik dan 40 % sampah anorganik.
Berdasarkan produktivitas sampah di kota Kendari, maka
produktivitas BOKASHI untuk penanggulangan tanah marginal dengan
asumsi 30 % areal pertanian yang harus dipupuk, adalah sebesar 79,820 ton
perhari, sehingga areal pertanian di kota Kendari seluas 885.840 ha. Hal ini
menunjukkan pentingnya penggunaan pupuk BOKHASI. Karenanya
Pemanfaatan sampah sebagai pupuk BOKASHI untuk menanggulangi tanah
Marginal di kota Kendari sangatlah penting artinya dalam rangka
meningkatkan produktivitas pertanian warga dan perekonomiannya yang
sebagian masih bergantung pada pertanian.
Keterlibatan upaya Pemerintah khususnya Dinas Kebersihan Kota
sebagai penentu kebijakan dalam penanganan masalah sampah dan Badan
Pertanahan sebagai pihak yang berkompeten tentu sangat diharapkan.
26

BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan rumusan masalah, kajian pustaka dan pembahasan,


maka karya tulis ini dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Keadaan tanah di kota Kendari termasuk dalam kategori tanah marginal
yang didominasi oleh tanah latosol/kembisol distrik, yaitu tanah dengan
tingkat kesuburan rendah
2. Penanggulangan tanah marginal di kota Kendari yaitu dengan cara
memberikan input berupa kapur maupun pupuk. Penanggulangan ini
dapat dilakukan dengan memanfatkan sampah organik yang selalu
menimbulkan masalah
3. Pengolahan sampah organik menjadi pupuk BOKHASI adalah cara yang
efektif dan efisien dalam rangka menanggulangi tanah marginal di kota
Kendari.

5.2. Saran

Adapun saran yang dapat kami berikan adalah sebagai berikut.

1. Mengingat sampah di kota Kendari selalu menimbulkan masalah, maka


kiranya Pemerintah kota Kendari dapat memprogramkan pengolahan
sampah organik sebagai BOKASHI untuk dimanfaatkan oleh
masyarakat.
2. Untuk memisahkan jenis sampah organik dan anorganik maka kami
menyarankan dan merekomendasikan kepada Pemerintah kota untuk
membuatkan dua tempat sampah yang berdampingan.
3. Kepada masyarakat, agar melakukan pemisahan jenis sampah dalam dua
kantong plastic setiap kali membuangnya.

DAFTAR PUSTAKA
27

Anonim, 2002, Pemanfatan Sampah, http://www.warintek.net/sawah_mini.htm


(diakses tanggal 27 Februari 2005)

Anonim, 2002, Bokashi-106 telah Lulus Uji Lab http://www.mail-


archive.com/ kebunku@indoglobal.com/msg00000.html(diakses
tanggal 27 Februari 2005)

Anonim, 2003, Letak Geografis Sulawesi Tenggara,


http://members.tripod.com/sultra/LETAK_GEOGRAFIS.htm (diakses
tanggal 27 Februari 2005)

Anonim, 2003, Pendanaan Sistem Persampahan Kota, http://www.tlitb.org/


artikel. php?id=4&jenis=2 (diakses tanggal 27 Februari 2005)

Anonim, 2003, Jenis Sampah, http://www.walhi.or.id/kampanye/cemar/sampah/


peng_sampah_info/ (diakses tanggal 27 Februari 2005)

Anonim, 2004, Pengertian Sampah, http://www.jala-sampah.or.id/(diakses tanggal


27 Februari 2005)

BPS kota Kendari,2003,Kota Kendari dalam angka 2003, CV.Eka Hasta Jaya,
Kendari.

Buckman dan Brady, 1982, Ilmu Tanah , Bratara Aksara Jakarta

Craig dan Susilo.S.1994, Mekanika Tanah, Erlangga, Jakarta.

Dinata, 1992, Tata Guna T anah Dalam Perencanaan Pedesaan Perkotaan dan
Wilayah, ITB, Bandung.

Fitrio, 2002, Belajar Dari Masalah Sampah, http://www.tempointeractive.com/hg/


narasi/2004/11/25/nrs,20041125-01,id.html (diakses tanggal 27 Februari
2005)

Ginting, 2002, Seminar Nasional Ilmu Tanah, Kendari.

Gunawan, 2005, Penanganan sampah http://www.unisosdem.org/article_


detail.php?aid=4714&coid=1&caid=56&gid=5 (diakses tanggal 27
Februari 2005)

Ngaloken, 2003, Teknik Peningkatan Produktivitas Tanah Podsolik Merah


Kuning http://www2.bonet.co.id/dephut/pel6.htm (diakses tanggal 27
Februari 2005)

Pajrunan Y,dkk,1985,Dasar-dasar Ilmu Tanah, PTN-Intim, Ujung Pandang.


28

Ruhimat 2003, Geografi, Grafindo Media Pratama, Bandung.

Subair dan Hasbullah, 2003, Petunjuk Praktis Pembuatan Pupuk Bokashi,

Sugianto 2002, Geografi 2, PT. Selangkah Maju, Surabaya.

Sutrijat. 1999, Geografi 1, CV. Widya Duta, Solo. Percetakan Anduonohu.


Kendari.
29

BIO DATA

NAMA : MOH. ARDI AGUNG


TTL : TRIMULYA, 10 MARET 1981
ALAMAT : JL. BUNGA ASOKA NO. 1 KEL. KEMARAYA KENDARI
TELP: 0401329887, MOBILE: 081524728836, E-
MAIL: ARDHY_BEST@YAHOO.COM
AGAMA : ISLAMS
JENIS KELAMIN : LAKI – LAKI
PENDIDIKAN : PEND. FISIKA FK IP UNHALU

You might also like