Professional Documents
Culture Documents
Pendahuluan
Hukum kewarisan Islam pada dasarnya berlaku untuk seluruh
umat Islam di dunia. Sungguhpun demikian, corak suatu negara Islam
dan kehidupan di negara atau daerah tersebut memberi pengaruh atas
hukum kewarisan di daerah itu. Pengaruh itu terbatas pada perkara
yang bukan merupakan hal pokok atau esensial dalam ketentuan waris
Islam.
Khusus hukum kewarisan Islam di Indonesia, ada beberapa
perbedaan dikalangan para fuqaha yang pada garis besarnya terbagi
menjadi dua golongan, yaitu: pertama, yang lazim disebut dengan
madzhab sunny (madzhab Hanafi,Maliki, Syafi' i, dan Hambali) yang
cenderung bersifat patrilineal dan kedua, ajaran Hazairin yang
cenderung bilateral.
Dalam perkembangan hukum Islam di Indonesia selanjutnya
lahirlah Kompilasi Hukum Islam (KHI), setelah eksistensi Peradilan
Agama diakui dengan hadirnya UU No. 7 tahun 1989 tentang
Peradilan Agama. KHI adalah kitab yang merupakan himpunan atau
rangkaian kitab Fiqh, serta bahan-bahan lainnya yang merupakan
hukum materil PA dalam meyelesaikan masalah perkawinan,
kewarisan dan wakaf.
Kehadiran KHI ini dilatarbelakangi antara lain karena
ketidakpastian dan kesimpangsiuran putusan PA terhadap masalah-
masalah yang menjadi kewenangannya, disebabkan dasar acuan
putusannya adalah pendapat para ulama yang ada dalam kitab-kitab
fiqh yang sering berbeda tentang hal yang sama antara yang satu
dengan lainnya. Sehingga sering terjadi putusan yang berbeda antara
satu PA dengan PA lainnya dalam masalah yang sama.1
Tema utama penyusunan KHI ialah mempositifkan hukum
Islam di Indonesia, yang dijadikan pedoman oleh para hakim dalam
melaksanakan tugasnya sehingga terjamin adanya kesatuan dan
kepastian hukum. Sebab untuk dapat berlakunya hukum Islam di
Indonesia, harus ada antara lain hukum yang jelas dan dapat
dilaksanakan oleh aparat penegak hukum dan masyarakat. Dengan
lahirnya KHI, semua hakim di lingkungan PA diarahkam kepada
persepsi penegakan hukum yang sama.2
KHI terdiri atas tiga buku, yaitu: Buku I tentang Perkawinan,
Buku II tentang Kewarisan dan Buku III tentang Perwakafan. Pasal-
pasal hukum perkawinan dalam Buku I yang terdiri dari 170 pasal,
telah memuat materi hukum yang rinci. Di samping itu selain Buku I
KHI juga telah ada UU lain yang mengatur tentang perkawinan,
seperti UU no. 1 th. 1974 dan PP no.9 tahun 1975. Berbeda dengan
hukum kewarisan dalam Buku II yang begitu singkat jika
dibandingkan dengan hukum perkawinan. Hukum kewarisan hanya
terdiri dari 23 pasal (pasal 171-193). Hukum perwakafan dalam Buku
III juga singkat, yaitu 15 pasal, namun hukum perwakafan namun
telah ada perundang-undangan lain yang mengaturnya, yaitu PP no. 28
tahun 1977 tentang perwakafan tanah milik.
Dari uraian di atas tampaknya Buku II KHI ini memerlukan
penjelasan lebih lanjut, karena banyak hal-hal yang tampaknya belum
jelas dan belum dijelaskan. Hal ini seperti terlihat dalam perincian
kelompok ahli waris, belum jelas siapa-siapa orangnya, bagaimana
bagian masing-masing dan bagaimana tentang konsep pengganti ahi
waris. Hal ini dikaitkan dengan tujuan dari penyusunan KHI itu
sendiri, yaitu untuk terciptanya kesatuan pemahaman menuju kesatuan
dan terciptanya kepastian hukum.
Dalam KHI buku II ini, walaupun singkat namun memuat
beberapa masalah. Selain tentang kewarisan dalam Buku II KHI ini
juga diatur tentang wasiat dan hibah. Adapun dalam tulisan ini hanya
dibatasi pada pembahasan yang mengatur tentang kewarisan dan hal-
hal yang berhubungan dengan kewarisan tersebut, terutama tentang
kelompok ahli waris dan bagiannya masing-masing. Di sini juga akan
dibahas tentang konsep pengganti ahli waris, hal ini karena terkait erat
dengan masalah kewarisan.
1
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: Akademi
Pressindo, 1992), h.21
2
Yahya Harahap,"Informasi Materi KHI, Mempositifkan Abstraksi Hukum
Islam" Dalam Mimbar Hukum: Aktualisasi Hukum Islam, No. 5 (Jakarta: Al
Hikmah, 1992), h. 25
148 , Vol. IV, No. 2, Desember 2007
Pewaris
Tentang pewaris tercantum dalam pasal 171 ayat (b): "Pewaris
adalah orang yang pada saat meninggalnya atau yang dinyatakan
meninggal berdasarkan putusan pengadilan beragama
Islam,meniggalkan ahli waris dan harta peninggalan."
Dari redaksi di atas tampak bahwa untuk terjadinya pewarisan
disyaratkan untuk pewaris adalah telah meninggal dunia, baik secara
hakiki ataupun hukum. Hal ini sebagaimana telah ditentukan oleh
ulama tentang syarat-syarat terjadinya pewarisan antara lain
meninggalnya pewaris baik secara hakiki, hukum atau takdiri.3
Selain disyaratkan telah meninggal dunia, pewaris juga
disyaratkan beragama Islam dan mempunyai ahli waris dan harta
peninggalan. Syarat-syarat ini sesuai dengan yang telah ditetapkan
dalam fiqh mawaris.
Ahli Waris
Pengertian ahli waris dalam KHI disebutkan dalam pasal 171
ayat ( c ): "Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia
mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan
pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk
menjadi ahli waris"
Dari pasal 171 ayat ( c ) ini, pertama, menurut penulis perlu
adanya penyempurnaan redaksi, karena jika diperhatikan redaksi
tersebut seakan-akan yang meninggal itu adalah ahli waris, padahal
yang dimaksud tentunya bukan demikian. Kedua, dari pengertian ahli
3
Sayid Sabiq, Fiqh as Sunnah,Juz III (Semarang: Toha Putra, 1980), h. 426
Hj. Ratu Haika, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia…149
4
M. Ali Ash Shabuni, Al Mawarits Fi Syariat alIslamiyyah 'ala Dhau'i
Kitabi Wa as Sunnah, (Arab Saudi: Dar al Qalam, 1979), h.34
5
Al Yasa Abu Bakar, Ahli Waris Sepertalian Darah: Kajian Perbandingan
Terhadap Penalaran Hazairin Dan Penalaran Fiqh Madzhab, (Jakarta : INIS,
1998), h. 1
150 , Vol. IV, No. 2, Desember 2007
6
M. Abu Zahrah, Ahkam At Tirkah wa alMirats, (Kairo : Dar al Fikr,1975),
h.150
7
M. Idris Ramulyo, Perbandingan Pelaksanaan Hukum Kewarisan Dengan
Kewarisan KUH Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 1995), h. 102-103
Hj. Ratu Haika, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia…151
8
R. Subekti dan R. Tjitrosudibjo, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
(Jakarta: Pradaya Paramitha, 1982), h. 209
152 , Vol. IV, No. 2, Desember 2007
12
Al Yasa Abu Bakar, Op. Cit,. h. 161-170, Fathurrahman, Op. Cit., h. 272-
279
13
M. Abu Zahrah, Al Mirats 'Inda Ja'fariah, (Kairo: Dar al Fikr, tt), h. 10,
Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Qur'an Dan Hadith, (Jakarta:
Tintamas, 1982), h.18
154 , Vol. IV, No. 2, Desember 2007
Penutup
Materi pengaturan hukum kewarisan dalam Buku II KHI di
samping memuat hal-hal baru dalam pewarisan Islam juga terdapat
kekurang sempurnaan dan tampak masih banyak yang belum jelas,
sehingga masih perlu disempurnakan. Namun demikian, ketentuan
muatan hukum kewarisan sebagai bagian dari fiqh Indonesia yang
juga berdimensi qanun (hukum positif) bagi negara Indonesia perlu
dipertahankan dan dikembangkan untuk diterapkan. Terutama bagi
instansi terkait dan masyarakat yang memerlukannya. Hal ini sangat
penting untuk mengisi kekosongan hukum yang selama ini dibutuhkan
oleh masyarakat muslim Indonesia.
Hj. Ratu Haika, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia…157
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta:
Akademi Pressindo, 1992
Abu Bakar, Al Yasa, Ahli Waris Sepertalian Darah: Kajian
Perbandingan Terhadap Penalaran Hazairin Dan Penalaran
Fiqh Madzhab, Jakarta : INIS, 1998
Ash Shabuni, M. Ali Al Mawarits Fi Syariat al Islamiyyah 'ala Dhau'i
Kitabi Wa as Sunnah, Arab Saudi: Dar al Qalam, 1979
Coulson, The Succession In The Muslim Famili, Cambridge
University Press, 1967
Fathurrahman, Hukum Waris, Bandung: Al Ma'arif, 1975
Harahap,Yahya, Informasi Materi KHI, Mempositifkan Abstraksi
Hukum Islam" Dalam Mimbar Hukum: Aktualisasi Hukum
Islam, No. 5 (Jakarta: Al Hikmah, 1992
Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Qur'an Dan Hadith,
Jakarta: Tintamas, 1982
Mahluf, Husnain Muhammad, Al Mawarits Fi Syari'at al Islamiyyah,
Kairo: Mathbah al Madani, 1976
Qardhawi,Yusuf, Ijtihad Kotemporer, Terjemahan Abu Barzani,
Surabaya: Risalah Guti, 1995
Ramulyo, M. Idris, Perbandingan Pelaksanaan Hukum Kewarisan
Islam Dengan Kewarisan KUH Perdata, Jakarta: Sinar
Grafika, 1995
Rasyid, Raihan A. “Pengganti Ahli Waris Dan Wasiat Wajibah”
dalam Mimbar Hukum, No. 23, Jakarta: al Hikmah dan
Depag RI, 1995
Sabiq, Sayid, Fiqh as Sunnah,Juz III, Semarang: Toha Putra, 1980
Siddik, Abdullah, Hukum Waris Islam dan perkembangannya Di
Seluruh Dunia, Jakarta: Wijaya, 1984
Subekti R. dan Tjitrosudibjo R. Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, Jakarta: Pradaya Paramitha, 1982
Zahrah, M. Abu, At Tirkah wa alMirats, (Kairo : Dar al Fikr,1975),
-------------------, Al Mirats 'Inda Ja'fariah, (Kairo: Dar al Fikr, tt),
This document was created with Win2PDF available at http://www.daneprairie.com.
The unregistered version of Win2PDF is for evaluation or non-commercial use only.