You are on page 1of 8

Depresi besar, kemunduran ekonomi, inflasi dan deficit anggaran

(Mankiw, macroeconomics, 6th edition, Worth, New York, 2007)

Depresi besar

Pada tahun 1930-an terjadi penurunan pendapatan (GNP riil) serta secara bersamaan juga
penurunan suku bunga (interest rate). Hal ini menyebabkan kontraksi pada kurva IS (bergeser
ke kiri). Pandangan ini disebut spending hypothesis karena depresi umumnya disebankan oleh
rendahnya belanja atas barang dan jasa.

Beberapa ekonom lain menjelaskan dari prespektif yang berbeda, yaitu bahwa pergeseran
kurva IS ke kiri disebabkan oleh rendahnya konsumsi masyarakat. Jatuhnya bursa saham pada
1929 sedikit banyak bertanggungjawab atas pergeseran ini. Dengan berkurangnya kekayaan
dan meningkatnya ketidakpastian prospek ekonomi AS, maka kejatuhan bursa saham membuat
masyarakat memilih menyimpan uangnya daripada membelanjakannya.

Sebagian ekonom lain menjelaskan bahwa penurunan pembelian rumah menjadi pemicu.
Booming investasi perumahan pada tahun 1920-an terjadi secara berlebihan. Dengan demikian
permintaan perumahan periode selanjutnya menurun drastic. Sebab lain turunnya investasi
perumahan adalah berkurangnya laju imigrasi pada tahun 1930-an: pertumbuhan populasi
yang rendah memicu rendahnya pertumbuhan perumahan baru.

Sekali depresi terjadi, akan memicu beberapa kejadian lain yang juga mengurangi pengeluaran
belanja. Pertama, beberapa bank gagal pada tahun 1930-an, sebagian karena peraturan bank
yang kurang baik, pada gilirannya akan menurunkan investasi. Bank memainkan peran penting
dalam penyediaan dana bagi rumahtangga dan perusahaan untuk invesasi. Penutupan
beberapa bank pada tahun 1930-an telah mencegah kalangan bisnis untuk mendapatkan dana
yang mereka butuhkan untuk modal investasi, dan dengan demikian memicu lebih jauh
kontraksi pada fungsi investasi.

Sebagai tambahan, kebijakan fiscal pada tahun 1930-an menyebabkan kontraksi pada kurva IS.
Politisi pada waktu itu lebih memperhatikan keseimbangan neraca daripada menggunakan
kebijakan fiscal untuk menjaga produksi dan ketersediaan lapangan kerja. Revenue Act pada
tahun 1932 meningkatkan berbagai pajak, khususnya konsumen dengan pendapatan
menengah dan bawah. Platform partai democrat pada tahun tersebut memperlihatkan
perhatiannya pada deficit neraca dan mendukung kebijakan “pengurangan drastic dan segera
terhadap pengeluaran pemerintah”. Di tengah pengangguran yang tinggi dan bersejarah itu,
pembuat kebijakan mencari cara untuk meningkatkan pajak dan mengurangi pengeluaran
pemerintah.

Dengan demikian ada beberapa cara untuk menjelaskan kontraksi pada kurva IS. Tidak ada
penjelasan tunggal terhadap penurunan belanja. Ini sangat mungkin bahwa perubahan ini
secara kebetulan dan bersamaan membawa pengurangan belanja.

Money hypothesis: goncangan kurva LM

Pada table 11.2 tampak bahwa penawaran uang menurun 25% dari tahun 1929-1933, dimana
pada periode tersebut pengangguran meningkat dari 3,2% menjadi 25,2%. Fakta ini
menyediakan argument pada money hypothesis, yang menempatkan sebagian besar tuduhan
pada bank sentral yang telah mengijinkan penurunan yang sangat besar pada penawaran uang.
Pendukung utama pandangan ini adalah Milton Friedman dan Anna Schwartz.Keduanya
berargumen bahwa kontraksi pada penawaran uang menyebabkan kemunduran ekonomi, dan
depresi besar adalah contoh yang sangat gamblang.

Dengan menggunakan model IS LM kita dapat menginterpretasikan bahwa money hypothesis


menjelaskan depresi besar dengan kontraksi kurva LM. Bagaimanapun juga, money hypothesis
menghadapi dua pertanyaan:

Yang pertama, sifat keseimbangan uang riil. Kebijakan moneter dapat menyebabkan kontraksi
kurva LM hanya jika uang riil jatuh. Pada tahun 1929-1931 keseimbangan uang riil naik tipis,
karena penurunan penawaran uang dibarengi dengan penurunan harga yang lebih besar lagi.
Walaupun kontraksi moneter mungkin bertanggungjawab pada tingginya pengangguran dari
tahun 1931-1933, ketika keseimbangan uang riil jatuh, tidak bisa dengan mudah menjelaskan
kemunduran ekonomi pada tahun 1929-1931.

Masalah kedua pada money hypothesis adalah sifat dari suku bunga. Jika kontraksi kurva LM
memicu depresi, kita harusnya melihat tingginya suku bunga. Padahal suku bunga nominal
jatuh secara kontinyu dari tahun 1929-1933.

Dua alasan di atas sudah cukup untuk menolak pandangan depresi besar yang ditinjau dari
kontraksi kurva LM. Tapi apakah kejatuhan pasar uang tidak relevan? Selanjutnya kita akan
beralih pada mekanisme lain dimana kebijakan moneter mungkin bertanggungjawab pada
parahnya depresi, yaitu deflasi pada tahun 1930-an.

Money hypothesis 2: efek dari jatuhnya harga

Dari tahun 1929-1933 tingkat harga jatuh sampai 25%. Banyak ekonom mengutuk deflasi ini
pada depresi besar. Mereka berargumen bahwa deflasi yang terjadi pada tahun 1931 adalah
awal kemunduran ekonomi menuju tingginya pengangguran dan turunnya pendapatan. Jika
benar, maka argumen ini memberikan dukungan pada money hypothesis. Karena penurunan
penawaran uang dipercaya bertanggungjawab pada penurunan tingkat harga, yang juga
bertanggungjawab atas depresi besar. Untuk itu kita perlu mendiskusikan bagaimana
perubahan harga mempengaruhi pendapatan pada model IS LM.

Efek stabilisasi deflasi

Pada model IS LM kita telah sepakat bahwa jatuhnya harga dapat meningkatkan pendapatan.
Pada berapapun tingkat penawaran uang M, tingkat harga yang lebih rendah mengakibatkan
keseimbangan nilai uang riil (M/P). Peningkatan pada keseimbangan uang riil menyebabkan
ekspansi kurva LM, yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan.

Teori lain dimana turunnya harga menyebabkan naiknya pendapatan disebut juga Efek Pigou.
Arthur Pigou, ekonom klasik ternama pada tahun 1930-an menemukan bahwa keseimbangan
uang riil adalah bagian dari kekayaan rumahtangga. Pada saat harga jatuh dan keseimbangan
uang riil mengingkat, konsumen akan merasa lebih kaya dan akan berbelanja lebih banyak lagi.
Peningkatan belanja konsumen ini akan menyebabkan ekspansi kurva IS, yang juga
menyebabkan meningkatnya pendapatan.

Dua alasan ini membawa para ekonom pada tahun 1930-an percaya bahwa jatuhnya harga
akan membantu menstabilkan perekonomian. Dengan demikian, jatuhnya harga secara
otomatis akan mendorong perekonomian kembali pada kondisi full employment. Beberapa
ekonom kurang yakin pada kemampuan intra-koreksi ekonomi, yang akan dijelaskan di bawah
ini.

Efek Destabilisasi deflasi


Para ekonom mengusulkan dua teori untuk menjelaskan bagaimana hatuhnya harga dapat
menurunkan tingkat pendapatan daripada menaikkannya. Yang pertama disebut teori deflasi-
hutang, menjelaskan efek dari jatuhnya harga yang tak terduga. Yang kedua menjelaskan efek
deflasi yang terduga.

Teori hutang-deflasi dimulai dengan perubahan yang tidak diantisipasi pada tingkat harga
mendistribusikan kembali kekayaan antara debitor dan kreditor. Jika debitor berutang pada
kreditor sebanyak 1000 USD maka jumlah riil dari hutrangnya aladah 1000/tingkat harga (P).
jatuhnya harga meningkatkan jumlah riil hutangnya (jumlah kemampuan beli debitor yang
harus dibayarkan kembali pada kreditor). Dengan demikian, deflasi yang tidak terduga
membuat kreditor makin kaya dan debitor makin miskin.

Teori ini kemudian meyakini bahwa redistribusi kembali dari kekayaan ini mempengaruhi
pengeluaran untuk barang dan jasa. Dalam hal ini, debitor berbelanja lebih sedikit daripada
kreditor. Jika kedua kelompok ini memiliki hasrat belanja yang sama, maka tidak ada dampak
agregatnya. Namun masuk akal jika kita mengasumsikan bahwa debitor memiliki hasrat
konsumsi yang lebih tinggi daripada kreditor – itulah mengapa kelompok debitor sampai
berhutang pada kreditor. Debitor mengurani jumlah pengeluarannya lebih banyak daripada
yang ditingkatkan oleh kreditor. Efek baru tersebut adalah pada belanja, yang menimbulkan
kontraksi pada kurva IS, dan akhirnya menurunkan pendapatan nasional.

Untuk memahami bagaimana perubahan harga yang diharapkan dapat mempengaruhi


pendapatan, kita butuh variable baru pada model IS LM. Investasi dipengaruhi oleh suku bunga
riil, dan permintaan uang dipengaruhi oleh tingkat suku bunga nominal. Jika i adalah suku
bunga nominal dan πe adalah tingkat inflasi yang diharapkan, maka tingkat suku bunga riil
adalah i - πe. kita sekarang dapat menuliskan model IS LM dengan:

Y = C (Y – T) + I (i - πe) + G --- IS

M/P = L (i, Y)

Inflasi yang diharapkan dimasukkan sebagai variable pada kurva IS. Dengan demikian,
perubahan pada inflasi yang diharapkan dapat menggeser kurva IS.

Kita kembangkan model IS LM untuk melihat sejauh mana inflasi yang diharapakan
mempengaruhi tingkat harga. Kita mulai dengan mengasumsikan bahwa setiap orang berharap
harga tetap (πe = 0). Keadaan ini digambarkan oleh kurva IS1. Pertemuan dua kurva ini
menentukan suku bunga nominal dan riil pada tingkat yang sama.

Sekarang anggap bahwa setiap orang tiba-triba berharap bahwa tingkat harga akan turun di
masa yang akan datang, jadi πe negative. Tingkat bunga riil sekarang lebih tinggi pada setiap
tingkat tingkat suku bunga nominal. Peningkatan pada tingkat suku bunga riil menurunkan
rencana pengeluaran investasi, menggeser kurva IS dari IS1 ke IS2 (jarak vertical dari pergeseran
kurva yang meurun sama persis dengan penurunan harga yang diharapkan). Jadi dengan
demikian, harapan akan deflasi memicu penurunan tingkat pendapatan nasional dari Y1 ke Y2.
Tingkat suku bunga riil turun dari i1 ke i2, dimana tingkat suku bunga riil meningkat dari r1 ke
r2.

Cerita di balik gambar adalah sebagai berikut: ketika perusahaan mengharapkan penurunan
harga, mereka akan enggan untuk meminjam uang untuk membeli barang investasi karena
mereka harus membayar kembali pinjaman ini dalam dolar yang lebih tinggi kemudian.
Jatuhnya investasi menurunkan rencana pengeluaran, pada akhirnya menurunkan pendapatan.
Penurunan pendapatan mengurangi permintaan uang, dan ini akan mengurangi tingkat suku
bunga nominal yang menyeimbangkan pasar uang. Tingkat suku bunga nominal turun lebih
kecil daripada tingkat deflasi yang diharapkan, jadi tingkat suku bunga riil meningkat.
Catat bahwa ada garis yang sama pada dua cerita tentang destabilisasi deflasi. Pada keduanya,
jatuhnya harga menurunkan perndapatan nasional dengan menyebabkan kontraksi kurva IS.
Jika jatuhnya harga menyebabkan destabilitas, maka kontraksi pada penawaran uang dapat
menyebabkan penurunan pendapatan, bahkan tanpa penurunan keseimbangan suku bunga riil
atau peningkatan pada suku bunga nominal.

Sebagian besar ekonom percaya bahwa kesalahan yang membawa pada depresi besar tidak
akan terulang. Fed tidak akan mengijinkan penawaran uang turun sampai dengan seperempat.
Banyak ekonom percaya bahwa deflasi pada awal 1930-an berdampak pada dalam dan
lamanya depresi. Dan depresi semacam ini akan terjadi hanya jika ada penurunan jumlah uang
yang ditawarkan.

Kesalahan kebijakan fiscal pada saat deprasi sepertinya sulit untuk terulang kembali juga.
Kebijakan fiscal pada tahun 1930-an tidak hanya gagal untuk memulihkan ekonomi, tapi juga
semakin menurunkan permintaan agregat. Sedikit ekonom saat ini yang akan mendukung
kebijakan yang kaku untuk menyeimbangkan neraca pada saat menghadapi pengangguran
massif.

Sebagai tambahan, ada banyak lembaga saat ini yang akan membantu mencegah berulangnya
kejadian depresi seperti tahun 1930-an. System FDI (federal deposit insurance) mengeliminir
meluasnya kegagalan perbankan. Pajak pendapatan dibuat berkurang secara otomatis jika
pendapatan berkurang, yang akhirnya akan menstabilkan ekonomi. Akhirnya, ekonom tahu
lebih banyak saat ini daripada pada saat 1930-an. Pengetahuan kita tentang bagaimana
perekonomian bekerja, sebagaimanapun terbatasnya, harus dapat membantu pembuat
kebijakan merumuskan kebijakan yang lebih baik untuk memerangi meluasnya pengangguran.

Kesimpulan

Pada jangka panjang, harga fleksibel, dan kita menggunakan analisa klasik tas hal ini, dan pada
jangka pendek, harga tetap, dan kita menggunakan analisa IS LM untuk menjelaskan
bagaimana perubahan kebijakan mempengaruhi perekonomian.

Ringkasan

1. Model IS LM adalah teori umum tentang permintaan agregat atas barang dan jasa.
Variable eksogen pada model tersebut adalah kebijakan fiscal, kebijakan moneter, dan
tingkat harga. Model tersebut menjelaskan dua variable endogen: tingkat bunga dan
pendapatan nasional
2. Kurva IS menggambarkan hubungan terbalik antara tingkat bunga dan pendapatan yang
didapat dari kesweimbangan pasar barang dan jasa. Kurva LM menggambarkan
hubungan positif antara tingkat bunga dan pendapatan yang didapat dari keseimbangan
pasar uang pada neraca uang riil. Kesimbangannya adalah model IS LM yaitu pertemuan
antara kurva IS dan kurva LM, menggambarkan keseimbangan yang terus berlangsung
di pasar barang dan jasa dan di pasar uang nyata.
3. Kurva Permintaan agregat merangkum hasil dari model IS LM dengan menunjukkan
keseimbangan pendapatan pada setiap tingkat harga. Slope kurva permintaan agregat
menurun karena tingkat harga yang rendah meningkatkan neraca uang riil, menurunkan
tingkat bunga, menstimulasi pengeluaran invetasi dan dengan demikian meningkatkan
keseimbangan pendapatan.
4. Kebijakan fiscal ekspansif – peningkatan belanja pemerintah atau penurunan pajak –
menggeser kurva IS ke kanan. Pergeseran pada kurva IS ini meningkatkan tingkat bunga
dan pendapatan. Peningkatan pendapatan menggambarkan pergeseran ke kanan kurva
permintaan agregat. Dengan cara serupa, kebijakan fiscal yang kontraktif menggeser
kurva IS ke kiri, menurunkan tingkat bunga dan pendapatan dan menggeser kurva
permintaan agregat ke kiri.
5. Kebijakan moneter yang ekspansif menggeser kurva LM turun ke bawah. Pergeseran
kurva LM ini menurunkan tingkat bunga dan meningkatkan pendapatan. Peningkatan
pendapatan menggambarkan pergeseran ke kanan kurva permintaan agregat. Dengan
cara serupa, kebijakan moneter kontraktif menggeser kurva LM ke atas, menaikkan
tingkat bunga, menurunkan pendapatan, dan menggeser kurva permintaan agregat ke
kiri.

(Olivier Blanchard, macroeconomics, 3 rd edition, Prentice Hall, 2003)

Awal Jatuhnya Pengeluaran

Okun’s Law (9-1) menghubungkan perubahan tingakt pengangguran dengan penyimpangan


pertumbuhan output dari output normal. Di AS sekarang pertumbuhan output 1% di atas
normal dalam setahun memicu penurunan tingkat pengangguran sekitar 0,4%.

Analisa yang popular atas depresi besar adalah disebabkan oleh jatuhnya pasar saham pada
1929. Namun sebenarnya tidak demikian karena resesi sebenarnya terjadi sebelum krisis pasar
saham, dan factor-faktor lainnya memainkan peran sentral terhadap depresi besar.

Namun demikian, krisis pasar saham juga penting. Pasar saham mengalami booming dari tahun
1921-1929. Harga saham naik lebih cepat daripada dividen yang dibayarkan oleh perusahaan.
Dan sebagai hasilnya, rasio dividen-harga menurun dari 6,5% pada tahun 1921 menjadi 3,5%
pada tahun 1929. Pada 28 oktober 1929 indeks harga pasar saham jatuh dari 298 ke 260.
Sehari sesudahnya, turun lebih jauh ke 230. Ini adalah kejatuhan sebanyak 23% dalam dua har,
dan turun 40% dari puncak pada awal september. Pada November indeks turun kembali
menjadi 198. Kepulihan pasar saham pada awal 1930 diikuti penurunan yang lebih jauh pada
harga saham, sebagaimana depresi yang mendalam menjadi meningkat tajam pada partisipasi
pasar. Pada juni 2003 indeks mencapai level terendah 47.

Apakah krisis oktober 1929 disebabkan oleh kesadaran akan datangnya depresi besar?
Jawabnya tidak. Tidak ada bukti berita besar pada oktober. Sumber krisis tentunya adalah akhir
dari aksi spekulasi di pasar saham. Pemegang saham yang telah membeli saham pada tingkat
harga tinggi sebagai antisipasi naiknya harga di kemudian hari menjadi takut dan tergoda untuk
menjual sahamnya. Hasilnya adalah, harga saham jatuh ke tingkat terendah.

Krisis tidak hanya menurunkan kekayaan konsumen, ini juga meningkatkan ketidakpastian
masa depan mereka. Ketidakmapanan dan perasaan ketidakpastian masa depan akibat krisis
membuat perusahaan dan rumahtangga memutuskan untuk melihat bagaimana segala sesuatu
berubah dan menunda pembelian barang investasi dan barang tahan lama. Sebagai contoh,
ada penurunan dalam jumlah besar dalam penjualan mobil (tipe pembelian yang biasanya
mudah ditunda) dalam beberapa bulan akibat krisis. Produk-produk industry, yang menurun
1,8% dari agustus sampai oktober 1929, menurun sampai 9,8% dari oktober ke desember, dan
bahkan 24% dari desember 1929 sampai desember 1930.

Kontraksi dalam uang nominal

Dampak dari krisis disebabkan oleh campuran antara kesalahan besar kebijakan yang
dinamakan penurunan jumlah cadangan uang. Table 22-2 menunjukkan perubahan dalam
cadangan uang nominal, dihitung dengan nama M1 (M1 adalah penjumlahan dari mata uang,
cek perjalanan dan deposito berjangka). Dari tahun 1929 sampai 1933, M1 menurun dari 26,4
miliar USD ke 19,4 miliar USD, turunnya sampai 27%.
Untuk memahami mengapa cadangan uang nominal turun begitu banyak, kita harus
memahami di capter 4 tentang hubungan antara cadangan uang nominal dan basis moneter:
dalam perekonomian dimana sebagian uang di pegang oleh rumahtangga dan perusahaan
dalam bentuk doposito giro (dapat ditarik), uang cadangan (penjumlahan dari mata uang asing
dan giro) lebih besar dari basis moneter, H (mata uang asing plus cadangan bank). Hubungan
antrara keduanya di adalah sbb:

M1 = H x pengganda uang

(currency = tunai) deposits checkable : tabungan giro

Pengganda uang tergantung pada seberapa besar proporsi cadangan bank terhadap deposito,
dan pada berapa proporsi uang masyarakat dalam bentuk mata uang asing sebagai lawan dari
uang deposito. Catat bahwa dari 1929 ke 1933 basis moneter H (ditunjukkan dengan kolom 2
pada table 22-2 ) meningkat dari 7,1% ke 8,2 miliar USD. Ini berarti bahwa penurunan pada M1
tidak datang dari penurunan basis moneter, tapi datang dari penurunan pengganda uang M1/H
(kolom 3) yangmana jatuh dari 3,7 pada 1929 ke 2,4 di 1933. Mengapa pengganda uang turun
sedemikian rendah? Jawabannya adalah karena kegagalan perbankan:

Dengan turun drastisnya output, semakin banyaknya peminjam menyadari dirinya tidak akan
mampu membayar hutangnya pada perbankan, membuat semakin banyak bank tidak bisa
berputar dan harus tutup. Kegagalan perbankan semakin meningkat dari 1929 sampai 1933,
ketika bank gagal mencapai titik puncaknya 4000 bank dari sekitar 20 ribu bank yang
beroperasi pada waktu itu.

Kegagalan bank memiliki dampak langsung pada penawaran uang: tabungan giro pada bank
gagal menjadi tidak bernilai. Tapi efek utama dari penawaran uang terjadi secara tidak
langsung: kekhawatiran bahwa bank akan gagal membuat banyak nasabah menarik uangnya
dari bank dan mengubah dari giro ke uang tunai. Peningkatan Rasio uang tunai atas deposito
giro membawa pada penurunan pengganda uang, dan demikian juga membawa pd penawaran
uang. Perhatikan mekanisme ini: jika masyarakat mencairkan semua depositonya dan meminta
perubahan uang tunai pada bank, maka pengganda uang akan menurun menjadi: masyarakat
akan memegang uang sentral; M1 akan sama dengan basis moneter H. pergeseran actual akan
menjadi sangat dramatic: di sisi lain, pengganda akan jatuh dari 3,7 pada tahun 1929 menjadi
2,4 pada 1933, membawa penurunan pada penawaran uang daripada peningkatan pada basis
moneter.

Implikasi dari tujuan ini adalah: dengan penurunan pada cadangan uang nominal dari tahun
1929 ke 1933 hampir proporsional pada penurunan tingkat harga, cadangan uang riil (kolom ke
4 dari table 22-2) tetap hamper konstan, mengurangi salah satu mekanisme yang mungkin
akan membawa pada perbaikan. Dengan kata lain, kurva LM hamper tidak berubah –ini tidak
bergerak turun sebagaimana akan terjadi jika cadangan uang nominal tetap konstan,
menyebabkan peningkatan pada cadangan uang riil.

Itulah mengapa Milton friedman dan anna Schwartz berargumen bahwa Fed bertanggung
jawab pada mendalamnya depresi: ini tidak bertanggungjawab secara langsung pada
penurunan penawaran uang. Tapi Fed harusnya mengambil langkah untuk menghadapi
penurunan pengganda uang dengan memperbesar basis moneter lebih dari yang dilakukan
waktu itu.

Dampak buruk dari deflasi

Dengan jatuhnya pengeluaran, dan penurunan penawaran uang nominal, tahap selanjutnya
adalah penurunan output dan depresi.
Sebagimana ditunjukkan pada kolom 1 tabel 22-3, hasil dari kontraksi pada uang nominal
adalah penurunan terbatas pada tingkat suku bunga nominal. Tingkat suku bunga nominal yang
dihitung dari suku bunga obligasi perusahaan setahun, mencapai 5,3% pada taun 1929 (naik
dari 4,1 % pada tahun 1928), menurun pelan beberapa tahun kemudian, lalu turun drastic
menjadi 2,6% di tahun 1933.

Pada wktu yang bersamaan sebagaimana ditunjukkan di kolom kedua table 22-3 hasil dari
rendahnya output adalah deflasi yang kuat, dengan tingkat deflasi mencapai 2,6% pada tahun
1931, dan 10,8% pada tahun 1932. Jika kita membuat asumsi bahwa deflasi yang diharapkan
setara dengan deflasi actual setiap tahun maka kita dapat menyusun serangkaian tingkat
bunga. Ini dapat dilihat pada kolom terakhir table 22-3, dan memberikan penjelasan yang
meyakinkan mengapa output tetap turun sampai 1933. Tingkat suku bunga riil mencapai 12,3%
di tahun 1931, 14,8% pada tahun 1932 dan tetap tinggi yaitu 7,8% pada tahun 1933. Ini bukan
sebuah kejutan besar bahwa pada tingkat suku bunga demikian baik konsumsi dan permintaan
investasi tetap rendah dan depressi menjadi makin buruk.

Perbaikan

Perbaikan ekonomi dimulai sejak 1933. Kecuali penurunan tajam pada tingkat pertumbuhan
output tahun 1937 (table 22-1), pertumbuhan secara konsisten tinggi, berjalan pada tingkat
rata-rata tahunan yaitu 7,7% dari tahun 1933 sampai 1941. Para ekonom makro dan pakar
sejarah ekonomi telah mempelajari perbaikan ekonomi lebih sedikita daripada pelajaran yang
didapat pada saat penurunan awal. Dan masih banyak pertanyaan yang tersisa.

Salah satu factor yang berkontribusi pada perbaikan adalah jelas. Seiring pemilihan Franklin D.
Roosevelt pada tahun 1932, ada perubahan pada kebijakan moneter dan kenaikan yang
dramtatis pada pertumbuhan uang nominal. Dari tahun 1933 hingga 1941, cadangan uang
nominal meingkat sampai 140% dan cadangan uang riil mencapai 100%. Kenaikan ini
meningkatkan basis moneter, tidak pada pengganda uang. Christina romer, sejarawan ekonomi
dari univ California Berkeley berargumen bahwa jika kebijakan moneter tidak berubah dari
tahun 1933, output akan lebih rendah 25% dari yang seharusnya pada tahun 1937, dan lebih
rendah 50% dari yang seharusnya terjadi pada tahun 1942. Ini adalah jumlah yang sangat
besar. Bahkan walaupun kita percaya bahwa angka ini terlalu overestimate atas efek kebijakan
moneter, kesimpulan bahwa kebijakan moneter memainkan peran penting dalam perbaikan
ekonomi tetap masuk akal.

Peran factor lain, dari kebijakan anggaran deficit ke New Deal – seperangkat program yang
dibuat oleh cabinet Roosevelt dalam rangka mengeluarkan AS dari depresi besar – sangat jelas.

Salah satu dari program dari new deal adalah bertujuan untuk meningkatkan fungsi perbankan
dengan menciptakan FDIC (federal deposite insurance corporation) untuk menjamin tabungan
deporsito dan untuk mencegah bank gagal. Dan memang setalah tahun 1933 hanya sedikit
bank yang gagal.

Program lain ikut menyembuhkan dan program kerja masyarakat untuk para penganggur, dan
program administratif dari NRA (national recovery administration) untuk menciptakan
“kompetisi yang lebih teratur” dalam industry. Para ekonom secara umum sepakat bahwa
program2 ini memiliki sedikit efek langsung pada perbaikan ekonomi. Tapi sebagian ekonom
lain berargumen bahwa efek tidak langsung dari program ini – khusunya persepsi atas
komitmen pemerintah untuk mengeluarkan perekonomian dari depresi – sangat penting dalam
merubah ekpektasi pada tahun 1933 dan sesudahnya. Kita telah melihat dalm bab sebelumnya
bagaimana efek harapan atas kebijakan bisa sangat penting. Bagaimanapun juga, menunjukkan
pentingnya ekspektasi pada tahun 1933 dan sesudahnya sangat sulit dan tetap besar untuk
dilakukan.
Perbaikan ekonomi juga menunjukkan kita sebuah puzzle. Pada tahun 1933 deflasi berhenti.
Sisa dari decade tersebut dikarakteriskan dengan inflasi yang kecil tapi positif. IHK 81,8 pada
tahun 1940, bandingkan dengan 75,6% pada tahun 1933. Akhir dari deflasi mungkin membantu
perbaikan ekonomi. Pergeseran dari dekflasi ke stabilitas harga yang kasar berimplikasi pada
lebih kecilnya tingkat suku bunga daripada kasus yang tejadi pada 1929 sampai 1933.

Puzzle tersebut adalah mengapa deflasi berakhir pada tahun 1933: dengan deflasi besar pada
tahun 1932 dan pengangguran tinggi sepanjang waktu itu, teori ketergantungan upah yang
telah kita kembangkan pada bab sebelumnya mengimplikasikan bahwa harusnya ada
pemotongan upah yang besar deflasi yang lebih besar lagi. Hal ini tidak tejadi. Sebgaimana kita
lihat dalam diagram kurva philips yang dibangun oleh samuelson dan Solow untuk AS (gambar
8-1), tahun 1933 ke 1939 adalah outlier. Jadi mengapa deflasi berhenti?

- Satu pendekatan mengatakan bahwa hal ini karena adanya serangkaian penghitungan
yang dilakukan oleh pemerintahan Roosevelt. National Industrial recovery act (NIRA)
yang ditandatangani pada tahun 1933 meminta para industry untuk menetapkan upah
minimal, dan untuk tidak mengambil keuntungan dari tingkat pengangguran tinggi
untuk melakukan pemotongan upah pada para pekerja. Para ekonom biasanya ragu
bahwa aturan semacam itu sangat berdampak bagi perusahaan. Tapi NIRA manawarkan
insentif sebagai pertukaran, efek penurunan kompetisi di pasar barang di bawah
peraturan “kompetisi yang lebih teratur”, dan hal ini sagat potensial untuk
mendapatkan profit yang lebih tinggi jika mereka ikuti. Bukti menunjukkan bahwa NIRA
memberikan dampak yang sangat baik bagi perbaikan upah.
- Factor lainnya adalah bahwa ketika tingkat pengangguran tinggi, pertumbuhan output
juga tinggi. Sebagai hasilnya ada penyumbatan dalam produksi, membuat perusahaan
meninggikan harganya pada setiap tingkat upah. Karena kenaikan tajam pada
permintaan barang, maka harga bahan mentah juga cenderung naik, biaya lebih tinggi,
dan sekali lagi memaksa perudshaan untuk menaikkan harga dan upah karyawan.
Dalam jangka pendek, dan dalam kebalikan dengan spesifikasi simple kita pada
pembentukan harga dimana diasumsikan harga ditentukan hanya oleh upah, efek dari
pertumbuhan yang cepat adalah meningginya harga pada setiap tingkat upah, makanya
mengurangi tekanan deflasi atas penggangguran.
- Fakta relevan dalam diskusi ini adalah bahwa deflasi berakhir pada pertengahan 1930-
am pada banyak Negara. Walaupun di Negara yang tidak memiliki program serupa
dengan New Deal dan tidak memiliki kecepatan pertumbuhan yang sama dengan AS
setelah 1933. Ini menyiratkan bahwa mungkin beberapa factor utama lainnya bekerja.
Satu kemungkinan, yang telah dibahas pada kasus pengangguran eropa di tahun 1980-
an dan 1990-an adalah bahwa setelah beberapa waktu, pengangguran yang tinggi
membawa tekanan yang lebih rendah pada inflasi. Idenya adalah bahwa sekali
masarakat tidak bekerja pada waktu lama, mereka akan menyerah dalam mencari
pekerjaan, menjadi efek yang tidak relevan pada proses ketergantungan upah. Sebagai
hasilnya, penganggguran memiliki dampak yang lebih sedikit pada upah, dan pada
saatnya berdampak sedikit pada inflasi.

Kenapa kita harus peduli pada bagaimana deflasi memicu inflasi di AS pada than 1933? Karena
sebagaimana akan kita lihat selanjutnya jawabannya sangat berkaitan dengan Jepang hari ini.
Bagaimana keluar dari deflasi, dan juga penurunan tingakt suku bunga riil dan menstimulasi
pertumbuhan, adalah satu isu utama yang melanda jepang hari ini.

You might also like