You are on page 1of 54

001

AMRYTHA SANJIWANI, PUTU

HUBUNGAN TINGKAT KONSUMSI ZAT GIZI DENGAN STATUS GIZI PADA


PASIEN ANAK YANG DIRAWAT INAP DI RSUP SANGLAH DENPASAR
Subrek : Makanan Anak
Klasifikasi : 641.512
No Induk : 001/KTI/ 008

Abstrak
Makanan bergizi sangat penting diberikan pada bayi sejak masa kandungan.
Selanjutnya masa bayi dan balita merupakan momentum paling penting dalam
melahirkan ”generasi pintar dan sehat”. Jika usia ini tidak dikelola dengan baik, apalagi
kondisi gizinya buruk, di kemudian hari akan sulit terjadnya perbaikan kualitas bangsa.

Malnutrisi merupakan salah satu permasalahan yang terjadi di rumah sakit dalam
upaya penyembuhan pasien. Malnutrisi dapat timbul sejak sebelum dirawat di rumah
sakit yang disebabkan karena penyakit yang diderita atau masukan zat gizi yang tidak
mencukupi, namun tidak jarang pula malnutrisi timbul selama rawat inap.

Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
tingkat konsumsi dengan status gizi pada pasien anak yang dirawat inap di Rumah Sakit
Umum Pusat Sanglah Denpasar.

Penelitian ini merupakan Jenis penelitian observasional dengan rancangan


penelitian cross sectional. Sampel penelitian ini adalah pasien anak yang dirawat inap di
ruang anak Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar, berusia dibawah atau sama
dengan 13 tahun, berjenis kelamin laki – laki atau perempuan, dapat diukur tinggi
badan/panjang badannya, mendapat ijin dari keluarga untuk menjadi sampel penelitian,
tidak sedang dirawat di ruang ICU/intensif, dan dalam keadaan sadar. Cara yang
digunakan untuk mengumpulkan data adalah dengan wawancara langsung, pengamatan

1
langsung, pengukuran antropometri, serta pencatatan, sedangkan untuk konsumsi
makanan pasien menggunakan metode visual Comstock dan recall 24 jam. Untuk
mengetahui ada tidaknya hubungan dilakukan dengan uji korelasi, dengan menggunakan
program SPSS 12.0. Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan selama satu bulan
diperoleh 36 pasien yang memenuhi kriteria penelitian.

Hasil yang diperoleh adalah dari 36 sampel penelitian diperoleh data tingkat
konsumsi energi pada sampel sebagian besar baik yaitu sebanyak 15 orang (41.7%),
tingkat konsumsi cukup sebanyak 9 orang (25 %), sedangkan untuk tingkat konsumsi
kurang sebanyak 12 orang (33.3 %). Adanya peningkatan status gizi satu orang sampel
yang pada awal pengumpulan data berstatus gizi kurang menjadi baik. Terlihat dari
kenaikan presentase sampel yang berstatus gizi baik yaitu 2,8 %. Dari 36 sampel,
kejadian malnutrisi yang terjadi adalah sebanyak 14 orang dengan rincian berstatus gizi
lebih sebanyak 6 orang (16.7 %) dan berstatus gizi kurang sebanyak 8 orang (22.2 %).

Dari hasil uji analisa dengan menggunakan uji chi square didapatkan nilai p untuk
hubungan tingkat konsumsi energi dengan status gizi adalah 0,889 sedangkan untuk
hubungan tingkat konsumsi protein didapatkan nilai p adalah 0,984, data ini menyatakan
bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat konsumsi terhadap status gizi
pasien. Dimana diketahui bahwa peningkatan tingkat konsumsi tidak diikuti dengan
peningkatan status gizi pasien anak di RSUP Sanglah Denpasar.

002

ANDI ARTAWA , I KADEK

PERBEDAAN KADAR GLUKOSA DARAH BERDASARKAN TINGKAT


PENGETAHUAN PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT JALAN
DI RSUP SANGLAH DENPASAR

Subyek : Diabetes mellitus

Klasifikasi : 616.642

No Induk : 013/KTI/2008

Abstrak

2
Dengan bertambahnya angka harapan hidup bangsa Indonesia menyebabkan
perhatian masalah kesehatan beralih dari penyakit infeksi ke penyakit degeneratif. Selain
penyakit jantung koroner dan hipertensi, diabetes melitus (DM) merupakan salah satu
penyakit degeneratif dan bersifat kronis yang saat ini makin bertambah jumlahnya di
Indonesia. Di Indonesia, DM merupakan penyakit yang menyebabkan kematian kedua
setelah jantung. Hasil survei Departemen Kesehatan RI tahun 2001 menunjukkan
prevalensi DM di Jawa dan Bali mencapai 7,5 %. Laporan RSUP Sanglah Denpasar
menunjukkan penderita DM rawat inap dan rawat jalan di Bali khususnya di kota
Denpasar terus meningkat setiap tahun dan menduduki urutan ketiga pada pola penyakit
rawat jalan terbanyak. Berdasarkan Laporan Kegiatan RSUP Sanglah Denpasar, tercatat
pasien DM yang rawat jalan di Poli Penyakit Dalam dari bulan Januari sampai dengan
Juni 2008 sebanyak 3987 orang. Jumlah ini meningkat sebesar 62,03 % dibandingkan
dengan jumlah pasien DM rawat jalan bulan Januari-Juni 2007.
Tujuan penelitian secara umum adalah mengetahui perbedaan kadar glukosa
darah berdasarkan tingkat pengetahuan penderita DM Tipe 2 rawat jalan di RSUP
Sanglah Denpasar.
Penelitian dilaksanakan di Poli Penyakit Dalam RSUP Sanglah Denpasar pada
bulan Juli 2008. Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional yang bersifat
analitik dengan menggunakan rancangan cross sectional. Sampel ditentukan dengan
metode Consecutive sampling dimana jumlah sampelnya sebanyak 100 orang. Jenis data
yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Cara yang digunakan untuk
mengumpulkan data adalah dengan wawancara langsung dan pencatatan dari rekam
medik.
Karakteristik sampel diperoleh sebagai berikut : laki-laki (53,0 %), kelompok
umur 50-60 tahun (50,0 %), tingkat pendidikan SMA/SMK (37,0 %), beragama hindu
(74,0 %), pekerjaan sebagai wiraswasta (27,0 %), riwayat DM lebih dari 1 tahun (60,0
%), pernah berkonsultasi gizi dengan ahli gizi (98,0 %), serta menggunakan obat
hipoglikemik oral atau OHO (69,0 %).
Tingkat pengetahuan sampel sebagian besar tergolong baik (62,0 %),
dan hanya 38,0 % yang tergolong kurang. Rata-rata kadar glukosa darah
puasa pada kelompok tingkat pengetahuan baik adalah 128,48 mg/dl,

3
sedangkan rata-rata kadar glukosa darah pada kelompok tingkat
pengetahuan kurang adalah 136,42 mg/dl. Kadar glukosa darah puasa
sampel yang sudah terkendali sebesar 59,0 % sedangkan yang tidak
terkendali sebesar 41,0 %.

Hasil uji statistik dengan uji t tidak berpasangan diketahui bahwa tidak ada
perbedaan kadar glukosa darah berdasarkan tingkat pengetahuan penderita DM Tipe 2
rawat jalan di RSUP Sanglah Denpasar. Hasil ini menunjukkan bahwa tingkat
pengetahuan bukan merupakan faktor utama yang berhubungan langsung dengan kadar
glukosa darah penderita DM Tipe 2. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa faktor-
faktor yang berhubungan langsung dengan pengendalian glukosa darah, antara lain pola
makan, aktifitas fisik, kegemukan, stres, perokok, peminum alkohol serta usia.
Penderita DM Tipe 2 rawat jalan di Poli Penyakit Dalam RSUP Sanglah
Denpasar diharapkan agar melakukan konsultasi dengan ahli gizi dan dokter
secara rutin dan berkesinambungan serta lebih banyak menggali informasi
tentang penatalaksanaan DM baik melalui media massa maupun elektronik
guna menunjang perubahan sikap dan tingkah laku penderita itu sendiri
dalam mengendalikan kondisi penyakitnya.

003

ANITA YONITA

HUBUNGAN ANTARA POLA MAKAN PAGI DENGAN STATUS GIZI DAN


PRESTASI BELAJAR ANAK SDN 17 KESIMAN DENPASAR TIMUR.

Subyek : Makan Pagi

Klasifikasi ; 641.52

No Induk : 033/KTI/2008

Abstrak

Makan pagi merupakan salah satu pesan PUGS (Pedoman Umum Gizi
Seimbang ),dapat menyumbang seperempat dari kebutuhan gizi sehari yaitu
450 sampai 500 kalori,dengan 8 sampai 9 gram protein.Anak yang makan

4
pagi mempunyai sikap dan prestasi sekolah yang lebih baik dari pada anak
yang tidak sempat sarapan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola makan pagi dengan


status gizi dan prestasi belajar anak SDN 17 Kesiman Denpasar Timur.Sampel
penelitian berjumlah 63 orang dari kelas 3, 4 dan 5. Jenis data yang
dikumpulkan meliputi data identitas sampel, pola makan pagi, antropometri,
yang dikumpulkan dengan cara wawancara serta penimbangan BB dan
pengukuran TB. Untuk mengetahui hubungan pola makan pagi dengan status
gizi dan prestasi belajar anak SD dianalisis menggunakan uji korelasi product
moment pearson.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak SD yang biasa makan pagi


sebanyak 61 sampel (96,8%) dan tidak membiasakan makan pagi, 2 sampel
(3,2%). Status gizi baik sebanyak 52 sampel (82,5%), gemuk 11 sampel
(17,5%).Prestasi belajar baik 43 sampel (68,3%) cukup 20 sampel (31,7%).
Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat konsumsi
energi dan protein pola makan pagi dengan status gizi. Tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara status gizi dengan prestasi belajar.

Terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat konsumsi energi


dan prestasi belajar namun tidak terdapat hubungan yang bermakna antara
tingkat konsumsi protein dengan prestasi belajar

004

ARI PASTINI , NI PUTU

PERBEDAAN KONSUMSI ENERGI, KALSIUM, ZAT BESI DAN STATUS GIZI


LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI DAN DI LUAR PANTI DI KOTA
DENPASAR
Subyek : Gizi dan Kesehatan lansia

Klasifikasi ; 613.043

No Induk : 030/KTI/2008

5
Abstrak

Status gizi merupakan status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara
kebutuhan dan asupan nutrien (zat gizi). Status gizi merupakan faktor penting untuk
menilai seseorang tidak menderita penyakit gangguan gizi (malnutrisi) atau sehat baik
secara mental, sosial, maupun fisik.

Penelitian ini dilaksanakan karena ingin mengetahui perbedaan konsumsi energi,


kalsium, zat besi dan status gizi lansia yang tinggal di panti dan diluar panti di Kota
Denpasar.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional dan rancangan


yang digunakan adalah crossectional. Penelitian ini dilaksanakan di panti pelayanan
lanjut usia “Wana Seraya” dan di Desa Kesiman Kertalangu Denpasar Timur dengan
jumlah 32 orang sampel dalam panti dan 32 sampel luar panti dengan kriteria lanjut usia
yang berumur 60 tahun keatas baik laki-laki maupun perempuan, tinggal di panti minimal
1 bulan untuk sampel dalam panti serta dalam keadaan sehat.

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer yang meliputi identitas sampel,
data antropometri, data konsumsi zat gizi dan data sekunder meliputi gambara umum
lokasi penelitian. Pengumpulan data seperti identitas sampel dan gambaran lokasi
penelitian dikumpulkan dengan wawancara langsung kepada sampel. Data konsumsi
makanan diperoleh menggunakan metode comstock selama 3 hari, dan status gizi didapat
dengan cara mengukur tinggi badan dan berat badan.

Tingkat konsumsi energi lansia dalam panti sebagian besar baik (81,2 %), dan
tingkat konsumsi lansia luar panti sebagian besar baik (71,8 %). Tingkat konsumsi
kalsium lansia dalam panti seluruhnya kurang (100 %) , dan tingkat konsumsi kalsium
lansia luar panti sebagian besar kurang ( 96.9 % ). Tingkat konsumsi zat besi lansia
dalam panti seluruhnya kurang (100 %), dan tingkat konsumsi zat besi lansia luar panti
sebagian besar kurang (56.2 %). Untuk status gizi lansia dalam panti sebagian besar baik
(53.1 %), dan status gizi lansia luar panti sebagian besar baik (65.6 %).

6
Dari uji statistik diketahui bahwa ada perbedaan konsumsi energi, kalsium, zat
besi, dan status gizi lansia yang tinggal di Panti Pelayanan Lanjut Usia Wana Seraya dan
lansia yang tinggal di Desa Kesiman Kertalangu.

Kebiasaan makan lanjut usia yang berada dalam panti terdiri dari nasi, lauk
hewani, lauk nabati, sayur dan buah. Porsi makan yang diberikan di tiap wisma untuk
para lanjut usia sebagai berikut : nasi diberikan 250 gram, protein hewani diberikan 25
gram, protein nabati diberikan 25 gram, sayur diberikan 75 gram, dan buah diberikan 100
gram. Sehingga nilai gizi per porsi adalah 594.9 kkal. Sedangkan kebiasaan makan lanjut
usia luar panti adalah tidak menentu, tapi dalam satu kali makan biasanya terdiri dari
nasi, lauk hewani dan sayur. Frekuensi makan lanjut usia baik yang di dalam maupun
yang diluar panti sebanyak 3 kali sehari.

005

ARIFIN, FAJAR HAFIIDH

KONTRIBUSI ZAT GIZI MAKANAN JAJANAN TERHADAP STATUS GIZI

SISWA SLTP K SANTO YOSEPH DENPASAR

Subyek : Makanan Jajanan

Klasifikasi ; 641.539

No Induk : 020/KTI/2008

Abstrak

Salah satu masalah serius yang menghantui dunia kini adalah

mengkonsumsi makanan jajanan atau makanan olahan, seperti yang

ditayangkan di iklan televisi, secara berlebihan. Makanan ini, meski dalam

iklan diklaim kaya akan vitamin dan mineral, tetapi terlalu banyak

mengandung gula serta lemak, disamping zat aditif. Konsumsi makanan

jajanan secara berlebihan dapat berakibat kekurangan zat gizi lain.

(Arisman,2003)

7
Data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional yang dilakukan oleh

Badan Pusat Statistik (1999) menunjukkan bahwa persentase pengeluaran

rata-rata per kapita per bulan penduduk perkotaan untuk makanan jajanan

meningkat dari 9,19 % pada tahun 1996 menjadi 11,7 % pada tahun 1999.

Kontribusi makanan jajanan terhadap konsumsi remaja perkotaan

menyumbang 21 % energi dan 16 % protein. Kontribusi makanan jajanan

terhadap konsumsi anak usia sekolah menyumbang 5,5 % energi dan 4,2 %

protein. (http:/www.makanan jajanan.com)

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kontribusi zat gizi

makanan jajanan terhadap status gizi siswa SLTP K Santo Yoseph Denpasar.

Data identitas, data konsumsi makanan jajanan, data jumlah, frekwensi dan

jenis makanan jajanan yang dikonsumsi diperoleh dengan wawancara

langsung dengan sampel, untuk tinggi badan diukur dengan mikrotoice dan

berat badan dengan cara penimbangan langsung dengan timbangan injak,

sedangkan data gambaran umum sekolah diperoleh berdasarkan cacatan

yang sudah ada di sekolah.

Penelitian ini dilaksanakan di SLTP K Santo Yoseph Denpasar pada

bulan juli 2008. Jenis penelitian ini adalah observasional dengan rancangan

cross sectional. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa kelas I dan II

pada tahun 2007 yang berjumlah 495 orang, sedangkan sampelnya adalah

bagian dari populasi yaitu pada tahun 2008 menjadi kelas II dan III yang

tercatat dan aktif sebagai siswa di SLTP K Santo Yoseph Denpasar yang

berjumlah 84 orang. Untuk mengetahui hubungan antara variable yang

diteliti dianalisis dengan menggunakan uji statistik korelasi pearson.

8
Hasil dari penelitian ini ternyata jenis-jenis makanan jajanan yang

sering dikonsumsi adalah nasi campur, mie goreng, sate ayam bakso, dan

berbagai jenis snack lainnya dengan konsumsi energi makanan jajanan pada

sampel rata-rata yaitu 455,27 Kalori dan konsumsi energi terendah adalah 4

Kalori sedangkan yang tertinggi adalah 1800 Kalori. Dari data ini dapat

diketahui bahwa sebagian besar sampel 51 orang (60,70%) mengkonsumsi

energi dibawah rata-rata.

Untuk konsumsi protein makanan jajanan pada sampel rata-rata

13,7 gram dengan konsumsi protein terendah adalah 0 gram sedangkan

yang tertinggi adalah 103 gram. Dari data ini dapat diketahui bahwa

sebagian besar sampel 65 orang (77,40%) mengkonsumsi protein dibawah

rata-rata.

Sedangkan untuk status gizi siswa di SLTP K Santo Yoseph sebagian

besar mempunyai status gizi baik 70 sampel (83,33%), gizi lebih 13 sampel

(15,47%) dan gizi buruk 1 sampel (1,20%). Setelah dilakukan analisa

statistik diketahui ada hubungan yang bermakna tapi tidak begitu erat dan

berbanding terbalik antara kontribusi energi makanan jajanan dan status gizi

(r = -0,223), sedangkan untuk kontribusi protein makanan jajanan dengan

status gizi juga ada hubungan tapi tidak begitu erat dan berbanding terbalik

(r = -0,306). Hal ini ditunjukkan dengan kejadian dimana semakin rendah

kontribusi energi dan protein makanan jajanan maka semakin baik status

gizi dari siswa tersebut, begitu pula sebaliknya semakin tinggi kontribusi

energi dan protein makanan jajanan maka semakin buruk keadaan status

gizinya.

9
Demikian pula jika dilihat total kebutuhan energi maka kontribusi

energi pada makanana jajanan menyumbang rata-rata 15,62 %, dan

kontribusi protein terhadap total kebutuhan protein pada makanan jajanan

menyumbang rata-rata 26,62 %.Ternyata hal ini tidak sesuai atau

berlawanan dengan teori dimana seharusnya semakin tercukupinya

konsumsi energi dan protein maka semakin baik status gizinya, Tetapi

dalam penelitian ini kontribusi energi dan protein makanan diluar sekolah

tidak dihitung yang mempengaruhi jumlah total kebutuhan energi dan

protein sehari sehingga dengan demikian diperkirakan kebutuhan energi

dan protein sehari dipenuhi oleh makanan yang di konsumsi di rumah atau

diluar sekolah sehingga bisa menyebabkan status gizi baik pada siswa

tersebut.

006

DEVI, NI WAYAN KRISTINA

HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN STATUS ANEMIA PADA IBU HAMIL


DI PUSKESMAS SUKAWATI II KABUPATEN GIANYAR PROPINSI BALI
TAHUN 2008

Subyek : Gizi Ibu hamil

Klasifikasi ; 618.24

No Induk : 022/KTI/2008

Abstrak

Anemia gizi besi merupakan salah satu masalah gizi yang belum nampak
menunjukkan titik terang keberhasilan penanggulangannya. Ibu hamil merupakan salah
satu kelompok rawan anemia gizi besi, karena terjadi peningkatan zat besi untuk
memenuhi kebutuhan ibu dan janin yang dikandung. Pola konsumsi sangat menentukan
kesehatan ibu dan janin dimana konsumsi makanan yang bervariasi dan banyak

10
mengandung zat-zat gizi akan mengurangi segala resiko selama masa kehamilan dan
persalinan. Status anemia seseorang dapat dilihat dengan cara mengukur kadar Hb dalam
darah.
Tujuan penelitian ini secara umum adalah mengetahui hubungan pola makan
(kebiasaan minum susu, mengkonsumsi sayur dan buah) dengan status anemia pada ibu
hamil pada bulan Juli 2008. Jenis penelitian adalah observasional dengan rancangan
crossectional. Sampel penelitian berjumlah 36 sampel. Data yang dikumpulkan meliputi
data primer dan data sekunder yang selanjutnya diolah secara manual kemudian dianalisis
dengan menggunakan uji statistik Chi Square.
Hasil penelitian hubungan pola makan (kebiasaan minum susu) dan status anemia
menunjukkan 61,1 % yang biasa minum susu berstatus non anemia dan 11,1 % yang
tidak biasa minum susu berstatus non anemia berati ada hubungan yang bermakna antara
kebiasaan minum susu dengan status anemia pada ibu hamil.
Hasil penelitian hubungan pola makan (kebiasaan mengkonsumsi
sayur) dan status anemia menunjukkan 69,4 % yang biasa mengkonsumsi
sayur berstatus non anemia dan 2,8 % yang tidak biasa mengkonsumsi sayur
berstatus non anemia berati ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan
mengkonsumsi sayur dengan status anemia pada ibu hamil. Hasil
penelitian hubungan pola makan (kebiasaan mengkonsumsi buah) dan status
anemia menunjukkan 55,6 % yang biasa mengkonsumsi buah berstatus non
anemia dan 16,6 % yang tidak biasa mengkonsumsi buah berstatus non
anemia berati tidak ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan
mengkonsumsi buah dengan status anemia pada ibu hamil. Untuk itu
disarankan kepada ibu hamil mengkonsumsi sumber protein terutama susu
minimal dua gelas dalam sehari dan sumber zat besi terutama sayuran
berwarna hijau tua serta buah-buahan yang banyak mengandung vitamin C.
Diharapkan ibu hamil melakukan pengecekan kadar Hb minimal dua kali
selama kehamilan untuk mencegah terjadinya anemia sejak dini.

007

GALUH KRISSIANA VERANTI

HUBUNGAN GAYA HIDUP DENGAN STATUS GIZI PEJABAT ESELON III


DAN ESELON IV SETDA KOTA DENPASAR.

Subyek : Kesehatan dan aktivitas Fisik

Klasifikasi ; 613.704

No Induk : 010/KTI/2008

11
Abstrak

Sebagai data dasar dalam rangka menilai keadaan gizi orang dewasa

di Indonesia, telah dilaksanakan survei IMT di 27 provinsi. Bila dilihat dari

prevalensi obesitas, khususnya wilayah kota kota Denpasar yaitu sebanyak

8,7 %. Dengan adanya dampak dari arus globalisasi yang paling nyata,

terlihat pada warga perkotaan, yaitu adanya perubahan gaya hidup konsumsi

makan termasuk gaya hidup dalam memilih tempat makan dan jenis

makanan yang dikonsumsi.

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan suatu

penelitian tentang hubungan gaya hidup dengan status gizi Pejabat eselon III

dan eselon IV Setda Kota Denpasar. Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui hubungan gaya hidup dengan status gizi Pejabat eselon III dan

eselon IV Setda Kota Denpasar. Jenis penelitian yang akan digunakan dalam

penelitian ini termasuk jenis penelitian observasional, dan pendekatan

penelitian yang digunakan adalah Cross-Sectional.

Penelitian ini dilaksanakan di lingkungan Sekretariat Daerah (Setda)

Kota Denpasar. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh pejabat eselon III

dan eselon IV Setda Kota Denpasar yang berjumlah 38 orang. Sampel

adalah total dari populasi. Dimana pada saat melakukan penelitian, dari 38

angket yang diberikan 36 angket yang dikembalikan, sehinggga sampel

berjumlah 36 orang.

Semua data dikumpulkan dengan metode angket meliputi data primer

dan data skunder. Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini

12
adalah kuesioner. Data yang telah dikumpulkan selanjutnya diolah dengan

menggunakan program SPSS dan dianalisis menggunakan uji Chi-Square.

Hasil data yang diperoleh sampel mempunyai kebiasaan makan 3 kali

sehari, mempunyai kebiasaan makan pagi dan makan malam dirumah, dan

makan siang diluar rumah. Dimana tempat makan yang dipilih yaitu kantin

kantor sebagai tempat untuk makan siang karena letaknya yang strategis

dengan tempat kerja dan dapat memanfaatkan waktu istirahat dengan

efesien. Jenis masakan yang dipilih yaitu masakan tradisional Bali. Jika dilihat

dari jenis masakan yang dipilih adalah masakan tradisional Bali yaitu babi

guling, ayam betutu dan lawar dimana jenis masakan ini tergolong masakan

yang tinggi lemak sehingga kemungkinan gizi lebih bisa saja terjadi, akan

tetapi kebiasaan itu telah diimbangi dengan olahraga atau aktivitas lain yang

cukup banyak baik dikantor atau diluar kantor. Dimana frekuensi melakukan

olahraga minimal 3 kali/minggu. Dimana status gizi Pejabat Eselon III dan

eselon IV Setda Kota Denpasar, 52,8% gizi baik dan 47,2% gizi lebih. Hasil uji

statistik, tidak ada hubungan antara gaya hidup dengan status gizi.

008

HARIANI , SRI AYU

USIA MENARCHE BERDASARKAN POLA KONSUMSI FAST FOOD DAN


KEADAAN SOSIAL EKONOMI SISWI SEKOLAH SWASTA KATOLIK
SANTO YOSEPH DENPASAR

13
Subyek : Kesehatan remaja

Klasifikasi : 613.043

No Induk : 026/KTI/2008

Abstrak

Penelitian Suhandari (2007) menyebutkan usia menarche remaja putri

di SD-SMP Raj Yamuna Denpasar adalah 11 tahun (50,0 %). Hal ini berarti

telah terjadi pergeseran usia menarche yang normalnya adalah 12,5 tahun.

Kemajuan di bidang sosial ekonomi akan mengakibatkan perubahan pola

konsumsi karbohidrat khususnya beras dan akan diikuti dengan

meningkatnya konsumsi lemak dan protein hewani. Konsumsi lemak yang

tinggi akan meningkatkan kadar kolesterol dalam darah yang memicu

peningkatan kadar estrogen sehingga menarche akan terjadi pada usia lebih

dini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan usia menarche

berdasarkan pola konsumsi fast food dan keadaan sosial ekonomi pada siswi

SD dan SLTP Katolik Santo Yoseph Denpasar.

Data dikumpulkan pada tanggal 17-22 Juli 2008 di SD dan SLTP K

Santo Yoseph Denpasar. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswi SD

kelas VI dan siswi SLTP kelas I, II dan III Santo Yoseph yang telah mengalami

menarche, sedangkan sampelnya adalah 82 orang yang mengalami

menarche tidak lebih dari satu tahun saat penelitian ini dilakukan. Jenis data

meliputi gambaran umum sekolah, identitas sampel, data keluarga, data usia

menarche, data pola konsumsi fast food dan data keadaan sosial ekonomi.

Cara pengumpulan data melalui wawancara dengan bahan kuisioner dan

pengamatan langsung. Data yang diperoleh dianalisa menggunakan uji

Independent Sample T-Test.

14
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir separuh sampel (46,3 %)

mengalami menarche pada usia 132 – 143 bulan (11 – 12 tahun). Pola

konsumsi fast food menunjukkan lebih dari separuh sampel (56,1 %) jenis

konsumsi fast food-nya kurang bervariasi, sebagian besar sampel (65,9 %)

tingkat konsumsi energi fast food-nya rendah, sebagian besar sampel (63,4

%) tingkat konsumsi protein fast food-nya rendah, sebagian besar sampel

(63,4 %) tingkat konsumsi lemak fast food-nya rendah, sebagian besar

sampel (69,5 %) tingkat konsumsi karbohidrat fast food-nya rendah, sebagian

besar sampel (69,5 %) frekuensi konsumsi fast food-nya jarang. Dilihat dari

keadaan sosial ekonominya maka lebih dari separuh (53,7 %) sampel keadan

sosial ekonominya rendah.

Berdasarkan hasil analisis diketahui ada perbedaan usia menarche

berdasarkan tingkat konsumsi energi, tingkat konsumsi protein, tingkat

konsumsi lemak dan frekuensi konsumsi fast food. Tidak ada perbedaan jenis

konsumsi fast food, tingkat konsumsi karbohidrat fast food dan keadaan

sosial ekonomi.

Diharapkan bagi siswi SD ataupun siswi SLTP mengurangi konsumsi

fast food agar tidak terjadi menarche pada usia yang terlalu muda (< 11

tahun) karena hal ini dapat meningkatkan resiko obesitas, kanker payudara

dan keguguran.

15
009

KERTI YUDI ASIH, NI LUH PUTU

HUBUNGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN DENGAN


STATUS GIZI PASIEN JAMKESMAS YANG MENDAPAT MAKANAN BIASA
DI RSUP SANGLAH DENPASAR

Subyek : Kesehatan dan aktivitas Fisik

Klasifikasi ; 613.704

No Induk : 010/KTI/2008

Abstrak

Penyelenggaraan makanan rumah sakit adalah suatu rangkaian


kegiatan mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian
makanan kepada konsumen, dalam rangka pencapaian status kesehatan
yang optimal, penyelenggaraan makanan rumah sakit dilaksanakan dengan
tujuan untuk menyediakan makanan yang kualitasnya baik dan jumlah yang
sesuai kebutuhan serta pelayanan yang layak dan memadai bagi klien atau
konsumen yang membutuhkannya

Tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas serta kuantitas hidangan.


Kualitas hidangan menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan
tubuh di dalam susunan hidangan dan perbandingannya yang satu terhadap
yang lain. Kuantitas menunjukkan jumlah masing-masing zat gizi terhadap
kebutuhan tubuh. Kalau susunan hidangan memenuhi kebutuhan tubuh baik
dari sudut kualitas maupun kuantitasnya, maka tubuh akan mendapat kondisi
kesehatan gizi yang sebaik-baiknya. Konsumsi yang menghasilkan kesehatan
yang sebaik-baiknya disebut konsumsi yang adekuat

Oleh karena itu makanan sangatlah penting bagi pasien di rumah sakit
yang berfungsi untuk mempertahankan daya tahan tubuh dan membantu
mempercepat proses penyembuhan penyakit.

16
Tujuan penelitian adalah mengetahui hubungan tingkat konsumsi
energi dan protein dengan status gizi pasien Jamkesmas yang mendapat
makanan biasa di RSUP Sanglah Denpasar.

Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan yaitu Bulan Juli 2008.
Lokasi penelitian di RSUP Sanglah Denpasar dengan alamat di Jln Diponegoro,
Denpasar. Sampel penelitian adalah pasien dengan status perawatan
Jamkesmas dan mendapat makanan biasa tanpa diet khusus, yang berjumlah
49 orang.

Hasil penelitian ini adalah tingkat konsumsi energinya sebagian besar


tergolong cukup yaitu 32 orang (65,3%), sedangkan tingkat konsumsi
energinya tidak cukup yaitu 17 orang (34,7%). Tingkat konsumsi proteinya
sebagian besar sampel tergolong tidak cukup yaitu 28 orang (57,1%)
sedangkan tingkat konsumsi proteinya cukup 21 orang (42,9%). Status gizi
pada penelitian ini diukur berdasarkan IMT , dari 49 sampel sebagian besar
memiliki status gizi normal yaitu sebanyak 31 orang (63, 2 %), sedangkan
sampel dengan status gizi kurus dan gemuk memiliki jumlah yang sama yaitu
masing- masing sebanyak 9 orang (18,4 %).

Berdasarkan analisis dengan uji statistik chi- square didapatkan hasil


bahwa ada hubungan antara tingkat konsumsi energi dan protein dengan
status gizi pasien Jamkesmas yang mendapat makanan biasa di RSUP
Sanglah Denpasar.

Berdasarkan hasil penelitian konsumsi energi dan protein dari rumah


sakit masih tergolong cukup dan pasien masih mengkonsumsi makanan dari
luar rumah sakit sehingga perlu meningkatkan pelayanan gizi yang optimal
baik dari segi kualitas (kandungan zat gizinya) dan kuantitas (jumlah
porsinya sesuai dengan kebutuhan pasien) menu yang disajikan dan perlu
diadakan penyampaian informasi kepada pasien dan keluarganya tentang
pentingnya mengkonsumsi makanan dari rumah sakit sebagai penunjang
proses penyembuhan selain pengobatan.

17
010

LAKSMINI, PUTU AYU

PERENCANAAN MAKAN DAN PENGENDALIAN GULA DARAH PADA


PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 YANG DIRAWAT JALAN DI
RSUP SANGLAH DENPASAR

Subyek : Diet Diabetes mellitus

Klasifikasi ; 641.563 14

No Induk : 024/KTI/2008

Abstrak

Penyakit Diabetes Mellitus atau yang dikenal dengan penyakit kencing

manis adalah suatu penyakit dimana tubuh mengalami gangguan

metabolisme (metabolic syndrome) dari distribusi gula dalam darah.

(Mangoenprasodjo, Setiono. A. 2005). Di Indonesia jumlah penderita diabetes

mencapai 2,5 juta pada tahun 2000, dan diperkirakan tahun 2010 mencapai

5 juta. (Tjokroprawiro, Askandar, 2006). Pengaturan/perencanaan makan

pada intinya mengikuti 3J yaitu : Jumlah dihabiskan, Jadwal diikuti, dan Jenis

Makanan. (Mangoenprasodjo, Setiono, A. 2005). Masalah yang timbul dari

penatalaksanaan DM yang sangat mendasar adalah pada masalah

pengaturan makan bagi penderita DM.

18
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara

perencanaan makan dan pengendalian gula darah pada penderita diabetes

mellitus yang dirawat jalan di RSUP Sanglah Denpasar. Penelitian ini

merupakan penelitian observasional dengan rancangan cross-sectional.

Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita DM Tipe 2 yang rawat

jalan di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Sanglah Denpasar. Sampel adalah

bagian dari populasi. Cara pengambilan sampel ditentukan dengan metode

Consecutive sampling dengan jumlah sampel diperoleh 100 orang, yang

memiliki kriteria tercatat sebagai pasien DM rawat jalan yang datang ke

Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Sanglah Denpasar pada saat penelitian,

terdiagnosa DM Tipe 2, berdomisili di kota Denpasar, laki-laki maupun

perempuan, dan bersedia untuk diteliti.

Perencanaaan makan yang terdiri dari 3J (jenis, jumlah, dan jadwal

makan). Sebagian besar sampel yaitu 96 orang (96,00 %) memiliki

perencanaan makan yang tergolong tidak baik, dan sisanya hanya 4 orang

(4,00 %) yang memiliki perencanaan makan yang baik. Hal ini disebabkan

karena salah satu bagian dari 3J yaitu jadwal makan yang tidak teratur.

Selain itu disebabkan karena adanya komplikasi penyakit lainnya, pekerjaan

mereka masing-masing dan stres sehingga pasien sering lupa makan, serta

informasi yang kurang diperoleh oleh pasien tentang jadwal makan, yaitu

untuk penderita diabetes mellitus 3 kali makan utama dan 3 kali makan

selingan dengan interval waktu masing-masing 3 jam.

Pengendalian gula darah pada pasien diabetes mellitus dipengaruhi

langsung oleh perencanaan makan. Dari hasil penelitian, sebagian besar

sampel yaitu sebanyak 51 orang (51,00 %) memiliki kadar gula darah puasa

19
yang terkendali, dan 49 orang (49,00 %) memiliki kadar gula darah tidak

terkendali. Hal ini disebabkan karena tidak hanya perencanaan makan yang

baik yang dapat mempengaruhi pengendalian gula darah, melainkan adanya

faktor lain seperti aktivitas fisik, edukasi, dan obat.

Berdasarkan hasil uji, yaitu (p ≥ 0,05) tidak terdapat hubungan antara

perencanaan makan dan pengendalian gula darah. Hal ini disebabkan karena salah satu

dari perencanaan makan yaitu jadwal makan yang tidak baik dan adanya faktor lain yaitu

edukasi/pengetahuan, aktivitas fisik, dan obat yang dapat mempengaruhi pengendalian

gula darah. Disarankan kepada penderita diabetes mellitus untuk taat dan disiplin dalam

pengaturan makan, olahraga teratur, dan minum obat secara teratur sehingga kadar gula

darah tetap terkendali, serta selalu berusaha hidup sehat.

012

LISMA BAPRIANI, NI WAYAN

AKTIVITAS FISIK DAN PENGENDALIAN KADAR GULA DARAH PADA


PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT SANGLAH
DENPASAR
Subyek : Diabetes mellitus

Klasifikasi ; 616.642

No Induk : 008/KTI/2008

Abstrak

Penyakit Diabetes Mellitus ( DM ) atau yang lebih dikenal sebagai penyakit


kencing manis adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang akibat kadar glukosa
darah yang tinggi (Hyperglikemia). Tingginya prevalensi diabetes di Indonesia
berdampak pada penurunan kualitas sumber daya manusia
Untuk mengatasi tingginya prevalensi diabetes mellitus di Indonesia
maka diupayakan pengobatan DM dengan tujuan untuk mengendalikan

20
kadar gula darah melalui berbagai cara yaitu; pengaturan jadwal makan
yang teratur, melakukan aktivitas fisik yang berkesinambungan, minum obat
yang teratur, dan edukasi. Aktivitas fisik yang cukup dan teratur dapat
menurunkan kadar gula darah, sesuatu yang diinginkan oleh kebanyakan
penderita Diabetes.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tentang


aktivitas fisik dan pengendalian kadar gula darah pasien Diabetes Mellitus
rawat jalan di RS Sanglah Denpasar. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit
Sanglah Denpasar, pada bulan juli 2008. Jumlah sampel yang diperoleh
adalah 100 sampel.

Dari hasil penelitian diperoleh rata – rata aktivitas fisik sampel 1479.7
METs/minggu, berdasarkan tingkatan aktivitas fisik diperoleh sebagian besar
sampel memiliki aktivitas fisik sedang yaitu 53 sampel (53.0%), 33 sampel
(33.0%) dengan aktivitas ringan, dan aktivitas berat 14 sampel (14.0). Rata –
rata kadar gula darah sampel adalah 131.24 mg/dl, sebagian besar sampel
52 (52.0%) memiliki kadar gula darah yang terkendali, dan 48 sampel
(48.0%) kadar gula darahnya tidak terkendali. Berdasarkan hasil analisis Chi
– Square terdapat hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan
pengendalian kadar gula darah sampel (p=0.004)

013

MANIK JAYANTI, NI LUH PUTU

IDENTIFIKASI ZAT PEWARNA SINTETIS PADA MINUMAN LIMUN YANG


DIPRODUKSI DI KECAMATAN KEDIRI TABANAN

Subyek : Bahan tambahan Makanan

Klasifikasi ; 641.67

No Induk : 034/KTI/2008

Abstrak

Kemajuan ilmu teknologi pangan saat ini mengakibatkan


semakin banyaknya jenis makanan yang diproduksi, dijual dan dikonsumsi
dalam bentuk lebih awet dan lebih praktis. Semua kemudahan ini terwujud

21
berkat perkembangan teknologi produksi dan penggunaan Bahan Tambahan
Makanan (BTM).

Penentuan mutu bahan pangan sangat tergantung pada cita


rasa, warna, tekstur dan nilai gizi serta sifat mikrobiologisnya. Dari semua
faktor tersebut secara visual faktor warna tampil lebih dahulu. Akan tetapi
sering kali terjadi penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk sembarang
bahan pangan. Timbulnya penyalahgunaan tersebut disebabkan oleh
ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk pangan.
Berdasarkan survei, ternyata banyak pedagang yang menggunakan bahan
pewarna sintetis kedalam dagangannya khususnya minuman, seperti
Rhodamin B, Methanil Yellow dan Amarath.

Minuman ringan adalah minuman yang tidak mengandung


alkohol, merupakan minuman olahan dalam bentuk cair yang mengandung
bahan makanan dan/atau bahan makanan lainnya baik alami maupun sintetik
yang dikemas dalam kemasan siap untuk dikonsumsi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui zat pewarna sintetis


dalam minuman limun yang diproduksi di Kecamatan Kediri Tabanan. Analisa
sampel dilakukan di Laboratorium Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan
Denpasar Bali.

Penelitian ini menggunakan metode survei dengan populasi


yang diambil adalah pedagang minuman limun di tiga Desa di Kecamatan
Kediri Tabanan. Sampel yang diteliti diambil secara purposive sampling. Hasil
analisis yang diperoleh, kemudian ditabulasikan dan dinarasikan secara
deskriptif.

Berdasarkan hasil uji laboratorium dengan metode Kromatografi


Kertas yang dilaksanakan di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di
Denpasar diperoleh hasil sebagai berikut, minuman limun berwarna merah
menggunakan bahan pewarna sintetis jenis Carmoisine dan Ponceau 4R,
sedangkan minuman limun berwarna orange menggunakan bahan pewarna
sintetis jenis Carmoisine, Sunset Yellow, Ponceau 4R dan Tartracin. Dari Uji

22
Sensoris di peroleh bahwa minuman limun berwarna orange lebih disukai
dibandingkan dengan minuman limun berwarna merah.

014

MIRAYANTHI, NI LUH PUTU

TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN DENGAN KEJADIAN

MALNUTRISI PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN HEMODIALISIS DI

RSUP SANGLAH DENPASAR

Subyek : Penyakit Ginjal

Klasifikasi : 616.614

No Induk : 009/KTI/2008

Abstrak

Malnutrisi merupakan masalah yang sering timbul pada penderita


gagal ginjal kronik dengan hemodialisis. Malnutrisi ini dapat disebabkan
karena terjadinya penurunan asupan zat gizi akibat kadar ureum dalam
darah yang tinggi. Penurunan asupan zat gizi ini juga dapat disebabkan
karena hilangnya nafsu makan, faktor ekonomi, faktor kehilangan zat gizi,
proses hemodialisis yang tidak adekuat serta adanya komplikasi penyakit
penyerta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat konsumsi energi dan


protein dengan kejadian malnutrisi pada pasien gagal ginjal kronik dengan
hemodialisis di RSUP Sanglah Denpasar.

Penelitian ini merupakan penelitian crosssectional, dengan sampel


penelitian adalah pasien gagal ginjal kronis rawat jalan yang menjalani
Hemodialisis rutin 1x per minggu sebanyak 49 orang.Untuk mengetahui
kebermaknaan hubungan tingkat konsumsi energi dan protein dengan
kejadian malnutrisi pada pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisis
dianalisis dengan menggunakan uji Chi Square dengan taraf signifikan 5 %.

23
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 23 orang (46,5%)
tingkat konsumsi energi cukup, sebanyak 14 orang (28,6%) tingkat konsumsi
energi baik dan sebanyak 12 orang (24,5%) yang tingkat konsumsi energi
kurang. Penelitian pada tingkat konsumsi protein, menunjukkan sebanyak 24
orang (49,0%) tingkat konsumsi protein baik, sebanyak 13 orang (26,5%)
tingkat konsumsi protein cukup dan sebanyak 12 orang (24,5%) tingkat
konsumsi protein kurang. Dari 49 sampel, sebagian besar tidak malnutrisi
yaitu 33 orang (67,4%) dan sebanyak 16 orang (32,6%) yang mengalami
malnutrisi. Setelah dianalisis dengan menggunakan uji Chi Square, pada
taraf signifikan 5 %, didapatkan hubungan yang signifikan antara tingkat
konsumsi energi dan protein dengan kejadian malnutrisi pada pasien gagal
ginjal kronik dengan hemodialisis.

015

NOVI YANI WAHYU, DEWA AYU

HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU DENGAN TINGKAT KEPUASAN IBU BALITA


TENTANG PELAYANAN POSYANDU DI DESA TOJAN KABUPATEN KLUNGKUNG
PROVINSI BALI

Subyek : Pelayanan Kesehatan

Klasifikasi ; 310.12

No Induk : 025/KTI/2008

Abstrak

Di Indonesia ada empat masalah gizi utama yaitu Kurang Energi


Protein (KEP), Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI), Anemia Defisiensi
Besi (ADB), serta Kekurangan Vitamin A (KVA), yang secara umum penyebab
dari masalah ini biasanya berhubungan dengan faktor sosial ekonomi, tingkat
pengetahuan tentang pelayanan kesehatan. Posyandu merupakan salah satu
wadah untuk penanggulangan 4 masalah gizi (Departemen Kesehatan RI,
1995).

24
Bila ditinjau secara jelas penyebab masalah gizi yang ada di masyarakat seperti
KEP penyebabnya adalah kurangnya konsumsi sumber makanan energi dan protein,
Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) disebabkan karena kurangnya
mengkonsumsi zat iodium yang biasanya terdapat pada makanan tinggi zat iodium.
Kekurangan Vitamin A (KVA) disebabkan karena kurang konsumsi sumber makanan
vitamin A, dan Anemia Defisiensi Besi (ADB), disebabkan kurang konsumsi sumber
makanan zat besi (Almatsier, 2004).
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
karakteristik ibu dengan tingkat kepuasan ibu balita tentang pelayanan
posyandu di Desa Tojan Kecamatan Klungkung, Kabupaten Klungkung,
Provinsi Bali.

Jenis penelitian ini adalah observasional dengan rancangan penelitian


cross sectional, dimana variabel akibat yang terjadi pada obyek penelitian
diukur atau dikumpulkan secara simultan dan mengambil lokasi di Desa
Tojan Kecamatan Klungkung, Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali pada
tanggal 10-16 Juli 2008.

Populasi dalam penelitian ini adalah ibu balita yang terdaftar di


posyandu dengan tingkat kehadirannya lebih dari 6 kali setahun, dan
bertempat tinggal di Desa Tojan. Berdasarkan perhitungan sampel diperoleh
60 sampel. Data tentang tingkat kepuasan ibu balita dan karakteristik ibu
balita di kumpulkan dengan cara wawancara dibantu dengan daftar
pertanyaan atau kuesioner.

Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa ibu balita sebanyak 83,30%
yang puas tentang pelayanan posyandu dan yang kurang puas 16,70%.
Karakteristik ibi balita menurut kelompok umur beresiko 10,67% puas
tentang pelayanan posyandu dan 1,67% kurang puas tentang pelayanan
posyandu dan kelompok umur tidak beresiko 73,33% puas tentang
pelayanan posyandu dan 15% kurang puas tentang pelayanan posyandu. Ibu
balita menurut tingkat pendidikan dasar 30% puas tentang pelayanan

25
posyandu dan 10% kurang puas tentang pelayanan posyandu sedangkan
tingkat pendidikan tinggi 53,33% puas tentang pelayanan posyandu dan
6,70% kurang puas tentang pelayanan posyandu.

Ibu balita menurut jenis pekerjaan ibu balita yang bekerja 48,33%
puas tentang pelayanan posyandu dan 13,33% kurang puas tentang
pelayanan posyandu dan ibu balita yang tidak bekerja 35% puas tentang
pelayanan posyandu dan 3,34% kurang puas tentang pelayanan posyandu.
Ibu balita menurut tingkat pengetahuan,tingkat pengetahuan cukup 66,67%
puas tentang pelayanan posyandu dan 10% kurang puas tentang pelayanan
posyandu dan tingkat pengetahuan kurang 16,66% puas tentang pelayanan
posyandu dan 6,67% kurang puas tentang pelayanan posyandu.

Hubungan karakteristik ibu balita dengan tingkat kepuasan tentang


pelayanan posyandu tidak ada hubungan yang bermakna. Berarti
karakteristik ibu yang meliputi umur,tingkat pendidikan, jenis pekerja dan
tingkat pengetahuan bukan faktor langsung yang mempengaruhi tingkat
kepuasan. Faktor lain yang bisa mempengaruhi tingkat kepuasan tentang
posyandu mungkin faktor ketidak ingin tahuan tentang pelayanan
posyandu, kemalasan untuk datang ke posyandu dan kesibukan pekerjaan
sehingga tidak menyempatkan ibu balita membawa balitanya datang ke
posyandu.

Tidak adanya hubungan karakteristik ibu balita (umur,


tingkat.pendidikan, tingkat.pengetahuan, dan jenis pekerjaan) dengan
tingkat kepuasan tentang pelayanan posyandu namun dengan cakupan D/S
yang masih rendah dan masih adanya tingkat pengetahuaan ibu balita yang
masih kurang tentang pelayanan posyandu perlu diadakan sosialisasi
mengenai pelayanan posyandu dalam bentuk kelompok melalui
pertemuaan PKK atau pertemuaan Desa.

26
016

NOVI YANTHI, NI WAYAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN GIZI DAN LAMANYA


NONTON TV DENGAN POLA KONSUMSI MAKANAN
JAJANAN ANAK DI SEKOLAH DASAR WILAYAH KESIMAN
KERTALANGU
Subyek : Kesehatan dan Prilaku Anak

Klasifikasi ; 649.63

No Induk : 005/KTI/2008

Abstrak

Anak sekolah merupakan kelompok yang perlu mendapatkan perhatian

karena kelompok ini merupakan generasi penerus pembangunan bangsa. Di

masa datang kelompok ini diharapkan menjadi sumber daya manusia (SDM)

yang handal, yang sangat dibutuhkan dalam era globalisasi. Pengetahuan

gizi sangat berpengaruh pada pola konsumsi makanan anak sekolah

terutama pola konsumsi makanan jajanan, dimana tingkat pengetahuan gizi

dapat menentukan kemampuan seseorang dalam menyusun dan

menyiapkan hidangan yang bergizi. Gencarnya iklan makanan dalam televisi

dapat berpengaruh terhadap asupan makanan anak-anak sekolah. Semakin

banyaknya waktu nonton TV yang dilakukan tentu semakin banyak

informasi/iklan makanan jajanan yang ditonton oleh anak. Iklan makanan

jajanan yang disiarkan secara berulang – ulang akan lebih mudah

27
mempengaruhi minat anak untuk membeli produk makanan jajanan tersebut.

Apalagi iklan makanan jajanan tersebut dilakoni oleh anak yang menjadi idola

mereka. Penting diketahui produk makanan jajanan yang ditawarkan melalui

iklan di televisi belum pasti baik bagi kesehatan dan dari aspek nilai

gizinya.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara

pengetahuan gizi dan lamanya nonton TV dengan pola konsumsi makanan

jajanan anak sekolah.Penelitian ini telah dilaksanakan di SD No. 7 Kesiman

dan SD No. 16 Kesiman, Kecamatan Denpasar Timur Denpasar pada bulan

Juli 2008. Jenis penelitian adalah penelitian observasional dengan design

penelitian cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa

di SD No. 7 dan 16 Kesiman, Kecamatan Denpasar Timur. Sampel dalam

penelitian yaitu seluruh siswa kelas IV dan V dengan total sampel yaitu 86

orang.

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar sampel yaitu sebanyak 44

orang (51,2%) mempunyai tingkat pengetahuan gizi kurang. Lama nonton TV

sampel sehari sebagian besar 2- 4 jam sebanyak 55 orang (67%) dengan rata

– rata lama nonton TV 2,5 jam/hari ( SD 1,16) . Rata – rata jumlah iklan yang

ditonton anak sekolah sehari yaitu 5 jenis ( SD 2,12 ), yang terdiri dari iklan

snack dan minuman. Iklan snack yang paling sering ditonton seperti sosis,

geri toya – toya, geri chocolatos, pilus, leo kripik kentang, dan sebagainya.

Sedangkan iklan minuman yang sering ditonton anak yaitu marimas, jelly

drink, ale – ale, pop ice dan sebagainya Berdasarkan hasil penelitian

diperoleh sebagian besar sampel mengkonsumsi > 14 jenis makanan jajanan

selama 1 minggu yaitu sebanyak 50 orang (58,1%). Jenis makanan jajanan

yang sering dikonsumsi anak SD adalah makanan basah (pisang goreng,

28
roti), snack, permen dan minuman (es, teh sisri, marimas). Sebagian besar

sampel memiliki frekuensi konsumsi makanan jajanan > 3 kali sehari yaitu

sebanyak 62 orang (72,1%). Nilai energi makanan jajanan sebagian besar

sampel adalah < 400 Kal sebanyak 66 orang (76,7%) dan sebagian besar

sampel yaitu 69 orang (80,2%) mengkonsumsi makanan jajanan dengan

protein < 10 gr.

017

NUNIK NARPINI, NI WAYAN

PENGATURAN MAKAN DAN STATUS GIZI ATLET BULUTANGKIS DI TUNAS


MEKAR TEMBAU.

Subyek : Gizi dan Olah Raga

Klasifikasi ; 613.71

No Induk : 019/KTI/2008

Abstrak

Pengaturan makan pada atlet sangat penting. Pengaturan makan


yang baik dan asupan gizi yang optimal sesuai dengan kebutuhan tubuh akan
berpengaruh terhadap status gizi. Terutama pada atlet anak-anak karena
mempunyai aktivitas yang tinggi baik sebagai atlet maupun aktivas di
sekolah serta di luar sekolah. Selain itu pada usia anak-anak merupakan
masa pertumbuhan. Dimana kita ketahui bahwa masa pertumbuhn serta
perkembangan proses kehidupan seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor
salah satunya masukan zat gizi. Disamping itu gizi juga berpengaruh dalam

29
mempertahankan dan memperkuat daya tahan tubuh, sehingga pengaturan
makan sangatlah penting. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
Pengaturan Makan dan Status Gizi Atlet Bulutangkis di Tunas Mekar Tembau.

Sampel dalam penelitian ini atlet bulutangkis di Tunas Mekar


Tembau laki-laki dan perempuan yang berumur 7 – 12 tahun, dan termasuk
tingkat lanjut. Besar sampel adalah 30 orang. Data yang dikumpulan adalah
identitas sampel, susunan hidangan, frekuensi dan waktu pemberian makan,
serta data konsumsi, berat badan, tinggi badan dan gambaran umum lokasi .
Data susunan hidangan, frekuensi dan waktu pemberian makan
dikelompokkan berdasarkan susunan hidangan, frekuensi dan waktu
pemberian makan. Data konsumsi makanan selama tiga hari dijumlahkan,
kemudian dirata-ratakan sehingga diperoleh konsumsi sehari, dan dicari zat
gizinya. Tingkat konsumsi energi, protein, lemak, dan karbohidrat dihitung
dengan cara konsumsi zat gizi sehari dibandingkan dengan kebutuhan zat
gizi dikalikan 100, dengan kategori baik bila >= 100% kebutuhan, sedang 80-
99% kebutuhan, dan kurang <80% kebutuhan. Status gizi ditentukan dengan
menghitung IMT serta dengan melihat umur dan jenis kelamin, kemudian
dibandingkan dengan tabel CDC 2000. Data yang telah dikumpulkan diolah
dengan SPSS kemudian dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan
tabel frekuensi.

Sebanyak 53,3% sampel susunan hidangannya terdiri dari nasi, lauk


nabati, lauk hewani, sayur, buah, dan susu. Frekuensi makan utama paling
banyak 63,3% adalah 3 kali sehari dan frekuensi makanan jajanan lebih dari
3 kali/hari yaitu 53,3%. Sebanyak 46,7% waktu makan lengkap lebih dari 2
jam sebelum pelatihan dan 20,0% makan snack kurang dari 1 jam sebelum
pelatihan. Sebanyak 43,3% waktu makan lengkap lebih dari 2 jam setelah
pelatihan dan 46,7% waktu makan snack kurang dari 1 jam setelah
pelatihan.

Rata-rata kebutuhan energi 2591,6 Kkal, protein 73,1 g, lemak 57,7 g,


dan karbohidrat 450,5 g. Sebagian besar sampel 73,3% dengan status gizi
normal.

30
Dari permasalahan yang ditemukan maka dapat disarankan beberapa
hal yaitu perlu adanya penyuluhan minimal satu bulan sekali untuk
meningkatkan pengetahuan atlet dan pelatih (pengelola) di Tunas Mekar
tentang pengaturan makan, dan juga perlu pengaturan makan yang khusus
baik pada waktu pelatihan maupun pada waktu pertandingan, supaya atlet
mendapat asupan gizi sesuai kebutuhan, karena makanan sangat erat
hubungannya dengan prestasi.

018

RAI SUJANI, NI MADE

PERBEDAAN TINGKAT KONSUMSI ZAT BESI BERDASARKAN


PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA VEGETARIAN
Subyek : Diet Vegetarian

Klasifikasi ; 613. 262

No Induk : 034/KTI/2008

Abstrak

31
Anemia Gizi Besi termasuk salah satu masalah gizi kurang yang belum

dapat ditanggulangi. Penyebab utamanya adalah kekurangan zat besi. Pola

makan vegetarian dapat menyebabkan kekurangan zat besi Pola hidup ini

dijalankan berbagai kelompok umur termasuk remaja. Ada banyak alasan

memilih gaya hidup vegetarian, didasari keyakinan agama, keinginan awet

muda, kesadaran lingkungan, dan faktor kesehatan fisik maupun kejiwaan.

Manfaatnya antara lain dapat mengendalikan emosi, mengurangi angka

kesakitan, daya tahan tubuh lebih baik, dan memperoleh kesegaran serta

kebugaran jasmani yang baik. Kendatipun kelompok remaja beralih

menjalankan pola hidup vegetarian, namun belum dapat diyakini mereka

memiliki pengetahuan dan sikap yang baik tentang vegetarian karena

penyuluhan tentang vegetarian belum pernah dilakukan.

Tujuan penelitian secara umum adalah mengetahui perbedaan tingkat

konsumsi zat besi berdasarkan pengetahuan dan sikap remaja vegetarian.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survey dengan rancangan

cross sectional. Penelitian dilaksanakan bulan Juli 2008. Seluruh populasi

menjadi sampel yang berjumlah 40 orang. Data yang dikumpulkan meliputi

data primer dan data sekunder. Data primer terdiri dari identitas sampel,

pengetahuan, sikap, dan tingkat konsumsi zat besi. Data sekunder antara lain

data tentang remaja dan kadar Hb. Cara pengolahan dan analisis data

dilakukan dengan bantuan komputer dan dianalisis secara deskriptif, tabel

silang, serta uji Independent Sampel t-test.

Tingkat pengetahuan sampel tentang vegetarian rata-rata kurang

dimana skor rata-rata adalah 35,5. Bila dilihat dari sebarannya sebagian

besar (92,5%) tingkat pengetahuannya kurang. Sedangkan sikap sampel

32
tentang vegetarian cukup. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata skor sikap

yaitu 62,56 dan dapat disimpulkan bahwa rata-rata sampel mempunyai sikap

cukup (60,0%). Dari data yang dikumpulkan diketahui rata-rata tingkat

konsumsi zat besi yaitu 14,05 mg/hari dan diperoleh sebagian besar sampel

(97,5%) konsumsi zat besinya ≤ AKG.

Untuk meningkatkan pengetahuan remaja tentang vegetarian perlu

dilakukan penyuluhan dari ahli gizi. Usia vegetarian sebaiknya ditunda

karena pada masa remaja pertumbuhan sehingga memerlukan asupan zat

gizi yang cukup baik jumlah maupun macamnya dan bagi vegetarian yang

konsumsi zat besinya ≤ AKG perlu memperhatikan tentang cara pemilihan

bahan makanan sumber zat besi.

019

RESA GAYATRI , I.G.A.

KARATERISTIK SOSIAL DEMOGRAFI IBU HAMIL YANG PATUH DAN TIDAK


PATUH MENGKONSUMSI TABLET BESI DI DESA PEKAMBINGAN
KECAMATAN DENPASAR BARAT PROPINSI BALI

Subyek : Gizi Ibu Hamil

33
Klasifikasi ; 618.24

No Induk : 003/KTI/2008

Abstrak

Prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia adalah 70%, ini


berarti 7 dari 10 wanita hamil menderita anemia. Menginjak usia
kehamilan trimester kedua sampai trimester tiga terjadi pertambahan
sel darah merah sampai 35%. Angka kematian ibu yang tinggi
berhubungan erat dengan anemia yang dideritanya ketika hamil. Ibu
hamil sangat disarankan untuk minum pil zat besi selama 3 bulan yang
harus diminum setiap hari. Wanita hamil yang tidak minum pil zat besi
mengalami penurunan cadangan zat besi cukup tajam sejak minggu ke-
12 usia kehamilan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
perbedaan karakteristik sosial demografi ibu hamil yang patuh dan
tidak patuh mengkonsumsi tablet Fe di Desa Pekambingan.

Penelitian ini dilaksanakan di BKIA Desa Pekambingan,


Kecamatan Denpasar Barat, Propinsi Bali dari bulan Juni-Juli 2008. Jenis
penelitian ini adalah observasional dengan rancangan cross sectional.
Sampel penelitian ini adalah ibu hamil trimester dua dan trimester tiga
yang berjumlah 43 sampel.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik sosial


demografi ibu hamil yang patuh mengkonsumsi tablet Fe adalah umur
rata-rata 20-35 tahun, pendidikan terakhir SMA, tidak bekerja (Ibu
Rumah Tangga), tingkat sosial ekonomi mampu, sebagian besar
beragama Hindu, jumlah anggota keluarga tidak lebih dari empat, umur
kehamilan trimester dua, rutin memeriksakan kehamilan dengan alasan
untuk mengetahui kondisi kesehatan, tempat periksa di bidan, minum
tablet Fe atas saran bidan, tingkat pengetahuan kurang dan tidak
percaya tentang manfaat tablet Fe. Sedangkan karakteristik sosial
demografi ibu hamil yang tidak patuh mengkonsumsi tablet Fe adalah
umur berkisar antara 20-35 tahun, pendidikan terakhir SMA, tidak
bekerja (ibu rumah tangga), tingkat sosial ekonomi mampu, sebagian
besar beragama Hindu, jumlah anggota keluarga tidak lebih dari

34
empat, umur kehamilan trimester tiga, rutin memeriksakan kehamilan,
tempat memeriksakan kehamilan di dokter, tidak minum tablet Fe
dengan alasan lupa, tidak enak makan dan menyebabkan mual, tingkat
pengetahuan baik dan percaya dengan manfaat tablet Fe. Jadi
perbedaan karakteristik sosial demografi ibu hamil yang patuh dan
tidak patuh mengkonsumsi tablet Fe terletak pada umur kehamilan,
tempat pemeriksaan, praktek minum tablet Fe, tingkat pengetahuan
dan tingkat kepercayaan tentang manfaat tablet Fe.

Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh bahwa tidak ada


hubungan yang signifikan antara karakteristik ibu dengan kepatuhan
minum tablet Fe (P > 0,05). Tampaknya diduga hal ini
dapat disebabkan oleh kurang banyaknya sampel penelitian sehingga
hubungan yang terjadi tidak signifikan atau kepatuhan minum tablet Fe
dapat juga dipengaruhi oleh faktor lain.

Mengingat masih banyak sampel (32,5%) yang tingkat


pengetahuannya kurang maka perlu adanya penyuluhan tentang
manfaat tablet Fe dan menjelaskan tentang apa itu anemia dan tablet
Fe agar tingkat pengetahuan ibu hamil menjadi lebih meningkat.

020

Restu Susanti, Ni Nyoman

Hubungan Pola Pemberian MP-ASI Dengan Status Gizi Anak Batita


Berdasarkan Status Bekerja Ibu Di Desa Kesiut, Kecamatan Kerambitan,
Kabupaten Tabanan, I.G.A. Ari Widarti, DCN, M.Kes.

Subyek : Makanan Bayi

Klasifikasi ; 641.300

No Induk : 021/KTI/2008

Abstrak

35
Masalah kekurangan gizi merupakan masalah utama yang dialami
bayi dan balita. Data menunjukkan masih tingginya status gizi kurang, status
gizi buruk, dimana status gizi kurang pada anak batita tahun 1989 sebesar
37,5%, tahun 1992 sebesar 35,6%, tahun 1995 sebesar 31,6%, tahun 1998
sebesar 29,5% dan tahun 1999 sebesar 26,4%,sedangkan untuk kasus gizi
buruk terjadi peningkatan dari 6,3 pada tahun 1989 menjadi 11,4% pada
tahun 1995. Hal ini menunjukkan masih tingginya status gizi kurang dan
status gizi buruk. Salah satu penyebab masalah gizi kurang pada anak adalah
pemberian MP-ASI yang salah. Pola pemberian MP-ASI dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya pengetahuan dengan tingkat pendidikan dan
status pekerjaan, ekonomi, budaya, lingkungan, tempat tinggal, dll.

Sehubungan dengan hal tersebut maka penulis ingin melakukan


penelitian tentang pola pemberian MP-ASI dengan status gizi anak batita
berdasarkan status bekerja ibu di Desa Kesiut, Kec. Kerambitan, Kab.
Tabanan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan pola pemberian
MP-ASI dengan status gizi anak batita berdasarkan status bekerja ibu di Desa
Kesiut, Kec. Kerambitan, Tabanan. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh
anak batita yang berumur 6-36 bulan yang ada di Desa Kesiut. Jumlah
sampel sebanyak 45 orang yang tersebar di 5 banjar di Desa Kesiut.
Pekerjaan responden sebagian besar sebagai petani. Tingkat pendidikan
responden sebagian besar adalah tamatan SMU 57,8%.

Uji statistik menunjukkan ada hubungan antara pola pemberian MP-


ASI dengan status gizi batita dari segi jenis pertama kali dan jumlah
pemberian MP-ASI di Desa Kesiut, masih banyak ibu-ibu kurang mengatur
pemberian makanannya yang dianggap pemberian makan dengan jumlah
yang banyak membuat anak sehat, sedangkan dari segi usia dan frekuensi
tidak ada hubungan. Ada hubungan antara status bekerja ibu dengan pola
pemberian MP-ASI anak batita, masih diperlukan keaktifan ibu dalam
memantau konsumsi makan anak. Sedangkan tidak ada hubungan antara
status bekerja ibu dengan status gizi anak batita karena status bekerja ibu
baik dari segi ekonomi seimbang dengan pemberian makanan MP-ASI
sehingga status gizi anak dapat terpantau.

36
021

RIDHA, ISTIANA

STATUS GIZI BALITA BERDASARKAN POLA PENYAPIHAN MENURUT


KARAKTERISTIK KELUARGA DI SESETAN KECAMATAN DENPASAR
SELATAN PROPINSI BALI.

Subyek : Kesehatan Bayi dan balita

Klasifikasi : 613.042 3

No Induk : 011/KTI/2008

Abstrak

Salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi anak adalah

pemberian Air Susu Ibu (ASI), karena dalam ASI banyak terkandung zat-zat

gizi yang dibutuhkan oleh anak (DEPKES RI,1992). Berdasarkan masalah

diatas peneliti ingin mengetahui apakah ada perbedaan status gizi balita

yang berdasarkan pola penyapihan dan karakteristik keluarga. Adapun tujuan

dari penelitian ini adalah mengetahui perbedaan status gizi balita yang

disapih lebih dini dengan anak yang disapih lebih lama.

Gizi Balita adalah zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh balita yang

diperoleh melalui ASI dan makanan agar tetap sehat serta tumbuh dan

berkembang dengan baik. Penyapihan adalah proses memperkenalkan

makanan padat kepada anak sebagai makanan pendamping ASI (MP-ASI),

yang diberikan secara bertahap sampai anak mampu makan makanan

keluarga (Kalbe Online, 5 desember 2007).

Secara umum status gizi dipengaruhi oleh pola penyapihan sedangkan

pola penyapihan sendiri dapat dipengaruhi oleh karakteristik keluarga.

37
Variabel dependent dari pnelitian ini adalah status gizi dan variabel

independentnya adalah pola penyapihan dan karakteristik keluarga.Penelitian

ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan cross-sectional.

Populasi penelitian ini adalah seluruh balita diwilayah Sesetan. Sedangkan

sampelnya adalah bagian dari populasi dengan kriteria yaitu Balita berusia

diatas 24 bulan, balita sudah tidak diberikan ASI, laki-laki dan perempuan

dan bertempat tinggal di Sesetan.

Dari 50 sampel sebagian besar sampel berumur dan jenis kelamin

sampel sebagian besar berjenis kelamin perempuan. Sedangkan karakteristik

keluarga sebagian besar ibu sampel berumur dibawah 30 tahun, lebih dari

50% ibu sampel tidak bekerja, untuk tingkat pendidikan ibu sebagian besar

ibu sampel tingkat pendidikan akhir SMU. Untuk umur ayah sebagian besar

ayah sampel berumur diatas 30 tahun, tingkat pendidikan ayah sebagian

besar SMU. Sedangkan untuk jumlah keluarga sebagian besar sampel jumlah

keluarganya lebih dari 4 orang.

Berdasarkan analisis didapatkan pekerjaan ibu berhubungan dengan

pengetahuan tentang ASI, umur ibu berhubungan dengan sikap terhadap

pemberian ASI, pendidikan ibu berhubungan dengan praktek terhadap

pemberian ASI dan pendidikan ibu berhubungan dengan praktek pemberian

ASI.

022

RINA SAVITRI, PUTU EKA

PERBEDAAN PENGETAHUAN, SIKAP IBU, POLA KONSUMSI DAN


STATUS GIZI BALITA ANTARA KELUARGA SADAR GIZI (KADARZI) DAN

38
NON KADARZI DI DESA PELIATAN KABUPATEN GIANYAR PROVINSI
BALI

Subyek : Gizi Balita

Klasifikasi : 613.208. 3

No Induk : 026/KTI/2008

Abstrak

Visi pembangunan kesehatan yaitu Indonesia Sehat 2010, yang


menggambarkan bahwa pada tahun 2010 bangsa Indonesia hidup dalam
lingkungan yang sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat serta mampu
menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata.
Dalam rangka mencapai visi Indonesia Sehat 2010 tersebut maka
Departemen Kesehatan segera merumuskan visi dan misi Departemen
Kesehatan. Desa Siaga merupakan salah satu sasaran penting berkaitan
dengan pecapaian visi Departemen Kesehatan Di dalam Desa Siaga terdapat
satu tujuan yang ingin dicapai yaitu meningkatnya keluarga yang sadar gizi
dan melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat (KADARZI). Untuk wilayah
Desa Peliatan Kecamatan Ubud Kabupaten Gianyar Provinsi Bali, pencapaian
keluarga sadar gizi juga masih rendah yaitu 5,93 %.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan


pengetahuan, sikap ibu, pola konsumsi dan status gizi balita antara Keluarga
Sadar Gizi (KADARZI) dan Non KADARZI di Desa Peliatan Kabupaten Gianyar
Provinsi Bali.

Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga yang memiliki ibu dan
balita (6-59 bulan) baik laki – laki maupun perempuan yang bertempat
tinggal dan berasal dari Desa Peliatan Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar.
Sampel penelitian adalah bagian dari populasi yang jumlahnya ditentukan
dengan rumus sehingga diperoleh 50 sampel untuk KADARZI dan 50 sampel
untuk Non KADARZI yang memiliki kesamaan jenis kelamin dan umur
balitanya. Pengambilan sampel menggunakan teknik Simple Random
Sampling dengan cara mengundi anggota populasi (lottery technique).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengetahuan
dan sikap sampel, tingkat konsumsi energi dan jenis konsumsi balita antara
KADARZI dan Non KADARZI, sedangkan pola konsumsi, tingkat konsumsi

39
protein, frekuensi makan dan status gizi balita KADARZI dan Non KADARZI
tidak ditemukan adanya perbedaan.

Terdapatnya perbedaan tingkat pengetahuan sampel KADARZI dan


Non KADARZI karena pada KADARZI telah dilaksanakan penyuluhan secara
rutin oleh Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) Puskesmas pada saat posyandu serta
survey mengenai keberadaan garam beryodium ke rumah – rumah.
Terdapatnya perbedaan sikap antara sampel KADARZI dan Non KADARZI
karena erat kaitannya dengan tingkat pengetahuan.

Tidak terdapatnya perbedaan pola konsumsi balita KADARZI dan Non


KADARZI terjadi karena sedikitnya perbedaan skor rata – rata pola konsumsi
antara balita KADARZI dan Non KADARZI. Tidak terdapatnya perbedaan
status gizi antara balita KADARZI dan Non KADARZI terjadi karena status gizi
merupakan dampak dari pola konsumsi yang juga tidak terdapat perbedaan.

Saran yang ingin disampaikan yaitu untuk pengetahuan dan sikap


sampel tentang KADARZI, walaupun sudah dalam kategori baik namun perlu
dioptimalkan lagi misalnya dengan cara penyuluhan dan pemerataan
program KADARZI untuk seluruh keluarga. Walaupun pola konsumsi dan
status gizi balita sudah baik, tetap perlu dupayakan agar semua ibu dapat
menjalankan program KADARZI sehingga pola konsumsi dan status gizi dapat
dicapai secara optimal.

023

SULASTINI NI MADE

HUBUNGAN SUMBANGAN ENERGI DAN PROTEIN DARI SARAPAN,


STATUS GIZI, SERTA PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA LPD (LEMBAGA
PERKREDITAN DESA) DI DESA BATUNYA, KECAMATAN BATURITI,
KABUPATEN TABANAN.

Subyek : Makanan Pagi

Klasifikasi : 641.52

No Induk : 016/KTI/2008

40
Abstrak

Gizi kerja merupakan salah satu syarat untuk mencapai derajat

kesehatan yang optimal, khususnya bagi masyarakat pekerja. Selain itu gizi

kerja erat hubungannya dengan tingkat konsumsi, dimana jika konsumsi

menurun maka tubuh mereka akan lemas, lesu, sering juga merasa pusing

yang akan mengakibatkan pekerja itu sakit. Untuk dapat melihat kondisi itu

dapat dilihat dari keadaan makanannya mengenai makanan yang

dimakan,berat dan kualitasnya. Disamping itu juga alternatif strategi

penyajian makanan selingan atau makan siang,kecuali mutu gizinya, perlu

diperhatikan kapan tepatnya diberikan misal saat akan timbul kelebihan pada

siang hari.

Tujuan dari penelitian hubungan sumbangan energi dan protein dari

makan pagi status gizi serta produktivitas tenaga kerja LPD adalah untuk

mengetahui sumbangan energi dan protein dari makan pagi terhadap status

gizi serta produktivitas kerja. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh

karyawan LPD Desa Batunya yang berjumlah 27 orang.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sumbangan energi dari sarapan

dengan kategori cukup sebanyak 59,26% dan 40,74% dengan kategori

kurang, sedangkan sumbangan protein dari sarapan dengan kategori cukup

sebanyak 37,03% dan 62,97% dengan kategori kurang. Sebagian sampel

(66,67) memiliki status gizi gemuk, dan produktivitas tinggi sebanyak

70,36%. Sumbangan energi dari sarapan sebanyak 77,78 % cukup dari status

gizi gemuk dan 66,67% sumbangan protein dari sarapan kurang dari status

gizi kurus. Sebagian besar sampel (73, 68%) berstatus gizi gemuk dari

produktivitas tinggi, serta sumbangan energi dari sarapan sebanyak 68,42%

41
cukup dari produktivitas tinggi dan 75% sumbangan protein dari sarapan

kurang dari produktivitas rendah.

Saran dari penelitian ini adalah dilakukan penelitian lanjut mengenai

faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat produktivitas kerja secara

keseluruhan, serta dalam hubungannya dengan lingkungan.

024

SUTHAMI, NI KADEK

GAMBARAN STATUS GIZI DAN STATUS METABOLIK


PASIEN DIABETES MELITUS RAWAT JALAN DI RSUP
SANGLAH DENPASAR
Subyek : Suthami, Ni kadek

Klasifikasi : 641.563

No Induk : 007/KTI/2008

Abstrak

Bertambahnya angka harapan hidup bangsa Indonesia menyebabkan

perhatian masalah kesehatan beralih dari penyakit infeksi ke penyakit

degeneratif. Selain penyakit jantung koroner dan hipertensi, diabetes melitus

(DM) merupakan salah satu penyakit degeneratif dan bersifat kronis yang

saat ini jumlahnya semakin bertambah banyak di Indonesia. Diabetes Melitus

42
adalah suatu penyakit menahun yang ditandai oleh kadar glukosa darah yang

melebihi normal sebagai akibat dari defisiensi atau resistensi insulin. Dewasa

ini prevalensi Diabetes Melitus diberbagai negara berkembang mulai

meningkat. Peningkatan prevalensi DM tersebut disebabkan karena

peningkatan pendapatan perkapita dan perubahan gaya hidup disertai pola

makan tidak sehat, terutama di kota-kota besar.

Gaya hidup dan pola makan yang tidak sehat dapat memicu terjadinya

sindrom metabolik atau sindrom X (sindrom penolakan terhadap insulin),

disertai kegemukan pada perut, tekanan darah tinggi, trigliserin yang tinggi,

dan atau kadar kolesterol yang tidak sehat serta kadar glukosa darah yang

tinggi.

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran status gizi dan
status metabolik pasien DM yang rawat jalan di RSUP Sanglah Denpasar.

Penelitian ini telah dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah


Denpasar selama satu bulan yaitu pada bulan Juli 2008. Jenis penelitian
adalah penelitian observasional dengan design penelitian cross sectional.
Populasi penelitian ini adalah pasien DM rawat jalan di RSUP Sanglah
Denpasar. Sampel penelitian adalah sebagian dari populasi dengan jumlah
100 orang.

Hasil penelitian menunjukkan status gizi normal 41,0% , status gizi


lebih (obesitas) yaitu sebesar 40,0%, overweight 17,0%, dan kurus 2,0%. Dari
100 sampel penderita DM, sebesar 50,0% sampel status metabolik tidak baik/
mengalami sindrom metabolik.

025

SUMA WIKA ARTINI NI MADE

43
iii
IDENTIFIKASI KLORIN PADA BERAS YANG BEREDAR DI KOTA MADYA
DENPASAR

Subyek : Bahan tambahan Makanan

Klasifikasi : 641.47

No Induk : 0012/KTI/2008

Abstrak

Beras merupakan makanan pokok terpenting dalam menu makanan di


Indonesia. Adapun ciri – ciri beras yang baik yang digemari oleh masyarakat
yaitu: putih bersih, utuh, tidak terdapat benda asing, memiliki bau dan rasa
yang sedap (Berasku, 2007).

Untuk memperoleh beras yang baik belakangan ini beberapa produsen


menggunakan cara yang salah. Salah satu cara yang digunakan produsen
untuk mendapatkan beras dengan keadaan putih bersih yaitu dengan
menggunakan klorin. Penemuan beras berklorin ini dilaporkan oleh Kepala
Sub Dinas Pengawas Obat dan Makanan pada Dinas Kesehatan Kota
Tanggerang pada tahun 2007 (Harian Pikiran Rakyat, 2007). Penemuan
tersebut juga ditemukan oleh Balai Proteksi Tanaman Pangan dan
Holtikultura dari 35 sampel, 28 sampel diantaranya terbukti mengandung
klorin (Dadan Rohdiana, 2007).Klorin adalah bahan kimia yang biasa
digunakan sebagai pembunuh kuman (Arios, 2007). Selain dapat
menurunkan mutu nutrisi, beras yang diputihkan dengan klorin juga dapat
menimbulkan berbagai masalah kesehatan (Pemerintah Jawa Tengah, 2007).

Di Indonesia penggunaan klorin pada bahan makanan tidak diizinkan.


Menurut peraturan Menkes No 722/Menkes/Per/IX/88, Klorin tidak tercatat
sebagai BTP (Bahan Tambahan Makanan) dalam kelompok pemutih dan
pematang tepung. (Pemerintah Jawa Tengah, 2007). Jadi, penggunaan klorin
pada bahan makanan, tidak dibenarkan oleh pemerintah. Karena selain
bukan Bahan Tambahan Pangan (BTP), klorin juga dapat menyebabkan
dampak yang buruk bagi kesehatan (Pemerintah Jawa Tengah, 2007).

Berdasarkan hal tersebut, peneliti ingin meneliti apakah beras yang


beredar di Kota Madya Denpasar, aman untuk dikonsumsi bagi seluruh

44
lapisan masyarakat khususnya ditinjau dari zat klorin yang terkandung di
dalam beras. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau
tidaknya zat klorin di dalam beras, dan tujuan khususnya ialah menentukan
ada atau tidaknya penggunaan zat klorin pada beras yang dijual di Kota
Denpasar, dan menentukan jumlah zat klorin pada beras yang beredar di
Kota Denpasar.

Penelitian ini menggunakan metode survey, dengan populasi yang


diambil adalah beras lokal yang berwarna putih bersih yang dijual di pasar
tradisional dan swalayan.Sampel yang diteliti diambil secara ”purposive
sampling”.

Berdasarkan hasil uji laboratorium dengan menggunakan Metode


Iodometri yang dilaksanakan di Laboratorium Kimia Analitik Politeknik
Kesehatan Departemen Kesehatan Denpasar Jurusan Gizi, dari 6 tempat
pengambilan sampel diperoleh hasil ke enam sampel tersebut setelah
dilakukan pengujian dengan dua kali ulangan terbukti tidak terdeteksi
mengandung zat klorin pada sampel beras tersebut.

026

TRISKA DEWI, NI NYOMAN

PERBEDAAN POLA KONSUMSI MAKANAN JAJANAN PADA SISWA SMP


YANG OBESITAS DAN NON OBESITAS DI SMPN 1 DENPASAR DAN SMP
SILADARMA TAHUN 2008

Subyek : Makanan jajanan

45
Klasifikasi : 641.539

No Induk : 034/KTI/2008

Abstrak

Obesitas atau kegemukan adalah salah satu keadaan dimana


jaringan lemak tertimbun secara berlebihan dalam tubuh, obesitas adalah
salah satu bentuk salah gizi yang banyak dijumpai diantara golongan
masyarakat dengan sosial ekonomi kuat.

Makanan jajanan adalah berbagai jenis makanan yang dapat


berupa makanan siap santap, minuman serta makanan selingan dimana cara
penjualannya dilakukan di warung-warung, digendong, dengan gerobak,
ditempat umum (terminal, pinggir jalan, taman kota, mal dan lain-lain).

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perbedaan pola


konsumsi makanan jajanan pada siswa SMP yang obesitas dan non obesitas
di SMPN 1 Denpasar dan SMP Siladarma tahun 2008. Jenis penelitian yang
digunakan adalah obsevasional dengan desain cross-sectional. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan juli 2008. Lokasi penelitian di SMPN I Denpasar dan
SMP Siladarma di kecamatan Denpasar Timur. Sampel penelitian adalah
siswa kelas 8 dan 9 tahun ajaran 2007/2008 yang mengalami obesitas dan
non obesitas. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 80 sampel yang
terdiri dari 40 siswa obesitas dan 40 siswa non obesitas.

Hasil penelitian mengenai pola konsumsi makanan jajanan pada


siswa obesitas dan non obesitas menunjukan, jenis makanan jajanan yang
paling banyak dikonsumsi pada siswa obesitas adalah mie, nasi goreng 39
orang (48.75%). Sedangkan pada siswa non obesitas makanan jajanan yang
paling banyak dikonsumsi adalah mie 40 orang (50%). Frekuensi jenis
makanan jajanan yang paling sering pada siswa obesitas terdiri dari 5 jenis
yaitu mie (55%), pisang goreng (50%), wafer (70%), biskuit (70%) dan es teh
(70%). Sedangkan pada siswa non obesitas makanan jajanan yang paling
sering dikonsumsi yaitu wafer (82.5%). Tingkat konsumsi energinya lebih
pada siswa obesitas adalah 31 orang (77.5%). Siswa non obesitas tingkat
konsumsi lebih sebanyak 20 orang (50.0%). Tingkat konsumsi protein lebih
pada siswa obesitas adalah 35 orang (87.5%). Siswa non obesitas tingkat
konsumsi lebih sebanyak 23 orang .

Perbedaan jenis dan frekkuensi makanan jajanan dianalisis dengan


uji Chi-square hasilnya ada perbedaan jenis dan frekuensi makanan jajanan
yang dikonsumsi oleh siswa obesitas dan non obesitas. Sedangkan
perbedaan konsumsi energi dan protein dianalisis dengan uji independen t-
tes hasilnya ada perbedaan energi dan protein yang dikonsumsi siswa
obesitas dan non obesitas.

46
Untuk mencegah agar prevalensi kejadian obesitas tidak
bertambah lagi dari tahun ketahui sebaiknya sekolah perlu menyelipkan
pelajaran mengenai pengetahuan gizi kepada siswa. Dan perlu diadakan
promosi kesehatan mengenai gizi ke sekolah-sekolah mengenai makanan
jajanan.

027

WAHYU NOVI YANI, DEWA AYU

HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU DENGAN TINGKAT KEPUASAN IBU


BALITA TENTANG PELAYANAN POSYANDU DI DESA TOJAN
KABUPATEN KLUNGKUNG PROVINSI BALI

Subyek : Pelayanan Kesehatan

Klasifikasi : 370.4

No Induk : 034/KTI/2008

Abstrak

Di Indonesia ada empat masalah gizi utama yaitu Kurang Energi


Protein (KEP), Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI), Anemia Defisiensi
Besi (ADB), serta Kekurangan Vitamin A (KVA), yang secara umum penyebab
dari masalah ini biasanya berhubungan dengan faktor sosial ekonomi, tingkat
pengetahuan tentang pelayanan kesehatan. Posyandu merupakan salah satu
wadah untuk penanggulangan 4 masalah gizi (Departemen Kesehatan RI,
1995).

Bila ditinjau secara jelas penyebab masalah gizi yang ada di masyarakat seperti
KEP penyebabnya adalah kurangnya konsumsi sumber makanan energi dan protein,
Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) disebabkan karena kurangnya
mengkonsumsi zat iodium yang biasanya terdapat pada makanan tinggi zat iodium.
Kekurangan Vitamin A (KVA) disebabkan karena kurang konsumsi sumber makanan
vitamin A, dan Anemia Defisiensi Besi (ADB), disebabkan kurang konsumsi sumber
makanan zat besi (Almatsier, 2004).

47
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
karakteristik ibu dengan tingkat kepuasan ibu balita tentang pelayanan
posyandu di Desa Tojan Kecamatan Klungkung, Kabupaten Klungkung,
Provinsi Bali.

Jenis penelitian ini adalah observasional dengan rancangan penelitian


cross sectional, dimana variabel akibat yang terjadi pada obyek penelitian
diukur atau dikumpulkan secara simultan dan mengambil lokasi di Desa
Tojan Kecamatan Klungkung, Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali pada
tanggal 10-16 Juli 2008.

Populasi dalam penelitian ini adalah ibu balita yang terdaftar di


posyandu dengan tingkat kehadirannya lebih dari 6 kali setahun, dan
bertempat tinggal di Desa Tojan. Berdasarkan perhitungan sampel diperoleh
60 sampel. Data tentang tingkat kepuasan ibu balita dan karakteristik ibu
balita di kumpulkan dengan cara wawancara dibantu dengan daftar
pertanyaan atau kuesioner.

Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa ibu balita sebanyak 83,30%
yang puas tentang pelayanan posyandu dan yang kurang puas 16,70%.
Karakteristik ibi balita menurut kelompok umur beresiko 10,67% puas
tentang pelayanan posyandu dan 1,67% kurang puas tentang pelayanan
posyandu dan kelompok umur tidak beresiko 73,33% puas tentang
pelayanan posyandu dan 15% kurang puas tentang pelayanan posyandu. Ibu
balita menurut tingkat pendidikan dasar 30% puas tentang pelayanan
posyandu dan 10% kurang puas tentang pelayanan posyandu sedangkan
tingkat pendidikan tinggi 53,33% puas tentang pelayanan posyandu dan
6,70% kurang puas tentang pelayanan posyandu.

Ibu balita menurut jenis pekerjaan ibu balita yang bekerja 48,33%
puas tentang pelayanan posyandu dan 13,33% kurang puas tentang
pelayanan posyandu dan ibu balita yang tidak bekerja 35% puas tentang
pelayanan posyandu dan 3,34% kurang puas tentang pelayanan posyandu.
Ibu balita menurut tingkat pengetahuan,tingkat pengetahuan cukup 66,67%

48
puas tentang pelayanan posyandu dan 10% kurang puas tentang pelayanan
posyandu dan tingkat pengetahuan kurang 16,66% puas tentang pelayanan
posyandu dan 6,67% kurang puas tentang pelayanan posyandu.

Hubungan karakteristik ibu balita dengan tingkat kepuasan tentang


pelayanan posyandu tidak ada hubungan yang bermakna. Berarti
karakteristik ibu yang meliputi umur,tingkat pendidikan, jenis pekerja dan
tingkat pengetahuan bukan faktor langsung yang mempengaruhi tingkat
kepuasan. Faktor lain yang bisa mempengaruhi tingkat kepuasan tentang
posyandu mungkin faktor ketidak ingin tahuan tentang pelayanan
posyandu, kemalasan untuk datang ke posyandu dan kesibukan pekerjaan
sehingga tidak menyempatkan ibu balita membawa balitanya datang ke
posyandu.

Tidak adanya hubungan karakteristik ibu balita (umur,


tingkat.pendidikan, tingkat.pengetahuan, dan jenis pekerjaan) dengan
tingkat kepuasan tentang pelayanan posyandu namun dengan cakupan D/S
yang masih rendah dan masih adanya tingkat pengetahuaan ibu balita yang
masih kurang tentang pelayanan posyandu perlu diadakan sosialisasi
mengenai pelayanan posyandu dalam bentuk kelompok melalui
pertemuaan PKK atau pertemuaan Desa.

028

NI MADE WINDAYANI

PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR ANAK SD YANG OBESITAS


DENGAN NON OBESITAS DI KECAMATAN DENPASAR TIMUR KOTA
DENPASAR PROVINSI BALI.

Subyek : Statsi Gizi Anak sekolah

Klasifikasi : 613.583

No Induk : 035/KTI/2008

49
Abstrak

Masalah gizi lebih baru muncul di permukaan pada tahun terakhir PJP I,
pada awal tahun 1990-an. Peningkatan pendapatan pada kelompok
masyarakat tertentu, terutama di perkotaan menyebabkan perubahan dalam
gaya hidup, terutama dalam pola makan. Perubahan pola makan dan
aktivitas fisik berakibat semakin banyaknya penduduk golongan tertentu
mengalami masalah gizi lebih berupa kegemukan dan obesitas.

Berdasarkan permasalahan di atas timbul pertanyaan apakah ada


perbedaan prestasi belajar anak SD yang obesitas dengan non obesitas.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan prestasi belajar
anak SD yang obesitas dengan non obesitas. Jenis penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah penelitian observasional, dengan rancangan
kasus kontrol dan mengambil lokasi di SD yang ada di wilayah Kesiman
Kecamatan Denpasar Timur Kota Denpasar.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa dari kelas III sampai
dengan kelas VI yang tercatat sebagai murid di SD yang ada di wilayah
Kesiman yaitu 690 orang. Sedangkan sampelnya adalah berjumlah 76 orang
sebagai kasus dan sebagai kontrol berjumlah 76 orang.

Cara pengumpulan data identitas sampel dikumpulkan dengan metode


wawancara, data berat badan kasus ditimbang dengan menggunakan
timbangan injak yang berkapasitas 200 kg dan memiliki ketelitian 0,1 kg,
tinggi badan dengan menggunakan microtoice yang panjangnya 200 cm dan
memiliki ketelitian 0,1 cm. Penentuan kasus pada penelitian dengan cara
menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan seluruh siswa di
masing-masing sekolah. Setelah mendapatkan data tersebut kemudian
dihitung IMT dan penentuan status gizi dari kasus dan kontrol menggunakan
tabel CDC. Data prestasi belajar diperoleh dari nilai rapor anak SD pada akhir
semester yaitu pada bulan juni 2008. Nilai akhir kasus dan kontrol diambil
pada nilai rata-rata yang ada pada rapor.

50
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji t-tes maka
didapat nilai t= 0,85 dan nilai p > 0,05 yang berarti tidak ada perbedaan
antara prestasi belajar anak SD yang obesitas dengan non obesitas.

Anak SD harus tetap menjaga status gizi agar tidak terjadi obesitas,
karena dampak obesitas akan terjadi setelah dewasa. Disarankan ada
peneliti lanjutan yang meneliti tentang obesitas dengan rancangan penelitian
yang lain.

029

YULIATI , NI WAYAN

SARAPAN HUBUNGAN KEBIASAAN DAN STATUS GIZI DENGAN


PRESTASI BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR DI SD NO. 8 MAS,
KECAMATAN UBUD, KABUPATEN GIANYAR.

Subyek : Gizi Anak Sekolah

Klasifikasi : 613.208

No Induk : 023/KTI/2008

Abstrak

Menurut Ali Khomsan (2002) sarapan berpengaruh pada prestasi


belajar karena sarapan dapat menyediakan kadar gula darah, dengan kadar
gula darah yang normal, maka gairah dan kosentrasi belajar bisa lebih baik
sehingga dapat meninggkatkan prestasi belajar. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui hubungan kebiasaan sarapan dan status gizi dengan
prestasi belajar siswa SD No. 8 Mas Ubud Gianyar.

51
Penelitian ini dilakukan di SD No. 8 Mas Kecamatan Ubud Kabupaten
Gianyar. Data di ambil dari 50 sampel siswa kelas II sampai kelas diambil
secara acak sederhana. Cara pengumpulan data dilakukan dengan cara
observasi, dan wawancara langsung dengan sampel. Analisis data
menggunakan uji korelasi Product Monent Persen dengan bantuan computer.

Dari hasil pengolahan data sebagian besar sampel mempunyai


kebiasaan sarapan yang baik (selalu sarapan 28,0%, sering sarapan 34,0%).
Sebagian besar siswa SD No. 8 Mas mempunyai status gizi normal yaitu 39
orang (78,0 %), dan sebagian besar sampel mempunyai prestasi baik yaitu
28 orang (56%).

Hasil analisis menunjukkan adanya hubungan bermakna antara


kebiasaan sarapan dengan prestasi. Dengan demikian hal ini menunjukkan
hasil penelitian ini sudah sesuai dengan teori Ali Khomsan dan hasil
penelitian dari Department of Applied Behavioral Sciences, University
Colifarnia-Davis Amerika Serikat. Selain itu juga menunjukkan adannya
antara kebiasaan sarapan dengan status gizi. Sedangkan untuk status gizi
dengan prestasi belajar tidak ada hubungan. Hasil penelitian ini tidak sesuai
dengan hasil penelitian Department of Applied Behavioral Sciences,
University Colifarnia-Davis Amerika Serikat yang menyatakan bahwa ada
hubungan antara status gizi dengan prestasi belajar. Bila anak yang gemuk
tidak diikutkan dalam analisis juga menunjukkan tidak ada hubungan antara
status gizi dengan prestasi. Tetapi bila diliahat r-nya menunjukkan ada
hubungan yang searah. Tidak adanya hubungan antara status gizi dengan
prestasi menunjukkan adanya faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi
prestasi belajar seperti intelegensi, lingkungan, proses belajar mengajar,
faktor genetik, dan kondisi fisik.

Dengan demikian untuk mendukung keberhasilan prestasi belajar


maka anak Sekolah Dasar sebaiknya membiasakan diri untuk sarapan pagi.

030

YUNI LESTARI, NI KOMANG

52
POLA KONSUMSI IKAN LAUT DAN KOLESTEROL DARAH PADA
PENDERITA PENYAKIT JANTUNG KORONER DI KLINIK
PELAYANAN SWASTA.

Subyek : Gizi Anak Sekolah

Klasifikasi : 613.208

No Induk : 023/KTI/2008

Abstrak

Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001, penyakit


jantung koroner (PJK) menempati urutan tertinggi sebagai penyakit penyebab
kematian di Indonesia (26,4%). Persentase ini meningkat dibandingkan SKRT
sebelumnya (SKRT 1995: 19%; SKRT 1992: 9,9%). Di Amerika Serikat
sekarang ini, sekitar 12,6 juta orang mengalami penyakit jantung dan 25%
dari seluruh rakyatnya memiliki minimal satu faktor resiko penyakit jantung
(Unus, S., 2002).

Pada saat ini hanya tinggal 50% dari penduduk di Indonesia yang
masih mengkonsumsi bahan makanan yang disebut “ basic four food group “.
Perubahan pola hidup dan pola makan merupakan faktor utama penyebab
PJK diantara faktor resiko lainnya. Semakin banyak lemak jenuh yang kita
konsumsi, semakin tinggi pula kadar kolesterol darah, sebaliknya lemak tidak
jenuh ganda apabila dikonsumsi akan dapat menurunkan kadar kolesterol
darah. Ikan laut merupakan salah satu dari basic four food group yang
mengandung lemak tidak jenuh ganda. Ikan merupakan sumber alami asam
lemak omega-3, yaitu EPA dan DHA yang dapat menurunkan secara nyata
kadar kolesterol dalam darah.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pola


konsumsi ikan laut dengan kolesterol darah pada penderita PJK. Penelitian ini
merupakan penelitian observasional dengan rancangan cross-sectional.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien PJK di klinik. Sampel dari
penelitian ini diperoleh dengan metoda “Purposife Sampling” dengan jumlah
sampel sebanyak 46 orang, dengan kriteria yaitu tercatat sebagai pasien

53
yang melakukan pemeriksaan di klinik, laki-laki atau perempuan, berusia >
20 tahun dan masih dapat berkomunikasi dengan baik.

Dari 46 sampel yang diteliti, sebanyak 36 orang (78,2%) berumur


> 51 tahun, dan sebagian besar sampel yaitu 35 orang (76,1%) berjenis
kelamin laki-laki. Untuk pola konsumsi ikan laut sampel diperoleh sebanyak
35 orang (76,1%) yang mengkonsumsi jenis ikan laut, dan jumlah konsumsi
ikan lautnya ≥ kebutuhan protein yang berasal dari ikan, frekuensi
konsumsi ikan laut sampel sebagian besar > rata-rata skor sebanyak 28
orang (60,9%), dan sebanyak 19 orang (41,3%) mengolah ikan laut
yang akan dikonsumsi dengan cara menggoreng.

Berdasarkan uji U Mann-Whitney pada taraf signifikan 5%


menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis, jumlah,
dan cara pengolahan ikan laut yang dikonsumsi dengan kolesterol darah
sampel. Namun terdapat hubungan yang bermakna antara frekuensi
konsumsi ikan laut dengan kolesterol darah sampel.

Berdasarkan hasil penelitian, penderita PJK sebaiknya mengkonsumsi ikan


laut 100 gram/hari atau dengan porsi 1 potong sedang dengan frekuensi 3x
sehari dan sebaiknya ikan laut diolah dengan cara dikukus, direbus, maupun
dipanggang. Ikan laut yang banyak mengandung asam lemak omega-3 akan
dapat membantu dalam menurunkan kadar kolesterol dalam darah.

54

You might also like