You are on page 1of 5

Gerakan Iqra’

Latar Belakang
Ikatan Remaja Muhammadiyah yang merupakan gerakan yang berbasis pelajar dan remaja
memiliki tanggungjawab untuk membentuk, menyemai dan memupuk minat membaca di kalangan
remaja dan pelajar Muhammadiyah. Hal ini diwujudkan dalam satu gerakan yang sistematis yaitu
gerakan Iqro’.

Gerakan Iqro’ jelas dilandasi oleh spirit al-Quran dan hadits yang jelas tersurat dalam Q.S Al Alaq,
al-Qalam, dan masih banyak lagi. Membaca telah ditegaskan sebagai kewajiban untuk
menyempurnakan kewajiban lainnya. Membaca sebagai media untuk beramal secara cerdas dan
shahih. Quraish Shihab dalam tafsirnya al Misbah mengartikan Iqro’ tidak hanya membaca teks
atau membaca alfavabet akan tetapi meliputi kegiatan memahami, membaca secara mendalam,
dan juga meneliti (riset) untuk memahami suatu persoalan dan menemukan jawabannya.

Kedepan peranan pelajar diharapkan memperkuat peranan yang meliputi pertama, mampu
mengantisipasi pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang memberi tamparan
hebat kepada perilaku sosial masyarakat yang cenderung menganut budaya instan dan pop
hedonis sehingga diperlukan upaya counter kebudayaan dan salah satunya yang penting untuk itu
adalah membudayakan membaca atau memasyarakan membaca dan membacakan masyarakat.
Kedua, pelajar sebagai pelopor membangun gerakan budaya gemar membaca di sekolah dan
masyarakat. Pelajar membangun identitas sebagai peminat bacaan untuk menjawab persoalan
serius betapa rendahnya minat baca pelajar Indonesia (hanya membaca buku pelajaran).

Dari penelitian yang pernah dilakukan Taufiq Ismail (2003) misalnya kita bisa merenungkan betapa
minimnya minat dan tradisi membaca di Indonesia yang hanya 0 judul dan apabila kita tengok
minat baca SMA di beberapa negara yang mewajibkan bacaan yaitu di SMA Thailand Selatan 5
judul, Malaysia 6 judul, Singapura 6 judul, Brunei Darussalam 7 judul, Rusia 12 judul, Kanada 13
judul, Jepang 15 judul, Swiss 15 judul, Jerman Barat 22 judul, Perancis 30 judul, Belanda 30 judul,
Amerika Serikat 32 judul.

Maka tidak mengherankan pada tahun 2006, Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan
masyarakat Indonesia belum menempatkan membaca sebagai sumber utama mendapatkan
informasi. Penduduk Indonesia lebih memilih menonton TV (85,9 persen) dan mendengarkan radio
(40,3 persen) daripada membaca suratkabar (23,5 persen).

Rendahnya budaya baca dan tulis juga dapat dilihat dari produksi buku di Indonesia yang masih
sangat rendah. Setiap tahun Indonesia yang berpenduduk lebih dari 220 juta jiwa hanya
memproduksi 10.000 judul buku dengan jumlah setiap judul mencapai 3.000 eksemplar. Sebagian
bangsa kita terbiasa dengan budaya lisan dan tutur. Hal ini menunjukkan daya serap informasi
yang sangat terbatas hanya dari informasi lisan/pendengaran. Jauh bila dibandingkan dengan
pengetahuan yang didapat dari aktivitas membaca. Oleh karena itu, bangsa yang maju lebih
berorientasi pada budaya tulis dibandingkan dengan budaya tutur dan lisan.

Gerakan Iqra' di lingkungan IRM sudah berusia hampir 6 tahun usianya, sebagai refleksi, gerakan
ini belum berjalan dengan optimal. Banyak kendala dan hambatan ditemukan, di antaranya adalah
lemahnya kesadaran kader secara personal dan budaya membaca masih sangat rendah. Selain
itu, dalam konteks yang lebih luas adalah paradigma masyarakat dan pemerintah yang belum
menempatkan aktivitas membaca sebagai kegiatan pokok dalam pendidikan dan penagajaran.
Orientasi hasil dan bukan proses menjadi ciri khas pendidikan di Indonesia. Ketidakseriusan ini
bisa dilihat dari sedikitnya jumlah perpstakaan yang memadai yaitu 95% dari jumlah sekolah dasar
yang jumlahnya mencapai 200.000 unit belum mempunyai perpustakaan. Progammer for
Internastionale Student Assesment (PISA) tahun 2003, yang meneliti 40 negara menempatkan
Indonesia paling rendah dalam kemampuan membaca.

Di tengah pergulatan globalisasi dan modernitas, pilihan Gerakan Iqra' dalam tubuh IRM/IPM
menjadi sangat signifikan dan relevan. Sudah seharusnya gerakan membangun budaya membaca
tidak hanya dirumuskan hanya menjadi harapan, karena keberhasilan bukan untuk orang yang
hanya berharap, akan tetapi sejauh mana diusahakan dan diperjuangkan dengan penuh
kesungguhan, keuletan, dan ikhtiar sekuat tenaga.

Nama Agenda Aksi


Gerakan iqra

Pengertian
Gerakan Iqra adalah gerakan membangun budaya membaca dan menulis untuk kader dan basis
massa di dalam Ikatan Pelajar Muhammadiyah.

Orientasi
Membangun Gerakan Budaya memnbaca yang mencerminkan nilai-nilai intelektualitas dan
keilmuan di kalangan pelajar Muhammadiyah.

Tujuan
1. Mewujudkan pelajar Muhammadiyah yang mempunyai kesadaran terhadap pentingnya
budaya membaca dan menulis
2. Menciptakan wadah untuk mengapresiasi potensi dan minat pelajar dalam bidang keilmuwan
dan tulis menulis.
3. Mewujudkan kader Ikatan yang memiliki kepekaan dan tradisi berfikir kritis terhadap realitas
yang ditopang oleh basis ilmu pengetahuan dan intelektualitas.
4. Mengembangkan dan meningkatkan berbagai ragam minat dan potensi kader Ikatan sehingga
terwujud kader-kader yang kompeten dalam berbagai bidang Ilmu Pengetahuan dan
Tekhnologi.

Target
1. Pemerintah mengeluarkan kebijakan yang mendukungya budaya Membaca
2. Timbul kesadaran minat baca di kalangan Pelajar dan masyarakat.
3. Terpenuhinya fasilitas yang berupa bahan bacaan, perpustakaan yang memadai untuk
membangun budaya membaca
4. Terbentuknya perpustakaan komunitas disetiap level pimpinan.
5. Terwujudnya budaya membaca sebagai identitas kader dan anggota di tubuh Ikatan Pelajar
Muhammadiyah.

Problematika
1. Kurangnya fasilitas untuk membudayakan Iqra
2. Suplai buku yang tidak merata dan tidak akomodatif
3. Fasilitas kurang memadai yang disebabkan harha buku mahal
4. Kesadaran membaca rendah
5. Membaca hanya sebatas hobi bukan kebutuhan
6. faktor lingkungan yang kurang mendukung baik di rumah, sekolah atau di Masyarakat

Agenda Aksi :
1. Pembiasaan membaca Buku sebagai aktivitas wajib bagi setiap kader untuk membaca buku
atau karya tulisa lainnya misalnya untuk kader tingkat ranting selama seminggu harus
membaca minimal 2 buku dan mempu menceritakan. Syarat membaca buku dan mereview
juga bias diterapkan sebagai syarat jenjang kepemimpinan misalnya calon pimpinan wilayah
harus sudah membaca buku judul tertentu.
2. Menggembirakan Media Massa pelajar melakukan aktivitas dengan menciptakan media
massa untuk kampanye gerakan membaca juga turut berpartisipasi dalam mengisi ruang-
ruang media massa yang telah ada baik media cetak maupun elektronik.
3. Kajian berkala sebagai ruang tukar-menukar pengetahuan dari penulis buku, teman sebagai
pembelajaran untuk berani mengungkapkan pikiran. Kajian berkalan bias dilakukan bulanan
atau mingguan dengan tema tertentu.
4. Arisan tulisan dapat dilakukan secara berkala di lingkungan pimpinan dengan ketentuan
tema-tema yang disepakati (aktual). Kegiatan ini bisa dilakukan diawal rapat atau pertemuan
non formal misalnya di taman, di warung kecil dan tempat-tempat lainnya.
5. Menyelenggarakan Pelatihan untuk merangsang motivasi kader dalam hal tulis-baca seperti,
pelatihan jurnalistik, pelatihan pendamping pers sekolah, TOT untuk pembina IRM, pelatihan
menulis cerpen/novel, kursus bahasa asing, pelatihan debat, pelatihan metode penelitian dan
lain sebagainya.
6. Menciptakan Aktifitas Aplikatif untuk menyalurkan kemampuan dan ketrampilan dari hasil
pelatihan atau baca-tulis kader, dengan mengikutsertakan kader dalam setiap lomba penulisan
karya tulis ilmiah, popular, lomba cerpen, lomba membuat blog/website, atau dalam agenda
lomba debat konstruktif antar sekolah.
7. Membentuk Komunitas kreatif untuk mengaktualisasikan potensi kader seperti kelompok-
kelompok ilmiah pelajar (KIP), komunitas liqo’ buku, Kelompok pecinta Cerpen (KPC),
Kelompok pecinta puisi/ sastra dan sebagainya.
8. Mengadakan Aktivitas Bedah Buku untuk merangsang minat membaca dan mengapresiasi
suatu karya tulis dan memberikan penilain yang kritis terhadap buku. Cara membaca yang
baik adalah mendiskusikan apa yang telah dibaca.
9. Melakukan aktifitas rekreatif dengan mengajak pelajar ke tempat-tempat yang benuansa
imajinatif, terkesan santai tapi serius, seperti berkunjung ke pusat-pusat perbukuan, toko buku,
perpustakaan komunitas, silaturahmi tokoh, wisata baca. Selain itu aktivitas rekreatif
dimaksudkan untuk menciptakan karya tulis tertentu dengan melakukan wawancara kepada
komunitas, membaca alam, dan lain-sebagainnya.
10. Mempengaruhi Kebijakan Pemerintah untuk memberikan akses akan bacaan yang
memadai melalui anggaran pemerintah untuk belanja buku, subsidi buku untuk pelajar kurang
mampu, membangun perpustakaan komunitas maupun perpustakaan umum.
11. Mencanangkan dan sosialisasi kepada pelajar akan pentingnya gerakan membaca melalui
berbagai pendekatan ( Kampanye Baca, Seminar budaya baca dan Pelatihan-pelatihan untuk
gerakan membaca )
12. Mencanangkan hari membaca Nasional sebagai manifesto pelajar transformatif untuk
gerakan yang lebih luas dan membasis. Gerakan Hari Membaca Nasional juga sebagai bukti
kesungguhan gerakan untuk melakukan aksi propoganda.
13. Dan lain-lain

Peserta
Peserta atau sebagai target gerakan adalah basis massa IRM (ranting) dan juga kader di semua
tingkatan baik ranting, cabang, daerah. Wilayah dan pimpinan pusat.

Ruang Lingkup
Lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat.

Stake Holder :
a) IRM/IPM
b) Pelajar
c) Sekolah
d) Keluarga
e) Masyrakat
f) Pemerintah (Diknas, DPR/DPRD)
g) Muhammadiyah (Dikdasmen)

Operasional/Pelaksanaan :
1. Pimpinan Ranting. Melaksanakan berbagai kegiatan yang mampu memberikan wadah dan
apresiasi terhadap minat pelajar dan anggotanya.
2. Pimpinan Cabang. Selain memberikan wadah untuk mengapresiasi potensi anggota lintas
ranting, Cabang juga dharapkan mampu membentuk komunitas-komunitas yang
mencerminkan potensi dan minat pelajar dalam hal baca dan tulis-menulis. Selain itu, cabang
memfasilitasi kegiatan ranting kepada daerah.
3. Pimpinan Daerah. Pimpinan Daerah dapat mengemas kegiatan ranting dalam format yang
lebih kreatif, inovatif, lebih luas, tidak terbatas pada sekolah Muhammadiyah sehingga kiprah
dalam rangka membangun gerakan budaya membaca dapat diterima secara lebih luas dan
memasyarakat. Daerah juga memfasilitasi pengembangan bakat dan minat anggota lebih luas
untuk diapresiasi atau kompetisi.
4. Pimpinan Wilayah. Pimpinan Wilayah memfasilitasi daerah untuk membentuk jejaring dengan
lembaga lain, mengartikulasikan keputusan-keputusan di itngkat nasional untuk membangun
gerakan budaya di daerah, cabang, dan ranting.
5. Pimpinan Pusat. Pimpinan Pusat menyusun konsep gerakan bersama wilayah dan daerah
yang berorientasi kepada kondisi obyektif di basis massa sebagai upaya mencarin solusi
terkait rendahnya minat baca pelajar Indonesia. Pimpinan pusat melakukan propoganda
gerakan di berbagai media massa Nasional untuk memberikan stimulus di wilayah/daerah dan
juga membentuk jejaring yang kuat dilevel nasional untuk gerakan budaya baca.

Indikator Keberhasilan
Keberhasilan gerakan membangun budaya membaca dapat dilihat dari dua hal yang saling
mendukung.
Pertama, dalam ruang kesadaran. Hal ini diketahui dari pola berfikir yang transformatif yaitu
masyarakat mulai meyakini bahwa aktivitas membaca mampu memberikan pencerahan, membuka
cakrawala pengetahuan, dan mampu mengentaskan kebodohan, atau yang lebih pragmatis
meyakini bahwa tanpa membaca pendidikan tidak berarti apa-apa. Masyarakat kemudian
menempatkan kegiatan membaca sebagai salah satu kegiatan yang tidak terpisahka dalam
kehidupan sehari-hari. Pelajar menempatkan aktivitas membaca sebagai kegiatan pokok, bukan
sambilan atau hiburan.
Kedua, dalam perilaku. Perilaku sangat dipengaruhi oleh kesadaran seseorang. Apabila dalam
pikirannya meyakini bahwa membaca akan membuat orang lebih pintar, lebih terbuka, dan
sebagainya maka seseorang tersebut akan berusaha mencapainya. Perilaku yang mencerminkan
kesadaran membaca dapat diukur dari jumlah perpustakaan komunitas yang terbentuk, frekuensi
buku yang dibaca, jenis bacaan, lama membaca, jumlah karya tulis, dan kemampuan
menyampaikan apa yang sudah dibaca serta kemampuan menghisilkan karya-karya baru yang
muncul akibat proses membaca/proses belajar yang intensif dan tekun.

You might also like