You are on page 1of 21

BAB I PENDAHULUAN

A. UMUM

Pembangunan Kota sebagai bagian integral dari pembangunan nasional memerlukan


suatu arahan atau pedoman untuk dapat menciptakan keterpaduan lintas sektoral dan
kawasan. Hal ini juga penting untuk dapat menciptakan keserasian dan keselarasan
diantara berbagai tahapan pembangunan yang tengah dilakukan.

Pedoman atau arahan tersebut akan menciptakan sinergitas bagi obyek-obyek


pembangunan, sehingga keberadaannya bisa saling menunjang. Begitupun,
Pembangunan yang dijalankan pada beragam sektor nantinya akan berjalan lebih
efisien, efektif dan terintegrasi antara satu dengan yang lain.

Termasuk pula bagi Kota Makassar, yang saat ini tengah menggiatkan proses
pembangunan pada berbagai sektor di wilayahnya. Keberadaan suatu panduan atau
guide line yang terencana dan terukur akan menjadi pijakan yang tepat dalam
mewujudkan Makassar sebagai kota Metropolitan yang bernuansa global. Wujud
pedoman atau arahan pembangunan itu, tertuang dalam sebuah Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW).

RTRW ini sendiri merupakan sebuah revisi atas RTRW Kota Makassar yang
sebelumnya. Revisi RTRW ini adalah bentuk akomodatif dan adatatif terhadap berbagai
perubahan yang terjadi saat ini. Perubahan global yang terjadi diberbagai sektornya,
memerlukan sebuah penyesuaian yang cepat dan terencana.

Landasan terkuat yang mendasari revisi ini adalah adanya sebuah gairah baru dan
bangkitnya kesadaran global bagi akan pentingnya mensejajarkan diri dengan
peradaban dunia yang ada saat ini. Makassar sebagai sebuah kota yang pernah
memiliki catatan panjang dalam sejarah dunia di masa silam harus kembali

RTRW Kota Makassar 2030 Page I -1


menghadirkan ingatan-ingatan dunia itu, melalui sebuah rancangan pembangunan yang
berafiliasi global.

Isu gobal perubahan lingkungan yang marak dalam beberapa waktu terakhir ini, telah
mempengaruhi berbagai kebijakan dunia secara signifikan. Tak terkecuali bagi
Makassar, yang sepatutnya segera menyusun sebuah rancangan baru untuk
menyingkapi berbagai perubahan lingkungan itu. Tentu saja, ini tidak hanya masalah
lingkungan, tetapi juga menyangkut beragam bidang lain yang secara global juga telah
berubah dengan tidak kalah cepatnya

Adanya kesadaran akan keunggulan dan keunikan wilayah, juga menjadi pijakan penting
dalam penyusunan revisi RTRW ini. Upaya untuk bisa menyeruak ke dunia global akan
bisa terwujud melalui keunikan dan keunggulan yang tidak dimiliki oleh wilayah atau kota
lain. Hal itu akan menjadi identitas khusus yang menjadi tanda pengenal suatu Kota
dalam wacana global.

Secara internal, dinamika perubahan pada masyarakat yang terjadi selama ini juga
membutuhkan penyesuaian. Pertambahan jumlah penduduk tentunya memerlukan
sebuah konsep pengembangan pemukiman dan eksisting yang baru. Begitu pula terkait
dengan pola-pola interaksi pada masyarakatnya yang cenderung semakin kompleks, dan
membutuhkan keberadaan ruang-ruang baru untuk mewadahinya.

Penyusunan Revisi RTRW Kota Makassar ini juga memiliki landasana hukum formal
sebagaimana yang telah terasusun berdasarkan Undang-Undang Penataan Ruang
TERBARU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Undang-Undang No.27 tahun
2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta Penerapan
Undang-undang 24 tahun 2007 tentang Penanggulan Bencana yang secara ruang
menjadi wadah apresiasi MITIGASI terkini berdasarkan nilai-nilai terukur dari rencana
antisipasi dari kemungkinan bahaya bencana alam yang mungkin terjadi.

Produk perencanaan RTRW ini, akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
perencanaan penataan ruang Provinsi Sulawesi Selatan dan jugakepentingan
perancanaan wilayah Maminasata, yang secara hirarki menjadi acuan atau referensi

RTRW Kota Makassar 2030 Page I -2


baku bagi perencanaan penataan ruang di daerah, termasuk didalamnya perencanaan
Penataan Ruang Kota Makassar.

Untuk selanjutnya, Perencanaan RTRW ini akan dilaksanakan dan disusun menurut Prosedur
Teknik maupun Administrasi Penyusunan Rencana Tata Ruang yang sebenarnya, sebagaimana
yang ditetapkan dalam Undang-Undang Penataan Ruang yang BARU, berikut dengan aturan-
aturan perundangan terkait lainnya. Pola-pola dan bentuk-bentuk keterlibatan masyarakat juga
manjadi bagian yang tidak terpisahkan dari koridor perencanaan penyusunan RTRW ini,
sehingga pencapaian yang tinggi terhadap kesesuaian rencana dengan pelaku didalamnya bisa
terwujud dan terbentuk dengan baik.

B. MAKSUD DAN LINGKUP PENYUSUNAN LAPORAN PENDAHULUAN

Penyusunan laporan pendahuluan menjadi bagian dari Kegiatan Perencanaan Penataan


Ruang Wilayah Kota Makassar dengan maksud agar laporan ini dapat dipergunakan
sebagai bahan pengamatan bagi pihak pemerintah atas kesiapan dan kemajuan kerja
dari pelaksanaan pekerjaan penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar.

Lingkup laporan pendahuluan ini meliputi laporan keseluruhan kegiatan yang akan
dilaksanakan oleh PT. ESA PRATAMA CIPTA CELEBES (sebagai konsultan), dimana
dalam tahap pekerjaan persiapan ini meliputi antara lain:

1. Pemahaman dan pengkajian yang lebih mendalam terhadap materi pokok, antara
lain:
a. Latar belakang dan pengertian RTRW Kota;
b. Tujuan dan ruang lingkup pekerjaan RTRW Kota;
c. Kegunaan dan kedudukan RTRW Kota;
d. Pendekatan analisis RTRW Kota; dan
e. Pertimbangan, prinsip, dan kriteria penyusunan RTRW Kota Makassar.

2. Peran dan gambaran umum Wilayah Kota Makassar sebagai spasial ibukota dari
Provinsi Sulawesi Selatan, menjadi bahan informasi dan referensi dalam
mengidentifikasi sejumlah kendala dan potensi yang dapat dikembang dalam wilayah
Kota Makassar dan daerah sekitarnya;

RTRW Kota Makassar 2030 Page I -3


3. Penyusunan garis besar program kerja untuk keseluruhan kegiatan pekerjaan
penyusunan RTRW Kota Makassar;
4. Penyusunan program kerja untuk tahap berikutnya, yaitu tahap pengumpulan dan
analisis data;
5. Penyiapan informasi pendahuluan, peta-peta, daftar isian pertanyaan, daftar rujukan
data dan peralatan maupun pelaksanaan penyusunan RTRW Kota Makassar; dan
6. Perangkat pelaksanaan dan penyusunan program kerja penyusunan RTRW Kota
Makassar.

C. LINGKUNGAN WILAYAH PERENCANAAN

1. Wilayah Pengamatan

a. Skala Global

Posisi strategi Makassar yang berada di lintas alur pelayaran ALKI 2 yang
menjadi penghubung utama antara asia pasific dan australia.
Makassar merupakan titik sentrum dari segi tiga karang dunia (coral triangle
iniative) dan menjadi salah satu landmark CTI dunia.

b. Skala Nasional

Pintu gerbang wilayah timur bagi arus barang yang berasal dari Luar Negeri.
Titik Poin penting bagi pembangunan secara nasional, karena merupakan
kota terbesar di Indonesia wilayah Timur.
Point of View Makassar sebagai CenterPoint of Indonesia, yang diakumulasi
menjadi titik kebangkitan kembali Indonesia untuk percepatan kemajuan
pembangunan di Indonesia Timur, lebih cepat dua kali dari saat ini.

c. Skala Regional

Kota Makassar memiliki peran penting sebagai titik acuan bagi pembangunan
kota-kota lainnya di kawasan regional Sulawesi dan sekitarnya.
Pintu gerbang penting bagi distribusi barang dan jasa dari dan Menuju ke
Kawasan Timur Indonesia.

RTRW Kota Makassar 2030 Page I -4


Kota Metropolitan satu-satunya sekaligus juga yang terbesar di Kawasan
Timur Indonesia.

d. Skala Provinsional

Sebagai ibukota Propinsi Sulawesi Selatan, kota Makassar merupakan wajah


depan bagi provinsi ini secara keseluruhan.
Kota ini juga menjadi jantung serta denyut nadi utama yang menggerakkan
berbagai sector ekonomi dan pembangunan di Sulsel.
Kota Makassar merupakan referensi utama bagi arah pembangunan
Kabupaten/Kota di Propinsi Sulsel dalam berbagai aspek. Termasuk juga
dalam perencanaan dan penataan ruang kotanya.

e. Lokal

Pembangunan kota Makassar memberi pengaruh langsung bagi kota-kota


disekitarnya, khususnya yang berada dalam lingkup wilayah suburban fringe
dan urban fringe Makassar, yang secara spasial berada dalam konteks
terpadu percontohan kota Metropolitan Maminasata
Tempat dari berbagai kegiatan sosial dan ekonomi bagi wilayah-wilayah di
sekitarnya.

2. Wilayah Perencanaan

RTRW kota Makassar ini dilakukan pada sebuah cakupan wilayah daratan seluas
kurang lebih 175,77 Km2 (termasuk 12 pulau di selat Makassar), ditambah luas
wilayah perairan kurang lebih 100 Km². Secara koordinat berada pada posisi 4 54‟ 36‟‟
LS dan 119 0‟ 36‟‟ sampai 5 8‟ 19‟‟ dan 119 32 „ 59‟‟, atau tepatnya, terletak di pantai
barat Sulawesi. Secara administratif, kota ini memiliki 14 kecamatan dan 143
kelurahan.

Namun, penetapan wilayah perencanaan tata ruang Kota Makassar asumsinya tidak
didasarkan pada pertimbangan garis batas administrasi semata, tetapi lebih
didasarkan pertimbangan atas dinamika kependudukan dan pengaruh beban

RTRW Kota Makassar 2030 Page I -5


ekologis, psikologis dan ekonomis dari proses produksi/konsumsi dari wilayah yang
direncanakan. Termasuk pula kota-kota satelit yang berada disekitarnya. Jadi, tidak
menutup kemungkinan cakupan wilayah perencanaan Tata Ruang Kota Makassar
akan menyentuh wilayah-wilayah administrasi dari kabupaten tetangga.

Gambar 1-1 Peta Kota Makassar dan Pulau-Pulaunya

3. Landasan Hukum

Undang-Undang Nomor 5 Prp Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Republik Indonesia Nomor 2034);
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3274);

RTRW Kota Makassar 2030 Page I -6


Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3317);
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam
Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990
Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan
Permukiman(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 23,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3469);
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Alam (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3470);
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3478);
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penataan Perpu Nomor 1 Tahun 2004
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412);
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4169);
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4377);
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

RTRW Kota Makassar 2030 Page I -7


Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2004 tentang Pembentukan Provinsi Sulawesi
Barat ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 105,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4422);
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4844);
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pusat dan Pemerintahan Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4444);
Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4725);
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 69,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4726);
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4746);

RTRW Kota Makassar 2030 Page I -8


Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4849);
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia);
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4959);
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4966);
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025);
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 10,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 39, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3294);
Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan
Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998
Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3776);
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran
dan/atau Perusakan Laut (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 1999, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3816);
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838);

RTRW Kota Makassar 2030 Page I -9


Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta
Untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3934);
Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4624);
Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4655);
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4737);
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1990 tentang
Pengelolaan Kawasan Lindung;
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 1991 tentang
Penggunaan Tanah Bagi Kawasan Industri;
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 tentang
Pengesahan, Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-
undangan;
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 56 Tahun 2003 tentang Klasifikasi
Pelabuhan;
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 147 Tahun 2004 tentang Pedoman
Koordinasi Penataan Ruang Daerah;

RTRW Kota Makassar 2030 Page I -10


Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan
Penataan Ruang di Daerah;
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 49 Tahun 2005 tentang Sistem
Transportasi Nasional (Sistranas);
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pedoman
Perencanaan Kawasan Perkotaan;
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2008 tentang Tata Cara
Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Daerah;
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 2009 tentang Pedoman
Koordinasi Penataan Ruang Daerah;
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11 Tahun 2009 tentang Pedoman
Persetujuan Substansi Dalam Penetapan Rancangan Peraturan Daerah Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten/Kota, Beserta Rencana Rincinya;
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 28 Tahun 2009 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Konsultasi dalam Rangka Pemberian Persetujuan Substansi
Kehutanan atas Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang
Daerah;
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 147 Tahun 2004 tentang Pedoman
Koordinasi Penataan Ruang Daerah;
Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 5 Tahun 1999 tentang Garis
Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan
Bekas Sungai (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 1999 Nomor
5, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 161);
Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 10 Tahun 2003 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Metropolitan Mamminasata (Lembaran Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2003 Nomor 47);

RTRW Kota Makassar 2030 Page I -11


Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 3 Tahun 2005 tentang Garis
Sempadan Jalan (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2005
Nomor 3, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 224);
Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 6 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun
2007 Nomor 6, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor
232);
Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 8 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Kawasan Lindung Sulawesi Selatan (Lembaran Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan Tahun 2007 Nomor 8, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan Nomor 233);
Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 2 Tahun 2008 tentang
Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008
Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 235);
Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 10 Tahun 2008 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Sulawesi Selatan 2008-
2028 (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008 Nomor 10,
Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 243);
Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 12 Tahun 2008 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
2008-2013 (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008 Nomor 12).
Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 3 Tahun 2009 tentang Irigasi
(Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2009 Nomor 3, Tambahan
Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 245);
Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 5 Tahun 2009 tentang
Legislasi Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2009
Nomor 5, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 247).

4. Metodologi Perencanaan

RTRW Kota Makassar 2030 Page I -12


Metodologi Perencanaan adalah sebuah cara atau metode yang dalam afiliasi
penataan ruangnya dilakukan menurut kaidah-kaidah teknis dan terukur. Serta
didasarkan pada nilai-nilai formalitas terhadp pencapaian penataan ruang yang
unggul, maju dan komprehensif.

Apresiasi terhadap kepentingan tatanan nilai yang terukur sebagaimana yang


sebutkan diatas, akan dikaji dalam sebuah metodologi yang lebih adaptable terhadap
kebutuhan kekinian, dengan output berupa solusi integeratif untuk semua
permasalahan kota. Asumsi-asumsi akan memenuhi ekspektasi diatas yaitu : AMAN,
NYAMAN, PRODUKTIF dan BERKELANJUTAN

A. Metodologi Tujuan Kebijakan Strategi Kebijakan Ruang Dan Penataan Ruang

Pemahaman METODOLOGI PERENCANAAN penataan ruang dalam apresiasinya


tidak terbatas hanya dalam Pemahaman Teknis yang sifatnya Struktural Dan
Fungsional saja, namun pemahaman mendasar terhadap tujuan kebijakan dan
strategi penataan ruang menjadi sangat substansial membawa nilai-nilai fundamental
perencanaan TEPAT berada dalam koridor perencanaan yang berkesesuaian dengan
undang-undang penataan ruang yang baru.

Bila diformulasikan bahwa TUJUAN PENYELENGARAAN PENATAAN RUANG, yaitu


bagaimana mewujudkan ruang wilayah perencanaan yang AMAN, NYAMAN,
PRODUKTIF DAN BERKELANJUATAN, maka ke empat poin ini menjadi jembatan
informasi yang mengakumulasikan semuakoridor perencanaan berdada dalam kontrol
ruangnya yang terukur berasumsipada keempat poin tersebut. Adapun lingkup bahan
bahasan yang meng cover kepentingan perencanaan ke empat koridor tersebut
diuraikan sebagai berikut:

RTRW Kota Makassar 2030 Page I -13


Gambar 1-2 Metodologi Penyusunan RTRW Kota Makassar

Penjelasan 01. APRESIASI AMAN DALAM PENATAAAN RUANG

Kata “AMAN” berarti bebas dari ancaman, adalah satu asumsi yang dilekatkan pada
nilai-nilai strategisitas perencanaan yang memegang rentang kendali terhadap kontrol
dan antisipasi terjadinya berbagai macam ancaman (threat) yang memungkinkan
menganggu proses pembangunan, seperti kepentingan perencanaan yang bebas dari
gangguan BENCANA ALAM (gempa bumi, tsunami,rob, banjir, tanah longsor dll),
gangguan BENCANA PENYAKIT (flu babi, flu burung, HIV/ AIDS dll ) dan GANGGUAN
BENCANA SOSIAL (kemiskinan, pengagnguran, penyimpangan prilaku dll).

Penjelasan 02. APRESIASI NYAMAN DALAM PENATAAAN RUANG

Kata “NYAMAN” dalam Penataan Ruang lebih diasumsikan pada ketepatan terciptanya
kondisi yang tenang dan damai dalam pencitraan satu ruang rencana. Atas Kepentingan
Perencanaan, substansi “Nyaman” memberi makna yang sangat kongkrit terhadap

RTRW Kota Makassar 2030 Page I -14


RUANG dalam konsep yang sangat terukur bagaimana memaknai ruang perencanaan
itu bisa berkesesuaian dengan nilai atmosfir kawasan yang ingin dicapai. Apresiasi dari
asumsi ini secara relatif menjangkau nilai-nilai yang lebih strategis dari akumulasi ruang-
ruang berikut ini:

a. Percepatan Pembauran Sosial

Isu percepatan pembauran sosial adalah teori kelompok yang menghargai adanya
prinsip-prinsip keberagaman dan keseragaman di dalam lingkungan sosial masyarakat,
dengan satu asumsi bahwa perbedaan dan persamaan itu benar-benar tumbuh dalam
satu lingkungan kehidupan masyarakat tanpa perlu adanya tekanan dan pemaksaan
hak yang dilakukan satu kelompok terhadap kelompok komunitas lainnya.

Nilai ini menjadi penting dalam perencanaan penataan ruang adalah karena berkaitan
dengan kemampuan daya adaptasi dan daya tampung yang diarahkan dalam satu
lingkup ruang perencanaan.

b. Kebebasan Beragama dan Berekspresi

Kebebasan Beragama dan Berekspresi memberikan persepsi ruang yang kompleks bila
bentuk fungsi dan manfaat ruang yang direncanakan tidak mengakumulasi bioritmik dari
para pengguna ruangnya. Potensi nyaman dapat dibentuk dan diarahkan mengikuti nilai-
nilai atmosfir ruang yang ingin dicapai sehingga pola-pola keseimbangan ruang bisa
tercipta dalam formulasi yang terukur dan teratur.

Prinsip keberagaman dan pemahaman ruang yang melihat diversivitas pengguna


ruangnya, pola dan bentuk perlakuannya bisa didekatkan pada pendekatan yang lebih
proporsional sesuai irama dan aroma ruang yang ingin dicapai dengan satu prinsip
bahwa asumsi “Prilaku Membentuk Ruang, Ruang Membentuk Prilaku”, adalah satu nilai
yang memberi makna luas, yang menggariskan kesempatan besar dalam menilai dan
merecanakan ruang itu berdasarkan kebutuhan dan kelebihan manfaat yang bisa ditarik
dari ruang rencana.

RTRW Kota Makassar 2030 Page I -15


Hubungan dari makna asumsi diatas, menunjukkan bahwa nilai-nilai relativitas dari
konsep penataan ruang akan mendorong terjadinya penguatan dan pembentukan prilaku
seseorang atas ruang yang direncanakan. Dengan demikian, konsepsi nyaman
batasanya sangatlah jelas bahwa ruang yang direncanakan haruslah benar-benar
mampu mengakomodasi kepentingan manusia yang berada didalamnya, termasuk
dalam bagaimana pola ruang yang dibentuk bisa memberikan kemungkinan-
kemungkinan bagi manusianya menikmati atmosfir ruang tersebut sesuai dengan kadar
potensi dan maksud ruang itu dibentuk.

c. Pemerataan Ekonomi

Konsep penataan ruang dalam akumulasi keluaran (autcome) yang dihasilkan, salah
satu orientasinya bagaimana optimalisasi ruang bisa terjadi dan berdampak positif
terhadap fungsi yang didorongnya dalam kawasan tersebut. Olehnya terhadap konsep
perencanaan yang disusun, seharusnya mampu mendorong pertumbuhan dan
penguatan ekonomi kawasan bisa berjalan dan terintegrasi dengan jaringan ekonomi di
ruang sekitarnya. Akan tetapi, potensi egoisme ruang masih terlalu kuat dan dalam
banyak kasus justru tidak terjadi penguatan ekonomi secara mendasar, tidak terjadi
penguatan konsep yang tersistem secara utuh dalam lingkaran jaringan ekonomi wilayah
yang terpadu.

d. Kemudahan Pendidikan

Substansi nyaman dalam penataan ruang salah satunya bisa didekati dari persepsi kata
mudah. Kemudahan yang memberi ruang akomodasi lebih baik yang berkesesuaian
dengan standar kebutuhan dan kelayakan dari orang dan ruang yang melayani para
pengguna ruang tersebut.

Penjelasan 03. Apresiasi PRODUKTIF Dalam Penataaan Ruang

Esensi “PRODUKTIF” dalam penataan ruang berarti MAMPU menghasilkan atau


meningkatkan nilai tambah ekonomi terhadap kawasan yang disokongnya dengan
kemapuan rencana yang optimal dari potensi SDA, SDB dan SDM.

RTRW Kota Makassar 2030 Page I -16


Terdapat beberapa asumsi yang bisa digunakan bagaimana kata PRODUKTIF dalam
penataan ruang mampu terbaca sebagi sesuatu yang benar-benar bisa didorong
pertumbuhanya dalam kawasan rencana yaitu:

a. Menghitung akumulasi potensi berdasarkan nilai-niali keunggulan dan keunikan lokal.


b. Kemampuan menyusun konsep perencanaan berdasarkan anatomi dan otonomi
ruang.
c. Kemampuan melihat dan memproses struktur dan pola satu ruang berdasarkan
analisis yang rinci menurut kajian terukur dari dasar-dasar metamorfosis dan
organisme ruang.
d. Kemampuan melihat dan menentukan nilai-nilai prospektus ruang berdasarkan kajian
positioning dan profesionalisme ruang.
e. Kemampuan mereduksi dan menangkap peluang masa depan berdasarkan asumsi
nilai-nilai prospektus dan engineering ruang.
f. Kemampuan pengelolaan ruang berbasisi terhadap eco (lingkungan), business dan
tourism.
g. Kemampuan menyusun dan mentapkan peran dan fungsi suatu ruang berdasarkan
kajian yang lebih prinsipil sesuai dengan konsep pikir bioritmik dan ecoritmik
manusia.

Penjelasan 04. Apresiasi BERKELANJUTAN Dalam Penataaan Ruang

Nilai “BERKELANJUTAN” dimaksudkan bahwa substansi perencanaan tidak


mengalami degradasi dalam arti kata bahwa terhadap semua bentuk perencanaan harus
diukur berdasarkan neraca penatagunaanya seperti:
a. Neraca penatagunaan tanah
b. Neraca penatagunaan sumber daya air
c. Neraca penatagunaan udara
d. Neraca penatagunaan SDA lainnya

Penjelasan 05. Apresiasi MAKASSAR UNGGUL Dalam Penataaan Ruang

RTRW Kota Makassar 2030 Page I -17


Apresiasi “UNGGUL” dalam penataan ruang berarti adanya daya saing yang tinggi dari
satu kawasan atau daerah terhadap daerah lainya. Semua ini menjadi bagian dari
expresi penataan ruang yang disusun berdasarkan nilai-nilai keunggulannya. Dikatakan
unggul bila mana konsep penataan ruangnya mampu bersaing dalam kapasitas ruang
pasar lokal (provinsi), pasar regional, pasar nasional, dan pasar global.

Penjelasan 06. Apresiasi MAKASSAR SEJAHTERA Dalam Penataaan Ruang

Point of View dari ”MAKASSAR MENUJU KOTA DUNIA” mengandung makna bahwa
perencanaan penataan ruang setidaknya Diharapkan mampu mendorong terciptanya
kemandirian lokal sesuai dengan dasar-dasar potensi yang dimiliki Makssar saat ini dan
Makassar masa depan.

B. Metodologi Struktur Ruang

Metodologi struktur ruang adalah metode yang mengakumulasi kepentingan


perencanaan dalam satu sistem hubungan yang mengakomodasi semua kepentingan
rencana berada dalam satu koridor ruang yang lebih terukur. Dimana esensi
ruangnya dilihat dari bagaimana membangun Peningkatan SISTEM JARINGAN
Prasarana Wilayah antarkawasan dihitung berdasarkan nilai hubungan antara titik-
titik pertumbuhan dalam satu wilayah perencanaan;

Karena sistem jaringan prasarana wilayah menjadi bagian yang menentukan core
dari satu sistem struktur yang dibangun, maka nilai-nilai berikut ini menjadi acuan
yang mempengaruhi dibangunnya satu struktur ruang di satu wilayah sebagai berikut:
(1) anatomi wilayah, (2) proses metamorfosis ruang, (3) nilai-nilai prospektus
kawasan, dan (4) atmosfir engineering kawasan rencana.

C. Metodologi Pola Ruang

Nilai-nilai penetapan pola ruang disusun berdasarkan potensi otentik yang menjadi
unggul dan atau yang didorong keunggulannya bisa menjadi sokongan utama
pembangunan Daerah.

RTRW Kota Makassar 2030 Page I -18


Dari masing-masing potensi unggul tersebut secara sinergis terakumulasi dalam satu
sistem hubungan motorik yang memberikan nilai-nilai sinergisitas kawasan berperan
dan mendukung pengembangan fungsi kawasan lainya.

Terhadap semua kepentingan tersebut diatas, maka runtutan perencanaan yang


menentukan daya dukung dan daya tampung terhadap kawasan budidaya dan
kawasan lindung semakin jelas dan terukur berkesesuaian dengan maksud
penyusunan tata ruang itu sendiri yaitu aman, nyaman, produiktif dan berkelanjutan

D. Metodologi Penetapan Kawasan Strategis

Penetapan kawasan strategis kota didasarkan atas pengaruh yang sangat penting
terhadap aspek ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan yang diukur berdasarkan
pendekatan externallitas, akuntabilitas, dan efesiensi penanganan kawasan yang
bersangkutan.

Nilai-niali yang mendekatkan kawasan kawasan dalm metodologi penetapannya


adalah nilai prospektus ruang, positioning kawasan, atmosfir engineering,
profesionalisme ruang.

E. Metodologi Arahan Pemanfaatan Ruang

Barometer kualitas penetapan peran dari fungsi satu ruang ditetapkan salah satunya
berdasarkan karakteristik unggul di masing-masing kawasan yang direncanakan.
Untuk selanjutnya masing-masing potensi unggul tersebut bergerak dalam persepsi
sesuai dengan skenario perencanaan yang disusun.

Nilai lain yang mengatur ARAHAN PEMANFAATAN RUANG adalah ASPEK


ENTITAS. Salah satu kajian yang menempatkan pemanfaatan ruang berdasarkan
PRINSIP ALIRAN karena perbedaan nilai yang diberlakukan dimasing-masing
wilayah perencanaannya.

5. SISTEMATIKA LAPORAN

RTRW Kota Makassar 2030 Page I -19


Laporan pendahuluan ini pada dasarnya merupakan pengembangan lebih lanjut dari usulan
teknis yang telah disusun, yang berisi uraian mengenai pendekatan yang akan digunakan dalam
studi ini, program kegiatannya, serta gambaran umum mengenai kondisi wilayah perencanaan.
Secara garis besar laporan ini akan disajikan sebagai berikut:

Bab I : Pendahuluan, berisi mengenai uraian umum, maksud dan lingkup penyusunan
laporan pendahuluan dan sistematika laporan

Bab II : Pemahaman materi pokok pekerjaan, menurut latar belakang. Beberapa pengertian
dasar, tujuan, dan ruang lingkup pekerjaan, kegunaan dan kedudukan RTRW Kota ,
serta pertimbangan RTRW Kota

Bab III : Pemahaman Materi Pokok Pekerjaan, yang meliputi pengertian dasar Tata Ruang,
kedudukan RTRW Makassar, kedalaman pendekatan dan analisis serta
pertimbangan-pertimbangan prinsipil dalam penyusunan RTRW

Bab IV : Pendekatan yang dilakukan dalam menyususn Studi Pendahuluan ini. Meliputi :
Materi studi pendahuluan, dan pendekatan studi pendahuluan. Pendekatan ini
dipaparkan dengan melakukan tinjauan dan analisis terhadap kebijakan daerah,
kondisi dan potensi lokasi perencanaan sertagagasan awal pengembangan wilayah.

Bab V : Gambaran Umum Wilayah Kota Makassar dan sekitarnya, memuat tentang
gambaran umum kondisi wilayah, kondisi fisik dan potensi wilayah, penataan lahan,
strategi serta arah pembangunan

Bab VI : Membahas Metode Penyusunan RTRW Kota Makassar, mulai dari Metode
pelaksanaan studi RTRW, Penyusunan RTRW itu sendiri dan pelaksanaan
TOR.

Bab VII : Adalah Perangkat Pelaksana dan Penyusunan Program kerja. Termasuk di
dalamnya Organisasi Pelaksana, Jadwal Pelaksana Pekerjaan, Tenaga Kerja
yang dibutuhkan dan program kerja pelaksanaan RTRW.

RTRW Kota Makassar 2030 Page I -20


RTRW Kota Makassar 2030 Page I -21

You might also like