Professional Documents
Culture Documents
PT. SidoMuncul bermula dari sebuah industri rumah tangga pada tahun 1940, dikelola oleh Ibu
Rahkmat Sulistio di Yogyakarta, dan dibantu oleh tiga orang karyawan. Banyaknya permintaan
terhadap kemasan jamu yang lebih praktis, mendorong beliau memproduksi jamu dalam bentuk
yang praktis (serbuk), seiring dengan kepindahan beliau ke Semarang , maka pada tahun 1951
didirikan perusahan sederhana dengan nama SidoMuncul yang berarti "Impian yang terwujud"
dengan lokasi di Jl. Mlaten Trenggulun. Dengan produk pertama dan andalan, Jamu Tolak Angin,
produk jamu buatan Ibu Rakhmat mulai mendapat tempat di hati masyarakat sekitar dan
permintaannyapun selalu meningkat.
Dalam perkembangannya, pabrik yang terletak di Jl. Mlaten Trenggulun ternyata tidak mampu
lagi memenuhi kapasitas produksi yang besar akibat permintaan pasar yang terus meningkat,
dan di tahun 1984 pabrik dipindahkan ke Lingkungan Industri Kecil di Jl. Kaligawe, Semarang.
Guna mengakomodir demand pasar yang terus bertambah, maka pabrik mulai dilengkapi
dengan mesin-mesin modern, demikian pula jumlah karyawannya ditambah sesuai dengan
kapasitas yang dibutuhkan ( kini jumlahnya mencapai lebih dari 2000 orang ).
Untuk mengantisipasi kemajuan dimasa datang, dirasa perlu untuk membangun unit pabrik
yang lebih besar dan modern, maka di tahun 1997 diadakan peletakan batu pertama
pembangunan pabrik baru di Klepu, Ungaran oleh Sri Sultan Hamengkubuwono ke-10 dan
disaksikan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan saat itu, Drs. Wisnu Kaltim.
Pabrik baru yang berlokasi di Klepu, Kec. Bergas, Ungaran, dengan luas 29 ha tersebut
diresmikan oleh Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial Republik Indonesia, dr. Achmad
Sujudi pada tanggal 11 November 2000. Saat peresmian pabrik, SidoMuncul sekaligus menerima
dua sertifikat yaitu Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) dan Cara Pembuatan
Obat yang Baik (CPOB) setara dengan farmasi, dan sertifikat inilah yang menjadikan PT.
SidoMuncul sebagai satu-satunya pabrik jamu berstandar farmasi. Lokasi pabrik sendiri terdiri
dari bangunan pabrik seluas 7 hektar, lahan Agrowisata ,1,5 hektar, dan sisanya menjadi
kawasan pendukung lingkungan pabrik.
Secara pasti PT. SidoMuncul bertekad untuk mengembangkan usaha di bidang jamu yang benar
dan baik. Tekad ini membuat perusahaan menjadi lebih berkonsentrasi dan inovatif. Disamping
itu diikuti dengan pemilihan serta penggunaan bahan baku yang benar, baik mengenai jenis,
jumlah maupun kualitasnya akan menghasilkan jamu yang baik.
Untuk mewujudkan tekad tersebut, semua rencana pengeluaran produk baru selalu didahului
oleh studi literatur maupun penelitian yang intensif, menyangkut keamanan, khasiat maupun
sampling pasar. Untuk memberikan jaminan kualitas, setiap langkah produksi mulai dari barang
datang , hingga produk sampai ke pasaran, dilakukan dibawah pengawasan mutu yang ketat.
Seluruh karyawan juga bertekad untuk mengadakan perbaikan setiap saat, sehingga diharapkan
semua yang dilakukan dapat lebih baik dari sebelumnya.
Visi Menjadi industri jamu yang dapat memberikan manfaat pada masyarakat dan
: lingkungan.
Dengan standar pabrik CPOB ( Standard pabrik Farmasi ), maka fasilitas yang ada di PT.
SidoMuncul antara lain :
1 Laboratorium
.
Laboratorium Instrumentasi
Laboratorium Farmakologi
Laboratorium Formulasi
Laboratorium Farmakognosi
Laboratorium Stabilitas
Laboratorium Kimia, yang dilengkapi peralatan HPLC ( High Pressure Liquid
Chromatography ), GC ( Gas Chromatography ) dan TLC Scanner ( Thin Layer
Chromatography ). Keseluruhan laboratorium tersebut dibangun di atas lahan seluas
1200 m².
Laboratorium Kultur Jaringan
2 Kebun percobaan dan budidaya tanaman obat
.
3 Extraction Centre
.
4 Pengolahan air bersih
.
5 Pengolahan air limbah
.
6 Perpustakaan
.
6 Klinik Holistik
.
Selain sebagai tempat pelaksanaan produksi, di lokasi pabrik PT. SidoMuncul juga terdapat
Agrowisata seluas 1,5 hektar. Lahan agrowisata tersebut berisikan berbagai jenis tanaman obat
yang ada di Indonesia dan digunakan sebagai bahan baku produksi produk jamu SidoMuncul.
Disamping itu, PT. SidoMuncul juga memberikan kesempatan bagi masyarakat umum untuk
datang berkunjung dan melihat secara langsung proses produksi yang dilakukan, dengan
harapan dapat membuka mata masyarakat jamu - jamu produksi SidoMuncul memang
memenuhi standar CPOB dan aman serta berkhasiat untuk dikonsumsi.
Keberadaan Agrowisata PT. SidoMuncul bertujuan untuk mengoleksi tanaman obat, terutama
diprioritaskan pada tanaman - tanaman langka atau yang hampir punah. Sebagian besar
koleksinya terdiri dari tanaman untuk bahan jamu yang dipergunakan oleh para industri dan
lainnya masih dieksplorasi dari alam.
Pada tahun 1999 dirintis pembukaan kawasan khusus untuk lokasi koleksi tanaman obat yang
akhirnya didesain seartistik mungkin dan menarik untuk dilihat dan dikunjungi. Secara resmi
tempat tersebut dijadikan obyek agrowisata khusus koleksi tanaman obat yang dirancang
terpadu, antara koleksi tanaman obat dengan desain taman serta infrastruktur lainnya.
Lokasi...
Agrowisata tanaman obat PT. SidoMuncul berlokasi di kawasan pabrik / industri jamu PT.
SidoMuncul, Jln. SoekarnoHatta, desa Diwak, kecamatan Bergas, kabupaten Semarang, Jawa
Tengah. Menempati lahan seluas 1,5 hektar, dengan topografi tanah landai, ketinggian tempat
440 meter dari permukaan laut.
1 Koleksi tanaman obat sejumlah kurang lebih 400 spesies, termasuk tanaman introduksi /
. yang didatangkan dari luar negeri, antara lain : Echinacea purpurea, Tribulus Terrestris,
Mintha Piperita, Sybilum Marianum dan Jamur Ganoderma Lucidum.
2 Jalan yang bisa dilalui mobil, untuk berkeliling lokasi
.
3 Aula berupa Gasebo
.
4 Kolam ikan ( danau buatan )
.
5 Nursery / kebun bibit dan tempat penjualan bibit tanaman obat
.
1 Misi Ilmiah
.
Merupakan tempat koleksi tanaman hidup yang diambil dari berbagai tempat, yang bisa
diindikasikan sebagai tanaman obat, terutama tanaman langka sebagai tanaman stok /
plasma nutfah, yang sewaktu-waktu dapat dipergunakan sebagai bahan penelitian lebih
lanjut, baik untuk penelitian budidaya / pengembangan atau penelitian khasiat sebagai
bahan baku jamu baru. Penelitian selain dilakukan oleh team R&D PT. SidoMuncul juga
melibatkan atau bisa dilakukan oleh institusi lain terutama para pelajar dan mahasiswa.
2 Misi Sosial
.
Agrowisata dibuka untuk umum, siapa saja bisa datang berkunjung, terutama yang peduli
terhadap keanekaragaman hayati alam Indonesia. Agrowisata bisa memberikan wawasan
dan pengetahuan baru kepada masyarakat, terutama tentang tanaman obat baik mengenai
cara budidaya maupun fungsi dan khasiatnya bagi kesehatan manusia.
3 Misi Ekonomi
.
Agrowisata sebagai Plasma Nutfah / Stok tanaman hidup yang bisa dikembangkan untuk
tanaman baru sebanyak-banyaknya di tempat lain. Hasil perbanyakan tanaman yang berupa
bibit atau benih dikembangkan seluas-luasnya di tempat lain dan hasilnya digunakan
sebagai bahan baku industri jamu atau komoditas tanaman perdagangan.
Agrowisata PT. SidoMuncul terbuka untuk umum, dan biasanya dalam sebulan menerima
minimal empat kali kunjungan. Program kunjungan Agrowisata biasanya dilakukan setelah
pengunjung melakukan peninjauan ke proses produksi pabrik, yang letaknya tidak jauh. Bagi
yang berminat bisa langsung menghubungi Public Relations Department, PT. SidoMuncul, baik
yang berada di Jakarta maupun yang ada di Semarang.
Sebagai perusahaan yang bahan bakunya tanaman, PT. SidoMuncul tidak ingin kehadirannya
menghasilkan limbah yang dapat merusak alam, sehingga berupaya untuk melestarikan aneka
tanaman obat yang ada di Indonesia. Untuk menangani limbah cair, di lokasi pabrik dipasang
instalasi pengolahan air limbah sehingga air limbah dapat diolah menjadi air yang bisa
digunakan untuk menyirami tanaman. Sedangkan limbah padat dari buangan sisa ekstraksi
akan dilolah menjadi pupuk organik , yang bisa digunakan untuk memupuk tanaman.
Dengan upaya penanganan limbah tersebut, diharapkan PT. SidoMuncul menjadi perusahaan
yang ramah lingkungan, dan lokasi seputar pabrik menjadi asri karena tanaman tumbuh subur.
Agar produk dapat senantiasa berkembang sesuai dengan tuntutan masyarakat dan kemajuan
tekhnologi, kerjasama dilakukan dengan lembaga-lembaga ilmu pengetahuan, baik dimata
masyarakat maupun dunia " ke-ilmu-an ", seperti :
Ketika manusia purba hadir di bumi, perhatian utama mereka adalah upaya untuk
mempertahankan hidupnya. Kebutuhan pertama yang dirasakan adalah bagaimana cara
memperoleh makanan. Karenanya, perhatian mereka tercurah pada alam sekitar, tumbuhan dan
binatang apakah yang dapat dijadikan bahan pangan atau makanan yang aman…dan dari
kesemuanya tumbuhan merupakan bahan pangan yang paling mudah didapat. Keberadaan
tanaman-tanaman tersebut pada perkembangannya tidak hanya dijadikan bahan pangan,
namun juga untuk mengatasi masalah kesehatan. Dari itulah, kemudian diperoleh pengetahuan
tentang berbagai jenis tumbuhan yang dapat digunakan sebagai obat untuk mengatasi jenis-
jenis penyakit yang mengganggu kesehatan mereka.
Agar pengalaman tentang tumbuhan obat ini dapat ditularkan kepada anak cucu, sanak saudara
maupun semua anggota masyarakat purba itu, mereka melakukan penyampaian lisan dari
mulut ke mulut. Setelah adanya pengetahuan tentang tulis menulis, maka semua pengalaman
tentang bahan-bahan baku alam ini, yang meliputi bahan tumbuhan, mineral (pelikan) , serta
cara pemanfaatannyapun dicatat. Karena pada saat itu belum dikenal kertas, maka pencatatan
dilakukan dengan cara menulis pada lempengan tanah liat yang masih basah dengan
menggunakan logam tajam seperti paku, yang kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari.
Cara penulisan lain dilakukan pada lembar-lembar daun lontar yang kuat, misalnya pada daun
tumbuhan sejenis kelapa yang disebut lontar.
Lama kelamaan, setelah mereka mampu membuat kertas maka catatan mengenai
perkembangan di bidang obat-obatan dari alat mini ditulis di atas kertas (papiry). Era
selanjutnya berkembang lagi, yakni apa-apa yang telah dapat dicatat dikertas-kertas tadi
dikembangkan menjadi buku-buku, seperti " De Materia Medica ", yang ditulis oleh Peanios
Dioscorides. Juga buku " Genera Plantarum " oleh Linnaeus serta penulis-penulis lainnya.
Kemudian disusunlah bahan-bahan tumbuhan tersebut beserta persyaratan-persyaratannya
dalam suatu buku yang disebut Farmakope. Perkembangan menjadi lebih pesat lagi setelah
ditemukannya komputer, internet dan sebagainya. Dengan demikian keterangan mengenai
tumbuhan obat tersebut semakin luas tersebar, sehingga dapat diketahui dan dipelajari
masyarakat seluruh pelosok dunia. Sementara itu, dengan dipelopori oleh Galen ( tahun 131 -
200 setelah Masehi ) seorang farmasis merangkap dokter, dimulailah upaya-upaya untuk
membuat sediaan obat yang berasal dari tumbuhan dan hewan. Dari rintisan Galen inilah,
kemudian dikenal cara-cara mengekstraksi (Mengambil sari) zat-zat yang berkhasiat dari bahan-
bahan alami tersebut, dan lahirlah istilah " sediaan galenik / sediaan olahan " di bidang farmasi,
termasuk apa yang dikenal dengan ekstrak dan tingtur, yang terus berkembang hingga kini.
Di Indonesia demikian pula keadaannya, terjadi perkembangan serupa yaitu sejak jaman dahulu
kala, nenek moyang kita memanfaatkan tumbuhan untuk bahan obat-obatan. Sejarah tersebut
terekam dalam sebuah dokumen tertua, yakni tahun 772 setelah Masehi, pada relief candi
Borobudur berupa lukisan tentang obat, yang sampai sekarangpun masih digunakan sebagai
obat. Dokumen serupa terdapat pula pada relief candi Prambanan, Penataran dan Tegalwangi.
Ramuan-ramuan obat yang berasal dari tumbuhan ini ditulis oleh penemunya, diatas daun
lontar, yang di Bali disebut Lontar Usada dan ditulis dari tahun 991 sampai 1016 setelah masehi.
Demikian juga di Sulawesi Selatan terdapat penulisan resep-resep yang dinamakan Lontarak
Pabbura.
Di Jawa, penulisan resep-resep obat dilakukan diatas Rontal ( Ron = daun ) , daun Tal, sama
dengan Lontar juga. Dokumen-dokumen ini telah ada yang diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia maupun asing. Salah satu contoh dokumen hasil terjemahan tersebut adalah pada
tahun 1937 di Bali, Lontar Usada diterjemahkan oleh Dr. med. Wolfgang Weck seorang dokter
pemerintah Hindia Belanda, dalam bukunya Heilkunde und Volkstum auf Bali ( Pengetahuan
tentang Penyembuhan dan Pekerti Rakyat Bali ). Juga Dr. R. Goris sejak sebelum Perang dunia
Ke-II, banyak menulis tentang the Balinese Medical Literature di pelbagai majalah yang terbit di
Indonesia maupun di luar negeri.
Disamping itu, di Indonesia sebelum era kemerdekaan terdapat pula kegiatan pengumpulan
data dan informasi tentang pemanfaatan tumbuhan untuk pengobatan tersebut, yang dilakukan
oleh dua orang Belanda,yaitu J. Kloppenburg-Versteegh dan Martha C. van Wijk-Fransz.
Keduanya mengakhiri kegiatannya dengan menerbitkan buku masing-masing, yakni " Indische
Planten en Haar Geneeskracht " atau " Tumbuh-tumbuhan Indonesia dan Khasiatnya untuk
Kesehatan" dan " Martha's Indische Kruiden Recepten Boek " atau " Buku resep-resep tumbuhan
Indonesia ". Buku yang pertama kali diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Rumah
Sakit Bethesda Yogyakarta, menjadi dua jilid dan beredar bebas.
Namun dengan masuknya penjajahan Belanda ke Indonesia, ikut pula masuk pengetahuan
Barat, yang lambat laun menggeser pengetahuan tentang obat alam pada masyarakat,
selanjutnya mengakibatkan berkurangnya pengetahuan tentang obat alam, bahkan hingga
enggan menggunakan karena dianggap obat kampung dan tidak berkhasiat. Padahal kenyataan
menunjukkan bahwa tidak seperti yang diduga, obat alam mampu berperan dalam mengatasi
masalah kesehatan, yang ternyata dari jaman dahulu pada saat obat kimia belum dikenal,
nenek moyang kita mampu bertahan hidup serta mampu menurunkan generasi-generasi
penerus.Ini sebenarnya merupakan bukti bahwa obat alam memiliki kemampuan
menanggulangi masalah kesehatan yang dihadapi.
Walaupun kedatangan penjajah Belanda sempat mengikis kepedulian kita pada obat alam,
namun kenyataan menunjukkan bahwa kepedulian tersebut tidaklah punah sama sekali, karena
pada jaman perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia, dalam rangka mengantisipasi
kurangnya obat-obatan bagi para pejuang kemerdekaan, para dokter yang bertugas di medan
juang memalingkan perhatiannya pada obat yang berasal dari alam, khususnya tumbuh-
tumbuhan.
Maka dengan meneladani semangat cinta obat alam yang telah ditunjukkan oleh Prof. Dr. M.
Sardjito, Drs. Med. Ramali, yang ketika itu berjuang di daerah Surakarta, mempelopori
penyusunan buku tentang formula obat-abat alam, yang kemudian diberi nama " Formularium
Medicamentorum Soloensis". Demikianlah maka ketika dunia barat mendengungkan semboyan "
Back To Nature ", kita sebenarnya telah mendahului memanfaatkan obat alam dalam pelayanan
kesehatan, hanya saja karena lambannya pertumbuhan semangat cinta obat alam tersebut,
maka sampai kinipun perjuangan untuk memulihkan kedudukan obat alam dalam dunia
kesehatan masih harus terus kita lakukan.
Perlu diketahui bahwa obat dari bahan tumbuh-tumbuhan, mempunyai keunggulan
dibandingkan dengan obat kimia murni. Keunggulannya antara lain dalam hal khasiat yang lebih
baik serta efek samping yang lebih kecil daripada obat berbahan kimia murni.Hal tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut.
Tumbuhan obat mengandung sekelompok zat aktif, yang secara kimia berbeda-beda rumus
molekulnya. Oleh karena itu jika salah satu bagian tumbuhan obat itu digunakan, maka zat-zat
aktif tersebut saling berinteraksi, sehingga khasiat yang ditunjukkan adalah merupakan hasil
akhir ( resultante ) antar aksi zat-zat aktif tersebut.
Dalam tulisan yang berjudul " Drugs Used In The Chemotherapy of Protozoal Infections " atau
obat-obatan kimia yang digunakan dalam pengobatan Protozoa, dalam buku The
Pharmacological Basis of Therapeutics atau Dasar Farmakologik Pengobatan, Lelie T. Webster Jr.
menyatakan bahwa, walaupun rumus molekul zat-zat berkhasiat dalam suatu tumbuhan itu
berbeda-beda, namun umumnya memiliki inti molekul yang sama. Selanjutnya, zat-zat yang
memilki inti molekul yang sama itu memilki khasiat yang sama, hanya saja besar kecil atau kuat
lemahnya berbeda, atau bahkan kadang jenis khasiat zat yang satu berlawanan dengan yang
satunya, sehingga jika dicampur maka akan saling menguatkan atau melemahkan yang lainnya.
Agar memudahkan kita untuk membayangkan hal tersebut, dapat diambil contoh kulit kina.
Bahan ini mengandung alkaloid-alkaloid antara lain kinina, sinkonina, kinidina, dan sinkonidina.
Zat-zat ini memiliki inti molekul yang sama, yaitu kinolina, maka semua zat ini memiliki khasiat
yang sama, misalnya sebagai antipiretika (penurun demam), analgetik (penghilang nyeri), anti
malaria dan anti aritmia jantung (anti denyut jantung yang tidak seirama), namun kekuatan atau
besarnya saja yang berbeda. Demikian juga efek sampingnya sama jenisnya seperti pusing
kepala dan berdengingnya telinga yang ditimbulkan oleh zat kinina, namun besar dan kuatnya
saja yng berbeda.
Dengan demikian maka jika digunakan obat dari bahan tumbuhan maka seperti telah diuraikan,
khasiatnya merupakan hasil akhir antar aksi semua jenis zat kandungan bahan tumbuhan
tersebut, yaitu lebih baiknya khasiat dan lebih kecilnya efek samping obat dari bahan alam
tumbuhan tersebut.
Hal yang demikian itu tak dapat ditunjukkan oleh zat kimia tunggal murni, karena baik khasiat
maupun efek sampingnya adalah murni berasal dari zat kimia tersebut, dan tidak ada yang
mempengaruhinya.
Bahwa obat dari bahan tumbuhan memiliki khasiat yang lebih baik dan efek samping yang lebih
kecil daripada obat kimia murni dapat ditunjukkan pada kenyataan berikut : Jika kita
menggunakan akar pulai pandak dan reserpina (zat kandungan akar pulai pandak) untuk
pengobatan penyakit tekanan darah tinggi kemudian hasilnya dibandingkan, maka akan dapat
diketahui bahwa penggunaan akar pulai pandak memberi khasiat yang lebih baik dan efek
samping yang lebih kecil daripada reserpina. Hal itu dapat diketahui dari kenyataan bahwa jika
untuk memberikan efek penurunan tekanan darah yang diharapkan, kita menggunakan
reserpina murni akan diperlukan 1 mg, sedang jika digunakan akar pulai pandak cukup cukup
hanya menggunakan 250 mg saja. Akar pulai pandak sejumlah ini hanya mengandung ¼ mg
reserpina, hal ini berarti bahwa penggunaan akar pulai pandak lebih efektif daripada reserpina
murni, sehingga berkhasiat dan efek sampingnya lebih kecil dari reserpina murni tunggal.
Terdapat pula kenyataan lain bahwa jika 4 bagian verodoksin, salah satu zat kandungan daun
Digitalis dicampur dengan 6 bagian digitoksin zat kandungan daun Digitalis pula, ternyata daya
pengobatannya setara dengan daya pengobatan 10 bagian digitoksin. Dengan demikian
campuran tersebut lebih efektif daripada digitoksin saja, sedang efek sampingnya ternyata lebih
kecil. Hal ini membuktikan bahwa daun Digitalis yang mengandung verodoksin dan digitoksin itu
lebih efektif daripada digitoksin murni dan jelas pula seperti halnya akar pulai pandak, efek
sampingnya akan lebih kecil daripada digitoksin murni tunggal.
Dengan kedua kenyataan tersebut dapat ditarik kesimpulan, bahwa obat dari bahan tumbuhan
lebih efektif dan lebihb kecil efek sampingnya dibandingkan dengan obat kimia murni.
Namun pernyataan di atas jangan disalah artikan bahwa obat dari bahan tumbuhan tersebut
tidak punya efek samping, adalah keliru. Daun kecubung misalnya, yang mengandung zat
antropina, jelas memilki efek samping yang keras. Namun efek sampingnya tetap lebih kecil jika
dibandingkan dengan zat antropina murni.
Ramuan asli Indonesia atau Jamu atau yang juga dikenal sebagai obat asli Indonesia sebenarnya
telah ada sejak jaman dulu. Jamu kemudian lebih berkembang dan dikenal karena secara eksis
digunakan oleh kaum bangsawan kerajaan-kerajaan di Indonesia, terutama yang terletak di
tanah jawa, sebagai upaya perawatan atau pengobatan untuk kesehatan. Semua ramuan jamu
berasal atau menggunakan tanaman-tanaman asli dan alami.
Meski tidak terlalu tampak, perkembangan dan penggunaan Jamu di Indonesia makin menyebar
dan " merakyat ". Usaha jamu sendiri dirintis sejak ratusan tahun yang lalu, oleh perusahaan
jamu Ny. Item dan Ny. Kembar di Ambarawa, di tahun 1825. Setelah itu, di era tahun 1900-an
bermunculan pabrik-pabrik jamu lain diantaranya adalah SidoMuncul.
Saat ini, di Indonesia terdapat kurang lebih 600 industri jamu, besar dan kecil, sementara jumlah
pengrajin jamu hampir mencapai 400 pengrajin.
Industri jamu juga senantiasa mengikuti perkembangan jaman dan permintaan konsumen.
Pengembangan Industri jamu yang berbasiskan tanaman obat alami / bahan natural, dapat
dikembangkan dalam berbagai bidang produk, antara lain :
1. Herbal Medicine
2. Herbal Food
3. Herbal Drinks
4. Herbal Cosmetics
5. Herbal Candy
6. Herbal Tea
7. Herbal Flower
8. dll
1.
" Best Encouragement Product 2003" , tingkat ASEAN, untuk produk minuman
Turmeric Natural Drinks/ Kunyit Asam.
Penghargaan " Best Product Encouragement Prize ", diperoleh pada event
International The 8th ASEAN FOOD CONFERENCE, di Vietnam pada 6 - 7 dan 8 - 11 Oktober
2003 lalu. Pada acara tersebut, produk Kunyit Asam bersaing dengan ratusan produk
pangan dari berbagai industri pangan, dari 10 negara ASEAN, dengan komposisi dewan juri
yang terdiri dari para pakar ilmu pangan se-ASEAN serta dari Australia, Korea, USA dan
China. Kriteria pemilihan yang ditetapkan antara lain: kreatifitas, kontribusi,
pengembangan dari hasil riset, kontribusi terhadap peningkatan derajat kesehatan
manusia, kandungan lokal, penilaian dan penerimaan konsumen serta dampak ekonomi
secara luas. AFC sendiri merupakan event yang diadakan 3 tahun sekali,dengan partisipan
22 negara, termasuk 10 anggota ASEAN, Jepang, Korea, Australia, USA dan Congo.
2.
Anugerah " Solo Customer Satisfaction Index ( SCSI ) 2003 " , sebagai merek Jamu
terpopuler.
PT. SidoMuncul meraih Penghargaan SCSI 2003 ( Solo Customer Satisfaction Index )
untuk kategori Jamu, serta produk Kunyit Asam Fiber ( salah satu varian Kunyit Asam )
meraih peringkat ke-3 untuk kategori minuman berserat. Event ini diadakan Fakultas
Ekonomi Univesitas Sebelas Maret, Solo dengan Harian Umum Solo Pos. Survei untuk
mendukung SCSI melingkupi daerah eks-karesidenan Surakarta, antara lain : Kota
Surakarta, Kab. Sukoharjo, Kab Karanganyar, Kab.Klaten, Kab, Wonogiri, Kab. Sragen dan
Kab. Boyolali , dengan jumlah sample 2.059 KK, dan jangka waktu pelaksanaan survei
sekitar 3 bulan. Malam penganugerahan Penghargaan SCSI diadakan pada 16 Oktober
2003 di Solo. SCSI menggambarkan loyalitas pelanggan terhadap suatu produk ( brand
awareness, market share, customer satisfaction.
3.
Penghargaan " Best Brand " dari Frontier dan majalah SWA, untuk produk KukuBima.
Penghargaan ini dilakukan guna memilih merek-merek paling top dan menjadi top of mind
di Indonesia, diadakan rutin pada setiap tahunnya oleh Majalah SWA, yang dalam
surveinya bekerjasama dengan dua lembaga penelitian pemasaran independen, yaitu
Frontier Marketing & Research Consultant dan PT. Capricorn Mars Indonesia, pada periode
yang bebeda. Survei diadakan di lima kota besar di Indonesia, yaitu Jakarta, Bandung,
Semarang, Surabaya dan Medan.
4.
Tradisi Mudik Lebaran Gratis diawali pada tahun 1991, dan diperuntukkan bagi para
penjual jamu di Jabotabek. Bila di-total, jumlah keseluruhan para pemudik yang mengikuti
program Mudik Lebaran SidoMuncul adalah 140.000 orang. Di tahun 2002, setelah 13 kali
mengadakan program Mudik ini, pemerintah memberikan penghargaan karena dinilai telah
memberikan sumbangsih dan membantu dalam mengatasi permasalahan mudik lebaran
pada setiap tahunnya. Penghargaan berupa piagam diberikan langsung oleh Menteri
Perhubungan, Agum Gumelar dan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Jacob Nuwa
Wea.
6.
Peraih " Cakram Award 2002 " , untuk kategori Pengiklan terbaik 2002
Setiap tahunnya, majalah khusus Kehumasan dan periklanan Indonesia ini mengadakan
pemilihan tentang perusahaan atau institusi ataupun insan-insan yang memiliki prestasi
atau potensial yang terkait dengan kegiatan periklanan dan Humas. Di tahun 2002,
SidoMuncul berkesempatan untuk memperoleh Anugerah Cakram Award, khususnya untuk
produk Tolak Angin karena iklannya dinilai inovatif, mampu mempengaruhi dan merubah
persepsi masyarakat, bahwa jamu itu tradisonal menjadi jamu yang modern, disamping
juga mampu mendongkrak nilai penjualan produk.
7.
Penghargaan " ICSA 2002 ", untuk produk KukuBima / Kategori Jamu dan Obat Kuat Pria
ICSA atau Indonesia Customer Satisfaction Award merupakan penghargaan yang diberikan
pada produk-produk maupun perusahaan yang menurut survey menduduki posisi teratas
dalam konteks kepercayaan masyarakat. Penghargaan ini diprakarsai oleh majalah SWA
sembada.
8.
Perusahaan Teladan " Cara baik Bung Hatta " , tahun 2002.
9.
Penghargaan pertama yang diberikan kepada pelaku bisnis karena telah membuktikan
kepeduliannya terhadap lingkungan, upaya meletarikan keanekaragaman hayati Indonesia,
pengolahan limbah hingga menghasilkan manfaat baru dan membuat pabrik yang ramah
lingkungan serta meningkatkan kesejahteraan karyawan.
10.
Penerima Sertifikat CPOTB dan CPOB 2000, sebagai perusahaan Jamu pertama di Indonesia
yang melakukan standarisasi Farmasi.
Pelaksanaan penyerahan sertifikat langsung dilakukan oleh Menteri Kesehatan RI, Ahmad
Sujudi, dan dengan keberadaan Sertifikat ini, maka produk-produk Sidomuncul dinilai
setara dengan produk farmasi, sekaligus pada segi operasional pembuatan produknya.