Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Secara sederhana dan umum, gender diartikan berbeda dengan jenis kelamin. Jenis
kelamin merupakan ciri biologis manusia yang diperoleh sejak lahir, sehingga secara
biologis dibagi menjadi jenis kelamin laki-laki dan perempuan dengan ciri-ciri yang
perempuan memiliki vagina, rahim, sel telur, serta air susu. Ciri biologis ini akan
melekat selamanya dan tidak bisa dipertukarkan. Sedangkan gender merupakan ciri
yang melekat pada laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial
yang terdapat dalam masyarakat dengan perbedaan seksual (Illich, dalam Muthali’in,
2001: 21). Yang dimaksud dengan konsep gender adalah suatu sifat yang melekat
pada laki-laki dan perempuan karena dikonstruksikan secara sosial dan kultural.
dalam berbagai pranata sosial maka seolah-olah sifat yang melekat pada kaum laki-
laki dan perempuan tersebut “merupakan sesuatu yang harus dimiliki oleh keduanya”.
Misalnya, bahwa perempuan itu dikenal dengan lemah lembut, cantik, emosional,
keibuan, nrimo, manut, tidak neko-neko. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional,
jantan, perkasa. Sebenarnya, ciri dan sifat itu sendiri merupakan sifat yang dapat
sementara ada perempuan yang kuat, rasional, perkasa, tanpa harus bertukar jenis
kelamin.
dapat berubah dari tempat satu ke tempat yang lain, dan waktu ke waktu dan
masyarakat yang berbeda. Jadi, semua hal yang dapat dipertukarkan antara sifat laki-
laki dan perempuan, yang bisa berubah dari waktu ke waktu, dan tempat ke tempat
lainnya itulah yang dikenal dengan konsep gender. Oleh karenannya, selama hal itu
bisa dipertukarkan, bisa dilakukan baik oleh laki-laki maupun perempuan, namanya
Adanya konstruksi gender yang melekat dalam masyarakat tersebut, tidak sedikit
laki – laki, baik dalam politik, ekonomi, sosial, ataupun budaya. Seringkali
perempuan menjadi korban kekerasan baik dalam rumah tangga ataupun di dalam
dunia luar. Tidak hanya tergambar dalam dunia nyata seorang perempuan selalu
mengalami ketidakadilan gender, tetapi dalam dunia sastra yang tertuang dalam
sebuah novel (fiksi atau non fiksi) penulis juga sering menggambarkan perempuan
adalah sosok yang selalu berada dalam ketidakberdayaan karena dianggap lemah dan
lahir dan batin oleh keluarganya. Novel bernuansa Islami ini mampu membuat para
belakang yang telah dipaparkan tersebut, maka penulis tertarik untuk membuat
makalah dengan judul ”Analisis Novel Ayat – Ayat Cinta dalam Kajian Teori
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang di atas maka rumusan masalahnya adalah bagaimana analisis
novel Ayat – Ayat Cinta dalam kajian teori feminisme radikal dan multikultural ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
Berikut ini adalah kutipan beberapa paragraf yang terdapat dalam novel ayat – ayat
Di tengah asyiknya bercengkerama, tiba – tiba kami mendengar suara orang ribut.
Suara lelaki dan perempuan bersumpah serapah berbaur dengan suara jerit dan tangis
seorang perempuan. Suara itu datang dari bawah. Kami ke tepi suthuh dan melihat ke
bawah. Benar, di gerbang apartemen kami melihat seorang gadis diseret oleh seorang
lelaki hitam dan ditendangi tanpa ampun oleh seorang perempuan. Gadis yang diseret
itu menjerit dan menangis, sangat mengibakan. Gadis itu diseret sampai ke jalan.
”Jika kau tidak mau mendengar kata – kata kami, jangan sekali – kali kau injak
rumah kami. Kami bukan keluargamu!” sengit perempuan yang menendangnya (73).
Noura sesengukan di bawah tiang lampu merkuri. Ia duduk sambil mendekap tiang
lampu itu seolah mendekap ibunya. Apa yang kini dirasakan ibunya didalam rumah.
Tidakkah ia melihat anaknya yang menangis tersedu dengan nada menyayat hati. Tak
ada tetangga yang keluar. Mungkin sedang lelap tidur. Atau sebenarnya terjaga tapi
telah merasa sudah sangat bosan dengan kejadian yang kerap berulang kali. Sudah
berulang kali kami melihat Noura dizalimi oleh keluarganya sendiri. Ia jadi bulan –
bulanan kekasaran ayahnya dan kedua kakaknya. Entah kenapa ibunya. Entah kenapa
ibunya tidak membelanya. Kami heran dengan apa yang kami lihat. Dan malam ini
kami melihat hal yang membuat hati miris. Noura disiksa dan diseret tengah malam
”Dia benar – benar anak pelacur sial! Dia benar – benar anak setan! Anak tak tahu
diuntung. Kalau sampai tampak batang hidungnya akan kurajah – rajah mukanya biar
mengapung di atas sungai Nil. Mona dan kakak sulungnya bekerja di sana.
menjelang maghrib dan pulang sekitar jam dua dini hari. Menurut bisik – bisik para
gadis tetangga kedua kakak Noura itu kerjanya tak lain adalah menjual diri (134).
semua menjadi tanggung jawab Noura. Untungnya Noura masih dibolehkan oleh
ayahnya sekolah di Ma’had Al Azhar. Itupun karena sekolah di sana gratis. Dan kalau
pulang agak terlambat akan mendapatkan hukuman dari ayah dan kedua kakaknya.
Beragam bentuk siksaan ia terima dari orang yang ia anggap keluarganya (135).
Puncak derita Noura adalah enam bulan terakhir, ketika ayahnya memaksanya ikut
bekerja di Night Club seperti Mona. Ayahnya bahkan dapat tawaran dari bosnya agar
Noura mau jadi penari perut tetap di Night Clubnya. Bos ayahnya memang pernah ke
rumahnya sekali dan melihat Noura. Pada waktu ayahnya bercerita pada bosnya kalau
Noura saat TK pernah menang lomba menari. Melihat kecantikan Noura bos ayahnya
melihat peluang bisnis. Noura laku untuk dijual. Jelas Noura tidak bisa memenuhi
Sejak itu ia sangat menderita. Puncaknya adalah malam itu. Sore sebelum berangkat
kerja, ayahnya memaksanya untuk ikut Mona berangkat setelah maghrib. Ada turis
asing yang memesan perawan Mesir. Noura dihargai sepuluh ribu pound. Harga yang
menurut ayah dan kedua kakaknya sangat tinggi. Ia menolak, ayahnya lalu
mencambuk punggungnya berkali – kali. Ia tidak tahan, akhirnya ia pura – pura mau.
Ayahnya berangkat. Tapi begitu shalat maghrib ia mengurung diri di kamar tidak mau
Berdasarkan pada kutipan – kutipan teks tersebut diketahui bahwa terdapat adanya
kasar oleh keluarganya baik oleh ayah, ibu, ataupun kedua kakaknya. Noura adalah
gadis belia yang cantik dan juga sholehah, akan tetapi nasibnya tidak secantik
wajahnya. Seringkali Noura disiksa oleh ayahnya Bahadur, dengan alasan yang tidak
jelas. Noura mengalami kekerasan fisik berupa diseret, ditendang dan dicambuk
berkali – kali. Selain kekerasan fisik Noura juga mengalami kekerasan psikologis.
Secara psikologis Noura sangat tertekan dan ketakutan dengan berbagai tindak
kekerasan dan siksaan yang dilakukan oleh keluarganya, salah satunya adalah kata –
kata kasar yang sering keluar dari mulut ayah, ibu, dan kedua kakaknya tersebut.
Sampai suatu ketika puncak dari kemarahan itu, Bahadur memaksa Noura untuk
menjadi penari perut di sebuah Night Club. Jelas saja gadis berjilbab itu menolaknya.
Karena Noura tidak mau, Bahadur murka dan kembali menyiksa Noura dengan kejam
tanpa belas kasih sedikitpun. Kekerasan dan kata – kata kasar kembali keluar dari
mulut lelaki berkulit hitam tersebut.
seolah – olah telah terkonstruksi secara sosial bahwa perempuan adalah makhluk
yang lemah dan tidak mampu melawan apabila disakiti baik lahir maupun batin.
Bahkan dalam beberapa karya sastra seperti dalam novel ayat – ayat cinta tersebut,
seorang perempuan dijadikan sebagai pihak yang selalu tertekan dan tertindas demi
mendapatkan sebuah keuntungan materi. Noura akan dijual sepuluh ribu pound demi
menguntungkan mereka.
Di sini sangat terlihat jelas bahwa perempuan selalu dijadikan objek untuk
lebih memilih mengalah dan membiarkan dirinya tersakiti dari pada melawan siksaan
semua itu. Perempuan seringkali menjadi korban kekerasan baik fisik maupun psikis.
tidak berdaya yang akhirnya selalu mendapatkan perlakuan yang tidak selayaknya dia
1. Feminisme Radikal
Dalam analisis novel ayat – ayat cinta ini peneliti hanya membatasi untuk
menganalisis terhadap ketidakadilan gender yang di alami oleh Noura dalam cerita
novel tersebut. Dalam feminis radikal – libertarian Gayle Rubin, sistem seks atau
serangkaian identitas dan perilaku ”maskulin” dan ”feminin” yang berlaku untuk
memberdayakan laki – laki dan melemahkan perempuan (Tong, 2008 : 72). Dapat
terlihat opresi atau kekerasan yang terjadi terhadap Noura juga merupakan salah satu
serangkain perilaku maskulin (kuat, kasar dll) yang diperankan tokoh Bahadur yang
Menurut teori feminisme radikal dalam The Dialektic of Sex Shulamith Firestone
2008 : 107). Hal tersebut berakar dari ketidaksetaraan biologis dari kedua jenis
kelamin. Dalam novel ayat – ayat cinta, tokoh Noura selalu mendapatkan perlakuan
yang kasar dari keluarganya terutama ayahnya dikarenakan perempuan selalu diklaim
makhluk yang lemah seperti yang dikatakan teori feminisme radikal bahwa opresi
terhadap perempuan salah satunya karena ketidaksetaraan biologis dari kedua jenis
kelamin yaitu laki – laki dan perempuan. Dimana ayahnya yaitu Bahadur adalah
sosok laki – laki yang kuat, kejam, pemarah, dan ringan tangan. Hal tersebut tentunya
sangat bertolak belakang dengan sosok perempuan yang selalu dianggap berada di
merupakan subordinasi perempuan yang sistematis, maka dari itu kekuasaan selalu
ada ditangan laki – laki. Bahadur adalah orang yang sangat berkuasa terutama dalam
keluarganya. Sehingga hal apapun yang dilakukannya ia anggap bukan sesuatu hal
yang salah, seperti penyiksaan yang dilakukan terhadap Noura merupakan salah satu
bukti bahwa asas patriarki sering kali disalah gunakan dan akhirnya sering kali
2. Feminisme Multikultural
Selain analisis dengan menggunakan teori feminisme radikal, menurut peneliti novel
ayat – ayat cinta juga dapat dianalisis dengan menggunakan toeri feminisme
satu negara, Amerika Serikat misalnya semua perempuan tidak diciptakan atau
dikonstruksikan secara setara. Bergantung pada ras, dan kelas, seksual, usia, agama,
mereka sebagai seorang perempuan Amerika secara berbeda pula (Tong, 2008:310-
311). Dalam hal ini perbedaan ras kulit putih dan kulit hitam sering kali timbul
berbagai masalah, baik dalam bidang politik, ekonomi, budaya dan sebagainya.
awal dari kekerasan yang dilakukan keluarganya terhadap Noura adalah karena ia
dianggap berbeda dalam kelurganya yang semuanya berkulit hitam sedangkan Noura
berkulit putih. Hal tersebut dapat terlihat dalam kutipan paragraf berikut ini :
Dia memang berbeda dengan kedua kakaknya. Sejak kecil ia dikenal cerdas, berkulit
putih bersih, berambut pirang, lincah, dan cantik. Tidak seperti dua kakaknya yang
hitam seperti orang Sudan. Petaka itu datang ketika kakak sulungnya Mona pulang
sekolah dan menangis sejadi – jadinya. Setelah dibujuk ayah dan ibunya Mona
mengaku dihina oleh teman satu bangkunya di sekolah. Mona dihina sebagai anak
syarmuthah. Hinaan itu disebar keseluruh kelas. Tema itu mengatakan ”tidak
mungkin ibumu tidak melacur, buktinya adik bungsumu berkulit putih bersih dan
berambut pirang. Dari mana bisa begitu kalau tidak melacur dengan orang lain.
Ayahmu ’kan kulitnya hitam dan negro seperti kamu!” sejak itu Noura menjadi bulan
Dalam kutipan di atas terlihat jelas bahwa opresi atau kekerasan yang dialami Noura
berawal dari adanya perbedaan kulit putih dan kulit hitam antara Noura dan kedua
kakaknya. Perbedaan tersebut membuat kedua kakaknya murka kepada Noura, karena
kakaknya yang berkulit hitam sering mendapatkan hinaan dari teman – temannya di
kelas. Di sini dapat terlihat bahwa perbedaan ras atau warna kulit dapat menjadi suatu
Madame Syima dituduh melacur karena anaknya Noura berbeda dengan kedua
kakaknya yang berkulit hitam. Suaminya bahadur pun menuduhnya melacur dengan
pria lain, sejak saat itu pula Bahadur membenci istrinya madame Syima.
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa cerita dalam novel
ayat – ayat cinta dapat dianalis dengan menggunakan teori feminisme radikal dan
ketidaksetaraan biologis dari kedua jenis kelamin. Hal tersebut dapat terlihat dari
perlakuan yang dilakukan Bahadur terhadap Noura dengan kejam, karena secara
biologis lelaki lebih memiliki kekuatan yang lebih dibanding dengan perempuan.
Menurut teori multikultural opresi perempuan terjadi karena perbedaan ras, warna
kulit dan sebagainya. Noura mendapatkan perlakuan kasar karena dia berbeda dengan
kedua kakaknya. Noura berkulit putih sedangkan kedua kakaknya berkulit hitam,
B. SARAN
Dengan adanya teori – teori feminisme tersebut dapat digunakan dalam menganalisis
berbagai bentuk novel, ataupun fenomena lainnya yang ada dalam kehidupan
masyarakat. Adanya teori tersebut juga dapat dijadikan suatu bahan pertimbangan
atau acuan dalam melihat berbagai opresi yang terjadi pada perempuan, sehingga