You are on page 1of 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Secara sederhana dan umum, gender diartikan berbeda dengan jenis kelamin. Jenis

kelamin merupakan ciri biologis manusia yang diperoleh sejak lahir, sehingga secara

biologis dibagi menjadi jenis kelamin laki-laki dan perempuan dengan ciri-ciri yang

berbeda-beda. Laki-laki memiliki penis, jakun, dan memproduksi sperma, sedangkan

perempuan memiliki vagina, rahim, sel telur, serta air susu. Ciri biologis ini akan

melekat selamanya dan tidak bisa dipertukarkan. Sedangkan gender merupakan ciri

yang melekat pada laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial

maupun kultural dengan mengaitkannya pada ciri biologis masing-masing jenis

kelamin (Fakih, 1997 dalam Muthali’in, 2001: 21).

Gender secara terminologis digunakan untuk menandai perbedaan segala sesuatu

yang terdapat dalam masyarakat dengan perbedaan seksual (Illich, dalam Muthali’in,

2001: 21). Yang dimaksud dengan konsep gender adalah suatu sifat yang melekat

pada laki-laki dan perempuan karena dikonstruksikan secara sosial dan kultural.

Karena konstruksi tersebut berlangsung selama terus menerus dan dilanggengkan

dalam berbagai pranata sosial maka seolah-olah sifat yang melekat pada kaum laki-

laki dan perempuan tersebut “merupakan sesuatu yang harus dimiliki oleh keduanya”.

Misalnya, bahwa perempuan itu dikenal dengan lemah lembut, cantik, emosional,

keibuan, nrimo, manut, tidak neko-neko. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional,
jantan, perkasa. Sebenarnya, ciri dan sifat itu sendiri merupakan sifat yang dapat

dipertukarkan. Artinya ada laki-laki yang emosional, lemah lembut, keibuan

sementara ada perempuan yang kuat, rasional, perkasa, tanpa harus bertukar jenis

kelamin.

Perubahan sifat-sifat yang dikonstruksikan pada laki-laki dan perempuan tersebut

dapat berubah dari tempat satu ke tempat yang lain, dan waktu ke waktu dan

masyarakat yang berbeda. Jadi, semua hal yang dapat dipertukarkan antara sifat laki-

laki dan perempuan, yang bisa berubah dari waktu ke waktu, dan tempat ke tempat

lainnya itulah yang dikenal dengan konsep gender. Oleh karenannya, selama hal itu

bisa dipertukarkan, bisa dilakukan baik oleh laki-laki maupun perempuan, namanya

bukan kodrat, tetapi konstruksi gender (Marhaeni, 2007).

Adanya konstruksi gender yang melekat dalam masyarakat tersebut, tidak sedikit

mengakibatkan ketidakadilan gender dalam masyarakat khususnya perempuan. Salah

satu ketidakadilan gender adalah perempuan selalu menjadi subordinat dibandingkan

laki – laki, baik dalam politik, ekonomi, sosial, ataupun budaya. Seringkali

perempuan menjadi korban kekerasan baik dalam rumah tangga ataupun di dalam

dunia luar. Tidak hanya tergambar dalam dunia nyata seorang perempuan selalu

mengalami ketidakadilan gender, tetapi dalam dunia sastra yang tertuang dalam

sebuah novel (fiksi atau non fiksi) penulis juga sering menggambarkan perempuan

adalah sosok yang selalu berada dalam ketidakberdayaan karena dianggap lemah dan

tidak punya kekuataan untuk melawan.

Novel fenomenal ”Ayat – Ayat Cinta” karangan Habiburrahman El Shirazy


merupakan salah satu novel yang isi cerita di dalamnya terdapat adanya ketidakadilan

gender terhadap perempuan. Hal tersebut tergambar dalam beberapa penggalan

paragraf yang menampakkan betapa menderitanya seorang perempuan karena di siksa

lahir dan batin oleh keluarganya. Novel bernuansa Islami ini mampu membuat para

penggemarnya terkesima dengan alur cerita di dalamnya. Dengan adanya latar

belakang yang telah dipaparkan tersebut, maka penulis tertarik untuk membuat

makalah dengan judul ”Analisis Novel Ayat – Ayat Cinta dalam Kajian Teori

Feminisme Radikal dan Multikultural”.

B. RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang di atas maka rumusan masalahnya adalah bagaimana analisis

novel Ayat – Ayat Cinta dalam kajian teori feminisme radikal dan multikultural ?

BAB II

PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

1. Hasil Penelitian dalam Novel Ayat – Ayat Cinta

Berikut ini adalah kutipan beberapa paragraf yang terdapat dalam novel ayat – ayat

cinta tentang ketidakadilan gender terhadap perempuan, yaitu sebagai berikut :

Di tengah asyiknya bercengkerama, tiba – tiba kami mendengar suara orang ribut.

Suara lelaki dan perempuan bersumpah serapah berbaur dengan suara jerit dan tangis
seorang perempuan. Suara itu datang dari bawah. Kami ke tepi suthuh dan melihat ke

bawah. Benar, di gerbang apartemen kami melihat seorang gadis diseret oleh seorang

lelaki hitam dan ditendangi tanpa ampun oleh seorang perempuan. Gadis yang diseret

itu menjerit dan menangis, sangat mengibakan. Gadis itu diseret sampai ke jalan.

”Jika kau tidak mau mendengar kata – kata kami, jangan sekali – kali kau injak

rumah kami. Kami bukan keluargamu!” sengit perempuan yang menendangnya (73).

Noura sesengukan di bawah tiang lampu merkuri. Ia duduk sambil mendekap tiang

lampu itu seolah mendekap ibunya. Apa yang kini dirasakan ibunya didalam rumah.

Tidakkah ia melihat anaknya yang menangis tersedu dengan nada menyayat hati. Tak

ada tetangga yang keluar. Mungkin sedang lelap tidur. Atau sebenarnya terjaga tapi

telah merasa sudah sangat bosan dengan kejadian yang kerap berulang kali. Sudah

berulang kali kami melihat Noura dizalimi oleh keluarganya sendiri. Ia jadi bulan –

bulanan kekasaran ayahnya dan kedua kakaknya. Entah kenapa ibunya. Entah kenapa

ibunya tidak membelanya. Kami heran dengan apa yang kami lihat. Dan malam ini

kami melihat hal yang membuat hati miris. Noura disiksa dan diseret tengah malam

ke jalan oleh ayah dan kakak perempuannya (74).

”Dia benar – benar anak pelacur sial! Dia benar – benar anak setan! Anak tak tahu

diuntung. Kalau sampai tampak batang hidungnya akan kurajah – rajah mukanya biar

tahu rasa!” (123).


Ayahnya akhirnya dapat pekerjaan sebagai tukang pukul di sebuah Night Club

mengapung di atas sungai Nil. Mona dan kakak sulungnya bekerja di sana.

Sedangkan Suzan katanya bekerja di sebuah losmen di Sayyeda Zaenab. Berangkat

menjelang maghrib dan pulang sekitar jam dua dini hari. Menurut bisik – bisik para

gadis tetangga kedua kakak Noura itu kerjanya tak lain adalah menjual diri (134).

Di rumah itu Noura diperlakukan layaknya pembantu. Memasak, mencuci, mengepel,

semua menjadi tanggung jawab Noura. Untungnya Noura masih dibolehkan oleh

ayahnya sekolah di Ma’had Al Azhar. Itupun karena sekolah di sana gratis. Dan kalau

pulang agak terlambat akan mendapatkan hukuman dari ayah dan kedua kakaknya.

Beragam bentuk siksaan ia terima dari orang yang ia anggap keluarganya (135).

Puncak derita Noura adalah enam bulan terakhir, ketika ayahnya memaksanya ikut

bekerja di Night Club seperti Mona. Ayahnya bahkan dapat tawaran dari bosnya agar

Noura mau jadi penari perut tetap di Night Clubnya. Bos ayahnya memang pernah ke

rumahnya sekali dan melihat Noura. Pada waktu ayahnya bercerita pada bosnya kalau

Noura saat TK pernah menang lomba menari. Melihat kecantikan Noura bos ayahnya

melihat peluang bisnis. Noura laku untuk dijual. Jelas Noura tidak bisa memenuhi

keinginan ayahnya itu (135).

Sejak itu ia sangat menderita. Puncaknya adalah malam itu. Sore sebelum berangkat

kerja, ayahnya memaksanya untuk ikut Mona berangkat setelah maghrib. Ada turis
asing yang memesan perawan Mesir. Noura dihargai sepuluh ribu pound. Harga yang

menurut ayah dan kedua kakaknya sangat tinggi. Ia menolak, ayahnya lalu

mencambuk punggungnya berkali – kali. Ia tidak tahan, akhirnya ia pura – pura mau.

Ayahnya berangkat. Tapi begitu shalat maghrib ia mengurung diri di kamar tidak mau

keluar dan tidak mau membukakan pintu (135).

2. Analisis Novel Ayat – Ayat Cinta dalam Kajian Gender

Berdasarkan pada kutipan – kutipan teks tersebut diketahui bahwa terdapat adanya

ketidakadilan gender terhadap perempuan. Noura seringkali mendapatkan perlakuan

kasar oleh keluarganya baik oleh ayah, ibu, ataupun kedua kakaknya. Noura adalah

gadis belia yang cantik dan juga sholehah, akan tetapi nasibnya tidak secantik

wajahnya. Seringkali Noura disiksa oleh ayahnya Bahadur, dengan alasan yang tidak

jelas. Noura mengalami kekerasan fisik berupa diseret, ditendang dan dicambuk

berkali – kali. Selain kekerasan fisik Noura juga mengalami kekerasan psikologis.

Secara psikologis Noura sangat tertekan dan ketakutan dengan berbagai tindak

kekerasan dan siksaan yang dilakukan oleh keluarganya, salah satunya adalah kata –

kata kasar yang sering keluar dari mulut ayah, ibu, dan kedua kakaknya tersebut.

Sampai suatu ketika puncak dari kemarahan itu, Bahadur memaksa Noura untuk

menjadi penari perut di sebuah Night Club. Jelas saja gadis berjilbab itu menolaknya.

Karena Noura tidak mau, Bahadur murka dan kembali menyiksa Noura dengan kejam

tanpa belas kasih sedikitpun. Kekerasan dan kata – kata kasar kembali keluar dari
mulut lelaki berkulit hitam tersebut.

Realitas kehidupan sosial yang selalu menampakkan kekerasan terhadap perempuan,

seolah – olah telah terkonstruksi secara sosial bahwa perempuan adalah makhluk

yang lemah dan tidak mampu melawan apabila disakiti baik lahir maupun batin.

Bahkan dalam beberapa karya sastra seperti dalam novel ayat – ayat cinta tersebut,

seorang perempuan dijadikan sebagai pihak yang selalu tertekan dan tertindas demi

mendapatkan sebuah keuntungan materi. Noura akan dijual sepuluh ribu pound demi

menuruti keinginan dari keluarganya, karena hal tersebut dianggap sangat

menguntungkan mereka.

Di sini sangat terlihat jelas bahwa perempuan selalu dijadikan objek untuk

diperlakukan secara sewenang – wenang. Anehnya lagi perempuan pun terkadang

lebih memilih mengalah dan membiarkan dirinya tersakiti dari pada melawan siksaan

semua itu. Perempuan seringkali menjadi korban kekerasan baik fisik maupun psikis.

Adanya konstruksi gender yang selalu mensubordinatkan perempuan dan akhirnya

menjadi pihak yang termarginalkan mengakibatkan dirinya menjadi seseorang yang

tidak berdaya yang akhirnya selalu mendapatkan perlakuan yang tidak selayaknya dia

terima yaitu kekerasan ataupun penyiksaan.

B. Analisis Novel Ayat – Ayat Cinta dalam Kajian Teori Feminisme

1. Feminisme Radikal

Dalam analisis novel ayat – ayat cinta ini peneliti hanya membatasi untuk

menganalisis terhadap ketidakadilan gender yang di alami oleh Noura dalam cerita
novel tersebut. Dalam feminis radikal – libertarian Gayle Rubin, sistem seks atau

gender adalah suatu rangkaian pengaturan yang digunakan masyarakat untuk

mentransformasi seksualitas biologis menjadi kegiatan manusia. Jadi misalnya

masyarakat patriarkal menggunakan fakta tertentu mengenai fisiologi perempuan dan

laki – laki (kromosom, anatomi, hormon) sebagai dasar untuk membangun

serangkaian identitas dan perilaku ”maskulin” dan ”feminin” yang berlaku untuk

memberdayakan laki – laki dan melemahkan perempuan (Tong, 2008 : 72). Dapat

terlihat opresi atau kekerasan yang terjadi terhadap Noura juga merupakan salah satu

serangkain perilaku maskulin (kuat, kasar dll) yang diperankan tokoh Bahadur yang

dengan sewenang – wenang memperlakukan Noura dengan kejam.

Menurut teori feminisme radikal dalam The Dialektic of Sex Shulamith Firestone

mengklain bahwa patriarki merupakan subordinasi perempuan yang sistematis (Tong,

2008 : 107). Hal tersebut berakar dari ketidaksetaraan biologis dari kedua jenis

kelamin. Dalam novel ayat – ayat cinta, tokoh Noura selalu mendapatkan perlakuan

yang kasar dari keluarganya terutama ayahnya dikarenakan perempuan selalu diklaim

makhluk yang lemah seperti yang dikatakan teori feminisme radikal bahwa opresi

terhadap perempuan salah satunya karena ketidaksetaraan biologis dari kedua jenis

kelamin yaitu laki – laki dan perempuan. Dimana ayahnya yaitu Bahadur adalah

sosok laki – laki yang kuat, kejam, pemarah, dan ringan tangan. Hal tersebut tentunya

sangat bertolak belakang dengan sosok perempuan yang selalu dianggap berada di

bawah kaum laki – laki.

Dalam kebudayaan Mesir sistem kekerabatan juga menggunakan asas patriarki.


Seperti yang dikemukakan pula oleh teori feminisme radikal bahwa patriarki

merupakan subordinasi perempuan yang sistematis, maka dari itu kekuasaan selalu

ada ditangan laki – laki. Bahadur adalah orang yang sangat berkuasa terutama dalam

keluarganya. Sehingga hal apapun yang dilakukannya ia anggap bukan sesuatu hal

yang salah, seperti penyiksaan yang dilakukan terhadap Noura merupakan salah satu

bukti bahwa asas patriarki sering kali disalah gunakan dan akhirnya sering kali

membuat seorang perempuan teropresi baik secara fisik ataupun psikologis.

2. Feminisme Multikultural

Selain analisis dengan menggunakan teori feminisme radikal, menurut peneliti novel

ayat – ayat cinta juga dapat dianalisis dengan menggunakan toeri feminisme

multikultural. Bahwa dalam teori multikultural didasarkan pada pandangan di dalam

satu negara, Amerika Serikat misalnya semua perempuan tidak diciptakan atau

dikonstruksikan secara setara. Bergantung pada ras, dan kelas, seksual, usia, agama,

pencapaian pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, kondisi kesehatan, dan

sebagainya, setiap perempuan di Amerika Serikat akan mengalami opresi terhadap

mereka sebagai seorang perempuan Amerika secara berbeda pula (Tong, 2008:310-

311). Dalam hal ini perbedaan ras kulit putih dan kulit hitam sering kali timbul

berbagai masalah, baik dalam bidang politik, ekonomi, budaya dan sebagainya.

awal dari kekerasan yang dilakukan keluarganya terhadap Noura adalah karena ia

dianggap berbeda dalam kelurganya yang semuanya berkulit hitam sedangkan Noura

berkulit putih. Hal tersebut dapat terlihat dalam kutipan paragraf berikut ini :

Dia memang berbeda dengan kedua kakaknya. Sejak kecil ia dikenal cerdas, berkulit
putih bersih, berambut pirang, lincah, dan cantik. Tidak seperti dua kakaknya yang

hitam seperti orang Sudan. Petaka itu datang ketika kakak sulungnya Mona pulang

sekolah dan menangis sejadi – jadinya. Setelah dibujuk ayah dan ibunya Mona

mengaku dihina oleh teman satu bangkunya di sekolah. Mona dihina sebagai anak

syarmuthah. Hinaan itu disebar keseluruh kelas. Tema itu mengatakan ”tidak

mungkin ibumu tidak melacur, buktinya adik bungsumu berkulit putih bersih dan

berambut pirang. Dari mana bisa begitu kalau tidak melacur dengan orang lain.

Ayahmu ’kan kulitnya hitam dan negro seperti kamu!” sejak itu Noura menjadi bulan

– bulanan kedua kakaknya dan ayahnya.

Dalam kutipan di atas terlihat jelas bahwa opresi atau kekerasan yang dialami Noura

berawal dari adanya perbedaan kulit putih dan kulit hitam antara Noura dan kedua

kakaknya. Perbedaan tersebut membuat kedua kakaknya murka kepada Noura, karena

kakaknya yang berkulit hitam sering mendapatkan hinaan dari teman – temannya di

kelas. Di sini dapat terlihat bahwa perbedaan ras atau warna kulit dapat menjadi suatu

permasalahan yang akhirnya berakhir dengan suatu konflik yang berkepanjangan.

Madame Syima dituduh melacur karena anaknya Noura berbeda dengan kedua

kakaknya yang berkulit hitam. Suaminya bahadur pun menuduhnya melacur dengan

pria lain, sejak saat itu pula Bahadur membenci istrinya madame Syima.

BAB III

PENUTUP
A. SIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa cerita dalam novel

ayat – ayat cinta dapat dianalis dengan menggunakan teori feminisme radikal dan

multikultural. Teori radikal membahas opresi terhadap perempuan terjadi karena

ketidaksetaraan biologis dari kedua jenis kelamin. Hal tersebut dapat terlihat dari

perlakuan yang dilakukan Bahadur terhadap Noura dengan kejam, karena secara

biologis lelaki lebih memiliki kekuatan yang lebih dibanding dengan perempuan.

Menurut teori multikultural opresi perempuan terjadi karena perbedaan ras, warna

kulit dan sebagainya. Noura mendapatkan perlakuan kasar karena dia berbeda dengan

kedua kakaknya. Noura berkulit putih sedangkan kedua kakaknya berkulit hitam,

mulai dari hal tersebutlah akhirnya memunculkan sebuah konflik yang

berkepanjangan sampai akhirnya Noura sering disiksa oleh keluarganya.

B. SARAN

Dengan adanya teori – teori feminisme tersebut dapat digunakan dalam menganalisis

berbagai bentuk novel, ataupun fenomena lainnya yang ada dalam kehidupan

masyarakat. Adanya teori tersebut juga dapat dijadikan suatu bahan pertimbangan

atau acuan dalam melihat berbagai opresi yang terjadi pada perempuan, sehingga

tidak salah menilai dalam berbagai konsepsi yang berbeda.

You might also like