You are on page 1of 7

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV

“Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”

PERBANDINGAN PERUBAHAN GARIS PANTAI HASIL PEMODELAN


PEMUNDURAN GARIS PANTAI (SHORELINE RETREAT MODEL) DAN HASIL
PEMODELAN PENGINDERAAN JAUH

Dewayany Sutrisno

BAKOSURTANAL, Jl. Raya – Jakarta – Bogor Km 46 Cibinong 16911


email: dewayani@bakosurtanal.go.id

Abstrak

Berkurangnya lahan pantai merupakan permasalahan yang banyak dialami oleh negara pantai maupun negara kepulauan
di dunia. Banyak hal yang memicu terjadinya permasalahan ini, salah satunya adalah naiknya muka. Oleh karena itu,
penelitian ini mencoba untuk membandingkan pemunduran garis pantai antara pemodelan pemunduran garis pantai
(shoreline retreat model) berbasis SIG yang berkaitan dengan fenomena kenaikan muka laut yang telah dikembangkan
oleh Sutrisno (2005), dengan analisis pemunduran garis pantai dengan menggunakan metode synergism. Sebagai daerah
studi digunakan Pulau Muaraulu – Delta Mahakam mengingat kawasan pesisir delta merupakan kawasan yang paling
rentan terhadap fenomena kenaikan muka laut. Hasil yang diperoleh memperlihatkan kecenderungan hasil yang serupa
pada pengamatan tahun 1992 – 2003, yaitu sekitar 1,52 – 41,88 m untuk pemodelan pemunduran garis pantai dan 46,81
m yang diperoleh dari pengolahan citra inderaja. Hasil pemodelan juga memperlihatkan keunggulan dan kelemahan dari
pemodelan. Sebagai contoh, pemodelan pemunduran garis pantai berbasis SIG yang dikembangkan secara dinamik ini
dapat diuraikan ke dalam beberapa skenario kenaikan muka laut dan dampaknya terhadap garis pantainya, yaitu pada
skenario terburuk (ketika terjadi kenaikan muka laut maksimal) dan pada skenario terbaik (ketika terjadi kenaikan muka
laut minimal) dan dapat juga digunakan untuk memperkirakan dampak kenaikan muka laut pada masa yang akan
datang. Kedua hal ini tidak dapat dilakukan dengan menggunakan pemodelan inderaja, karena sangat tergantung pada
data yang ada (existing data).

Keyword: Sea level rise, Shoreline retreat model

1. PENDAHULUAN karena semakin meluasnya ROB sebagai dampak


dari kenaikan muka laut (Sutarip 2002).
Kenaikan muka laut (sea level rise) merupakan
salah satu permasalahan penting yang harus Merujuk pada keadaan ini, perlu diketahui
dihadapi oleh negara-negara pantai atau negara dampak fisik dari kenaikan muka laut pada
kepulauan di dunia. Fenomena alam ini perlu kawasan pesisir. Sebagai daerah studi digunakan
diperhitungkan dalam semua kegiatan pengelolaan kawasan pesisir Pulau Muaraulu – Delta
wilayah pesisir, karena dapat berdampak langsung Mahakam mengingat kawasan delta merupakan
pada pemunduran garis pantai serta dapat wilayah pesisir yang paling rentan terhadap
mengganggu aset-aset penduduk, mengganggu fenomena kenaikan muka laut. Dampak fisik
perkembangan ekonomi penduduk bahkan yang dikaji adalah pemunduran garis pantai
menyebabkan terjadinya perpindahan penduduk (shoreline retreat). Untuk keperluan ini, perlu
yang mendiami wilayah-wilayah rentan di diketahui pemodelan yang sesuai bagi kajian
sepanjang pesisir. Dampak dari naiknya muka pemunduran garis pantai ini mengingat
laut ini telah dapat dirasakan di negara delta keberadaan berbagai macam model ataupun
seperti Bangladesh, bahkan pada beberapa metode untuk mengkaji pemunduran garis pantai
wilayah pesisir di Indonesia seperti di pesisir ini. Dalam hal ini, penelitian ini menggunakan
Semarang yang telah mengalami kerusakan pemodelan pemunduran garis pantai (shoreline
infrastruktur kota dan gangguan aktivitas ekonomi retreat model) berbasis Sistim Informasi
Geografis (SIG) yang telah dikembangkan oleh

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember TIS - 280
Surabaya, 14 – 15 September 2005
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV 281
“Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”

Sutrisno (2005). Selain itu, kajian pemunduran


garis pantai juga dapat dilaksanakan dengan
menggunakan data inderaja multi waktu
(multidate). Oleh karena itu, penelitian bermaksud
membandingkan pemunduran garis pantai yang
dihasilkan dari pemodelan pemunduran garis α
pantai Sutrisno (2005) dan analisis inderaja multi-
waktu, sehingga dikemudian hari dapat diketahui
pemodelan yang tepat untuk memperkirakan Gambar 2. Konsep dasar pemodelan pemunduran garis
dampak kenaikan muka laut pada kawasan pesisir pantai (Sutrisno, 2005)
delta.

2. METODE Secara garis besar, konsep kajian pemunduran


garis pantai dapat dijelaskan pada Gambar 2 dan
2.1. Pemodelan yang digunakan dapat dinyatakan dalam persamaan pemunduran
garis pantai:
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa
R = [(∆Z − ∆S )L].(h + D + ∆Z )
−1
penelitian ini mencoba membandingkan dua ……… (1)
metode yang dapat digunakan untuk mengkaji
pemunduran garis pantai, yaitu pemodelan dimana R merupakan pemunduran garis pantai
pemunduran garis pantai berbasis (SIG) yang (m), ∆Z merupakan kenaikan muka laut (m), ∆S
telah dikembangkan oleh Sutrisno (2005) dan merupakan akumulasi sedimen (m), L merupakan
analisis inderaja multi-waktu. jarak dari pantai sampai dengan batas luar delta
front (m), h merupakan kedalaman pada L (m)
Pemodelan pemunduran garis pantai Sutrisno dan D merupakan elevasi (m) pada Z = 0
(2005) merupakan pemodelan yang menggunakan
komponen muka laut dan sedimentasi sebagai Pada pemodelan ini, diasumsikan pemunduran
komponen utama untuk melihat dampak fisik garis pantai (R) dapat terjadi pada semua sisi
kenaikan muka laut pada wilayah pesisirnya pulau yang mempunyai elevasi atau ketinggian
(pemunduran garis pantai). Pemodelan ini yang sama, nilai L ditetapkan dari garis pantai
dikembangkan secara dinamis dan sampai dengan batas delta front atau paparan
memperhitungkan komponen ketidak pastian dari delta dimana akumulasi sedimen (berdasarkan
unsur-unsur muka laut dan sedimentasi (Sutrisno pengamatan lapangan) mempunyai nilai yang
2005). relatif kecil.

Komponen-komponen kenaikan muka laut (∆Z)


dan sedimentasi (∆S), dikembangkan dengan
konsepsi sbb:
a. Kenaikan muka laut:
Untuk menghitung atau memperkirakan naiknya
muka laut (Z) dalam hitungan waktu (t),
digunakan formula Ding et al. (2002) sbb;
P Muara Ulu
k
Ζ (t ) = Ζ 0 + at + ∑ ck sin (2πt ) / p k + q k ……(2)
1

Gambar 1. Lokasi Penelitian


dimana Z0 adalah muka laut rata-rata selama t
bulan pengamatan, a adalah kecenderungan
kenaikan muka laut, t adalah waktu (bulan)
sedangkan ck, pk dan qk adalah periode, amplitudes
dan phase pasut pada k tahun pengamatan (data
diperoleh dari Total E&).

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember TIS - 281
Surabaya, 14 – 15 September 2005
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV 282
“Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”

Data kenaikan muka laut dihitung berdasarkan Tabel 1. Komponen - komponen pendukung pemodelan
data mean sea level (MSL) yang dikaji dari data pemun-duran garis pantai (Sutrisno 2005)
pasang surut harian Stasiun pasut Handil II di
No Komponen Komponen
kawasan Delta Mahakam. Selain itu, data ini juga masuk Keluar
menghitung kenaikan muka laut maksimal (worst 1 Naiknya muka laut Naiknya muka
scenario) dan kenaikan muka laut minimal (best bulanan (∆Z) laut pada waktu
scenario) 2 Faktor lunar (t)
3 Rata-rata MSL
b. Sedimentasi
bulanan
Perhitungan (∆S) di peroleh dari pemodelan yang 4 Laju pengendapan Perubahan
dikembangkan oleh Lane and kalinske (1941), (∆S) sedimentasi pada
yang outputnya kemudian dimasukan ke dalam waktu (t)
persamaan: 5 Tinggi muka laut Perkiraan tinggi
pada waktu (t) total (dari titik
6 Sedimentasi pada kedalaman yang
∆Vi ……………………. (3) dihitung hingga
si = waktu (t)
li bi 7 Kedalaman lereng yang dia-
(bathymetri) mati di daratan)
8 elevasi pada waktu (t)
dimana,
9 Tinggi muka laut Perkiraan
si = akumulasi sedimentasi pada pada waktu (t) pemunduran
bagian (i) (m/ thn) garis pantai pada
∆Vi = volume sedimentasi yang masuk waktu (t)
ke dalam bagian (i),
dihitung berdasarkan metode
Lane-kalinske (m3)
l i = panjang tegak lurus pantai bagian
(i) (m)
bi = lebar pantai bagian (i) (m)

Volume sedimentasi yang masuk ke daerah studi


dihitung dengan menggunakan metode Lane-
Kalinske (1941) berdasarkan pengamatan
lapangan. Laju akumulasi sedimen juga
menghitung laju akumulasi sedimen tertinggi
(worst scenario) dan laju akumulasi sedimen Gambar 3. Diagram pemodelan pemunduran garis pantai
terendah (best scenario), dikarenakan supply
sedimen yang masuk ke daerah study sangat
tergantung pada proses-proses yang terjadi pada Dengan demikian, konsepsi pemodelan dapat
lahan di atasnya (hulu sungai), sehingga supply digambarkan pada gambar 3.
dapat bervariasi tergantung perlakuan dan musim.
Pemodelan dinamis tersebut di atas dihubungkan
Pemodelan berbasis SIG ini, juga merupakan dengan pemodelan spasial, mengingat bahwa
pemodelan dinamis yang dikembangkan dengan pemunduran garis pantai akan disimulasikan
pendekatan sistim. Dalam analisis sistim, secara spasial. Proses analisis spasial pemunduran
pembangun pemodelan yang dinamis garis pantai dilaksanakan dengan menggunakan
membutuhkan komponen-komponen pendukung program buffer, yaitu program untuk mencari
untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pantai luasan yang terkena dampak pemunduran dari
yang dalam hal ini merupakan suatu sistim dan garis pantai yang hasilnya ditumpang susunkan
pemunduran garis pantai merupakan tujuan dari dengan peta ketinggian (kontur). Nilai untuk
pembangunan pemodelan, dapat digambarkan buffer ini diperoleh dari perhitungan pemunduran
dalam suatu komponen-komponen aliran masuk garis pantai (R) yang dihitung dari persamaan (1).
dan keluar dalam sistim yang dikaji ini. Adapun Apabila garis pantai dinyatakan dalam (L), maka
uraian dari komponen-komponen pemunduran pantai yang mundur (LR) pada titik koordinat (x,y)
garis pantai ini dapat dijelaskan sebagai berikut: dapat dinyatakan dalam persamaan:

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember TIS - 282
Surabaya, 14 – 15 September 2005
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV 283
“Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”

Landsat TM 1992, 1994,


c. Landsat TM path/row: 111/60 – 111/61
1998 Landsat ETM 2003
tahun 1992, 1994 dan 1998 serta Landsat
Koreksi radiometrik, geometrik dan atmosferik
ETM dari path/row yang sama tahun 2003
Masking daratan dan lautan
2. Data pasang surut harian dari:
o Total E&P : Stasiun Handil II,
Mask citra Mask citra Mask citra Mask citra
pengamatan tahun 1995 - 2004
1992
Daratan=1
1994
Daratan=1
1998
Daratan=1
2003
Daratan=1
o Bakosurtanal: Stasiun Balikpapan,
laut = 0 laut = 0 laut = 0 laut = 0
pengamatan tahun 1993 - 2000
Penggabungan citra Cross table
3. Data batimetri dari:
o Bakosurtanal: Peta LPI skala 1 : 50.000,
Analisis perubahan Pulau Muaraulu tahun 1992 - 2003
lembar Muaraulu Besar, No 1915- 04
tahun 1998
Gambar 4. Metode analisis pemunduran garis pantai o Dishidros: Peta Pelayaran Indonesia No
dengan menggunakan citra inderaja multi waktu 159 skala 1 : 75.000 tahun 1990
o Total E & P: Mahakam Delta: Proposed
Well Location sekala 1: 100.000 tahun
LR ( x , y ) = L − R ……………(4) 2002
4. Data inderaja multi-waktu:
Pemodelan pemunduran garis pantai dengan a. Landsat ETM path/row: 111/60 – 111/61
mengggunakan data inderaja multi-waktu tahun 2003
dikembangkan dengan menggunakan synergism b. Landsat TM tahun 1992, 1994 dan 1998
dan masking. Secara garis besar, metode yang dengan path/row yang sama.
digunakan digambarkan pada gambar 4.
Perangkat Lunak yang digunakan untuk
Metode synergism yaitu metode yang pengembangan model, antara lain: Simpasut –
menggabungkan citra-citra beda waktu yang Bakosurtanal dan Matlab untuk analisis data
sudah terkoreksi secara geometris dengan oseanografi; ArcView, ArcInfo, Er Mapper untuk
menggunakan band tertentu (dalam hal ini band pemodelan spasial, dan Powersim untuk
5). Band 5 dipilih untuk proses analisis mengingat pengembangan model dinamis.
karakteristik band ini yang mempunyai
gelombang elektromagnetik yang relatif panjang 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
dan akan diserap oleh tubuh air, sehingga
penampakan perbatasan daratan dan lautan Pulau Muaraulu merupakan salah satu pulau yang
menjadi sangat jelas. Sebelum proses synergism keberadaannya terancam hilang karena adanya
ini dilaksanakan proses making yang membagi fenomena kenaikan muka laut. Pemodelan
citra ke dalam 2 kelas, yaitu daratan (piksel=1) pemunduran garis pantai (shoreline retreat model)
dan laut (piksel=0). Sutrisno (2005) membenarkan kecenderungan
terjadinya fenomena ini. Berdasarkan analisis data
2.2. Data dan peralatan yang digunakan pasang surut, dapat dilihat bahwa pada wilayah
pesisir Pualau Muaraulu ini cenderung terjadi
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri kenaikan muka laut (∆Z) sebesar 0,475 cm/ tahun.
dari data sekunder dan data primer. Adapun data- Melalui analisis data sedimentasi lapangan juga
data yang digunakan adalah sebagai berikut: dapat dilihat bahwa pada wilayah pulau ini
Data Sekunder dikumpulkan dari berbagai intitusi cenderung terjadi laju akumulasi sedimen (∆S)
terkait, yaitu: sebesar 0,196 cm/ tahun.
1. Data dasar berupa
a. Peta rupabumi digital sekala 1: 50.000
Lembar Muara Kembang, No 1915-12
tahun 2003
b. Peta LPI sekala 1 : 50.000 Lembar
Muaraulu Besar, No 1915-04 tahun 1998

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember TIS - 283
Surabaya, 14 – 15 September 2005
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV 284
“Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”

cm
Z = Z 0 + at + ∑k =1 ck sin(2πt ) / pk + qk
t

Gambar 5. Simulasi perbandingan laju kenaikan muka


Gambar 7. Simulasi pemunduran garis pantai pada
laut dan laju akumulasi sedimen
skenario terburuk

Pada kondisi dimana ∆Z > ∆S dapat dikatakan


proses pemunduran garis pantailah yang akan
terjadi pada wilayah pesisir ini.

Dengan mempertimbangkan skenario terburuk


(worst scenario) dimana terjadi laju kenaikan
muka laut tertinggi yaitu sebesar 0,75 cm/tahun
dan skenario terbaik (best scenario) dimana
terjadi kenaikan muka laut terendah sebesar 0,15
cm/tahun, dan juga dengan mempertimbangkan
Gambar 8. Synergism citra Landsat TM 1992,
skenario terburuk (worst scenario) dimana terjadi
1994,1998 dan Landsat ETM 2003, perubahan
laju akumulasi sedimen tertinggi rata-rata 0,22 darat ke laut (warna hitam)
cm/tahun dan sekenario terbaik (best scenario)
dimana terjadi laju akumulasi sedimen terendah
sebesar 0,15, maka pemodelan Sutrisno (2005) Dapat dilihat bahwa sampai dengan tahun 2003
memperlihatkan hasil simulasi pemunduran garis diperkirakan dapat terjadi pemunduran garis
pantai dari tahun 1992 sampai tahun 2003 sebagai pantai sebesar 1,52 – 41, 88 m. Sementara itu,
berikut: melalui analisis data inderaja (metode masking
dan sysnergism), terlihat pula terjadinya
pemunduran garis pantai pada periode yang sama,
seperti dapat dijelaskan pada gambar 8.

Hasil analisis inderaja ini memperlihatkan bahwa


dari tahun 1992 hingga tahun 2003 terlihat ada
pengurangan luas daratan seluas 235,98 ha atau
terjadinya pemunduran garis pantai sebesar 46,81
m pada tahun 2003.

Kedua pemodelan terlihat cenderung


memperlihatkan hasil yang serupa. Akan tetapi,
Gambar 6. Simulasi pemunduran garis pantai pada
skenario terbaik pemodelan pemunduran garis pantai garis pantai
(2005) terlihat mempunyai kisaran perubahan
yang lebih jelas karena telah memperhitungkan
kondisi extreme dari komponen kenaikan muka
laut (Z) dan sedimen (S) yang dalam hal ini
dianggap sebagai komponen ketidakpastian.
Dengan kombinasi nilai (a) naiknya muka laut
tertinggi (highZ) dan sedimentasi terendah (lowS),

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember TIS - 284
Surabaya, 14 – 15 September 2005
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV 285
“Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”

(b) naiknya muka laut terendah (lowZ) dan 50

sedimentasi tertinggi (highS), (c) naiknya muka 45

laut tertinggi (highZ) dan sedimentasi tertinggi


40

35

rata-rata perubahan (m)


citra inderaja

(highS), dan (d) naiknya muka laut terendah 30 normal


highZ-highS

(LowZ) dan sedimentasi terendah (lowS), hasil


25
lowZ-lowS
20 lowZ-highS

pemodelan pemunduran garis pantai dapat


highZ-lowS
15

dibandingkan dengan hasil analisis data inderaja


10

yang uraiannya dapat dilihat pada Tabel 2 dan 0


1992 1994 1995 1998 2003

Gambar 8.
years

Terlihat dari hasil perbandingan bahwa Gambar 8. Perbandingan pemunduran garis pantai hasil
pemodelan pemunduran garis pantai dapat lebih analisis inderaja dengan pemodelan Sutrisno (2005) pada
detil memerinci variabel-variabel penyebabnya, empat tingkat kemungkinan
yaitu karena kenaikan muka laut dan sedimentasi,
yang dapat lebih dijabarkan pada beberapa
Tabel 2. Perbandingan pemunduran garis pantai hasil
skenario perubahan, yaitu pada kenaikan muka analisis inderaja dengan pemodelan Sutrisno (2005) pada
laut maksimal dan minimal serta sedimentasi empat tingkatan kemungkinan
maksimal dan minimal. Terlihat juga dari
pemodelan Sutrisno (2005) bahwa skenario HighZ- LowZ- LowZ- HighZ-
pemunduran garis pantai terburuk (worst Tahun Citra Normal high S lowS highS lowS
scenario), terjadi pada kenaikan muka laut m m m m m m
maksimal dan laju akumulasi minimal, sedangkan 1 2 3 4 5 6 7
pemunduran garis pantai terbaik (best scenario) 1992 0 0 0 0 0 0
terjadi pada kenaikan muka laut minimal dan laju 1994 9,96 2,36 3,66 0,76 0,36 4,05
akumulasi sedimen maksimal. Pada pemunduran 1995 10,90 4,98 7,69 1,63 0,80 8,50
garis pantai yang dikaji dengan data inderaja, 1998 13,04 11,55 11,90 3,98 1,84 12,96
variabel penyebab pemunduran garis pantai tidak 2003 46,81 23,56 37,71 6,18 1,83 41,88
dapat dikaji secara detil, apakah karena kenaikan
muka laut dan sedimentasi maupun karena faktor-
faktor lainnya. Demikian juga dengan skenario- Melalui pemodelan ini juga dapat dilihat bahwa
skenario perubahan tidak dapat dikaji secara lebih pemodelan pemunduran garis pantai (Sutrsino
detil dengan data inderaja ini. Akan tetapi, secara 2005) merupakan pemodelan prediksi, yang dapat
keseluruhan simulasi hasil pemodelan telah digunakan untuk memperkirakan dampak
mendekati simulasi hasil analisis inderaja. Dalam kenaikan muka laut pada masa yang akan datang.
hal ini terlihat bahwa perhitungan pemunduran Analisis inderaja dengan menggunakan metode
garis pantai dari hasil analisis inderaja secara synergism ini tidak dapat digunakan sebagai suatu
tidak langsung telah memperhitungkan model prediksi, karena lebih merupakan analisis
kemungkinan terburuk (worst scenario) data existing, sehingga tidak dapat dimanfaatkan
pemunduran garis pantai, yaitu pada kondisi untuk memperkirakan pemunduran garis pantai
naiknya muka laut tertinggi dan sedimentasi yang akan terjadi di masa yang akan datang.
terendah. Pemunduran garis pantai terkecil (best
scenario) terjadi pada saat naiknya muka laut 4. KESIMPULAN DAN SARAN
terendah dan sedimentasi tertinggi.
Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari
penelitian ini adalah:
1. pemodelan pemunduran garis pantai (Sutrisno
2005) dan analisis data inderaja dengan
menggunakan metode synergism dapat
digunakan untuk mengkaji perubahan garis
pantai
2. pemodelan pemunduran garis pantai
merupakan pemodelan untuk mengkaji
dampak fisik kenaikan muka laut terhadap

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember TIS - 285
Surabaya, 14 – 15 September 2005
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV 286
“Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”

garis pantainya, yaitu pemunduran garis verifikasi pemodelan pemunduran garis


pantai, dengan mempertimbangkan komponen pantai.
sedimentasi.
3. analisis synergism dengan menggunakan data DAFTAR PUSTAKA
inderaja multi waktu tidak dapat menjelaskan
penyebab dari pemunduran garis pantai, Ding. X.L, D.W. Zheng, Y.Q. Chen and C.
karena tidak mempertimbangkan variabel Huang, 2002. Sea Level Change In Hongkong
variable penyebab pemunduran garis pantai From Tide Gauge Records. Di dalam Journal Of
ini dalam analisisnya Geospatial Engineering 4:1, The Hongkong
4. analisis synergism dengan menggunakan data Institute of Engineering and Surveyors. Hal 41-49
inderaja juga tidak dapat menguraikan lebih
detil skenario – skenario penyebab Lane, E.W. and A.A. Kalinske, 1941. synergism.
pemunduran garis pantai ini Di dalam Trans.AGV,Vol.22
5. pemodelan pemunduran garis pantai (Sutrisno
2005) merupakan model prediksi yang dapat Sutarip, S, 2002. Kondisi Eksisting Dan Perkiraan
digunakan untuk memperkirakan dampak Dampak Land Subsidence dan Mean Sea Level
kenaikan muka laut terhadap pemunduran Rise di Kota Semarang. Di dalam Seminar
garis pantai di masa yang akan datang Nasional: Pengaruh Global Warming Terhadap
6. analisis data inderaja dengan menggunakan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Jakarta, 30-
metode synergism tidak dapat memperkirakan 31Oktober 2002
pemunduran garis pantai yang terjadi di masa
yang akan datang karena merupakan analisis Sutrsino, D, 2005. Dampak Kenaikan Muka Laut
data existing dan bukan merupakan Terhadap Pengelolaan Delta: Studi Kasus
pemodelan prediksi Pengelolaan Lahan Tambak di Pulau Muaraulu –
7. analisis data inderaja dengan menggunakan Delta Mahakam. [Disertasi]. Bogor: Pascasarjana,
metode synergism dapat digunakan sebagai IPB
data referensi untuk proses validasi ataupun

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember TIS - 286
Surabaya, 14 – 15 September 2005

You might also like