You are on page 1of 8

KEDUDUKAN HARTA DALAM ISLAM

Agus Selamet, SE, MEi

ِ ‫ال َّسالَ ُم َو َرحْ َم ُة‬


ُ ‫هللا َو َب َر َك‬
ُ‫ات ه‬

Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang
batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan
sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.
(Qs al Baqarah 188)

Harta merupakan titipan dan amanah dari Allah swt serta ujian, yang harus dijaga dan dibersihkan
keberadaannya, harta dalam Islam bukan tujuan tetapi sebagai alat, yaitu alat tukar untuk memenuhi
kebutuhan hidup manusia.

Dengan terpenuhi kebutuhannya maka manusia akan terbantu untuk melaksanakan ibadah dengan
lebih baik, tetapi jika manusia tidak terpenuhi kebutuhan hidupnya akan terjadi berbagai malapetaka
seperti kemiskinan, kesengsaraan, keterbelakangan, mengapa hal teresbut terjadi?

Secara fakta bahwa kemiskinan banyak diakibatkan adanya ketimpangan dan kesenjangan harta antara
si kaya dengan si miskin, dalam pandangan Islam, harta sangat diperhatikan dan bahkan dikendalikan,
harta menjadi penunjang dan hak bagi si miskin dan selain kewajiban harta juga pembersih bagi si kaya .

Imam Ghazali dalam konsepnya bahwa uang (harta) harus beredar di masyarakat, tidak boleh hanya
beredar di kalalangan orang kaya semata. Jika harta tidak didistribusikan dengan benar maka akan
terjadi malapetaka, selain terjadi kemiskinan di masyarakat maka tatanan ekonomi negarapun akan
tidak stabil, dan lebih jauhnya akan terjadi kecemburuan sosial yang berujung kepada krisis moneter.
Lebih jelasnya perihal harta dan kebutuhan manusia menurut Nabilah Akrom MA bahwa fitrah manusia
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik secara lahiriyah maupun batiniah. Hal ini mendorong
manusia untuk senantiasa berupaya memperoleh segala sesuatu yang menjadi kebutuhannya.
Pemenuhan kebutuhan lahiriyah identik dengan terpenuhinya kebutuhan dasar (basic needs) berupa
sandang, pangan dan papan. Tapi manusia tidak berhenti sampai disitu, bahkan cenderung terus
berkembang kebutuhan-kebutuhan lain yang ingin dipenuhi. Segala kebutuhan itu seolah-olah bisa
terselesaikan dengan dikumpulkannya Harta sebanyak-banyaknya. Maka apa sebenarnya hakekat harta
dan bagaimana pandangannya dalam Islam?

A. PENGERTIAN HARTA

Istilah HARTA, atau al-mal dalam al-Qur’an maupun Sunnah tidak dibatasi dalam ruang lingkup makna
tertentu, sehingga pengertian al-Mal sangat luas dan selalu berkembang.

Kriteria harta menurut para ahli fiqh terdiri atas : pertama,memiliki unsur nilai ekonomis.Kedua, unsur
manfaat atau jasa yang diperoleh dari suatu barang.

Nilai ekonomis dan manfaat yang menjadi kriteria harta ditentukan berdasarkan urf (kebiasaan/ adat)
yang berlaku di tengah masyarakat.As-Suyuti berpendapat bahwa istilah Mal hanya untuk barang yang
memiliki nilai ekonomis, dapat diperjualbelikan, dan dikenakan ganti rugi bagi yang merusak atau
melenyapkannya.

Dengan demikian tempat bergantungna status al-mal terletak pada nilai ekonomis (al-qimah) suatu
barang berdasarkan urf. Besar kecilnya al-qimah dalam harta tergantung pada besar ekcilnya anfaat
suatu barng. Faktor manfaat menjadi patokan dalam menetapkan nilai ekonomis suatu barang. Maka
manfaat suatu barang menjadi tujuan dari semua jenis harta.

B. PANDANGAN ISLAM MENGENAI HARTA

Pandangan Islam mengenai harta dapat diuraikan sebagai berikut:


Pertama, Memiliki Mutlak terhadap segala sesuatu yang ada di muka bumi ini adalah ALLAH SWT.
Kepemilikan oleh manusia bersifat relatif, sebatas untuk melaksanakan amanah mengelola dan
memanfaatkan sesuai dengan ketentuanNya (QS al_Hadiid: 7). Dalam sebuah Hadits riwayat Abu Daud,
Rasulullah bersabda:

‘Seseorang pada Hari Akhir nanti pasti akan ditanya tentang empat hal: usianya untuk apa dihabiskan,
jasmaninya untuk apa dipergunakan, hartanya darimana didapatkan dan untuk apa dipergunakan, serta
ilmunya untuk apa dipergunakan’’.

Kedua, status harta yang dimiliki manusia adlah sebagai berikut :

1. harta sebagai amanah (titipan) dari Allah SWT. Manusia hanyalah pemegang amanah karena memang
tidak mampu mengadakan benda dari tiada.

2. Harta sebagai perhiasan hidup yang memungkinkan manusia bisa menikmatinya dengan baik dan
tidak berlebih-lebihan ( Ali Imran: 14). Sebagai perhiasan hidup harta sering menyebabkan keangkuhan,
kesombongan serta kebanggaan diri.(Al-Alaq: 6-7).

3. Harta sebgai ujian keimanan. Hal ini menyangkut soal cara mendapatkan dan memanfaatkannya,
apakah sesuai dengan ajaran Islam atau tidak (al-Anfal: 28)

4. harta sebagai bekal ibadah, yakni untuk melaksankan perintahNyadan melaksanakan muamalah si
antara sesama manusia, melalui zakat, infak, dan sedekah.(at-Taubah :41,60; Ali Imran:133-134).

Ketiga, Pemilikan harta dapat dilakukan melalui usaha (‘amal) ataua mata pencaharian (Ma’isyah) yang
halal dan sesuai dengan aturanNya. (al-Baqarah:267)

‘’Sesungguhnya Allah mencintai hambaNya yang bekerja. Barangsiapa yang bekerja keras mencari
nafkah yang halal untk keluarganya maka sama dengan mujahid di jalan Allah’’ (HR Ahmad).
‘’Mencari rezki yang halal adalah wajib setelah kewajiban yang lain’’(HR Thabrani)

‘’jika telah melakukan sholat subuh janganlah kalian tidur, maka kalian tidak akan sempat mencari rezki’’
(HR Thabrani).

Keempat, dilarang mencari harta , berusaha atau bekerja yang melupakan mati (at-Takatsur:1-2),
melupakan Zikrullah/mengingat ALLAH (al-Munafiqun:9), melupakan sholat dan zakat (an-Nuur: 37), dan
memusatkan kekayaan hanya pada sekelompok orang kaya saja (al-Hasyr: 7)

Kelima: dilarang menempuh usaha yang haram, seperti melalui kegiatan riba (al-Baqarah: 273-281),
perjudian, jual beli barang yang haram (al-maidah :90-91), mencuri merampok (al-Maidah :38), curang
dalam takaran dan timbangan (al-Muthaffifin: 1-6), melalui cara-cara yang batil dan merugikan (al-
Baqarah:188), dan melalui suap menyuap (HR Imam Ahmad).

C. KEPEMILIKAN HARTA

Di atas telah disinggung bahwa Pemilik Mutlak adalah Allah SWT. Penisbatan kepemilikan kepada Allah
mengandung tujuan sebagai jaminan emosional agar harta diarahkan untuk kepentingan manusia yang
selaras dengan tujuan penciptaan harta itu sendiri.

Namun demikian, Islam mengakui kepemilikan individu, dengan satu konsep khusus, yakni konsep
khilafah. Bahwa manusia adalah khalifah di muka bumi yang diberi kekuasaan dalam mengelola dan
memanfaatkan segala isi bumi dengan syarat sesuai dengan segala aturan dari Pencipta harta itu sendiri.

Harta dinyatakan sebagai milik manusia, sebagai hasil usahanya. Al-Qur’an menggunakan istilah al-milku
dan al-kasbu (QS 111:2) untuk menunjukkan kepemilikan individu ini. Dengan pengakuan hak milik
perseorangan ini, Islam juga menjamin keselamatan harta dan perlindungan harta secara hukum.

Islam juga mengakui kepemilikan bersama (syrkah) dan kepemilikan negara. Kepemilikan bersama diakui
pada bentuk-bentuk kerjasama antar manusia yang bermanfaat bagi kedua belah pihak dan atas
kerelaan bersama. Kepemilikan Negara diakui pada asset-asset penting (terutama Sumber Daya Alam)
yang pengelolaannya atau pemanfaatannya dapat mempengaruhi kehidupan bangsa secara
keseluruhan.

D. METODE MEMPEROLEH DAN MEMBELANJAKAN HARTA

Untuk memperoleh harta dapat ditempuh dengan beberapa cara dengan prinsip sukarela, menarik
manfaat dan menghindarkan mudarat bagi kehidupan manusia, memelihara nilai-nilai keadilan dan
tolong menolong serta dalam batas-batas yang diizinkan syara’(hukum ALLAH)

Di antara cara memperoleh harta dapat disebutkan yang terpenting:

a. Menguasai benda-benda mubah yang belum menjadi milik seorang pun.

b. Perjanjian-perjanjian hak milik seperti jual-beli, hibah (pemberian/.hadiah), dan wasiat

c. Warisan sesuai dengan aturan Islam

d. Syuf’ah, hak membeli dengan paksa atas harta persekutuan yang dijual kepada orang lain tanpa izin
para anggota persekutuan yang lain.

e. Iqtha, pemberian dari pemerintah

f. Hak-hak keagamaan seperti bagian zakat, bagi ‘amil, nafkah istri, anak, dan orang tua.

Cara memperoleh harta yang dilarang ialah yang bertentangan dengan prinsip-prinsip tersebut di atas,
yaitu memperoleh harta dengan cara-cara yang mengandung unsur paksaan dan tipuan yang
bertentanga dengan prinsip sukarela, seperti merampas harta orang lain, menjual barang palsu,
mengurangi ukuran dan timbangan, dan sebagainya. Kemudian memperoleh hartanya dengan cara yang
justru mendatangkan mudharat/keburukan dalam kehidupan masyarakat, seperti jual beli ganja,
perjudian, minuman keras, prostitusi,dan lain sebagainya. Atau memperoleh harta dengan jalan yang
bertentangan dengan nilai keadilan dan tolong menolong, seperti riba, meminta balas jasa tidak
seimbang dengan jasa yang diberikan. Juga menjual barang dengan harga jauh lebih tinggi dari harga
yang sebenarnya, atau bisa dikatakan mengambil kesempatan dalam kesempitan.

Mengenai pembelanjaan harta, Islam mengajarkan agar membelanjakn hartanya mula-mula untuk
mencukupkan kebutuhan dirinya sendiri, lalu untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang menjadi
tanggungannya, barulah memenuhi kebutuhan masyarakat. Dalam pemenuhan kebutuhan ini, Islam
mengharamkan bermegah-megah dan berlebih-lebihan (Israf dan mubazir). Karena sifat ini cenderung
kepada penumpukan harta yang membekukan fungsi ekonomis dari harta tersebut.

Untuk itulah pada satu takaran tertentu harta dikenai wajib zakat. Zakat merupakan implementasi
pemenuhan hak masyarakat dan upaya memberdayakan harta pada fungsi ekonomisnya.

Ringkasnya, aturan dalam memperoleh harta dan membelanjakan harta, didasarkan pada prinsip-prinsip
sebagai berikut:

1. Prinsip Sirkulasi dan perputaran. Artinya harta memiliki fungsi ekonomis yang harus senantiasa
diberdayakan agar aktifitas ekonomi berjalan sehat. Maka harta harus berputar dan bergerak di
kalangan masyarakat baik dalam bentuk konsumsi atau investasi.sarana yang diterapkan oleh syari’at
untuk merealisasikan prinsip ini adalah dengan larangan menumpuk harta, monopoli terutama pada
kebutuhan pokok, larangan riba, berjudi, menipu.

2. Prinsip jauhi konflik. Artinya harta jangan sampai menjadi konflik antar sesama manusia. Untuk itu
diperintahkan aturan dokumentasi, pencatatan/akuntansi, al-isyhad/saksi, jaminan (rahn/gadai).

3. Prinsip Keadilan. Prinsip keadilan dimaksudkan untuk meminimalisasi kesenjangan sosial yang ada
akibat perbedaan kepemilikan harta secara individu. Terdapat dua metode untuk merealisasikan
keadilan dalam harta yaitu perintah untuk zakat infak shadaqah, dan larangan terhadap penghamburan
(Israf/mubazir).

ETIKA MENGGUNAKAN HARTA


Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke
dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat
baik.(QS Albaqarah 195)

Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan
sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah
mengetahuinya.(Qs Al Imran:92)

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-
rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil dan mereka menghalang-
halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak
menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan
mendapat) siksa yang pedih,(QS At taubah 34)

555 Diriwayatkan daripada Abu Hurairah r.a katanya: Rasulullah s.a.w bersabda: Setiap hari ketika umat
manusia memasuki waktu pagi, pasti ada dua Malaikat turun. Satu di antara keduanya akan
mengucapkan: Ya Allah, kurniakanlah ganti kepada orang yang berbelanja iaitu menggunakan harta
untuk beribadat, untuk kepentingan keluarga, tetamu, bersedekah dan sebagainya. Sedangkan Malaikat
yang satu lagi akan mengucapkan: Ya Allah, berikanlah kerosakan iaitu kerugian kepada orang yang tidak
mahu berbelanja

944 Diriwayatkan daripada Ibnu Abbas r.a katanya: Rasulullah s.a.w bersabda: Berikanlah harta pusaka
itu kepada orang yang berhak menerimanya. Sekiranya masih ada bakinya, berikanlah kepada lelaki yang
paling dekat nasabnya dengan si mati

Pustaka

1. Al quran
2. Al Hadits

3. Nabela kedudukan-harta-dalam-islam

4. DR Muhammad

You might also like