You are on page 1of 16

1

VARIKOKEL

Pendahuluan1,5,6
Varikokel yaitu dilatasi dan berkelok-keloknya vena dari pleksus
pampiniformis pada spermatic cord yang ditemukan kira-kira pada 15%
anak remaja laki-laki, predominan pada sisi sebelah kiri (Steeno et al,
1976). Hal ini didokumentasikan pada tahun 1880-an yang menyebutkan
bahwa varikokel lebih dominan pada sisi kiri, jarang muncul sebelum
baligh, dan dalam beberapa hal berhubungan dengan hilangnya volume
testis ipsilateral yang tampak dan reversibel dalam beberapa peristiwa
setelah ligasi varikokel (Barwell, 1885). Pada kenyataannya, Bennett pada
1889 menjelaskan terjadinya peningkatan cairan semen setelah ablasi
varikokel.
Varikokel jarang menjadi masalah klinis yang jelas sebelum masa
remaja awal. Karena varikokel jarang dilaporkan timbul pada orang-orang
yang lebih tua, tampak bahwa populasi dari anak laki-laki dengan
varikokel mungkin mewakili populasi dari dewasa yang akan punya
varikokel. Prevalensi varikokel pada remaja, berhubungan dengan
infertilitas pada laki-laki, dan peningkatan kualitas sperma yang mungkin
terlihat pada orang-orang infertil setelah ligasi varikokel telah
meningkatkan daya tarik untuk mempelajari varikokel pada remaja dan
hubungannya dengan disfungsi spermatogenik.
Varikokel dapat menyebabkan keluhan testis terasa berat, dan ini
terjadi akibat tekanan meninggi didalam vena testis yang tidak berkatup
dari muara di vena kava inferior atau vena renalis sampai di testis.
Kadang varikokel merupakan faktor penyebab terjadinya gangguan
fertilitas sehingga merupakan indikasi ligasi vena testis.
Peninggian tekanan didalam pleksus pampiniformis dapat diraba
sebagai struktur yang terdiri dari varises pleksus pampiniformis yang
memberikan kesan raba seperti kumpulan cacing.
2

Permukaan testis normal licin tanpa tonjolan dengan konsistensi


elastis. Tekanan pada testis dirasakan oleh setiap orang yang diperiksa
sebagai sensasi yang khas yang menentukan struktur organ testis.
Epididimitis atau pembengkakan epididimis lain, hidrokel, atau tumor testis
tidak memberikan sensasi khas itu.

Definisi7
Varikokel adalah dilatasi abnormal dari vena pada pleksus
pampiniformis akibat gangguan aliran darah balik vena spermatikus
internus. Kelainan ini terdapat pada 15% pria. Varikokel ternyata
merupakan salah satu penyebab infertilitas pada pria, dan didapatkan 21-
41% pria yang mandul menderita varikokel.

Frekuensi4
Walaupun varikokel muncul pada kira-kira 20% populasi laki-laki
secara umum, kebanyakan terjadi pada populasi subfertil (40%).
Faktanya, varikokel skrotum umumnya merupakan penyebab rendahnya
produksi sperma dan penurunan kualitas sperma. Varikokel mudah
diidentifikasi dan dikoreksi dengan prosedur pembedahan.
3

Anatomi1,2,4,5,6,7,8
Testis adalah organ genital pria yang terletak didalam skrotum.
Ukuran testis pada orang dewasa adalah 4x3x2,5 cm, dengan volume 15-
25 ml berbentuk ovoid. Kedua buah testis terbungkus oleh jaringan tunika
albuginea yang melekat pada testis. Diluar tunika albuginea terdapat
tunika vaginalis yang terdiri dari lapisan viseralis dan parietalis, serta
tunika dartos. Otot kremaster yang berada di sekitar testis memungkinkan
testis dapat digerakkan mendekati ruang abdomen untuk
mempertahankan temperature testis agar tetap stabil.

Gb. Anatomi skrotum.

Secara histopatologi, testis terdiri dari ±250 lobuli dan tiap lobulus
terdiri dari tubuli seminiferi. Didalam tubulus seminiferi terdapat sel-sel
4

spermatogonia dan sel sertoli, sedangkan diantara tubulus seminiferi


terdapat sel-sel leydig. Sel-sel spermatogonium pada proses
spermatogenesis menjadi spermatozoa. Sel-sel setoli berfungsi untuk
member makan pada bakal sperma, sedangkan sel-sel leydig atau disebut
juga sel-sel interstisial testis berfungsi untuk menghasilkan hormone
testosteron.
Sel-sel spermatozoa yang diproduksi di tubulus seminiferi testis
disimpan dan mengalami pematangan/maturasi di epididimis. Setelah
mature (dewasa) sel-sel spermatozoa bersama-sama dengan getah dari
epididimis dan vas deferens disalurkan menuju ampulla vas deferens. Sel-
sel itu setelah bercampur dengan cairan-cairan di epididimis, vas
deferens, vesikula seminalis, serta cairan prostat membentuk cairan
semen dan mani.
5

Gb. Histologi testis

Testis mendapat darah dari beberapa cabang arteri, yaitu arteri


spermatika interna yang merupakan cabang dari aorta, arteri diferensialis
cabang dari arteri vesikalis inferior, dan arteri kremasterika yang
merupakan cabang dari epigastrika.
Pembuluh darah yang meninggalkan testis berkumpul membentuk
pleksus pampiniformis. Pleksus ini pada beberapa orang mengalami
dilatasi dan dikenal dengan nama varikokel.
Sekitar 90% varikokel terjadi pada sisi kiri. Karena aliran darah
balik didalam vena spermatikus internus bertanggungjawab terhadap
terjadinya dilatasi dan berkeloknya vena, perbedaan dalam konfigurasi
vena spermatikus internus kiri dan kanan serta perkembangan
embriologisnya berhubungan dengan predominannya varikokel pada sisi
kiri. Vena spermatikus sinistra masuk ke vena renalis dekstra, sedangkan
vena spermatikus internus masuk ke vena cava inferior secara oblik.
Insersi vena renalis kiri ke vena cava 8-10 cm lebih cranial dari insersi
vena spermatikus internus. Alhasil, vena spermatikus internus kiri
mempunyai tekanan 8-10 cm lebih besar, sehingga aliran darah relatif
lebih lambat.
6

Gb. Pembuluh darah dari dan menuju testis

Etiologi1,2,7
Pembentukan varikokel dihubungkan dengan salah satu dari 3
faktor primer yaitu peningkatan tekanan vena didalam vena renalis
sinistra, anastomosis vena-vena kolateral, dan katup-katup vena
spermatikus internus yang inkompeten. Peningkatan tekanan
dihubungkan dengan salah satu dari beberapa faktor, meliputi fenomena
nutcracker proksimal (disebabkan oleh tekanan dari pembuluh darah renal
sebelah kiri di antara aorta dan arteri mesenterikus superior); efek
nutcracker distal yang dijelaskan oleh Coolsaet (tekanan dari vena iliaka
komunis sinistra sebelah kiri pembuluh darah iliac oleh arteri iliac yang
umum, yang hasil pada aliran mundur melalui segan dan pembuluh darah
spermatic eksternal); dan keganjilan dari pembuluh darah renal sebelah
kiri (Coolsaet et al, 1980). Inkompetensi dari vena-vena pada vena
spermatikus internus proksimal kemungkinan bertanggungjawab
terbentuknya varikokel pada mayoritas kasus, predominan pada sisi kiri
karena tekanan vena pada system vena sprematikus internus kiri.
7

Klasifikasi4
Ukuran varikokel bervariasi, dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok :
1. Large : mudah diidentifikasi hanya dengan inspeksi
2. Moderate : dapat diidentifikasi dengan palpasi tanpa maneuver
valsava
3. Small : diidentifikasi dengan melakukan maneuver valsava, dengan
peningkatan tekanan intraabdominal menyebabkan pembesaran
ukuran varikokel.

Patofisiologi1,4,7
Walaupun varicocele pertama kali ditemukan umumnya terjadi
pada masa remaja, masih menyisakan bagaimana patofisiologi
terbentuknya varikokel. Oster (1971) telah mensurvey 1072 orang dan
menemukan bahwa insidens varikokel adalah 0% pada usia kurang dari
10 tahun, sedangkan pada usia antara 10-19 tahun insidens nya sebesar
16,2%. Penelitian lain menemukan insidens varikokel pada usia 10
sampai 17 tahun antara 9-25,8%, sedangkan pada dewasa sekitar 15%
(1997). Bagaimanapun, karena banyak varikokel pada remaja bersifat
asimptomatik, ditemukan secara tidak sengaja pada saat pemeriksaan
fisik rutin, maka “true incidence” varikokel pada remaja lebih tinggi
daripada yang didapatkan. Patofisiologi varikokel pada remaja mungkin
bersifat multifaktorial, tetap dengan pertimbangan bahwa perubahan
fisiologi normal yang terjadi pada masa pubertas dan hasil dari
peningkatan aliran darah testicular yang menyebabkan terjadinya
manifestasi klinis yang jelas pada penderita varikokel.
Patologi Disfungsi Testikular1,2,3,4,6
Varikokel diketahui berhubungan dengan efek yang kurang baik
terhadap spermatogenesis. Patofisiologi dari disfungsi testicular ini
ditujukan kepada satu atau kombinasi dari beberapa mekanisme, yaitu
refluks metabolit adrenal, hipertermia, hipoksia, ketidakseimbangan
hormon lokal, testis, dan adanya cedera hiperperfusi intratestikular. Bukti
8

konkrit masih sulit dipahami dari hasil investigasi klinis dan laboratorium.
Harrison menciptakan varicoceles pada monyet dan sebagian binatang
yang lain dan melakukan adrenalektomi ipsilateral secara simultan. Tidak
ada perbedaan dalam histology testis dari kedua kelompok tersebut,
sehingga menyingkirkan peranan metabolit adrenal terhadap disfungsi
testis (Harrison et al, 1969). Dengan cara yang sama, terlihat bahwa level
serum testosterone pada darah vena spermatikus internus dan perifer
pasien varikokel dan orang normal secara signifikan berbeda (Ando et al,
1985).
Kemungkinan peranan dari hipoksia testis dalam disfungsi
spermatogenesis diteliti oleh Donohue dan Brown (1969) dan oleh Netto
et al (1977), studi keduanya gagal menemukan bukti adanya hubungan
tersebut.
Arteri dan vena normal mengalir ke dan dari testis Normal seperti
urat nadi dan aliran pembuluh darah ke dan dari testis sedemikian hingga
vena keluar dari tunica albuginea masuk ke intercommunicating mesh
(pleksus pampiniform), yang mengelilingi arteri dan menyuplai testis
melalui kanalis inguinalis menuju skrotum. Susunan anatomi ini membuat
mekanisme pengaturan panas yang efektif aliran darah yang masuk ke
dalam skrotum lebih sejuk dari suhu darah intraabdomen. Adanya
varikokel ini menghalangi mekanisme pertukaran suhu ini dan menggangu
homeostasis, sehingga dianggap bahwa peningkatan suhu skrotum
dengan pembentukan varikokel dapat menghambat spermatogenesis.
Zorgniotti dan MacLeod (1973) membandingkan suhu skrotum
pada orang yang oligospermia dengan varikokel, ditemukan bahwa suhu
intraskrotum pada kelompok control lebih rendah seperti pada infertile
tanpa varikokel. Agger (1971) menemukan korelasi antara kenaikan suhu
skrotum dengan kenaikan jumlah sperma setelah ablasi varikokel. Green
dan Turner (1984) melakukan studi laboratorium pada binatang dengan
varikokel dan disimpulkan bahwa peningkatan aliran darah mikrovaskular
intratestikular dipengaruhi oleh varikokel yang berhubungan dengan
9

perubahan histologis dan peningkatan suhu intratestikular yang


menyerupai perubahan yang terjadi pada varikokel pada manusia yang
idiopatik. Hal ini dijadikan alasan bahwa elevasi abnormal dari aliran darah
microvascular dan peningkatan suhu intratesticular, yang mana
menghabiskan cadangan glikogen intraseluler dan menginduksi terjadinya
cedera parenkim testis (Gorelick dan Goldstein, 1992). Sebagai
tambahan, enzim sel benih yang terdapat didalam DNA dan fungsi
aktivitas polymerase optimal pada suhu 33° sampai 34°C dan terhambat
pada suhu lebih tinggi (Fujisawa dan Yoshida, 1988).
Efek toksik dari varikokel dapat bermanifestasi sebagai kegagalan
pertumbuhan testis, abnormalitas sperma, disfungsi sel leydig, dan
perubahan histology (penebalan tubulus, fibrosis interstisial, penurunan
spermatogenesis, penghentian maturasi). Lyon dan Marshall (1982)
menemukan kehilangan volume ipsilateral pada 77% testis yang
berhubungan dengan varikokel; hal ini dikonfirmasikan oleh Steeno
(1991), yang mendokumentasikan hilangnya volume volume ipsilateral
pada 34.4% laki-laki dengan varikokel grade 2 dan 81.2% laki-laki dengan
varikokel grade 3. Dalam beberapa kasus, kegagalan pertumbuhan
ipsilateral bersifat reversible setelah ablasi varikokel.
Karena peningkatan volume testis secara cepat pada remaja
disebabkan oleh peningkatan diameter tubulus seminiferus dan jumlah sel
benih, tidak mengherankan jika kegagalan pertumbuhan testis pada
varikokel berhubungan dengan penurunan jumlah sperma. Analisis semen
jarang dilakukan pada remaja, dan penggunaan ini berguna untuk
mengukur efek yang ditimbulkan oleh varikokel, hasilnya digunakan untuk
memantau terapi.
Disfungsi sel leydig pada pasien dengan varikokel disebabkan
karena berkurangnya kadar testosteron didalam testis. Tetapi kadar serum
FSH, LH, dan testosterone tidak terprediksi abnormal, dan dan kadar
darah perifer yang normal hormone ini tidak menyingkirkan kemungkinan
terdapatnya disfungsi sel leydig (Su and Goldstein, 1995). Castro-Magana
10

and colleagues (1990) exaggregated level LH dan FSH pada remaja


dengan varikokel unilateral setelah stimulasi dengan GnRH dan
testosteron dan menyimpulkan bahwa normalisasi respon gonadotropin
dan testosterone terhadap stimulasi GnRH terjadi setelah ablasi varikokel
pada laki-laki yang berdasarkan biopsy testis tidak ditemukan adanya
abnormalitas histologis.
Kass mengukur pola respon gonadotropin pada 53 remaja dan
menemukan bahwa sebuah respon abnormal parallel dengan kehilangan
volume testis ipsilateral, menyimpulkan bahwa kenaikan level serum FSH
dan LH setelah stimulasi gonadotropin mungkin mengindikasikan
terdapatnya cedera parenkim testis irreversible terhadap sel leydig dan
epitel germinal (Kass et al, 1993). Hudson dan Perez-Marrero (1985)
mengkonfirmasi penemuan ini, memperlihatkan bahwa exaggregated
gonadotropin berespon terhadap stimulasi GnRH berhubungan dengan
densitas sperma yang abnormal.
Evaluasi histologis testis laki-laki dengan varikokel unilateral dan
infertilitas menunjukkan penurunan spermatogenesis yang bilateral,
penghentian maturitas, dan penebalan tubulus. Abnormalitas sel leydig
mungkin bisa ditemukan, dari atrofi hingga hyperplasia. Penemuan ini
terjadi pada testis bilateral dan terutama pada sisi ipsilateral varikokel.
Hadziselimovic (1986) meneliti biopsy testis bilateral pada remaja dengan
varikokel unilateral.
Penemuan histologis pada tubulus seminiferus yaitu gangguan
spermatogenesis dan berbagai derajat perubahan degeneratif di sel
sertoli. Ketika perubahan didalam sel sertoli tidak irreversible, maka terjadi
atrofi sel leydig. Bagaimanapun, ketika hyperplasia sel leydig ditemukan,
kerusakan sel sertoli irreversible terlihat. Hadziselimovic menyimpulkan
bahwa histology testis normal terlihat pada semua anak laki-laki usia
kurang dari 13 tahun. Penemuan histology yang abnormal, jika ditemukan
terjadi pada kedua testis tetapi lebih jelas pada ipsilateral dari varikokel.
Atrofi sel leydig selalu terjadi, dan jarang terjadi hyperplasia sel leydig.
11

Manifestasi Klinis1,2,4
Karena varikokel pada remaja biasanya asimptomatik, banyak
yang ditemukan melalui pemeriksaan fisik rutin sebelum masuk sekolah,
ujian SIM, atau pemeriksaan medis preseason kompetisi olahraga.
Sementara itu disisi yang lain karena penyebaran informasi mengenai
kanker testis, banyak remaja yang datang ke dokter untuk melakukan
pemeriksaan medis karena teraba massa yang tidak nyeri pada
skrotumnya. Banyak massa pada skrotum yang tidak diketahui asalnya
didiagnosis sebagai varikokel. Hernia inguinalis, communicating hidrokel,
hernia omental, hidrokel of the cord, spermatokel, dan hidrokel skrotum
adalah diagnosis banding untuk massa pada skrotum yang tidak nyeri
pada remaja.
Pemeriksaan fisik harus dilakukan didalam ruangan yang hangat
dan posisi pasien dalam posisi berbaring dan berdiri dengan atau tanpa
Valsalva maneuver. Gagal menggunakan posisi berdiri atau Valsalva
maneuver, banyak terjadi misdiagnosis varikokel. Varikokel bermanifestasi
sebagai massa yang tidak nyeri yang teraba diatas skrotum dan pada
beberapa kasus terdapat di sekeliling testis. Deskripsi klasik dari varikokel
adalah konsistensi “kantung cacing” yang menghilang dengan posisi
berbaring. Varikokel diklasifikasikan berdasarkan pemeriksaan fisik ke
dalam 3 derajat :
1. Large : mudah diidentifikasi hanya dengan inspeksi
2. Moderate : dapat diidentifikasi dengan palpasi tanpa maneuver
valsava
3. Small : diidentifikasi dengan melakukan maneuver valsava, dengan
peningkatan tekanan intraabdominal menyebabkan pembesaran
ukuran varikokel.
Hal yang sangat krusial dalam melakukan pemeriksaan fisik
terhadap penderita varikokel adalah menilai volume dan konsistensi dari
testis. Walaupun pengukuran konsistensi testis sangat subjektif,
12

pengukuran volume testis dapat dilakukan secara akurat dengan


menggunakan Prader atau Orchidometer (Nagu and Takahira, 1979).
Dalam praktek standar, volume testis kiri dibandingkan dengan testis
kanan. Behre dan Nashan (1991) memperlihatkan bahwa pengukuran
volume testis dengan menggunakan ultrasound memberikan sedikit
keuntungan dan biaya yang cukup besar dibandingkan dengan
pengukuran dengan menggunakan orchidometer.

Prader orchidometer untuk mengukur volume testis. (Mc- Clure RD: Endocrine
investigation and therapy. Urol Clin North Am 1987; 14:471.)
Ablasi Varikokel: Pertimbangan Pengobatan 1
Beberapa studi telah tersedia untuk mempelajari efek toksik dari
varikokel terhadap analisis semen pada remaja. Paduch dan Niedzielski
(1996) membandingkan 36 anak laki-laki tanpa varicocele dan 38 anak
laki-laki dengan varicocele dan secara statistic ditemukan perbedaan yang
signifikan dalam motilitas, viabilitas, dan jumlah total sperma diantara
kedua kelompok tersebut, hal tersebut mengindikasikan tidak ada dampak
berbahaya pada parameter semen remaja. Karena analisis semen pada
13

anak laki-laki remaja umumnya tidak dilakukan berdasarkan pertimbangan


psikologis dan etis. dan karena akibat kurangnya penerimaan yang luas
dari tes rangsangan hormone, pengukuran volume testis menjadi hal yang
pokok untuk melakukan penilaian terhadap indikasi operasi.
Penentuan volume mungkin dibantu oleh penggunaan Prader
Orchidometer atau disk orchidometer, sebagaimana diuraikan oleh Nagu
dan Takahira (1979). Walau pengukuran volume dapat dilakukan dengan
orchidometer, dapat pula secara manual dengan tangan pemeriksa yang
sudah berpengalaman. Pada orang dewasa dan remaja, ukuran testis
kira-kira sama antara kiri dan kanan, dengan perbedaan kurang dari 2 ml
atau 20% (Kass, 1990). Apabila perbedaan ukuran tersebut melebihi nilai
diatas, maka merupakan indikasi untuk melakukan ablasi.
Pertumbuhan testis ipsilateral setelah ablasi varikokel telah
diobservasi oleh beberapa peneliti. Kass dan Belman (1987) melakukan
penelitian terhadap 20 anak remaja dengan varikokel grade II atau III dan
rata-rata penurunan volume testis sebesar 70%. Dalam interval 3,3 tahun
setelah ablasi, peningkatan volume testis yang signifikan (50%-104%;
rata-rata, 91%) ditemukan pada 16 dari 20 pasien. Sementara pada 4
pasien yang lain peningkatan volume testis tidak signifikan. Gershbein dkk
(1999) secara retrospektif mempelajari 42 orang pasien (umur rata-rata,
14. 7 tahun) dengan palpable varicoceles selama paling tidak 6 bulan
setelah ligation (follow-up rata-rata, 22. 6 bulan). Pada saat preoperative,
54,8% mempunyai testis ipsilateral yang kecil. Postoperatif, 38% testis kiri
hipertrofi (volume testis paling tidak 10% lebih besar daripada testis
kontralateral). Walaupun secara statistik tidak signifikan, hypertrophy
ditemukan pada anak laki-laki lebih muda dan dengan varicoceles yang
lebih kecil.
14

Gambar insisi pada inguinal saat operasi repair varikokel.

Preoperatif4
Prosedur pembedahan pada varikokel dilakukan secara outpatient
dengan anestesi, baik umum, regional, maupun local. Anestesi umum
biasanya lebih membuat pasien merasa nyaman.

Intraoperatif4
Tiga prosedur pembedahan yang umum dipakai untuk mereparasi
varikokel, yaitu pendekatan inguinal, retroperitoneal, dan infrainguinal atau
infragroin. Dengan 3 pendekatan tersebut, vena diikat secara permanen
untuk mencegah aliran darah yang abnormal.

Postoperatif4
Instruksi post-op
- Biasanya dilakukan dengan layanan one day care (ODC), pasien
dapat kembali beraktifitas secara normal dalam waktu 2 hari
15

- Pasien boleh mandi setelah 48 jam setelah operasi


- Pasien dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang cair terlebih
dahulu, setelah itu boleh dengan makanan yang padat
- Berikan obat antinyeri, setelah 2 hari pasien dapat menggunakan
obat dengan tanpa resep dokter seperti asetaminofen dan
ibuprofen
- Pasien dianjurkan untuk tidak melakukan hubungan seksual
selama 1 minggu.

Komplikasi postoperatif yang memerlukan pengobatan segera


- Jika luka menjadi terinfeksi (biasanya 3-5 hari setelah operasi).
Adanya luka dapat menyebabkan terjadinya proses inflamasi
(tumor, calor, dolor, rubor, function laesa), dan dapat membuat
pasien menjadi demam
- Hematoma. Diskolorisasi yang ekstrim dapat terjadi di sekitar
tempat insisi pada abdomen yang berasal dari perdarahan dibawah
kulit, dapat menimbulkna luka yang menonjol.

Follow-up
- Pasien melakukan control ke dokter sekitar 7-10 hari
- Jadwalkan untuk menilai luka dan bekas varikokel kira-kira 8
minggu setelah operasi
- Jadwalkan analisis semen dan konsultasi 4 bulan setelah operasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Schneck FX, Bellinger MF. Abnormalities of the testes and scrotum


and their surgical management. In: Wein AJ, ed. Campbell-Walsh
16

Urology. 9th ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier; 2007:chap


67.
2. Tanagho EA, McAninch JW. Smith general urology. 2008. McGraw
Hill-Companies. Ed 17. Chap 44 hal 14, 690-691, 704.
3. Hillegas KB. Gangguan Sistem Reproduksi Pria. Dalam Price SA,
Wison LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
Edisi 6. Jakarta: EGC; 2005.
4. White WM. Department of Surgery, Division of Urology, University
of Tennessee Graduate School of Medicine, University of
Tennessee Medical Center. Updated july 2009. Diakses tgl 15
februari 2010.
5. www.medlineplus.com. Updated 220909. Linda J. Vorvick, MD,
Medical Director, MEDEX Northwest Division of Physician Assistant
Studies, University of Washington, School of Medicine; Louis S.
Liou, MD, PhD, Assistant Professor of Urology, Department of
Surgery, Boston University School of Medicine. Also reviewed by
David Zieve, MD, MHA, Medical Director, A.D.A.M., Inc.
6. www.varicoceles.com. 2001. Diakses tgl 15 februari 2010
7. Purnomo BB. Dasar-Dasar Urologi. Edisi kedua. Jakarta. Sagung
Seto.2008.
8. Netter’s Atlas Anatomy.

You might also like