You are on page 1of 10

RASIONALITAS PERESEPAN ANTIBIOTIKA PADA BALITA DENGAN

PNEUMONIA DI PUSKESMAS PEKAUMAN KOTA BANJARMASIN


JULI – OKTOBER 2009

Artikel ilmiah

untuk memenuhi persyaratan


dalam menyelesaikan program sarjana strata-1 Farmasi

Oleh
Lailan Sufinah
NIM J1E106018

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
JULI 2010
RASIONALITAS PERESEPAN ANTIBIOTIKA PADA BALITA DENGAN
PNEUMONIA DI PUSKESMAS PEKAUMAN KOTA BANJARMASIN
JULI – OKTOBER 2009

Lailan Sufinah; dr. Syamsul Arifin, M.Pd. ; Dra. Ida Widyani, Sp.FRS., Apt.
Program Studi Farmasi, Fakultas MIPA Unlam, Jl.A. Yani Km 36 Kampus
Unlam Banjarbaru Kalsel

ABSTRAK
ISPA masih merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian di Indonesia, yang
terbanyak disebabkan oleh pneumonia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
kerasionalan penggunaan antibiotika pada balita dengan pneumonia. Untuk itu, peresepan
antibiotik yang rasional oleh tenaga kesehatan sangat diperlukan. Metode penelitian ini bersifat
deskriptif dengan mengeksplorasi rasionalitas peresepan antibiotik pada balita dengan pneumonia.
Teknik pengambilan sampel purposive sampling terhadap resep antibiotik pada balita dengan
pneumonia, didapatkan 73 sampel, di Puskesmas Pekauman Kota Banjarmasin bulan Juli-Oktober
2009. Data disajikan dalam bentuk tabel frekuensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentasi
kerasionalan berdasarkan kriteria, penggunaan antibiotik yang rasional didapatkan sebanyak 8
resep (10,96%), dan sebanyak 65 resep (89,04%) tidak rasional. Dari kriteria di atas, untuk tepat
pemilihan obat 100%, tepat pemberian dosis 75,34%, tepat cara pemberian 100%, tepat interval
waktu 89,04%, dan penyebab terbesar ketidakrasionalan yakni kriteria tepat lama pemberian
15,07%. Berdasarkan jenis antibiotiknya, amoxicillin 35 resep (47,95%), cotrimoksazol 21 resep
(28,76%), cefadroksil 16 resep (21,92%), dan eritromisin 1 resep (1,37%). berdasarkan
karakteristik penulis resep, rasionalitas antibiotika terbesar ada pada dokter umum (16%), perawat
(6,67%), dan bidan (3,03%).
Untuk penelitian selanjutnya dapat disarankan penambahan kriteria kerasionalan agar
hasil yang didapatkan lebih baik dan akurat.

Kata kunci : rasionalitas, peresepan antibiotika, balita, pneumonia.

ARI is still the biggest cause of painfulness and death of toddler in Indonesia, most caused by
pneumonia. Purpose of this study is to determine rationality of prescribing antibiotics for toddler
with pneumonia. Therefore, rational antibiotic prescribing by health workers is needed. This
descriptive research methods to explore the rationality of prescribing antibiotics for toddler with
pneumonia. Purposive sampling technique sampling of antibiotic prescriptions in infants with
pneumonia, had got 73 samples, in Puskesmas Pekauman Banjarmasin July-October 2009. Data
presented in the form of frequency table. The results showed that the percentage based on the
criteria of rationality, the rational use of antibiotic prescription was found 8 recipes (10.96%),
and 65 recipes (89.04%) are irrational. Rationality percentage based on criteria, for choosing
drug exactly is 100%, giving dose exactly is 75.34%, exactly the way giving 100%, the exact
interval is 89.04%, and the biggest causes of irrational is the exact duration of giving is 15.07%.
Based on the antibiotic’s type, amoxicillin 35 recipes (47.95%), cotrimoksazol 21 recipes
(28.76%), cefadroksil 16 recipes (21.92%), and erythromycin 1 recipe (1.37%). Based on
prescriber characteristics, rationality largest antibiotic on a medical doctor (16%), nurse (6.67%)
and midwife (3.03%). For further research can be suggested additional criteria for rationality that
the results obtained better and more accurate

Keywords : rationality, antibiotics prescribing, toddler, pneumonia.


PENDAHULUAN
Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) masih merupakan
penyebab utama kesakitan dan kematian balita di Indonesia. Diperkirakan
kematian akibat pneumonia sebagai penyebab utama infeksi saluran pernapasan
akut di Indonesia, yakni mencapai 6 kasus di antara 1000 bayi dan balita
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002). Menurut catatan Dinas
Kesehatan Kalimantan Selatan, sepanjang 2009 tercatat 5 balita meninggal akibat
serangan ISPA. Jumlah penderita ISPA di 13 kabupaten/kota di provinsi
Kalimantan Selatan ini tercatat mencapai 111.590 orang, terdiri dari 52.130 balita
dan 59.460 di atas usia lima tahun, dengan jumlah penderita terbanyak di wilayah
Kota Banjarmasin (Susanto, 2009). Dari 26 puskesmas yang terdapat di Kota
Banjarmasin, sepanjang tahun 2009 sedikitnya tercatat kasus pneumonia sebesar
4.869 kasus. Berdasarkan total jumlah kasus yang dihimpun dari seluruh
puskesmas di Banjarmasin ini, Puskesmas Pekauman merupakan puskesmas yang
menduduki peringkat pertama dalam jumlah kasus ISPA pneumonia anak dan
balita, khususnya pada rentang Juli hingga Oktober 2009 (Dinas Kesehatan Kota
Banjarmasin, 2009).
Penggunaan obat rasional penting untuk menjamin akses obat,
ketersediaan, keterjangkauannya, dan mutu pelayanan kesehatan. Dari jumlah
kasus pneumonia yang ada, dapat dipantau dan dinilai apakah kenyataan praktek
penggunaan obat yang dilakukan telah sesuai dengan pedoman pengobatan yang
disepakati (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006)
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah pada
penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya persentase peresepan antibiotika
yang rasional, persentase peresepan antibiotika berdasarkan jenisnya, dan
persentase kerasionalan antibiotika berdasarkan penulis resep, semuanya
dilakukan pada resep balita dengan pneumonia di Puskesmas Pekauman Juli-
Oktober 2009.
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui kerasionalan
peresepan antibiotika pada balita dengan pneumonia di Puskesmas Pekauman
Kota Banjarmasin bulan Juli-Oktober 2009.
Secara khusus penelitian ini bertujuan:
1. Mendapatkan persentase kerasionalan peresepan antibiotika pada balita
dengan pneumonia dilihat dari aspek kriteria kerasionalannya di Puskesmas
Pekauman Kota Banjarmasin bulan Juli-Oktober 2009.
2. Mendapatkan besarnya persentase peresepan antibiotika berdasarkan jenisnya
pada balita dengan pneumonia di Puskesmas Pekauman Kota Banjarmasin
bulan Juli-Oktober 2009.
3. Mendapatkan besarnya persentase peresepan antibiotika berdasarkan
karakteristik penulis resep pada tingkat pendidikannya dan berdasar kriteria
kerasionalan pada balita dengan pneumonia di Puskesmas Pekauman Kota
Banjarmasin bulan Juli-Oktober 2009.

METODOLOGI
Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah survey deskriptif, yakni studi
mengenai suatu penyakit pada manusia atau masyarakat menurut karakteristik
orang yang menderita (person), tempat kejadian (place) dan waktu terjadinya
(time) penyakit (Chandra, 2008).
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di apotik Puskesmas
Pekauman Kota Banjarmasin, dengan data yang diambil dari Juli sampai dengan
bulan Oktober 2009.
Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah semua jenis resep antibiotik
untuk balita dengan pneumonia di Puskesmas Pekauman Juli-Oktober 2009.
Sampel penelitian merupakan resep untuk balita dengan pneumonia di Puskesmas
Pekauman Juli-Oktober 2009 yang memenuhi kriteria yang telah ditentukan.
Kriteria antara lain resep dapat dibaca dan memuat : nama obat, aturan minum
obat, dosis obat, jumlah obat, dan data berat badan pasien.
Desain Penelitian Desain penelitian dilakukan dengan mengeksplorasi
rasionalitas peresepan antibiotik pada balita dengan pneumonia. Instrumen pada
penelitian ini berupa blanko isian yang memuat tabel analisis data kerasionalan
obat. Adapun variabel pada penelitian ini yaitu rasionalitas peresepan antibiotika
pada balita dengan pneumonia.
Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan cara pencatatan
langsung setiap resep pada balita dengan pneumonia yang memenuhi kriteria di
Puskesmas Pekauman Kota Banjarmasin pada bulan Juli-Oktober 2009.
Pengolahan Data Pengolahan data penelitian dilakukan secara manual yaitu
dengan menghitung persentase untuk tiap-tiap data yang diinginkan
Analisis Data Analisis data dilakukan dengan memasukkan data ke dalam tabel
analisis. Tabel analisis terdiri dari delapan kolom yang memuat antara lain :
nomor dan tanggal, nama pasien, berat badan, usia, diagnosa, resep, kriteria
rasionalitas (tepat pemilihan obat/TPO, tepat pemberian dosis/TPD, tepat cara
pemberian/TCP, tepat interval waktu pemberian/TIW, dan tepat lama
pemberian/TLP), dan penilaian (rasional atau tidak rasional).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Rasionalitas Peresepan Antibiotika pada Balita dengan Pneumonia
Hasil penelitian dari 73 resep yang dijadikan sampel, didapatkan persentasi
resep pneumonia pada balita yang rasional berdasarkan kriteria-kriteria yang telah
ditentukan sebanyak 10,96 % (8 resep), sedangkan resep yang tidak rasional
sebanya 89,04 % (65 resep). Dirinci lagi berdasarkan masing-masing kriterianya,
kerasionalan peresepan antibiotika pada balita dengan pneumonia dapat dilihat di
tabel 1 berikut :
Rasional Tidak rasional
No Kriteria Kerasionalan Jumlah Persentase Jumlah Persentase
resep (%) resep (%)
1 Tepat pemilihan obat 73 100 0 0
2 Tepat pemberian dosis 55 75,34 18 24,66
3 Tepat cara pemberian 73 100 0 0
4 Tepat interval waktu pemberian 65 89,04 8 10,96
5 Tepat lama pemberian 8 10,96 65 89,04
Tabel 1 Persentase Kerasionalan Peresepan Antibiotika pada Balita dengan
Pneumonia di Puskesmas Pekauman Kota Banjarmasin Juli-Oktober 2009
berdasarkan kriteria kerasionalan

Hasil menunjukkan bahwa sebagian besar faktor yang berperan dalam tidak
rasionalnya peresepan antibiotika adalah tepat lama pemberian. Ini dikarenakan
lama pemberian yang seharusnya berkisar 10-14 hari banyak yang tidak dipenuhi
pasien. Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya ketersediaan obat, selain itu
kunjungan pasien tidak diketahui apakah kunjungan baru atau lama sehingga
penajaman analisis kurang dapat dilakukan.

Rasionalitas Peresepan Antibiotik Berdasarkan Jenisnya


Setelah 73 sampel dianalisis, ternyata diketahui penggunaan antibiotik
terbesar adalah amoxicillin, diikuti dengan cotrimoksazol, cefadroxyl, dan
eritromisin. Besar persentasenya dapat dilihat pada gambar berikut :

1,37%
21,92%
Amoxicillin
47,95%
Cotrimoksazol
28,76%
Cefadroxyl
Eritromisin

Gambar 1. Persentase Peresepan Antibiotik Berdasarkan Jenisnya pada Balita


dengan Pneumonia di Puskesmas Pekauman Kota Banjarmasin Juli-Oktober 2009

Data di atas menunjukkan, bahwa pada sampel resep yang diteliti sebagian
besar memberikan antibiotik amoxicillin untuk mengatasi ISPA pneumonia pada
balita. Jumlah yang besar ini diikuti oleh cotrimoksazol, cefadroxyl, baru
kemudian eritromisin. Faktor ketersediaan obat biasanya berpengaruh pada jumlah
antibiotik yang diberikan pada pasien. Ketersediaan obat di puskesmas ini
dipengaruhi oleh perencanaan suplai obat yang akan diterima. Perencanaan ini
seharusnya lebih diperhatikan, sehingga jika dapat berjalan dengan baik, maka
ketersediaan obat yang baik juga dapat ditingkatkan.

Karakteristik Penulis Resep yang Terlibat dalam Peresepan Antibiotik


Keputusan Menteri Kesehatan No. 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, resep adalah permintaan tertulis dari
dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker untuk menyediakan dan
menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
Sedangkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 512/MENKES/PER/IV/2007
tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran, khususnya pasal 15, di
mana isinya yakni : “Dokter dan dokter gigi dapat memberikan pelimpahan suatu
tindakan kedokteran atau kedokteran gigi kepada perawat, bidan atau tenaga
kesehatan tertentu lainnya secara tertulis dalam melaksanakan tindakan
kedokteran atau kedokteran gigi. Di sini dapat dilihat, bahwa selain dokter, tenaga
kesehatan lainnya yakni perawat dan bidan, dapat memberikan suatu tindak
pengobatan, salah satunya peresepan, asalkan didasari oleh adanya surat
pelimpahan.
Rasionalitas peresepan antibiotik dari karakteristik penulis resep di
Puskesmas Pekauman Kota Banjarmasin berdasarkan tingkat pendidikannya
ditampilkan dalam tabel 2 berikut ini :
Tabel 2 Persentasi Rasionalitas Peresepan Antibiotika pada Balita dengan ISPA
Pneumonia di Puskesmas Pekauman Kota Banjarmasin Juli-Oktober
2009

Rasional Tidak rasional


No. Tingkat Pendidikan Jumlah Jumlah
Persentase Persentase
sampel sampel
1. Dokter Umum 4 16 % 21 84 %
2. D III Keperawatan 1 6,67 % 14 93,33 %
3. D I Kebidanan 1 3,03 % 32 96,97 %
Jumlah 6 67

Total 73 sampel yang dianalisis berdasarkan tingkat pendidikan,


kerasionalan terbesar pada kriteria tenaga kesehatan adalah dengan tingkat
pendidikan Dokter Umum, dibandingkan dengan tenaga kesehatan lainnya
(perawat dan bidan). Hal ini disebabkan karena pemahaman profesi dokter lebih
tinggi mengenai informasi-informasi obat yang sesuai indikasi dan
penggunaannya dalam peresepannya, dibandingkan dengan perawat dan bidan.
Dalam karakteristik ini cukup jelas, bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi
besarnya pemahaman tiap-tiap profesi dalam mengaplikasikan ilmu yang
didapatkannya dalam pelayanan kesehatan yang dilaksanakannya sehari-hari.
Besar analisis kerasionalan peresepan antibiotika setiap penulis resep
berdasarkan kriteria kerasionalan yang telah ditentukan ditampilkan dalam
gambar 2 berikut ini :
Dokter Umum Perawat
100% 100% 96% 100% 100%100% 93%
100% 72% 100% 80%
64%
50% 36% 28% 50% 20%
0% 0% 4% 0% 0% 0% 7%
0% 0%
TPO TPD TCP TIW TLP TPO TPD TCP TIW TLP

Perawat
100% 100%
100% 91%
82% 79%
80%
60%
Rasional
40% 18% 21%
9% Tidak Rasional
20% 0% 0%
0%
TPO TPD TCP TIW TLP

Gambar 2 Analisis kerasionalan peresepan antibiotika setiap penulis resep


berdasarkan lima kriteria kerasionalan

Faktor ketidakrasionalan dari resep yang ditulis oleh dokter terbanyak


ditemukan pada kriteria tepat lama pemberian. Hal ini dapat terjadi karena faktor
ketersediaan obat yang dapat menyebabkan pasien mendapat antibiotik yang
berbeda sehingga lama pengobatan tidak sesuai. Faktor lainnya adalah kurangnya
informasi dari tenaga kesehatan pada pasien, untuk datang berobat kembali setelah
antibiotik yang diberikan habis.
Analisis kerasionalan terbesar setelah dokter umum adalah perawat,
kemudian bidan. Hal ini biasanya dapat dipengaruhi oleh banyak faktor.
Diantaranya adalah pengalaman kerja yang lebih banyak, masa kerja yang lebih
lama, dan tingkat pendidikan yang lebih tinggi, dimana di Puskesmas Pekauman
ini perawat yang bertugas adalah DIII keperawatan, sedangkan bidan hanya DI
kebidanan. Perbedaan ini tentunya juga mencakup dalam pengetahuan dan
keilmuan yang dimiliki oleh masing-masing profesi.

KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat di peroleh dari penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Persentase penggunaan antibiotik pada balita dengan ISPA pneumonia di
Puskesmas Pekauman Kota Banjarmasin Juli – Oktober 2009 yang rasional
sebesar 10,96 %, dan yang tidak rasional sebesar 89,04 %. Berdasarkan
kriteria kerasionalan yakni tepat pemilihan obat sebesar 100%, tepat, tepat
pemberian obat sebesar 100%, tepat interval waktu pemberian sebesar
89,04%, pemberian dosis sebesar 75,34%, dan faktor terbesar penyebab
ketidakrasionalan yakni kriteria tepat lama pemberian sebesar 15,07%.
2. Persentase penggunaan antibiotik berdasarkan jenisnya pada balita dengan
ISPA pneumonia di Puskesmas Pekauman Kota Banjarmasin Juli-Oktober
2009 adalah amoxicillin sebesar 47,95 %, cotrimoksazol sebesar 28,76 %,
cefadroxyl sebesar 21,92 %, dan eritromisin sebesar 1,37 %.
3. Persentase penggunaan antibiotik berdasarkan karakteristik penulis resep
pada balita dengan ISPA pneumonia di Puskesmas Pekauman Kota
Banjarmasin Juli – Oktober 2009 yang rasional adalah pada dokter umum
sebesar16 %, perawat sebesar 6,67 %, dan bidan sebesar 3,03 %.

UCAPAN TERIMAKASIH
1. Bapak dr. Syamsul Arifin, M.Pd. dan Ibu Dra. Ida Widyani, Sp.FRS., Apt. selaku
dosen pembimbing.
2. Bapak Drs. Syaiful Bahri L., Apt., Bapak H.M. Muslim, M.Kes., dan Bapak Hari
Setyanto, S.Si., Apt. selaku dosen penguji.
3. Teman-teman tim Farmasi Masyarakat selaku partner selama melakukan
penelitian.
4. Keluarga yang selalu memberikan dukungan tiada henti.
REFERENSI

Chandra, Budiman. 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan. Penerbit Buku


Kedokteran EGC. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2002. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi


Saluran Pernapasan Akut untuk Penanggulangan Pneumonia Balita,
Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Modul Pelatihan Penggunaan


Obat Rasional. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin.2009. Data Rekapitulasi Penyakit ISPA per


Puskesmas se-Kota Banjarmasin Januari-Oktober tahun 2009.
Banjarmasin.

Susanto, Denny. 2009. ISPA Tewaskan 5 Balita di Kalsel.


http://www.mediaindonesia.com/read/2009/08/08/90081/127/101/Ispa-
Tewaskan-Lima-Balita-di-Kalsel
diakses tanggal 9 November 2009.

You might also like