You are on page 1of 4

Defek Sekat Atrium (Atrial Septal Defect, ASD)

oleh Evan Regar, 0906508024

Pendahuluan

Kelainan jantung bawaan merupakan salah satu kelainan yang paling sering ditemukan dalam
kelahiran hidup (mencapai 1% dari seluruh kelainan hidup). 1 Kelainan jantung yang dapat terjadi antara lain
adalah kelainan dalam pembentukan sekat jantung. Sekat jantung merupakan suatu batas pemisah antara
jantung kiri dengan jantung kanan, menjaga agar darah di dalam kedua “pompa” ini tidak bercampur yang
dapat menyebabkan gangguan saturasi oksigen darah yang meninggalkan jantung. Salah satu bentuk kelainan
sekat yang banyak diketahui adalah defek sekat atrium, atau Atrial Septal Defect, yang selanjutnya disebut
dengan ASD.

Epidemiologi

Studi mengenai insidens penyakit jantung kongenital di dunia


barat menggambarkan bahwa ASD menempati posisi kedua, setelah
defek sekat ventrikel (VSD), dalam frekuensi malformasi jantung
kongenital yang lahir hidup.2 Namun demikian pada literatur lain ASD
merupakan kelainan jantung kongenital terbanyak kelima. 3

Etiologi

Sebagaimana yang telah diketahui bahwa penyakit jantung


kongenital banyak disebabkan oleh interaksi kompleks antara faktor
genetik dengan faktor lingkungan (paparan terhadap zat teratogen). 1
Tidak dapatlah ditunjuk satu penyebab saja penyebab kelainan jantung
kongenital.4

Abnormalitas genetik dapat disebabkan oleh mutasi gen tunggal (single gene mutation), kelainan
kromosomal (delesi, trisomi, monosomi). Mutasi gen tunggal menyebabkan terbentuknya protein struktural
maupun regulator serta protein untuk pengaturan persinyalan molekular yang defek dan biasanya dapat
diprediksi pola penurunannya mengingat diturunkan dengan pola Mendelian. 3 Kelainan kromosomal yang
sering menyebabkan ASD di antaranya sindrom Turner (45X), sindrom Down (trisomi 21), serta sindrom
Miller Dieker (delesi 17p). Namun demikian perlu diingat bahwa banyak kelainan kromosomal dapat
menyebabkan penyakit jantung kongenital, meskipun tidak spesifik menyebabkan kelainan tertentu. 3 Kelainan
jantung pada sindrom Down merupakan kelainan yang paling jelas mekanismenya karena melibatkan anomali
struktur yang berasal dari bantalan endokardium (termasuk sekat atrioventrikular dan katup jantung). 2

Teratogen merupakan faktor lingkungan yang paling berperan dalam menyebabkan penyakit jantung
kongenital, termasuk di antaranya ASD. Telah diketahui bahwa pajanan terhadap infeksi rubella kongenital,
diabetes gestasional, alkohol, talidomit, asam retinoat dapat menyebabkan terjadinya penyakit jantung
kongenital pada anak. Kurangnya konsumsi asam folat juga dituding sebagai penyebab terjadinya hal
demikian.

Kelainan Struktural dan Patofisiologi Kelainan

ASD perlu dibedakan dengan patent foramen ovale. ASD memungkinan komunikasi interatrium
akibat sekat atrium yang tidak sempurna. Patent foramen ovale pada dasarnya juga hal yang serupa dengan
ASD, namun melibatkan struktur normal yang terdapat pada masa fetal. Namun demikian patent foramen
ovale cenderung terlihat hanya ketika terjadi peningkatan tekanan di atrium kanan (misal: hipertensi
pulmonal, batuk) menyebabkan pirau kanan-kiri
(bandingkan dengan ASD yang tampak sebagai pirau
kiri-kanan akibat tekanan di atrium kiri yang secara
alamiah lebih tinggi dibandingkan tekanan atrium
kanan).

ASD dapat digolongan menjadi empat golongan,


yakni4:

(1) defek di fossa ovalis (ostium sekundum) –


merupakan tipe yang tersering (~70%). Keadaan
ini sering disebabkan oleh kematian (apoptosis)
sel-sel di septum primum yang berlebihan,
menyisakan bukaan ostium sekundum yang
terlampau besar atau kelainan pembentukan
septum sekundum;
(2) defek kanal AV parsial – sering merupakan
suatu kompleks dengan defek kanal atrioventrikular;
(3) defek sinus venosus – defek di dekat bukaan dengan vena kava superior (lebih jarang di vena kava
inferior); dan
(4) defek di sinus koronarius. Gambar 1 – Beberapa tipe komunikasi
interatrial yang tergolong sebagai ASD. A:
Dengan adanya pirau kiri-kanan (left-to-right shunt), tipe ostium sekundum; B: tipe sinus venosus;
hal ini tidak serta merta menegaskan tekanan di dalam C: tipe ostium sekundum yang sangat besar;
atrium (atau secara umum jantung) belahan kiri lebih D: tipe kanal atrioventrikular
tinggi dibandingkan dengan belahan jantung kanan. Perlu
diketahui bahwa perbedaan tekanan atrium kiri dengan (Hurst, 2006)
kanan tidaklah terlalu signifikan untuk menghasilkan
pirau yang sedemikian besar. Oleh karena itu faktor lain perlu dipertimbangkan untuk menjelaskan aliran
darah dari kiri ke kanan. Sistem atrium kanan lebih mudah teregang (more distensible) dibandingkan dengan
atrium kiri.4 Dinding ventrikel kanan yang lebih tipis juga memiliki kemampuan untuk “menampung darah
tambahan” lebih baik dibandingkan dengan ventrikel kiri yang berdinding lebih tebal. Seiring dengan
berjalannya pirau ini, aliran darah pulmoner meningkat hingga dia sampai empat kali normal.

Kelebihan darah di ventrikel kanan disertai dengan peningkatan aliran darah pulmoner dapat
menyebabkan hipertrofi ventrikel kanan (akibat pressure dan volume overload). Respons kompensasi akan
muncul berupa konstriksi arteri pulmoner yang menjaga perfusi kapiler pulmoner tetap dalam batas yang
normal serta mencegah edema pulmoner. 3 Vasokonstriksi yang persisten ini justru akan meningkatkan kerja
jantung kanan untuk melawan resistensi pulmoner yang meningkat akibat vasokonstriksi ini. Sebagai
akibatnya dinding ventrikel kanan akan beradaptasi dengan melakukan proliferasi serupa dengan perubahan
pada arteriol akibat hipertensi sistemik). Pada akhirnya resistensi pulmoner dapat meningkat drastis nyaris
menyamai resistensi sistemik, mengakibatkan terjadinya pirau kanan-kiri (akibat peningkatan tekanan
ventrikel kanan yang sangat drastis, mengalahkan tekanan ventrikel kiri). Dalam kondisi kompensasi ini dapat
terjadi sianosis (late cyanotic congenital, kid blue – bdk. dengan early cyanotic congenital, baby blue pada
pirau kanan-kiri) yang dikenal dengan sindrom Eisenmenger. Tidak hanya ASD, segala kelainan pirau kiri-
kanan pada akhirnya dapat mengalami patofisiologi yang sama sehingga justru terjadi inversi pirau.
Dapat disimpulkan bahwa untuk seluruh kelainan jantung kongenital dengan adanya pirau, terjadi
gangguan hemodinamik yang mengakibatkan abnormalitas struktur jantung sebagai mekanisme kompensasi
dan adaptasik, seperti atrofi atau justru hipertrofi.

Gejala Klinis

Pada umumnya saat kelahiran ASD asimptomatik. ASD biasanya terlihat saat mencapai usia remaja
atau dewasa. Dapat dikatakan bahwa secara umum penyakit jantung kongenital yang merupakan “masalah
saat dewasa” merupakan penyakit jantung kongenital dengan pirau kiri-kanan yang tidak menyebabkan
sianosis saat masa bayi (misal: ASD, VSD, PDA, CoA, serta ToF). 4

Gejala yang paling sering menyertai penderita ASD adalah sesak nafas dan rasa lelah yang cepat
timbul setelah aktivitas fisik. Sesak nafas dapat terjadi pasa aktivitas biasa disertai dengan berdebar-debar
(takiartimia). Tanda-tanda sianosis sentral (seperti kebiruan di kuku dan sekitar bibir) biasanya kurang
ditemukan kecuali defek terjadi dalam intensitas yang besar (suatu kondisi yang jarang dapat disebabkan oleh
bukaan yang sangat lebar akibat ketiadaan septum interatrial, disebut dengan istilah cor trilokulare
biventrikulare1 dan sering disertai defek fatal lain di daerah jantung). Semakin tua usia seseorang dengan
kelainan ini makin rentan mengalami gagal jantung kongestif (terutama dekade keempat dan kelima) disertai
dengan aritmia.

Seseorang dengan ASD juga rentan mengalami infeksi paru yang berulang akibat meningkatnya aliran
darah pulmoner cenderung mengakibatkan banyaknya cairan yang mengalir menuju paru, “membanjiri” paru
dan menyebabkan paru lebih rentan terhadap infeksi mikroorganisme.

Temuan Pemeriksaan Fisik dan Penunjang

Temuan pemeriksaan fisik juga tidaklah menunjukkan arahan diagnosis yang spesifik. Oleh karena itu
ASD sering ditemukan secara insidental melalui pemeriksaan foto toraks maupun ekokardiografi.

Pada pemeriksaan fisik biasanya ditemui individu yang cenderung kurus. Pada pemeriksan pulsasi
vena jugular ditemui peningkatan pulsasi gelombang v yang nyaris sama besar dengan gelombang a (dalam
kondisi normal gelombang a mendominasi). Pada saat dilakukan auskultasi terjadi abnormal splitting berupa
wide fixed splitting bunyi jantung kedua serta splitting yang terdengar jelas baik pada waktu ekspirasi maupun
inspirasi (bahkan pada saat melakukan Manuver Valsava). 3 Hal ini dapat terjadi mengingat terjadinya
peningkatan aliran darah pulmoner menahan penutupan katup pulmonal yang normalnya hanya akan
mengalami pelambatan penutupan pada saat terjadi peningkatan venous return akibat seseorang menarik nafas
dalam (inspirasi – fisiologis). Bunyi lain yang dapat pula ditemukan adalah sistolik tipe ejeksi pada daerah
pulmonal, mid-diastolik pada daerah trikuspid, pengerasan bunyi jantung kedua di daerah pulmonal. Temuan
bunyi ini merupakan bunyi fungsional akibat peningkatan kerja ventrikel kanan.

Pemeriksaan elektrokardiografi menampakkan deviasi aksis ke kanan, blok bundel kanan, hipertrofi
ventrikel kanan, pemanjangan interval PR, serta aksis gelombang P abnormal maupun bentuk gelombang P itu
sendiri. Pada saat mencapai usia dewasa gambaran EKG sering menampilkan flutter maupun fibrilasi atrium.

Foto toraks biasanya menampakkan pembesarn jantung (atrium kanan) secara ringan hingga sedang
dengan daerah retrosternal terisi pada foso lateral, tampakan dan corakan arteri pulmoner cenderung
meningkat. Gambaran yang bisa membedakan dengan pirau kiri-kanan lainnya adalah sedikitnya perpindahan
atrium kiri.
Gambar 2 – Gambaran foto toraks seorang anak berusia 4 tahun yang menampakkan pembesaran ventrikel
kanan (terutama foto lateral) disertai dengan peningkatan corakan vaskuler paru (Hurst, 2006)

Prognosis dan Komplikasi

Akibat sulitnya dan ketiadaan tanda yang khas pada kelainan ini, penemuan secara insidental biasanya
telah menunjukkan suatu kondisi yang cukup berat. Hipertensi pulmoner merupakan kondisi yang paling
sering ditemui. Demikian pula dengan flutter atrium dan fibrilasi atrium yang semakin meningkat kejadiannya
seiring dengan pertambahan usia. Keadaan yang berat tanpa intervensi cenderung mengakibatkan gagal
jantung. Penyebab kematian tersering orang dengan ASD adalah emboli pulmoner, trombosis pulmoner,
emboli paradoksikal (akibat pirau yang terjadi), abses otak, maupun infeksi (terutama infeksi paru). 3,4

Tatalaksana

Terapi dengan obat-obatan berguna bagi beberapa bayi yang menunjukkan gejala gagal jantung.
Persistensi gejala mengindikasi penutupan defek melalui pembedahan. Pada sebagian besar kasus penutupan
disarankan untuk dilakukan sebelum anak tersebut memasuki usia sekolah. Indikasi penutupan ASD melalui
temuan pemeriksaan penunjang antara lain pembesaran jantung pada foto toraks dengan dilatasi ventrikel
kanan, hipertensi pulmoner masif, serta adanya riwayat iskemik transien (ministroke maupun stroke) dan
foramen ovale yang persisten. Penutupan dilakukan melalui tindakan pembedahan. Penutupan dapat dilakukan
dengan menjahit secara langsung lubang yang terbuka atau menggunakan alat amplatzer septal occluder.

Kepustakaan

1. Sadler TW. Langman’s medical embryology. Eleventh edition. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins; 2010.
2. Schoen FJ, Mitchell RN. The heart. In: Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Aster JC, editors. Robbins
and cotran pathologic basis of disease. Eighth edition. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2010
3. Fuster V, Walsh RA, O’Rourke RA, Wilson PP, editors. Hurst’s the heart. 12 th edition. New York:
McGraw-Hill, 2008
4. Ghanie A. Penyakit jantung kongenital pada dewasa. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid I. Edisi V. Jakarta: Interna
Publishing; 2009

You might also like