You are on page 1of 16

ESTIMASI KENAIKAN BERAT BADAN BALITA USIA 1TAHUN

BERDASARKAN RIWAYAT BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR)

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian


Riset terbaru WHO pada tahun 2005 yang dikutip oleh Siswono (2006) menyebutkan bahwa 42%
penyebab kematian balita di dunia adalah penyakit pneumonia, sebanyak 58% terkait dengan
malnutrisi, malnutrisi sering kali terkait dengan kurangnya asupan ASI (gizi online, 2007).
Rekomendasi WHO/UNICEF dan RPJPMN ( Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Menengah
Nasional ) merencanakan aksi nasional pencegahan dan penanggulangan gizi buruk tahun 2005 –
2009 dimana seluruh perbaikan gizi ini dapat menurunkan masalah gizi kurang dari 27,3 % tahun
2003 menjadi 20% pada tahun 2009, dan masalah gizi buruk dari 8,0% pada tahun 2003 menjadi 5%
pada tahun 2009 (Departemen Kesehatan RI, 2006: 1 – 2).
Keadaan kekurangan gizi pada bayi dan anak di sebabkan kebiasaan pemberian MP-ASI yang tidak
tepat (Media indo online, 2006). Akibat rendahnya sanitasi dan hygiene MP-ASI memungkinkan
terjadinya kontaminasi oleh mikroba, hingga meningkatkan resiko dan infeksi lain pada bayi, hasil
penelitian widodo (2006) bahwa masyarakat pedesaan di Indonesia jenis MP-ASI pada umumnya
sudah diberikan kepada bayi sebelum usia 4 bulan yaitu pisang (57,3%) dan rata-rata berat badan
bayi yang mendapat ASI eksklusif lebih besar dari pada kelompok bayi yang diberikan MP-ASI (Depkes
online, 2007)
Pada masa balita, anak sedang mengalami proses pertumbuhan yang sangat pesat sehingga
memerlukan zat- zat makanan yang relatif lebih banyak dengan kualitas yang lebih tinggi. Hasil
pertumbuhan menjadi dewasa, sangat tergantung dari kondisi gizi dan kesehatan sewaktu masa
balita. Gizi kurang atau gizi buruk pada bayi dan anak- anak terutama pada umur kurang dari 5 tahun
dapat berakibat terganggunya pertumbuhan jasmani dan kecerdasan otak (Ahmad Djaeni,2000:239).
MP – ASI adalah makanan tambahan yang diberikan kepada bayi berusia 6-24 bulan, jadi selain MP –
ASI, ASI pun harus tetap diberikan kepada bayi paling tidak sampai usia 24 bulan (Ir.Dian Krisnatuti
dan Yenrina.2000)
Pemberian makanan setelah bayi berumur 6 bulan memberikan perlindungan ekstra dan besar dari
berbagai penyakit. Hal ini disebabkan sistem imun bayi kurang dari 6 bulan belum sempurna.
Pemberian MP – ASI dini sama saja dengan membuka pintu gerbang masuknya berbagai jenis kuman.
Belum lagi jika tidak di sajikan higienis (www.Indonesia.org.2005)
Makanan pendamping ASI diberikan mulai umur 6 bulan sampai 24 bulan. Semakin meningkat umur
bayi / anak, kebutuhan zat gizi semakin bertambah untuk tumbuh kembang anak, sedangkan ASI
yang dihasilkan kurang memenuhi kebutuhan gizi (Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial
RI, 2000:5). Upaya peningkatan status kesehatan dan gizi bayi atau anak melalui perbaikan perilaku
masyarakat dalam pemberian makanan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari upaya
perbaikan gizi secara menyeluruh (Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan RI, 2000: 1).
Berdasarkan survey pendahuluan di Desa Rambigundam Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember
pada akhir tahun 2009 dan data hasil posyandu pada bulan September tahun 2010 dari 178 orang
(92,67%) yang berusia 6 – 60 bulan dan terdapat 39 orang (43%) yang berusia 6 – 24 bulan dengan
jumlah 1 orang yang berat badannya tidak sesuai standard. Berat badan bayi yang tidak sesuai
standar adalah berat badan yang kurang dari 80 % dari berat seharusnya. Hal ini disebabkan karena
kurangnya pengetahuan ibu tentang pemberian makanan pendamping ASI yang tepat pada usia 6 –
24 bulan.
Di desa ini kebiasaan memberikan makanan pendamping ASI sudah dilakukan pada usia 4 bulan.
Melihat hal tersebut, penulis tertarik untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu menyusui
tentang pemberian MP – ASI pada usia 6 – 24 bulan di Desa Rambigundam Kecamatan Rambipuji
Kabupaten Jember pada tahun 2010.
A. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Batasan
Keterbatasan menjelaskan tentang keterbatasan apa saja dalam penulisan riset ini, seperti
keterbatasan waktu atau yang lain yang dianggap perlu oleh peneliti (Azis Alimul, 2003: 60)
Keterbatasan yang dialami oleh peneliti dalam penelitian ini adalah Instrumen penelitian pada
variabel Independent yakni pada penelitian ini adalah pengetahuan MP-ASI dan variable
independennya adalah Ibu menyusui yang mempunyai bayi usia 6-24 bulan.
2. Rumusan Masalah
Masalah dalam penelitian ini adalah “ Bagaimana gambaran pengetahuan ibu menyusui tentang
pemberian MP – ASI pada usia 6 – 24 bulan di Desa Rambigundam Kecamatan Rambipuji Kabupaten
Jember pada tahun 2010 “
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran pengetahuan ibu menyusui tentang pemberian MP – ASI pada usia 6 – 24
bulan di Desa Rambigundam Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember pada tahun 2010
2. Tujuan Khusus
a) Mengidentifikasi pola pengetahuan ibu menyusui tentang pemberian MP – ASI pada usia 6 – 24
bulan di Desa Rambigundam Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember pada tahun 2010
b) Mengidentifikasi status gizi balita usia 6-24 bulan di Desa Rambigundam Kecamatan Rambipuji
Kabupaten Jember pada tahun 2010.
c) Menganalisis hubungan pola pengetahuan ibu menyusui tentang pemberian MP – ASI pada usia 6
– 24 bulan di Desa Rambigundam Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember pada tahun 2010.
C. Manfaat Penelitian
a. Bagi Puskesmas
Diharapkan dapat menambah informasi atau pengetahuan ibu-ibu menyusui tentang pemberian
Makanan Pendamping ASI (MP – ASI) pada usia 6 - 24 bulan dengan tepat, baik melalui penyuluhan
atau bekerjasama dengan kader dan tokoh masyarakat.
b. Bagi Institusi Akademi Kebidanan Bakti Indonesia Banyuwangi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi proses penelitian selanjutnya
terutama yang berhubungan dengan pemberian makanan pendamping ASI pada usia 6 – 24 bulan
c. Bagi Seluruh Ibu menyusui di Desa Rambigundam Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember
Hasil penelitian ini diharapkan meningkatkan pengetahuan ibu menyusui tentang makanan
pendamping ASI pada usia 6 – 24 bulan.
d. Bagi Penulis
Dapat menambah wawasan keilmuan dan pengalaman dalam memberikan Asuhan Kebidanan
kepada ibu.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pengetahuan


2.1.1 Pengertian Pengetahuan
Menurut Maman Rachman (2003:93), pengetahuan adalah hasil dari kegiatan mengetahui,
sedangkan mengetahui artinya mempunyai bayangan tentang sesuatu.
Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia yang sekedar menjawab
“what” sedangkan ilmu (sciense) bukan sekedar menjawab “what” melainkan akan menjawab
pertanyaan “why” dan “how.
Menurut Muhibbinsyah (2001), isi pengetahuan itu sendiri berupa konsep-konsep dan fakta yang
dapat di tularkan kepada orang lain melalui ekspresi tulisan atau lisan.
2.1.2 Dasar Pengetahuan
Pengetahuan merupakan dasar yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang dan
tindakan yang didasari dengan pengetahuan. Dalam pengetahuan seseorang melakukan
penginderaan terhadap suatu obyek yang melalui suatu proses penerimaan. Menurut (Rogers 1974,
dalam Notoatmojo, 2003) mengemukakan teori tentang suatu pesan yang diterima oleh setiap
individu akan melalui 5 proses berurutan, yaitu :
1. Awarness (Kesadaran)
Dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu

terhadap stimulus (obyek)


2. Interest (merasa tertarik)
Dimana seseorang mulai merasa tertarik terhadap stimulus / obyek
tersebut. Di sini sikap objek mulai timbul.
3. Evaluation (menimbang – nimbang)
Dimana seseorang mulai menimbang – nimbang terhadap baik tidaknya
stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih
baik.
4. Trial (mencoba)
Dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran dengan sikapnya terhadap stimulus
5. Adaptation
Dimana subjek mulai beradaptasi sesuai dengan pengetahuan, kesadaran
dan sikapnya terhadap stimulus.
2.1.3 Tingkatan Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003:122-123), pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif
mempunyai 6 tingkatan, yaitu:
1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah di pelajari sebelumnya termasuk
kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari
seluruh badan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu merupakan
tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa
yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan
sebagainya.
2. Memahami ( Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang
diketahui, dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham akan
objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramal, dan
sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
3. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi
dan kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum,
rumus, metode, prinsip dalam konteks atau situasi lain.
4. Analisis (Analisys)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-
komponen tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu
sama lain.
5. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-
bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan
untuk menyunsun informasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi (Evaluasion)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu
materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria-kriteria yang telah ada.
2.1.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Notoatmojo (2003), berikut ini adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
pengetahuan seseorang tentang suatu hal.
2.1.4.1 Faktor Internal
a. Umur
Semakin tua umur seseorang maka proses perkembangan mentalnya bertambah baik, akan tetapi
pada umur-umur tertentu bertambahnya proses perkembangan mental ini tidak secepat seperti
ketika berumur belasan tahun. Dari uraian di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa dengan
bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada bertambahnya pengetahuan yang
diperolehnya, akan tetapi akan menjelang usia lanjut kemampuan penerimaan atau mengingat suatu
pengetahuan akan berkurang.
b. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu kegiatan proses pembelajaran untuk mengembangkan atau meningkatkan
kemampuan tertentu sehingga pendidikan itu dapat berdiri sendiri. Jadi pendidikan diperlukan untuk
mendapatkan informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan, sehingga makin banyak pula
pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan
sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan.
2.1.4.2 Faktor Eksternal
a. Informasi
Informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang meskipun seseorang
mempunyai pendidikan yang rendah tetapi jika ia mendapatkan informasi yang baik dari berbagai
media, misalnya : TV, Radio, Surat kabar. Hal ini akan dapat meningkatkan pengetahuan seseorang.
b. Lingkungan
Lingkungan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang memberikan pengaruh sosial
terutama bagi seseorang dimana seseorang dapat mempelajari hal-hal yang baik dan hal-hal yang
buruk tergantung pada sifat kelompoknya.
c. Sosial Budaya
Sosial budaya merupakan salah satu yang mempunyai pengaruh terhadap pengetahuan seseorang.
Seseorang memperoleh suatu kebudayaan dalam hubungan dengan orang lain karena hubungan ini
seseorang mengalami proses belajar dan memperoleh suatu pengetahuan.
d. Pengalaman
Pengalaman merupakan sumber pengetahuan, suatu cara untuk kebenaran pengetahuan, hal ini
dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang telah diperoleh dengan memecahkan
masalah yang dihadapi pada masa lalu.
2.1.5 Tingkat Pengetahuan
Menurut Arikunto ( 2002 ) tingkat pengetahuan di bagi menjadi tiga yaitu:
1. Tingkat pengetahuan baik
Tingkat pengetahuan baik adalah tingkat pengetahuan dimana seseorang mampu mengetahui,
memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis dan mengevaluasi. Tingkat pengetahuan dapat
dikatakan baik jika seseorang mempunyai 76% - 100% pengetahuan.
2. Tingkat pengetahuan cukup
Tingkat pengetahuan cukup adalah tingkat pengetahuan dimana seseorang mengetahui, memahami,
tetapi kurang mengaplikasi, menganalisis, mengintesis dan mengevaluasi. Tingkat pengetahuan dapat
dikatakan sedang jika seseorang mempunyai 56% - < 76% pengetahuan.
3. Tingkat pengetahuan kurang
Tingkat pengetahuan kurang adalah tingkat pengetahuan dimana seseorang kurang mampu
mengetahui, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis dan mengevaluasi. Tingkat
pengetahuan dapat dikatakan kurang jika seseorang mempunyai <56% pengetahuan.
NANDA (2005) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang terkait dengan kurang pengetahuan (deficient
knowledge) terdiri dari: kurang terpapar informasi, kurang daya ingat/hapalan, salah menafsirkan
informasi, keterbatasan kognitif, kurang minat untuk belajar dan tidak familiar terhadap sumber
informasi (Nanda, 2005). Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pengetahuan/knowledge
seseorang di tentukan oleh faktor-faktor sebagai berikut:
a. Keterpaparan terhadap informasi
b. Daya ingat
c. Interpretasi informasi
d. Kognitif
e. Minat belajar, dan
f. Kefamiliaran akan sumber informasi

2.1.6 Cara memperoleh pengetahuan


2.1.6.1 Cara tradisional atau non ilmiah
Diperoleh untuk memperoleh kebenaran pengetahuan cara ini meliputi:
a. Cara coba salah (Trial and Error)
Cara paling tradisional yang digunakan manusia untuk memperoleh pengetahuan dalam waktu yang
cukup lama untuk memecahkan berbagai masalah dan bila kemungkinan itu tidak berhasil maka
dicoba kemungkinan yang lain sampai masalah tersebut dapat dipecahkan.
b. Cara kekuasaan atau otoritas
Yaitu pengetahuan yang diperoleh otoritas atau kepuasan baik tradisi, otoritas pemerintah, agama,
maupun ahli ilmu kebenarannya berdasarkan fakta atau berdasarkan penalaran sendiri.
Metode ini berpendapat bahwa pemegang otoritas seperti pemimpin pemerintah, tokoh agama,
maupun ahli ilmu pengetahuan pada prinsipnya mempunyai mekanisme yang sama di dalam
penemuan
pengetahuan sehingga orang lain menerima pendapat yang dikemukakan oleh orang yang
mempunyai otoritas tanpa menguji terlebih dahulu atau membuktikan kebenarannya baik
berdasarkan fakta empiris maupun penalaran sendiri
c. Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman ini merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Kemampuan
untuk menyimpulkan pengetahuan, aturan dan membuat prediksi berdasarkan observasi adalah
penting untuk pola penalaran manusia. Upaya memperoleh pengetahuan dengan cara mengulang
kembali pengalaman yang pernah diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi masa
lalu.

2.1.6.2 Cara modern atau cara ilmiah


Pendekatan yang paling tepat untuk materi suatu kebenaran karena didasari pada pengetahuan yang
terstruktur dan sistematis serta dapat mengumpulkan dan menganalisa data yang didasarkan pada
prinsip rehabilitas dan reabilitas. Perlu adanya kombinasi yang logis dengan mendekatkan induktif
maupun deduktif mampu menciptakan suatu pemecahan masalah lebih akurat dan tepat. Cara baru
atau modern dalam memperoleh pengetahuan lebih sistematis, logis dan ilmiah. ( Notoatmodjo,
2003 : 132 )

2.1.7 Pengukuran Pengetahuan


Menurut Notoatmodjo (2003) pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara dan
kuesioner yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Hal
ini tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
2.1.7.1 Wawancara (Interview)
Wawancara adalah suatu metode yang dipergunakan untuk mengumpulkan
data dimana peneliti mendapatkan keterangan secara lisan dari seseorang
sasaran penelitian (responden) atau bercakap-cakap berhadapan muka
dengan orang tersebut (face to face). Wawancara merupakan pembantu
utama dari metode observasi. Gejala-gejala sosial yang tidak dapat terlihat
atau diperoleh melalui observasi dapat digali melalui wawancara
(Notoatmodjo, 2003 ). Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan
oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara.
( Arikunto, 2006 )
Wawancara bukanlah sekedar angka lisan saja, sebab dengan wawancara
peneliti akan dapat memperoleh kesan langsung dari responden, menilai
kebenaran yang dikatakan oleh responden, membaca mimik dari
responden, memberikan penjelasan pernyataan tidak dimengerti oleh
responden, memancing jawaban bila jawaban macet.
Beberapa jenis wawancara, meliputi :
Wawancara tidak terpimpin (non directive or unguided interview), wawancara terpimpin dan
wawancara bebas terpimpin. Wawancara tidak terpimpin di sini diartikan tidak ada pokok persoalan
yang menjadi fokus dalam wawancara tersebut. Sehingga dalam wawancara ini pertanyaan-
pertanyaan yang dikemukakan itu tidak sistematis, melompat-lompat dari atau peristiwa atau topik
ke topik atau peristiwa yang lain tanpa berkaitan. Interview ini hanya cocok sebagai suatu teknik
pengumpulan data guna memperoleh data-data khusus yang mendalam, yang tidak dapat diperoleh
dengan wawancara terpimpin ( Notoatmodjo, 2003 )
Wawancara terpimpin (structured or interview), interview jenis ini dilakukan berdasarkan pedoman-
pedoman berupa kuesioner yang telah disiapkan masak-masak sebelumnya. Pertanyaan-pertanyaan
di dalam kuesioner tersebut disusun sedemikian rupa sehingga mencakup variabel-variabel yang
berkaitan dengan hipotesisnya. ( Notoatmodjo, 2003 )
Wawancara bebas terpimpin merupakan kombinasi dari wawancara tidak terpimpin dan wawancara
terpimpin. Meskipun terdapat unsur kebebasan, tetapi ada pengaruh pembicaraan secara tegas dan
mengarah. Jadi wawancara jenis ini mempunyai ciri fleksibilitas (keluwesan) dan arah yang jelas. Oleh
karena itu sering dipergunakan untuk menggali gejala-gejala kehidupan psychis antropologis,
misalnya latar belakang suatu keyakinan, motivasi dari suatu perbuatan, harapan-harapan, dan
unsur-unsur terpendam lainnya yang bersifat sangat pribadi ( Notoatmodjo, 2003)
2.1.7.2 Kuesioner
Kuesioner merupakan daftar pertanyaan yang disusun secara tertulis dalam
rangka pengumpulan data suatu penelitian. Kuesioner merupakan laporan
diri pribadi, pengetahuan, pendapat, sikap maupun keyakinan responden
dari adanya fakta-fakta yang terjadi dalam masyarakat (misalnya terhadap
program kesehatan, perilaku kesehatan, persepsi masalah kesehatan)
(Nursalam, 2005). Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang
digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan
tentang pribadinya.( Arikunto, 2002 ).
Kuesioner ini menjadi sangat penting apabila peneliti ingin meneliti
pendapat atau sikap umum dalam suatu masyarakat. Melalui kuesioner,
peneliti dapat mengumpulkan data yang diperlukan dari bermacam-macam
responden dengan waktu yang cukup pendek dan dana yang kecil. Namun
kuesioner mempunyai sifat yang kaku dan kuesioner kadang-kadang
mengungkap jawaban yang dipengaruhi keinginan pribadi, unsur-unsur
yang tidak perlu dan yang dikontruksi seperti logis dan rasional.
(Nursalam, 2005 )

2.2 Konsep MP - ASI


2.2.1 Pengertian Makanan Pendamping ASI ( MP – ASI )
Makanan bayi dan anak usia 6 – 24 bulan terdiri dari Air Susu Ibu (ASI) dan Makanan Pendamping Air
Susu Ibu (MP – ASI). MP – ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan
kepada bayi atau anak usia 6 – 24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI (Departemen
Kesehatan RI, 2006: 3 – 4).
Makanan pendamping ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung gizi diberikan pada bayi
/ anak untuk memenuhi kebutuhan gizinya. Makanan pendamping ASI diberikan mulai umur 6 bulan
sampai 24 bulan. Semakin meningkat umur bayi / anak, kebutuhan zat gizi semakin bertambah untuk
tumbuh kembang anak, sedangkan ASI yang dihasilkan kurang memenuhi kebutuhan gizi
( Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI, 2000:5 ).
Makanan pendamping ASI merupakan makanan peralihan dari ASI ke makanan keluarga. Pengenalan
dan pemberian makanan pendamping ASI harus dilakukan secara bertahap baik bentuk maupun
jumlahnya, sesuai dengan kemampuan pencernaan bagi bayi / anak.Pemberian makanan
pendamping ASI yang cukup kualitas dan kuantitasnya penting untuk pertumbuhan dan
perkembangan kecerdasan anak yang sangat pesat pada periode ini ( Departemen Kesehatan dan
Kesejahteraan Sosial RI, 2000:5 ).
2.2.2 Tujuan Pemberian Makanan Tambahan Kepada Bayi
1. Melatih membiasakan bayi akan makanan yang akan dimakan dikemudian hari
2. Untuk memberikan serat makanan sebagai pelancar defekasi untuk bayi yang menderita konstipasi

3. Selain memperkenalkan rasa juga memperkenalkan makanan yang lebih padat sesuai dengan
kemampuan pencernaan bayi
4. Sesudah produksi ASI menurun pada bayi berumur 6 bulan ke atas MP – ASI merupakan makanan
pokok karena itu jumlah dan frekuensinya harus di tambah sedikit demi sedikit
5. MP – ASI yang cukup kuantitas dan kualitas merupakan dasar dari pertumbuhan fisik dan
perkembangan anak selanjutnya.
2.2.3 Syarat – syarat MP – ASI
Agar pemberian makanan pendamping ASI dapat terpenuhi dengan sempurna maka perlu
diperhatikan sifat – sifat bahan makanan yang akan di gunakan. Jumlah zat – zat gizi yang diperlukan
bayi, seperti protein, energi, lemak, vitamin, mineral, dan zat – zat tambahan lainnya.
Berdasarkan uraian diatas maka MP – ASI sebaiknya memiliki beberapa kriteria berikut :
1. Memiliki nilai energi dan kandungan protein yang tinggi
2. Memiliki nilai suplementasi yang baik serta mengandung vitamin dan mineral yang cocok
3. Dapat diterima oleh pencernaan bayi dengan baik
4. Harga relatife murah
5. Sebaiknya dapat diproduksi dari bahan – bahan yang tersedia secara local
6. Bersifat padat gizi
7. Kandungan serat kasar atau bahan lain yang sukar dicerna dalam jumlah yang sedikit. Kandungan
serat kasar yang terlalu banyak justru akan mengganggu pencernaan bayi.
( Krisnatuti, 2007 )
2.2.4 Jenis MP – ASI
1. Buah – buahan yang dihaluskan / dalam bentuk sari buah. Misalnya pisang ambon, pepaya, jeruk
dan tomat
2. Makanan lunak dan lembek. Misal bubur susu, nasi tim
3. Makanan bayi yang dikemas dalam kaleng / karton / sachet
2.2.5 Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian MP – ASI
1. Perhatikan kebersihan alat makan
2. Membuat makanan secukupnya
3. Berikan makanan dengan sebaik – baiknya
4. Buat variasi makanan
5. Ajak makan bersama anggota keluarga lainnya
6. Jangan memberi makanan dekat dengan waktu makan
7. Makanan berlemak menyebabkan rasa kenyang yang lama
2.2.6 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pemberian MP - ASI
2.5.1 Perubahan sosial budaya
1. Ibu – ibu bekerja atau kesibukan sosial lainnya.
2. Meniru teman, tetangga atau orang terkemuka yang memberikan susu
botol.
3. Merasa ketinggalan zaman jika menyusui bayinya.
2.5.2 Faktor Psikologis
1. Takut kehilangan daya tarik sebagai seorang wanita.
2. Tekanan batin.
2.5.3 Faktor Fisik Ibu
1. Ibu sakit, misalnya mastitis, panas dan sebagainya.
2.5.4 Faktor kurangnya petugas kesehatan, sehingga masyarakat kurang mendapat
penerangan atau dorongan tentang pemberian MP – ASI yang tepat.
2.5.5 Meningkatkan promosi susu kaleng sebagai pengganti ASI.
2.5.6 Penerangan yang salah justru datangnya dari petugas kesehatan sendiri yang
menganjurkan penggantian ASI dengan susu kaleng. ( Soetjiningsih,2002 )
2.2.7 Indikator bahwa bayi siap untuk menerima makanan padat :
1. Kemampuan bayi untuk mempertahankan kepalanya untuk tegak tanpa disangga
2. Menghilangnya refleks menjulurkan lidah
3. Bayi mampu menunjukkan keinginannya pada makanan dengan cara membuka mulut, lalu
memajukan anggota tubuhnya ke depan untuk menunjukkan rasa lapar dan menarik tubuh ke
belakang atau membuang muka untuk menunjukkan tidak ketertarikan pada makanan
2.2.8 Beberapa permasalahan dalam pemberian makanan bayi/anak umur 6 – 24 bulan :
1. Pemberian Makanan Pralaktal (Makanan sebelum ASI keluar)
Makanan pralaktal adalah jenis makanan seperti air kelapa, air tajin, air teh, madu, pisang, yang
diberikan pada bayi yang baru lahir sebelum ASI keluar. Hal ini sangat berbahaya bagi kesehatan bayi,
dan mengganggu keberhasilan menyusui.
2. Kolostrum dibuang
Kolostrum adalah ASI yang keluar pada hari-hari pertama, kental dan berwarna kekuning-kuningan.
Masih banyak ibu-ibu yang tidak memberikan kolostrum kepada Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
bayinya. Kolostrum mengandung zat kekebalan yang dapat melindungi bayi dari penyakit dan
mengandung zat gizi tinggi. Oleh karena itu kolostrum jangan dibuang.
3. Pemberian MP-ASI terlalu dini atau terlambat
Pemberian MP-ASI yang terlalu dini (sebelum bayi berumur 6 bulan) menurunkan konsumsi ASI dan
gangguan pencernaan/diare. Kalau pemberian MP-ASI terlambat (bayi sudah berusia lebih dari 6
bulan) dapat menyebabkan hambatan pertumbuhan pada anak.
4. MP-ASI yang diberikan tidak cukup
Pemberian MP-ASI pada periode umur 6-24 bulan sering tidak tepat dan tidak cukup baik kualitas
maupun kuantitasnya. Adanya kepercayaan bahwa anak tidak boleh makan ikan dan kebiasaan tidak
menggunakan santan atau minyak pada
makanan anak, dapat menyebabkan anak menderita kurang gizi terutama energi dan protein serta
beberapa vitamin penting yang larut dalam lemak.
5. Pemberian MP-ASI sebelum ASI
Pada usia 6 bulan, pemberian ASI yang dilakukan sesudah MP-ASI dapat menyebabkan ASI kurang
dikonsumsi. Pada periode ini zat-zat yang diperlukan bayi terutama diperoleh dari ASI . Dengan
memberikan MP-ASI terlebih dahulu berarti kemampuan bayi untuk mengkonsumsi ASI berkurang,
yang berakibat menurunnya produksi ASI . Hal ini dapat mengakibatkan anak menderita kurang gizi.
Seharusnya ASI diberikan dahulu baru MP-ASI .
6. Frekuensi pemberian MP-ASI kurang
Frekuensi pemberian MP-ASI dalam sehari kurang akan berakibat pada kebutuhan gizi anak tidak
terpenuhi.
7. Pemberian ASI terhenti karena ibu kembali bekerja
Di daerah kota dan semi perkotaan, ada kecenderungan rendahnya frekuensi menyusui dan ASI
dihentikan terlalu dini pada ibu-ibu yang bekerja karena kurangnya pemahaman tentang manajemen
laktasi pada ibu bekerja. Hal ini menyebabkan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) konsumsi zat gizi
rendah apalagi kalau pemberian MP-ASI pada anak yang kurang diperhatikan.
8. Kebersihan kurang
Pada umumnya ibu kurang menjaga kebersihan terutama pada saat menyediakan dan memberikan
makanan pada anak. Masih banyak ibu yang menyuapi anak dengan tangan, menyimpan makanan
matang tanpa tutup makanan / tudung saji dan kurang mengamati perilaku kebersihan dari pengasuh
anaknya. Hal ini memungkinkan timbulnya penyakit infeksi seperti diare (mencret) dan
lain-lain.
9. Prioritas gizi yang salah pada keluarga
Banyak keluarga yang memprioritaskan makanan untuk anggota keluarga yang lebih besar, seperti
ayah atau kakak tertua dibandingkan untuk anak baduta dan bila makan bersama-sama, anak baduta
selalu kalah.
2.2.9 Cara Pemberian Makanan Tambahan Yang Tepat
1. Untuk pertama kalinya berikan dulu hanya bubur beras saja karena makanan ini tidak
menimbulkan alergi, lalu campurkan dengan ASI
2. Setelah tidak menimbulkan efek samping alergi coba campur dengan susu formula selama 5 – 7
hari
3. Setelah tahapan ini lewat (tidak menimbulkan alergi) campurkan bubur beras dengan satu jenis
sayuran saja
4. Bila dia sudah menyukai bubur sayur, berikan campuran bubur dengan buah untuk anak usia 6
bulan. Jenis buah yang dianjurkan pepaya, pisang, jeruk dan tomat.
5. Untuk selanjutnya dalam pemberian MP – ASI adalah memperhatikan kekentalannya, tekstur, dan
ragam bahan pangan yang diperkenalkan satu persatu dulu agar bayi mengenal rasanya
(Dra.Kasdudini,M.Kes.2005)

2.3 Kerangka Konsep


Kerangka konsep adalah abstraksi dari suatu realita agar dapat dikomunikasikan dan membentuk
suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antar variable (baik variabel yang diteliti maupun yang
tidak diteliti). (Nursalam,2003 : 40)

Keterangan:

: Diteliti

: Tidak diteliti
Gambar 1
Kerangka Konsep Penelitian

Pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Dimana
yang meliputi faktor internal adalah usia dan pendidikan. Sedangkan yang meliputi faktor eksternal
adalah informasi, lingkungan, sosial budaya, dan pengalaman. Pengetahuan juga mencakup enam
tingkatan yang sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang. Yang meliputi: Tahu,
memahami, aplikasi, sintesis, dan evaluasi.
FBAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Penelitian ini bersifat deskriptif. Metode penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang
dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskriptif tentang suatu keadaan
secara objektif (Notoatmodjo, 2002). Dengan demikian penelitian ini menggambarkan pengetahuan
ibu menyusui tentang pemberian MP – ASI pada usia 6 – 24 bulan di Wilayah Puskesmas Rambipuji
Kabupaten Jember.

3.2 Besar Populasi, Besar Sample, dan Tekhnik Pengambilan Sample (Sampling)
3.2.1 Populasi
Adalah subyek yang hendak diteliti dan memiliki sifat-sifat yang sama menurut (Notoatmodjo, 2002).
Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu menyusui yang mempunyai bayi 6 – 24
bulan di Desa Rambigundam Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember sebanyak 129 orang.

3.2.2 Sampel
Sampel adalah sebagian diambil dari keseluruhan obyek yang diteliti dan dianggap mewakili populasi
(Notoatmodjo, 2005 : 79). Menurut Arikunto (2006), sampel adalah sebagian atau wakil populasi
yang diteliti apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya
merupakan penelitian populasi. Tetapi jika jumlah subjeknya lebih besar dapat diambil antara 10 – 15
% atau 20 – 25 %. Menurut Zainudin M., 2000 yang diadopsi oleh Nursalam, menentukan besar
sampel bila jumlah kurang dari 1000 dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
N
n=
1+ N (d)2

Keterangan :
n : Jumlah Sampel
N : Jumlah populasi
d : Tingkat Signifikan / Tingkat Kepercayaan / Ketepatan yang diinginkan ( Nursalam, 2003 )
Maka besarnya sampel :
129
n=
1 + 129 (0.05)2
n = 97 bayi
Jadi, jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 97 orang

3.2.3 Sampling
3.2.3.1 Teknik Sampling
Teknik Sampling adalah teknik atau cara pengambilan sampel sehingga dapat mewakili populasi.
Pada penelitian ini teknik yang digunakan adalah simple random sampling atau acak sederhana
(Notoatmodjo, 2005). Karena populasi lebih dari 100 maka peneliti mengambil sampel sebanyak 97
responden.

3.2.3.2 Kriteria Sampel


3.2.3.2.1 Kriteria Inklusi
Kriteria Inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu populasi target yang
terjangkau yang akan diteliti. (Nursalam, 2003 : 96)
1. Ibu yang berada dalam wilayah posyandu Desa Rambigundam Kecamatan Rambipuji Kabupaten
Jember.
2. Ibu yang memiliki bayi usia 6 – 24 bulan
3. Ibu yang menyusui bayi usia 6 – 24 bulan dengan memberikan MP – ASI
4. Ibu yang bersedia menjadi Responden

3.3 Desain Penelitian


Desain penelitian adalah rencana atau rancangan yang dibuat peneliti sebagai ancer-ancer kegiatan
yang akan dilaksanakan (Arikunto, 2002)
Desain penelitian merupakan suatu strategi untuk mencapai tujuan penelitian yang telah ditetapkan
dan berperan sebagai pedoman atau penuntun peneliti pada seluruh proses penelitian. ( Nursalam,
2003 : 81 )

3.4 Variabel penelitian


Variabel Independen atau bebas adalah faktor yang diduga sebagai faktor yang mempengaruhi
variabel dependen (Arikunto, 2002). Variabel independen pada penelitian ini adalah Pengetahuan
MP – ASI dan Variabel dependennya adalah ibu menyusui yang mempunyai bayi usia 6 – 24 bulan.

3.5 Definisi Operasional


Menurut Hidayat (2003), Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional dan
karakteristik yang diamati memungkinkan penelitian untuk melakukan observasi atau pengukuran
secara cermat terhadap suatu obyek atau fenomena. Untuk mempermudah dalam pengukuran,
maka variabel yang akan diukur dioperasionalkan atau didefinisikan. Untuk lebih jelasnya dilihat pada
tabel.

3.6 Lokasi dan Waktu Penelitian


3.6.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Rambigundam Wilayah Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember.
3.6.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada....................................
3.7 Teknik dan Instrumen Perolehan Data
Dalam penelitian ini, alat-alat yang digunakan adalah berupa angket / kuesioner yang berupa daftar
pertanyaan tertutup yang telah disusun. Jumlah pertanyaan adalah 30 item dengan 3 alternatif
pilihan jawaban (Arikunto.S. 2006 : 171)
Responden memilih salah satu jawaban yang dianggap paling benar dengan cara memberi tanda
silang ( x ) pada option jawaban. Cara menilai adalah dengan memberi nilai 1 (satu) bila jawaban
benar dan memberi nilai 0 (nol) bila jawaban salah (Arikunto.S.2002 : 215)

3.8 Teknik Pengolahan dan Analisa Data


3.8.1 Teknik Pengolahan Data
Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data, langkah selanjutnya yaitu melakukan
pengolahan data yang meliputi empat langkah, yaitu:
3.8.1.1 Editing
Editing adalah melakukan pengecekan terhadap semua data yang di kumpulkan melalui pembagian
kuesioner dengan tujuan mencetak kembali apakah hasilnya sudah sesuai dengan rencana atau
tujuan yang akan dicapai.

3.8.1.2 Coding
Coding yaitu memberi tanda atau kode untuk memudahkan pengolahan data, kemudian dilakukan
langkah selanjutnya.
3.8.1.3 Scoring
Scoring yaitu memberikan nilai berupa angka pada jawaban pertanyaan tiap kuesioner.
3.8.1.4 Tabulating
Tabulating yaitu menyunsun dan menghitung data hasil coding untuk kemudian disajikan dalam
bentuk tabel yang kemudian dianalisa.

3.8.2 Analisa Data


Menurut Arikunto (2002), analisa data pada penelitian inidiperoleh dari hasil pengisian kuesioner
oleh responden dengan Analitik.
3.8.2.1 Pengetahuan
Setelah didapatkan hasil dari perolehan data, kemudian masing-masing dari kriteria dijumlahkan dan
dilakukan pengolahan data dengan menggunakan rumus :
X
P = — x 100%
Y

Keterangan:
P = Prosentase
X = Jawaban benar yang dipilih oleh responden
Y = Jumlah seluruh pertanyaan
Selanjutnya dimasukkan pada kriteria obyektif sebagai berikut :
76% - 100% ( A ) : Baik
56% - 75% ( B ) : Cukup
≤ 56% ( C ) : Kurang
(Arikunto.S.2005 : 245)
3.8.2.1 Usia
Setelah didapatkan hasil dari perolehan data, kemudian masing-masing dari kriteria dijumlahkan dan
dilakukan pengolahan data dengan menggunakan rumus :
X
P = — x 100%
Y

Keterangan:
P = Prosentase
X = Jumlah usia responden menurut kriteria usianya
Y = Jumlah seluruh responden

3.8.2.2 Pekerjaan
Setelah didapatkan hasil dari perolehan data, kemudian masing-masing dari kriteria dijumlahkan dan
dilakukan pengolahan data dengan menggunakan rumus :
X
P = — x 100%
Y

Keterangan:
P = Prosentase
X = Jumlah pekerjaan responden menurut jenis pekerjaannya
Y = Jumlah seluruh responden

3.9 Etika Penelitian


Sebelum dilakukan penelitian, peneliti mengadakan survey lapangan dan mengajukan permohonan
ijin kepada kepala PUSKESMAS melalui surat ijin mengajukan permohonan dari Akademi Kebidanan
Bina Husada jember, kemudian melakukan penelitian dengan menekankan masalah etika.
3.9.1 Informed Consent (Lembar Persetujuan)
Informed Consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian
dengan memberikan lembar persetujuan. Informed Consent tersebut diberikan sebelum penelitian
dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden.
3.9.2 Anonymity (Tanpa Nama)
Lembar format pengkajian tidak diisi nama untuk menjaga kerahasiaan identitas subjek penelitian
lembar format pengkajian tersebut hanya diberi kode tertentu oleh peneliti (inisial).
3.9.3 Confidentially (Kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi yang dimiliki oleh subjek peneliti dijamin oleh peneliti. ( Hidayat, 2003:76 )

You might also like