You are on page 1of 33

Kedaerahan dan Kebangsaan dalam Demokrasi Sebuah Perspektif Ekonomi-Politik

Lembaga Survei Indonesia (LSI) Jakarta, 20 Maret 2007

Ihtisar temuan
Otonomi daerah sudah menggelinding berbarengan dengan reformasi. Ia merupakan terobosan untuk memperkuat Indonesia sebagai sebuah negara bangsa dengan mengakomodasi keragaman daerah. Akomodasi ini bukan untuk memperlemah, tapi sebaliknya, untuk memperkuat Indonesia. Dalam konteks itu otonomi daerah adalah sistem untuk membuat hubungan kongruen antara pusat dan daerah. Sejauhmana kongruensi ini telah terbangun? Dilihat dari sikap dan perilaku politik warga, otonomi daerah yang sudah berjalan sampai hari ini belum mampu menjembatani kedaerahan dan keindonesiaan. Hubungan antara kedaerahan dan keindonesiaan masih negatif, dan yang punya sentimen kedaerahan dibanding keindonesiaan masih banyak. Otonomi daerah belum mampu menyerap keragaman dalam keindonesiaan. Sumber utama dari belum mampunya otonomi daerah menjembatani kedaerahan dan keindonesiaan, belum mampunya menciptakan sistem politik yang kongruen antara pusat dan daerah, adalah kinerja otonomi daerah itu sendiri yang dinilai publik belum banyak menciptakan keadaan lebih baik dibanding sistem pemerintahan yang terpusat sebelumnya.

Ihtisar (lanjutan)
Akar dari belum berkinerja baiknya otonomi daerah terkait dengan evaluasi publik atas kinerja pemerintah daerah. Evaluasi positif publik atas kinerja otonomi daerah tergantung pada apakah kinerja pemerintah akan semakin baik, atau sebaliknya. Bila tidak, maka sikap negatif publik pada otonomi daerah akan menjadi semkin kuat, dan pada gilirannya akan semakin menjauhkan daerah dengan pusat, kedaerahan dan keindonesiaan. Namun demikian, tidak terkaitnya secara berarti antara otonomi daerah dan keindonesiaan masih tertolong berkat demokrasi. Demokrasilah yang menggerus kedaerahan, bukan otonomi daerah. Untungnya, demokrasi pula yang berhubungan secara sistemik dengan otonomi daerah. Demokrasi menjadi titik temu antara otonomi daerah dan keindonesiaan, dan karena itu penguatan demokrasi menjadi prasarat bagi terbentuknya hubungan yang kongruen antara keindonesiaan dan kedaerahan, antara otonomi daerah dan NKRI. Bila demokrasi melemah, terutama dilihat dari kinerjanya, maka otonomi daerah bukan memperkuat NKRI melainkan memperlemahnya.

Latar belakang
Indonesia sebagai sebuah negara-bangsa akan kuat bila dibangun di atas sistem yang kongruen, keterkaitan secara sistemik antara komponen-komponen yang berada di dalamnya, termasuk hubungan antara pusat dan daerah. Otonomi daerah adalah konsep untuk memperkuat kongruensi ini, di mana Indonesia dibangun secara kokoh dari kemajemukan daerah dan suku-bangsanya. Otonomi daerah adalah konsep untuk membuat pembangunan daerah lebih baik, rakyatnya lebih sejahtera, dan karena itu kemudian diharapkan akan semakin memperkuat negarabangsa Indonesia itu sendiri. Otonomi daerah adalah konsep untuk mencegah separatisme, dan karena itu sukses Otonomi daerah pada gilirannya diharapkan memperkuat negara-nangsa Indonesia. Otonomi daerah dibangun dalam konteks demokrasi, dan harus memperkuat demokrasi itu sendiri. Sudah sekitar satu windu otonomi daerah digelindingkan, dan sampai hari ini masih banyak yang meragukan apakah otonomi daerah dapat memperkuat Indonesia sebagai sebuah negara-bangsa.

Pendekatan dan strategi


Salah satu pendekatan untuk memahami kongruensi Indonesia dan daerah-daerah yang menopangnya adalah pendekatan perilaku politik dengan perspektif ekonomi-politik. Perilaku politik berkaitan dengan pandangan, sikap, dan tindakan warga terhadap objekobjek politik, termasuk Indonesia dan daerah sebagai sebuah komunitas politik. Perilaku warga dalam hubungannya dengan kedaerahan dan keindonesiaan ini, dalam perspektif ekonomi-politik, pada dasarnya terletak pada sejauh mana menjadi warga Indonesia menguntungkan, membuat kehidupan sosial-ekonomi warga menjadi lebih baik. Evaluasi terhadap keadaan lebih baik dari warga terkait dengan evaluasi positif terhadap keadaan sosial-ekonomi dan politik daerah, evaluasi terhadap kinerja otonomi daerah dibanding sistem pemerintahan sebelumnya (sebelum otonomi daerah). Evaluasi positif atas kinerja otonomi daerah ini pada gilirannya berdampak positif terhadap otonomi daerah itu sendiri sebagai sebuah sistem pemerintahan. Evaluasi positif atas sistem otonomi daerah ini diharapkan memperkuat dukungan terhadap NKRI, dan bila sebaliknya, otonomi daerah bukan sebuah sistem pengelolaan keberagaman daerah dalam rangka penguatan Indonesia.

Metode dan Data


Waktu survei : 5 15 Maret 2007 Jumlah sampel 1240, dengan margin of error +/- 3,0% pada tingkat kepercayaan 95%. Metodologi: multistage random sampling Responden tersebar di 33 propinsi dengan jumlah responden yang proporsional sesuai dengan jumlah penduduk di masing-masing propinsi. Wawancara: Tatap muka dengan responden oleh pewawancara terlatih. Quality control: Dilakukan dengan spot check pada 20% responden yang dipilih secara random, dan tidak ditemukan kesalahan dalam jumlah berarti.

Multistage Random Sampling


Populasi desa/kelurahan tingkat provinsi
Kab 1
Ds 1 Ds n RT1 RT2 RT3

Kab k
Ds 1 Ds m RT4 RT5

Desa/kelurahan di tingkat Kabubapten/kota dipilihsecara random dengan jumlah proporsional

RT/lingkungan dipilih secara random sebanyak 5 dari tiap-tiap desa terpilih Di masing-masing RT/Lingkungan dipilih secara random dua KK Di KK terpilih dipilih secara random Satu orang yang punya hak pilih laki-laki/perempuan
7

KK1 KK2

Laki-laki

Perempuan

PROFIL RESPONDEN
Survei LSI (n = 1109) JENIS KELAMIN Laki-Laki Perempuan PENDIDIKAN SD Atau Tidak Pernah Sekolah Lulus SLTP Lulus SLTA Pernah Kuliah Atau Di Atasnya UMUR 19 Tahun Atau Di Bawahnya 20-29 Tahun 30-39 Tahun 40-49 Tahun Lebih Dari 50 Tahun PENDAPATAN < 400 ribu 400 ribu 1 juta > 1 Juta 49.1 32.1 19.8 42 38 20 4.5 20.1 27.8 21.9 25.8 5* 25 22 17 20 55.1 17.6 19.3 7.9 60 * 19 18 4 Jawa Sunda Madura Minang Bugis Lainnya 50 50. 50 50 Islam Protestan Katolik Hindu Budha BPS Survei LSI (n = 1109) AGAMA 85.2 8.1 4.3 1.8 0.6 SUKU BANGSA 42.7 16 3.5 2.8 3.3 31.7 41.6 15.4 3.4 2.7 2.5 33 87 5.9 3 0.2 0.2 BPS

*Sensus BPS mencakup warga yang belum berumur 17 tahun, maka proporsinya menjadi lebih besar.

Temuan Survei

Political community: Komitmen terhadap kebangsaan (keindonesiaan)

Lebih bangga sebagai orang Indonesia dibanding sebagai orang yang berasal dari suku-bangsa asal Tidak menerima kalau ada daerah merdeka dari NKRI Kesediaan untuk berperang untuk menjaga keutuhan NKRI

10

Komitmen terhadap kebangsaan (keindonesiaan)


Lebih bangga sebagai orang (%)
100

Boleh atau tidak boleh daerah tertentu di tanah air merdeka dari NKRI (%)
100

75

74

86

75
50

50

26
25

25

14

Suku/dearah asal

Indonesia

Tidak boleh

Boleh

Kalau tidak boleh, bersedia berperang untuk mempertahankan keutuhan NKRI (%)
100
100

Tingkat Rasa Keindonesiaan (%)

78
75

75

67

50

50

33

25

22

25

Ya

Tidak

Kuat

Lemah

11

Temuan
Rasa keindonesiaan dimiliki oleh umumnya warga Indonesia. Lebih dari separuh warga lebih bangga menjadi orang Indonesia ketimbang orang dari suku-bangsa dan daerah asal, tidak toleran terhadap adanya daerah yang merdeka dari Indonesia, dan bersedia berperang untuk mempertahankan keutuhan negara republik Indonesia. Warga Indonesia pada umumnya bukan saja nasionalis, tapi juga patriotis. Apakah rasa keindonesiaan ini koheren dengan dukungan atas otonomi daerah yang sekarang sedang berjalan di tanah air?

12

Rasa kedaerahan
Keberatan atas pendatang warga Indonesia lainnya untuk mencari nafkah yang lebih baik di daerah responden hanya karena sama-sama warga negara Indonesia. Lebih meninginkan gubernur putra daerah Lebih menginginkan bupati/walikota putra daerah

13

Rasa kedaerahan
Keberatan pada pendatang untuk mencari nafkah yang lebih baik di daerah responden meskipun sama-sama warga negara Indonesia (%)
100 75 50 25 0

62 38

Keberatan

Tidak keberatan

Putra daerah lebih diinginkan untuk menjadi (%) 100

75 47

50

46

25

0 Bupati Gubernur

14

Temuan
Cukup banyak di antara warga yang lebih berorientasi daerah ketimbang nasional. Hampir separuh dari warga tidak toleran terhadap pendatang meskipun samasama warga negara Indonesia. Juga hampir separuh dari warga yang lebih menginginkan bupati/walikota/gubernur dari putra daerah, yakni warga yang turun-temurun hidup di daerah bersangkutan. Analisis statistik menunjukan bahwa sentimen kedaerahan berhubungan secara negatif dengan keindonesiaan (r = .14; P<.01).

15

Dukungan terhaap prinsip-prinsip otonomi daerah


Untuk pelaksanaan pemerintahan daerah lebih baik, sistem pemerintahan sekarang (otonomi daerah) atau sistem pemerintahan sebelumnya yang lebih baik? (%)
100 75 50
100 75 50

Untuk kesejahteraan rakyat yang lebih baik, sistem pemerintahan sekarang (otonomi daerah) atau sistem pemerintahan sebelumnya yang lebih baik? (%)

64 27

63 28 9 Sekarang Sebelumnya Tidak tahu

25 0

9 Sekarang Sebelumnya Tidak tahu

25 0

Untuk pelaksanaan pemerintahan dan kesejahteraan rakyat yang lebih baik, maka wewenang pemerintahan harus lebih banyak diberikan pada pemerintah kabupaten/kota, pemerintah provinsi, atau pemerintah pusat seperti dulu? (%)
100 75 50 25 0

Mendukung atau Menolak Otonomi Daerah (%)


100

75

73

65 22

50

27
25

13 Kabupaten/Kota Provinsi

Pusat

Mendukung

Menolak

16

Temuan
Secara umum warga mendukung atau lebih suka dengan otonomi daerah dari pada sistem hubungan pusat dan daerah sebelumnya. Warga pada umumnya lebih memilih pemerintahan di bawah pemerintahan tingkat kabupaten dan kota seperti sekarang ketimbang pemerintahan langsung dari pusat untuk mengurus banyak hal yang berkaitan dengan kesejahteraan warga di daerah. Apakah dukungan terhadap otonomi daerah tersebut membantu menjembatani daerah dengan pusat? Sebelum menjawab ini kita ekplorasi bagaimana publik mengevaluasi pelaksanaan otonomi daerah itu sendiri.

17

Evaluasi terhadap kondisi daerah sebelum dan setelah otonomi daerah


Keadaan keamanan dan ketertiban di bawah pemerintahan kabupaten/kota dibanding ketika di bawah pemerintahan pusat (%)
100
100

Keadaan pemberantasan korupsi di bawah pemerintahan kabupaten/kota dibanding ketika di bawah pemerintahan pusat (%)

75

75

50

48 36 12 4 Tidak tahu

50 25 0

36

35 17 12

25

Lebih baik

Sama

Lebih buruk

Lebih baik

Sama

Lebih buruk

Tidak tahu

100 75

Keadaan pengangguran di bawah pemerintahan kabupaten/kota sekarang dibanding ketika di bawah pemerintahan pusat (%)

Keadaan kemiskinan di bawah pemerintahan kabupaten/kota dibanding ketika di bawah pemerintahan pusat (%)
100

75

50

50 25 0

23

33

40 4

27
25

34

34 4

Lebih baik
Lebih baik Sama Lebih buruk Tidak tahu

Sama

Lebih buruk

Tidak tahu

18

Evaluasi terhadap kondisi daerah sebelum dan setelah otonomi daerah


Keadaan kesehatan masyarakat di bawah pemerintahan kabupaten/kota langsung dibanding ketika di bawah pemerintahan pusat langsung (%)
100 75

54
50

29
25 0

12

4 Tidak tahu

Lebih baik

Sama

Lebih buruk

Keadaan pendidikan di bawah pemerintahan kabupaten/kota langsung dibanding ketika di bawah pemerintahan pusat langsung (%)
100

75 50 25 9 0 Sama Lebih buruk Tidak tahu 5

25

19

Korelasi kinerja otonomi daerah dan dukungan terhadap otonomi daerah (r = .40; P<.01)

20

Korelasi kinerja Pemda dan kinerja otonomi daerah (r = .19; P<.01)

21

Temuan
Secara umum warga merasa tidak banyak perbedaan dampak dari otonomi daerah dan sistem pemerintahan sebelumnya bagi kehidupan mereka. Keadaan daerah sesudah otonomi daerah berlaku tidak dirasakan lebih baik oleh warga. Ini mengindikasikan bahwa otonomi daerah belum mencapai sasaran yang diharapkan publik. Kinerja otonomi daerah berpengaruh kuat terhadap dukungan publik terhadap sistem otonomi daerah. Bila pelaksanaan otonomi daerah ini buruk maka publik akan mempersoalkan sistem pemerintahan otonomi daerah ini. Apa yang mempengaruhi evaluasi publik terhadap kinerja otonomi daerah ini? Kinerja pemerintah daerah?

22

Pengauh kinerja pemerintah daerah

Nasib otonomi daerah di mata publik tergantung pada bagaimana otonomi daerah tersebut dijalankan, apakah dalam prakteknya membuat keadaan daerah lebih baik atau tidak.

Sebagian dari evaluasi publik atas kinerja otonomi daerah ini dipengaruhi oleh bagaimana pemerintah daerah bekerja. Karena itu sistem otonomi daerah pada akhirnya tergantung pada kinerja pemerintah daerah itu sendiri.

23

Keindonesiaan, Otonomi daerah, dan kinerja pemerintah daerah

24

Otonomi daerah dan kebangsaan


Kinerja pemerintah daerah berdampak positif terhadap kinerja otonomi daerah. Kinerja otonomi daerah memperkuat dukungan terhadap otonomi daerah. Tapi dukungan terhadap otonomi daerah tidak banyak dampaknya terhadap upaya memperkuat dukungan terhadap keindonesiaan. Ini mengindikasikan bahwa tujuan awal otonomi daerah belum mencapai sasaran dasar. Masih ada jarak antara otonomi daerah dan keindonesiaan, dan ini harus dijembatani untuk membuat otonomi daerah menjadi kongruen dengan komunitas plitik nasional, yakni NKRI. Yang memungkinkan dapat menjembatani tersebut adalah demokrasi. Demokrasi merupakan sarana yang dapat menampung aspirasi publik dari bawah untuk pelaksanaan pemerintahan NKRI. Otonomi daerah juga merupakan satu bentuk terjemahan dari demokrasi. Karena itu, demokrasi diharapkan dapat menjadi titik temu antara otonomi daerah dan NKRI.

25

Komitmen terhadap Demokrasi


Komitmen yang kuat terhadap demokrasi sebagai sistem pemerintahan terbaik bagi negara kita. Demokrasi bukan sebab buruknya pembangunan ekonomi Menolak kepemimpinan tentara aktif Menolak sistem kepartaian tunggal Mendukung mekanisme check and balances antara pemerintah dan kekuatan politik lain di luar pemerintah.

26

Sikap terhadap demokrasi dan kinerja demokrasi (%)

Puas dengan kerja demokrasi

65

DPR dan DPD dihapus Hanya ada satu partai yang ikut pemilu dan memerintah Indonesia sebaiknya dipimpin oleh tentara aktif Demokrasi sumber buruknya pembangunan ekonomi Demokrasi adalah bentuk pemerintahan terbaik bagi Indonesia

29

11

85

27

Dukungan terhadap demokrasi


Secara umum dukungan terhadap demokrasi cukup kuat di masyarakat. Lebih dari 80% warga menilai demokrasi adalah sistem pemerintahan terbaik bagi Indonesia. Sejalan dengan itu, sedikit yang melihat demokrasi sebagai sumber buruknya kondisi ekonomi; sedkit yang mentoleransi sistem kepartaian tunggal; dan sedikit yang mentoleransi kepemimpinan tentara aktif. Apakah modal dasar demokrasi ini dapat menjembatani otonomi daerah dan keindonesiaan?

28

Korelasi Demokrasi, NKRI, dan Otda (P<.01)

Prinsip demokrasi NKRI Kinerja demokrasi Dukung Otda Kinerja Otda Kinerja Pemda .14 .07 .07 .14 .07

29

Path Analysis Pemda, Otda, Demokrasi, dan NKRI

Kinerja Otda .19 Kinerja Pemda .39 .07 Prinsip Otda .11 Prinsip Demokrasi .14 NKRI

30

Temuan
Gap antara otonomi daerah dan NKRI ternyata dijembatani oleh demokrasi. Tanpa diperantarai oleh demokrasi yang kuat maka otonomi daerah tidak bisa membantu memperkuat keindonesiaan, dan demikian juga sebaliknya. Sementara itu, penguatan demokrasi tergantung pada praktek atau kinerja demokrasi itu sendiri, dan yang menarik kinerja otonomi daerah dan pemerintah daerah berpengaruh terhadap kinerja demokrasi ini. Makin baik kinerja otda dan pemda dapat memperkuat kinerja demokrasi, dan kinerja demokrasi berdampak pada dukungan normatif pada demokrasi. Dukungan normatif pada demokrasi memperkuat NKRI.

31

Kesimpulan
Dilihat dari sikap dan perilaku politik warga, otonomi daerah yang sudah berjalan sampai hari ini belum mampu menjembatani kedaerahan dan keindonesiaan. Hubungan antara kedaerahan dan keindonesiaan masih negatif, dan yang punya sentimen kedaerahan dibanding keindonesiaan masih banyak. Otonomi daerah belum mampu menyerap keragaman dalam keindonesiaan. Sumber utama dari belum mampunya otonomi daerah menjembatani kedaerahan dan keindonesiaan, belum mampunya menciptakan sistem politik yang kongruen antara pusat dan daerah, adalah kinerja otonomi daerah itu sendiri yang dinilai publik belum banyak menciptakan keadaan lebih baik dibanding sistem pemerintahan yang terpusat sebelumnya. Akar dari belum berkinerja baiknya otonomi daerah terkait dengan evaluasi publik atas kinerja pemerintah daerah. Evaluasi positif publik atas kinerja otonomi daerah tergantung pada apakah kinerja pemerintah akan semakin baik, atau sebaliknya. Bila tidak, maka sikap negatif publik pada otonomi daerah akan menjadi semkin kuat, dan pada gilirannya akan semakin menjauhkan daerah dengan pusat, kedaerahan dan keindonesiaan.

32

Kesimpulan Lanjutan
Namun demikian, tidak terkaitnya secara berarti antara otonomi daerah dan keindonesiaan masih tertolong berkat demokrasi. Demokrasilah yang menggerus kedaerahan, bukan otonomi daerah. Untungnya, demokrasi pula yang berhubungan secara sistemik dengan otonomi daerah. Demokrasi menjadi titik temu antara otonomi daerah dan keindonesiaan, dan karena itu penguatan demokrasi menjadi prasarat bagi terbentuknya hubungan yang kongruen antara keindonesiaan dan kedaerahan, antara otonomi daerah dan NKRI. Bila demokrasi melemah, terutama dilihat dari kinerjanya, maka otonomi daerah bukan memperkuat NKRI melainkan memperlemahnya.

33

You might also like