Professional Documents
Culture Documents
Ihtisar temuan
Otonomi daerah sudah menggelinding berbarengan dengan reformasi. Ia merupakan terobosan untuk memperkuat Indonesia sebagai sebuah negara bangsa dengan mengakomodasi keragaman daerah. Akomodasi ini bukan untuk memperlemah, tapi sebaliknya, untuk memperkuat Indonesia. Dalam konteks itu otonomi daerah adalah sistem untuk membuat hubungan kongruen antara pusat dan daerah. Sejauhmana kongruensi ini telah terbangun? Dilihat dari sikap dan perilaku politik warga, otonomi daerah yang sudah berjalan sampai hari ini belum mampu menjembatani kedaerahan dan keindonesiaan. Hubungan antara kedaerahan dan keindonesiaan masih negatif, dan yang punya sentimen kedaerahan dibanding keindonesiaan masih banyak. Otonomi daerah belum mampu menyerap keragaman dalam keindonesiaan. Sumber utama dari belum mampunya otonomi daerah menjembatani kedaerahan dan keindonesiaan, belum mampunya menciptakan sistem politik yang kongruen antara pusat dan daerah, adalah kinerja otonomi daerah itu sendiri yang dinilai publik belum banyak menciptakan keadaan lebih baik dibanding sistem pemerintahan yang terpusat sebelumnya.
Ihtisar (lanjutan)
Akar dari belum berkinerja baiknya otonomi daerah terkait dengan evaluasi publik atas kinerja pemerintah daerah. Evaluasi positif publik atas kinerja otonomi daerah tergantung pada apakah kinerja pemerintah akan semakin baik, atau sebaliknya. Bila tidak, maka sikap negatif publik pada otonomi daerah akan menjadi semkin kuat, dan pada gilirannya akan semakin menjauhkan daerah dengan pusat, kedaerahan dan keindonesiaan. Namun demikian, tidak terkaitnya secara berarti antara otonomi daerah dan keindonesiaan masih tertolong berkat demokrasi. Demokrasilah yang menggerus kedaerahan, bukan otonomi daerah. Untungnya, demokrasi pula yang berhubungan secara sistemik dengan otonomi daerah. Demokrasi menjadi titik temu antara otonomi daerah dan keindonesiaan, dan karena itu penguatan demokrasi menjadi prasarat bagi terbentuknya hubungan yang kongruen antara keindonesiaan dan kedaerahan, antara otonomi daerah dan NKRI. Bila demokrasi melemah, terutama dilihat dari kinerjanya, maka otonomi daerah bukan memperkuat NKRI melainkan memperlemahnya.
Latar belakang
Indonesia sebagai sebuah negara-bangsa akan kuat bila dibangun di atas sistem yang kongruen, keterkaitan secara sistemik antara komponen-komponen yang berada di dalamnya, termasuk hubungan antara pusat dan daerah. Otonomi daerah adalah konsep untuk memperkuat kongruensi ini, di mana Indonesia dibangun secara kokoh dari kemajemukan daerah dan suku-bangsanya. Otonomi daerah adalah konsep untuk membuat pembangunan daerah lebih baik, rakyatnya lebih sejahtera, dan karena itu kemudian diharapkan akan semakin memperkuat negarabangsa Indonesia itu sendiri. Otonomi daerah adalah konsep untuk mencegah separatisme, dan karena itu sukses Otonomi daerah pada gilirannya diharapkan memperkuat negara-nangsa Indonesia. Otonomi daerah dibangun dalam konteks demokrasi, dan harus memperkuat demokrasi itu sendiri. Sudah sekitar satu windu otonomi daerah digelindingkan, dan sampai hari ini masih banyak yang meragukan apakah otonomi daerah dapat memperkuat Indonesia sebagai sebuah negara-bangsa.
Kab k
Ds 1 Ds m RT4 RT5
RT/lingkungan dipilih secara random sebanyak 5 dari tiap-tiap desa terpilih Di masing-masing RT/Lingkungan dipilih secara random dua KK Di KK terpilih dipilih secara random Satu orang yang punya hak pilih laki-laki/perempuan
7
KK1 KK2
Laki-laki
Perempuan
PROFIL RESPONDEN
Survei LSI (n = 1109) JENIS KELAMIN Laki-Laki Perempuan PENDIDIKAN SD Atau Tidak Pernah Sekolah Lulus SLTP Lulus SLTA Pernah Kuliah Atau Di Atasnya UMUR 19 Tahun Atau Di Bawahnya 20-29 Tahun 30-39 Tahun 40-49 Tahun Lebih Dari 50 Tahun PENDAPATAN < 400 ribu 400 ribu 1 juta > 1 Juta 49.1 32.1 19.8 42 38 20 4.5 20.1 27.8 21.9 25.8 5* 25 22 17 20 55.1 17.6 19.3 7.9 60 * 19 18 4 Jawa Sunda Madura Minang Bugis Lainnya 50 50. 50 50 Islam Protestan Katolik Hindu Budha BPS Survei LSI (n = 1109) AGAMA 85.2 8.1 4.3 1.8 0.6 SUKU BANGSA 42.7 16 3.5 2.8 3.3 31.7 41.6 15.4 3.4 2.7 2.5 33 87 5.9 3 0.2 0.2 BPS
*Sensus BPS mencakup warga yang belum berumur 17 tahun, maka proporsinya menjadi lebih besar.
Temuan Survei
Lebih bangga sebagai orang Indonesia dibanding sebagai orang yang berasal dari suku-bangsa asal Tidak menerima kalau ada daerah merdeka dari NKRI Kesediaan untuk berperang untuk menjaga keutuhan NKRI
10
Boleh atau tidak boleh daerah tertentu di tanah air merdeka dari NKRI (%)
100
75
74
86
75
50
50
26
25
25
14
Suku/dearah asal
Indonesia
Tidak boleh
Boleh
Kalau tidak boleh, bersedia berperang untuk mempertahankan keutuhan NKRI (%)
100
100
78
75
75
67
50
50
33
25
22
25
Ya
Tidak
Kuat
Lemah
11
Temuan
Rasa keindonesiaan dimiliki oleh umumnya warga Indonesia. Lebih dari separuh warga lebih bangga menjadi orang Indonesia ketimbang orang dari suku-bangsa dan daerah asal, tidak toleran terhadap adanya daerah yang merdeka dari Indonesia, dan bersedia berperang untuk mempertahankan keutuhan negara republik Indonesia. Warga Indonesia pada umumnya bukan saja nasionalis, tapi juga patriotis. Apakah rasa keindonesiaan ini koheren dengan dukungan atas otonomi daerah yang sekarang sedang berjalan di tanah air?
12
Rasa kedaerahan
Keberatan atas pendatang warga Indonesia lainnya untuk mencari nafkah yang lebih baik di daerah responden hanya karena sama-sama warga negara Indonesia. Lebih meninginkan gubernur putra daerah Lebih menginginkan bupati/walikota putra daerah
13
Rasa kedaerahan
Keberatan pada pendatang untuk mencari nafkah yang lebih baik di daerah responden meskipun sama-sama warga negara Indonesia (%)
100 75 50 25 0
62 38
Keberatan
Tidak keberatan
75 47
50
46
25
0 Bupati Gubernur
14
Temuan
Cukup banyak di antara warga yang lebih berorientasi daerah ketimbang nasional. Hampir separuh dari warga tidak toleran terhadap pendatang meskipun samasama warga negara Indonesia. Juga hampir separuh dari warga yang lebih menginginkan bupati/walikota/gubernur dari putra daerah, yakni warga yang turun-temurun hidup di daerah bersangkutan. Analisis statistik menunjukan bahwa sentimen kedaerahan berhubungan secara negatif dengan keindonesiaan (r = .14; P<.01).
15
Untuk kesejahteraan rakyat yang lebih baik, sistem pemerintahan sekarang (otonomi daerah) atau sistem pemerintahan sebelumnya yang lebih baik? (%)
64 27
25 0
25 0
Untuk pelaksanaan pemerintahan dan kesejahteraan rakyat yang lebih baik, maka wewenang pemerintahan harus lebih banyak diberikan pada pemerintah kabupaten/kota, pemerintah provinsi, atau pemerintah pusat seperti dulu? (%)
100 75 50 25 0
75
73
65 22
50
27
25
13 Kabupaten/Kota Provinsi
Pusat
Mendukung
Menolak
16
Temuan
Secara umum warga mendukung atau lebih suka dengan otonomi daerah dari pada sistem hubungan pusat dan daerah sebelumnya. Warga pada umumnya lebih memilih pemerintahan di bawah pemerintahan tingkat kabupaten dan kota seperti sekarang ketimbang pemerintahan langsung dari pusat untuk mengurus banyak hal yang berkaitan dengan kesejahteraan warga di daerah. Apakah dukungan terhadap otonomi daerah tersebut membantu menjembatani daerah dengan pusat? Sebelum menjawab ini kita ekplorasi bagaimana publik mengevaluasi pelaksanaan otonomi daerah itu sendiri.
17
Keadaan pemberantasan korupsi di bawah pemerintahan kabupaten/kota dibanding ketika di bawah pemerintahan pusat (%)
75
75
50
48 36 12 4 Tidak tahu
50 25 0
36
35 17 12
25
Lebih baik
Sama
Lebih buruk
Lebih baik
Sama
Lebih buruk
Tidak tahu
100 75
Keadaan pengangguran di bawah pemerintahan kabupaten/kota sekarang dibanding ketika di bawah pemerintahan pusat (%)
Keadaan kemiskinan di bawah pemerintahan kabupaten/kota dibanding ketika di bawah pemerintahan pusat (%)
100
75
50
50 25 0
23
33
40 4
27
25
34
34 4
Lebih baik
Lebih baik Sama Lebih buruk Tidak tahu
Sama
Lebih buruk
Tidak tahu
18
54
50
29
25 0
12
4 Tidak tahu
Lebih baik
Sama
Lebih buruk
Keadaan pendidikan di bawah pemerintahan kabupaten/kota langsung dibanding ketika di bawah pemerintahan pusat langsung (%)
100
25
19
Korelasi kinerja otonomi daerah dan dukungan terhadap otonomi daerah (r = .40; P<.01)
20
21
Temuan
Secara umum warga merasa tidak banyak perbedaan dampak dari otonomi daerah dan sistem pemerintahan sebelumnya bagi kehidupan mereka. Keadaan daerah sesudah otonomi daerah berlaku tidak dirasakan lebih baik oleh warga. Ini mengindikasikan bahwa otonomi daerah belum mencapai sasaran yang diharapkan publik. Kinerja otonomi daerah berpengaruh kuat terhadap dukungan publik terhadap sistem otonomi daerah. Bila pelaksanaan otonomi daerah ini buruk maka publik akan mempersoalkan sistem pemerintahan otonomi daerah ini. Apa yang mempengaruhi evaluasi publik terhadap kinerja otonomi daerah ini? Kinerja pemerintah daerah?
22
Nasib otonomi daerah di mata publik tergantung pada bagaimana otonomi daerah tersebut dijalankan, apakah dalam prakteknya membuat keadaan daerah lebih baik atau tidak.
Sebagian dari evaluasi publik atas kinerja otonomi daerah ini dipengaruhi oleh bagaimana pemerintah daerah bekerja. Karena itu sistem otonomi daerah pada akhirnya tergantung pada kinerja pemerintah daerah itu sendiri.
23
24
25
26
65
DPR dan DPD dihapus Hanya ada satu partai yang ikut pemilu dan memerintah Indonesia sebaiknya dipimpin oleh tentara aktif Demokrasi sumber buruknya pembangunan ekonomi Demokrasi adalah bentuk pemerintahan terbaik bagi Indonesia
29
11
85
27
28
Prinsip demokrasi NKRI Kinerja demokrasi Dukung Otda Kinerja Otda Kinerja Pemda .14 .07 .07 .14 .07
29
Kinerja Otda .19 Kinerja Pemda .39 .07 Prinsip Otda .11 Prinsip Demokrasi .14 NKRI
30
Temuan
Gap antara otonomi daerah dan NKRI ternyata dijembatani oleh demokrasi. Tanpa diperantarai oleh demokrasi yang kuat maka otonomi daerah tidak bisa membantu memperkuat keindonesiaan, dan demikian juga sebaliknya. Sementara itu, penguatan demokrasi tergantung pada praktek atau kinerja demokrasi itu sendiri, dan yang menarik kinerja otonomi daerah dan pemerintah daerah berpengaruh terhadap kinerja demokrasi ini. Makin baik kinerja otda dan pemda dapat memperkuat kinerja demokrasi, dan kinerja demokrasi berdampak pada dukungan normatif pada demokrasi. Dukungan normatif pada demokrasi memperkuat NKRI.
31
Kesimpulan
Dilihat dari sikap dan perilaku politik warga, otonomi daerah yang sudah berjalan sampai hari ini belum mampu menjembatani kedaerahan dan keindonesiaan. Hubungan antara kedaerahan dan keindonesiaan masih negatif, dan yang punya sentimen kedaerahan dibanding keindonesiaan masih banyak. Otonomi daerah belum mampu menyerap keragaman dalam keindonesiaan. Sumber utama dari belum mampunya otonomi daerah menjembatani kedaerahan dan keindonesiaan, belum mampunya menciptakan sistem politik yang kongruen antara pusat dan daerah, adalah kinerja otonomi daerah itu sendiri yang dinilai publik belum banyak menciptakan keadaan lebih baik dibanding sistem pemerintahan yang terpusat sebelumnya. Akar dari belum berkinerja baiknya otonomi daerah terkait dengan evaluasi publik atas kinerja pemerintah daerah. Evaluasi positif publik atas kinerja otonomi daerah tergantung pada apakah kinerja pemerintah akan semakin baik, atau sebaliknya. Bila tidak, maka sikap negatif publik pada otonomi daerah akan menjadi semkin kuat, dan pada gilirannya akan semakin menjauhkan daerah dengan pusat, kedaerahan dan keindonesiaan.
32
Kesimpulan Lanjutan
Namun demikian, tidak terkaitnya secara berarti antara otonomi daerah dan keindonesiaan masih tertolong berkat demokrasi. Demokrasilah yang menggerus kedaerahan, bukan otonomi daerah. Untungnya, demokrasi pula yang berhubungan secara sistemik dengan otonomi daerah. Demokrasi menjadi titik temu antara otonomi daerah dan keindonesiaan, dan karena itu penguatan demokrasi menjadi prasarat bagi terbentuknya hubungan yang kongruen antara keindonesiaan dan kedaerahan, antara otonomi daerah dan NKRI. Bila demokrasi melemah, terutama dilihat dari kinerjanya, maka otonomi daerah bukan memperkuat NKRI melainkan memperlemahnya.
33