You are on page 1of 9

Tanaman jagung termasuk jenis tanaman pangan yang diketahui banyak mengandung serat kasar dimana tersusun atas

senyawa kompleks lignin, hemiselulose dan selulose (lignoselulose), dan masing -masing merupakan senyawasenyawa yang potensial dapat dikonversi menjadi senyawa lain secara biologi. Selulose merupakan sumber karbon yang dapat digunakan mikroorganisme sebagai substrat dalam proses fermentasi untuk mengahsilkan produk yang mempunyai nilai ekonomi tinggi (Aguirar, 2001; Suprapto dan Rasyid, 2002). Selulosa hampir tidak pernah ditemui dalam keadaan murni di alam (Gambar 1.1), melainkan selalu berikatan dengan bahan lain yaitu lignin dan hemiselulose. Serat selulose alami terdapat di dalam dinding sel tanaman dan material vegetatif lainnya. Seluose murni mengandung 44,4% C; 6,2% H dan 49,3% O. Rumus empiris selulose adalah (C6H10O5)n, dengan banyaknya satuan glukosa yang disebut dengan derajat polimerisasi (DP), dimana jumlahnya mencapai 1.200 -10.000 dan panjang molekul sekurang-sekurangnya 5.000 nm. Berat molekul selulose rata-rata sekitar 400.000 Mikrofibril selulose terdiri atas bagian amorf (15%) dan bagian berkristal (85%). Struktur berkristal dan adanya lignin serta hemiselulose disekeliling selulose merupakan hambatan utama untuk menghidrolisa se lulose (Sjostrom, 1995). Pada proses hidrolisa yang sempurna akan mengahasilkan glukosa, sedangkan proses hidrolisa sebagian akan menghasilkan disakarida selebiose.

Gambar 1.1. Struktur selulose (dari Cole dan Fort, 2007).

Hemiselulose terdiri atas 2-7 residu gula yang berbeda (Gambar 1.2). Hemiselulose berbeda dengan selulosa karena komposisinya teridiri atas berbagai unit gula, disebabkan rantai molekul yang pendek dan percabangan rantai molekul. Unit gula (gula anhidro) yang membentuk hemiselulosa dap dibagi menjadi at kompleks seperti pentosa, heksosa, asam keksuronat dan deoksi heksosa (Fengel dan Wegener, 1995; Nishizawa, 1989). Hemiselulosa ditemukan dalam tiga kelompok yaitu xylan, mannan, dan galaktan. Xylan dijumpai dalam bentuk arabinoxylan, ata u arabino glukurunoxylan. Mannan dijumpai dalam bentuk glukomannan dan

galaktomannan. Sedangkan galaktan yang relative jarang, dijumpai dala bentuk arabino galaktan.

Gambar 1.2. Struktur hemiselulose (dari Cole dan Fort, 2007).

Lignin adalah polimer aromatic kompleks

yang terbentuk melalui

polimerisasi tiga dimensi dari sinamil alcohol (turunan fenil propane) dengan bobot melekul mencapai 11.000 (Gambar 1.3). Dengan kata lain, lignin adalah makromolekul dari polifenil. Polimer lignin dapat dikonversi k monomernya tanpa e mengalami perubahan pada bentuk dasarnya. Lignin yang melindungi selulose bersifat tahan terhadap hidrolisis karena adanya ikatan arilalkil dan ikatan eter.

Gambar 1.3. Struktur lignin

Glukose, monosakarida terpenting kadang-kadang disebut gula darah (karena dijumpai dalam darah), gula anggur (karena dijumpai dalam buah anggur), atau dekstrosa (karena memutar bidang polarisasi ke arah kanan) (Gambar 1.4). Glukose adalah suatu aldoheksosa yang terdapat dalam jumlah banya diikuti dengan k, galaktosa dan manosa.

Gambar 1.4. St

gl

Hi

li

proses peruraian suatu senyawa oleh air. Proses tersebut

dapat terjadi dalam suasana asam, basa, atau netral tergantung pada senyawa yang bereaksi serta karena enzim. Hidrolisa selulosa merupakan suatu proses yang dilakukan untuk menghasilkan glukosa. Ada dua cara yang digunakan untuk hidrolisa selulose yaitu dalam suasana asam dan secara enzimatis. Dibandingkan dengan hidrolisa asam, hidrolisa menggunakan enzim mempunyai keuntungan berupa derajad konversi yang tinggi, pembentukan hasil samping yang minimal, kebutuhan energi yang rendah, dan kondisi operasi yang mudah dicapai. Enzim selulose merupakan enzim yang kompleks yang terdiri atas tiga yaitu endoselulase, selobiohidrolase dan selobiase. Ketiga enzim ini bekerja secara sinergis dalam menghidrolisa selulosa menjadi glukosa. Selobiohidrolase menyerang struktur kristal selulosa dan menghasilkan selobiosa (disakarida). Endoselulase menghidrolisa bagian amorf selulosa menjadi senyawa-senyawa dengan bobot molekul yang lebih kecil ( -oligomer), sedangkan selobiase menghidrolisa -oligomer menjadi glukosa. Pengaruh hidrolisa pada masing-masing enzim adalah rendah, sedangkan kombinasi eksoenzim (selobiohidrolase) dan endoenzim menaikkan produksi glukosa. Jadi keseluruhan enzim bekerja sama dalam mendegradasi selulose. Adsorpsi enzim selulose pada permukaan selulose pada umumnya diasumsikan lebih cepat dibandingkan dengan laju hidrolisis secara keseluruhan Jumlah enzim selulose yang diadsorpsi terutama tergantung pada tersedianya luas permukaan selulose dan konsentrasi enzim selulose. Oleh karena itu, tipe selulose dan konsentrasi enzim selulose merupakan dua faktor penting adsorpsi dalam sistem selulase-selulose. Sebagian besar enzim mikroba untuk keperluan industri hanya berasal dari 11 jamur, 8 bakteri dan 4 ragi serta dalam prakteknya para produsen biasanya mencari

enzim baru dari kelompok ini. Kebanyakan mikroba yang digunakan dari jamur adalah Aspergilus niger, Mucor sp., Rhizopus arrhizus, Trichoderma viride, Penicillium vitale, Aerobacter aerogenes, dll. Sedangkan dari bakteri adalah Bacillus subtilis, Bacillus coagulans, Escherichia coli, dll. Sumber enzim yang didapat dari ragi adalah Saccharomyces cereviceae, Streptomyces phaeochromogens, dll. Produksi enzim selulose didapatkan dari jamur Aspergilus niger, karena jamur ini sangat mudah didapatkan di alam bebas. Aspergilus niger adalah kapang dari jenis fungi imperfecti yang tersebar dimana-mana pada berbagai macam substrat antara lain pada buah-buahan, sayur-sayuran dan makanan lain yang telah membusuk. Biomassa berselulosa seperti tongkol jagung memiliki struktur yang kompleks. Oleh sebab itu, biomassa berselulosa merupakan material yang lebih sulit didegradasi dan dikonversi dibandingkan material berbahan dasar dari starch. Namun demikian, hidrolisis biomassa berselulosa relatif prospektif , karena juga menghasilkan monomer-monomer gula. Hidrolisis meliputi proses pemecahan polisakarida di dalam biomassa lignoselulosa, yaitu: selulosa dan hemiselulosa menjadi monomer gula penyusunnya. Hidrolisis sempurna selulosa menghasilkan glukosa, sedangkan hemiselulosa menghasilkan beberapa monomer gula pentose (C ) dan heksosa (C ). Hidrolisis dapat dilakukan secara kimia (asam) atau enzimatik Aplikasi hidrolisis menggunakan enzim secara sederhana dilakukan dengan menganti tahap hidrolisis asam dengan tahap hidrolisis enzim selulosa. (Hamelinck, Hooijdonk, & Faaij, 2005). Hidrolisis enzimatis memiliki beberapa keuntungan dibandingkan hidrolisis asam, antara lain: tidak terjadi degradasi gula hasil hidrolisis, kondisi proses yang lebih lunak (suhu rendah, pH netral), berpotensi memberikan hasil yang tinggi, dan biaya pemeliharaan peralatan relatif rendah karena tidak ada bahan yang korosif (Hamelinck, Hooijdonk, & Faaij, 2005). Proses enzimatis merupakan proses ramah lingkungan berbahan baku terbarukan (renewable raw material) .Oleh karena itu, hidrolisis limbah pertanian dapat memberikan nilai tambah bagi petani karena prosesnya ekonomis. Saat ini, hidrolisa enzimatis merupakan teknologi yang sangat menjanjikan guna mengkonversi biomassa menjadi gula.

Pada tongkol jagung yang juga mengandung hemiselulasa dapat dihidrolisis menjadi xilan dengan bantuan enzim xilanase. Enzim xilanase merupakan biokatalis reaksi hidrolisis xilan (hemiselulosa) menjadi gula pereduksi. Enzim xilanase dapat dihasilkan oleh sejumlah mikroorganisme seperti: A. niger, Bacillus, Cryptococcus, Penicillium, Aureo-basidium, Fusarium, Rhizomucor, Humicola. Semua

mikroorganisme memerlukan media yang mengandung sumber karbon untuk pertumbuhannya. Mikroorganisme penghasil xilanase memerlukan xilan sebagai sumber karbon. Xilan merupakan polimer xilosa yang berikatan -1,4 dengan jumlah

monomer 30-100 unit. Xilanase dapat diklasifikasikan berdasarkan substrat yang dihidrolisis, yaitu -xilosidase, eksoxilanase, dan endoxilanase. -xilosidase, yaitu xilanase yang mampu menghidrolisis xilooligosakarida rantai pendek menjadi xilosa. Aktivitas enzim akan menurun dengan meningkatnya rantai xilooligosakarida. Xilosa selain merupakan hasil hidrolisis juga merupakan inhibitor bagi enzim -xilosidase. Sebagian besar enzim -xilosidase yang berhasil dimurnikan masih menunjukkan adanya aktivitas transferase yang menyebabkan enzim ini kurang dapat digunakan industry penghasil xilosa. Eksoxilanase mampu memutus rantai polimer xilosa (xilan) pada ujung reduksi, sehingga menghasilkan xilosa sebagai produk utama dan sejumlah oligosakarida rantai pendek. Enzim ini dapat mengandung sedikit aktivitas transferase sehingga potensial dalam industry penghasil xilosa. Endoxilanase mampu memutus ikatan 1-4 pada bagian dalam rantai xilan

secara teratur. Ikatan yang diputus ditentukan berdasarkan panjang rantai substrat, derajad percabangan, ada atau tidaknya gugus substitusi, dan pola pemutusan dari enzim hidrolase tersebut. Xilanase umumnya merupakan protein kecil dengan berat molekul antara 15.000-30.000 Dalton, aktif pada suhu 55oC dengan pH 9 (Yang et al., 1988; Yu et al., 1991). Pada suhu 60oC dan pH normal, xilanase lebih stabil. Gula xilosa banyak digunakan untuk konsumsi penderita diabetes. Di Malaysia gula xilosa banyak digunakan untuk campuran pasta gigi karena dapat berfungsi memperkuat gusi. Van Paridon et al. (1992) telah melakukan penelitian pemanfaatan xilanase untuk campuran makanan ayam boiler, dengan melihat pengaruhnya terhadap berat yang dicapai dan efisiensi konversi makanan serta

hubungannya dengan viskositas pencernaan. Xilanase dapat juga digunakan untuk menjernihkan juice, ekstraksi kopi, minyak nabati, dan pati (Wong dan Saddler, 1993). Kombinasi dengan selulase dan pektinase dapat untuk penjernihan juice dan likuifikasi buah dan sayuran (Beg et al., 2001).

Bahas Data Pada praktikum digunakan substarat berupa tongkol jagung karena tongkol jagung memiliki kandungan lignoselulosa yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Hidrolisis dengan enzim akan dihasilkan gula-gula sederhana yang nantinya dapat digunakan untuk pembuatan berbagai produk. Substrat tongkol jagung dibuat beberapa konsentrasi dengan tujuan untuk mlihat kinerja maksimal enzim pada jumlah substrat optimum. Penambahan buffer fosfat sitrat yang memiliki pH 5 pada substrat bertujuan untuk melakukan hidrolisis awalan sebelum dihidrolisis oleh enzim. Substrat yang telah ditambahkan enzim selulase dan xilanase kemudian di inkubasi pada suhu 50 oC dalam shaker inkubator selama 48 jam. Inkubasi ini ditujukan untuk mengoptimalkan reaksi hidrolisis oleh enzim karena enzim akan bekerja maksimum pada suhu optimumnya. Adanya shaker bertujuan untuk memberikan aerasi selama inkubasi karena shaker akan meratakan penyebaran oksigen dan substrat yang digunakan oleh mikroba. Hasil hidrolisis yang menghasilkan gula sederhana dapat diamati dengan pengujian DNS atau dengan Refraktometer. Pengujian dengan DNS menggunakan spektrofotometer dengan melihat nilai absorbansinya. Nilai absorbansi dilihat karena semakin banyak gula sederhana yang terbentuk maka semakin tinggi nilai absorbasinya. Pengujian dengan refraktometer menunjukkan kadar gula yang terdapat dalam sampel dengan satuan Brix. Dari 4 golongan yang melakukan praktikum pembuatan enzim selulase dan xilanase dengan substrat tongkol jagung, hanya dua golongan yang mendapatkan data pengamatan. Dari data pengamatan tersebut dapat dianalisis banyaknya gula yang terbentuk setelah hidrolisis enzimatis. Dari data tersebut banyaknya gula sederhana yang terbentuk dapat dilihat dari nilai kadar gula yang diukur dengan refraktometer dan juga nilai absorbansi dari pengujian dengan DNS.

Untuk data golongan P2 dapat dilihat nilai kadar gula setelah inkubasi namun tidak terdapat nilai kadar gula sebelum inkubasi sehingga susah untuk membandingkan kinerja dari enzim. Data P2 menunjukkan nilai kadar gula yang cendrung naik dengan meningkatnya jumlah substrat yang digunakan walaupun ada sedikit fluktuasi. Jika dilihat dari nilai absorbansi hasil uji DNS nilainya cendrung berfluktuasi sehingga sangat susah mengidentifikasi pengaruh banyaknya substrat terhadap kinerja enzim. Untuk data golongan P3 dapat dilihat data perbandingan sebelum inkubasi dan setelah inkubasi sehingga kinerja enzim dapat diamati. Nilai kadar gula berdasarkan pengujian DNS menunjukkan bahwa sebelum inkubasi nilai absorbansi menunjukkan nilai yang kecil ini dikarenakan kadar gula sederhana pada sampel sangat sedikit. Sedangkan nilai absorbansi setelah inkubasi mangalami peningkatan yang sangat besar ini dikarenakan banyaknya gula sederhana hasil hidrolisis oleh enzim selulase dan xilanase yang dihasilkan oleh Aspergilus niger. Nilai absobansi yang cendrung konstan pada substrat 17,5 gram dengan yang 20 gram terjadi karena adanya keterbatasan aktivitas enzim dalam mengkonversi substrat. Hal ini sesuai dengan teori dimana aktivitas enzim dipengaruhi oleh jumlah substrat yang diumpankan, dimana aktivitas enzim akan optimal pada jumlah sunstrat tertentu. Jika dilihat dari nilai kadar gula yang diukur dengan refrakto meter dapat dilihat bahwa dengan meningkatnya substrat semakin tinggi pula kadar gulanya, namun kadar gula yang diperoleh maksimum pada substrat 17,5 gram yang merupakan jumlah substrat optimum. Kadar gula maksimun bernilai 10 brix pada substrat tongkol jagung 17,5 gram dan menurun menjadi 7 brix pada substrat 20 gram. Penghitungan rendemen dapat dilakukan dengan melihat data dari golongan P3. Dari data tersebut terdapat dua jenis rendemen yaitu rendemen filtrat yang telah diuapkan dan rendemen selulosa dan hemiselulaosa yang tidak terhirolisis. Untuk melihat rendemen gula yang dihasilkan data yang digunakan adalah data rendemen filtrat yang telah diuapkan karena gula sederhana yang terbentuk berbentuk cairan bukan padatan. Jumlah filtrat yang dihasilkan menunjukan jumlah gula hasil hidrolisis yang dihasilkan. Dari data dapat dilihat rendemen yang dihasilkan berfluktuasi. Sedangkan untuk data rendemen selulosa dan hemiselulosa yang tidak terhidrolisis dapat digunakan untuk menghitung kinerja dari enzim. Semakin banyak

substrat yang diumpankan semakin banyak rendemen selulosa dan hemiselolasa yang tidak terhidrolisis.

Coral, G., Arikan, B., Unaldi, M.N., Guvenmez, H.K., 2002, Some Properties of Thermostable Xylanase from an A. niger strain, Ann. Microbio., 52, 299-306, diakses tanggal 20 Januari 2009 Dashek, W.V., 1997, Methods in Plant Biochemistry and Molecular Biology, http://www.en.wikipedia.org/wiki/xylanase, diakses tanggal 17 Juli 2006. Haltrich, D., Nidetzky, B., Kulbe, K.D., Steiner, W. and Zupaneie, S., 1996, Production of fungal xylanases,http://www2.psu.ac.th/PresidentOffice/EduService/journal/27-2-pdf/10xylanase.pdf, diak ses tanggal 15 Juli 2006. Isil, S. and N. Aksoz, 2005, Investigation of Factors Affecting Xylanase Activity from Trichoderma harzianum 1073 D3, Brazilian Journal of Biology and Technology 48(2):1516-8913, diakses tanggal 15 Juni 2006. Lakitan, B., 2004, Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Marsiati, H. 1995, Isolasi dan Karakterisasi Enzim Selulase dari Jamur Volvariella volvacea, Jurnal Matematika dan Sains Suplemen G. F-MIPA ITB, Bandung Pearce, G.R., 1983, The Utilization of Fibrous Agricultural Residues, Australian Government Publishing Service, Canberra. Reis, S.,Costa, M.A.F., Peralta, R.M., 2003, Xylanase Production by a wild strain of A. nidulans, Acta Scientiarum: Biological Sciences, 25 (1), 221-225, diakses tanggal 12 Juni 2008. Richana, N., 2002, Produksi dan Prospek Enzim Xilanase dalam Pengembangan Bioindustri di Indonesia, Jurnal AgroBio 5(1):29-36, diakses tanggal 14 Juni 2006 Schlegel, H.G. dan K. Schmidt, 1994, Mikrobiologi Umum, Edisi 6, Alih Bahasa: R.M. Tedjo Baskoro, UGM Press, Yogyakarta. Yong-Eok Lee, S.E. Lowe, B. Henrissat and J. Gregory Zeikus, 1993, Charactrization of the Active Site and Thermostability Regions of Endoxylanase from Thermoanaerobacterium saccharolyticum B6A-RI, Journal of Bacteriology 175(18):5890-5898, diakses tanggal 12 April 2007.

Richana, Nur. , (2002),Produksi dan Prospek Enzim Xilanase dalam Pengembangan Bioindustri di Indonesia, Buletin AgroBio 5(1), pp. 29-36, diakses tanggal 29 Mei 2009 Richana, Nur. , Tun T. Irawadi, Anwar Nur dan Khaswar Syamsu, (2006),Isolasi Identifikasi Bakteri Penghasil Xilanase serta Karakterisasi Enzimnya, Jurnal AgroBiogen 4(1), pp. 24-34. diakses tanggal 29 Mei 2009

Syamsudin, Sri Purwati, Andri Taufick R., (2008), Evektivitas Aplikasi Enzim dalam Sistem Lumpur Aktif Pada Pengolahan Air Limbah Pulp dan Kertas, Berita Selulosa., 43 (2), pp. 83-92.diakses tanggal 29 Mei 2009
Aguirar, C.L. (2001). Biodegradati on of cellulose from sugar cane bagasse by fungal cellulose. Science Technology Alignment , 3(2), 117-121. Cole, BJW and Fort, RCC (2007). Http: Chemistry_umeche_maine.edu/Fort/cole -

Fort.html.
Fengel, D. dan Wegener, G. (1995). Kayu: Kimia, Ultra Struktur, Reaksi.

Penerjemah Hardjono Sastrohamidjojo, Gadj ah Mada University Press, 317 446. Gunawan, I. dan Aisyah (2005). Studi Kinetika Pembuatan Glukose dari Bagas Secara Enzimatik dengan Perlakuan Pendahuluan. Skripsi. Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Hamilton (1984). Effect of Ferric Tartrate Sodium Hydroxide Solvent Pretreatmen t on Enzyme Hydrolysis of Cellulose in Corn Residue. Boitechnology and

Bioengineering, 16.
Nishizawa, K. (1989). Degradation of cellulose and Hemicellu loses. Biomass

Handbook. Gordon & Breach Science Publisher, New York.


Purnomo, H. dan Rochma, F.A. (2004). Pembuatan Glukosa dari Bagas Secara

Enzimatik dengan Perlakuan Pendahuluan . Skripsi. Institut Teknologi


Sepuluh Nope mber, Surabaya. Sjostrom, E. (1995). Kimia Kayu :

Dasar-dasar dan Penggunaan. Penerjemah

Hardjono Sastrohamidjojo, Gadjah Mada University Press, 1 -112. Suprapto, H.S. dan Rasyid, M.S. (2002). Bertanam Jagung . Penebar Swadaya, Jakarta.

You might also like