Professional Documents
Culture Documents
i
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM
Biro Pengembangan BPR dan UMKM
Tim Penelitian dan Pengembangan Perkreditan dan UMKM
Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta Pusat
Telp. (021) 381.8922 atau 381.7794
Fax. (021) 351.8951
Besar Harapan kami bahwa buku ini dapat melengkapi informasi tentang
pola pembiayaan komoditi potensial bagi perbankan dan sekaligus memperluas
replikasi pembiayaan terhadap UMKM pada komoditi tersebut.
iii
No UNSUR PEMBINAAN URAIAN
8 Analisis sensitivitas
(1) Kenaikan Biaya variabel 12%
Analisis Profitabilitas :
NPV Rp. 4.289.612
IRR 15,85%
Net B/C Ratio 1,04
Pay Back Period 2,91 tahun
Penilaian Layak
(2) Kenaikan Biaya variabel 13%
Analisis Profitabilitas :
NPV (-) Rp. 1.642.771
IRR 13,29%
Net B/C Ratio 0,99
Pay Back Period >3 tahun
Penilaian Tidak Layak
(3) Penurunan Pendapatan 7%
Analisis Profitabilitas :
NPV Rp. 6.676.177
IRR 16,88%
Net B/C Ratio 1,06
Pay Back Period 2,86 tahun
Penilaian Layak
v
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
RINGKASAN .............................................................................................. iii
DAFTAR ISI ................................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... ix
DAFTAR FOTO .......................................................................................... ix
DAFTAR TABEL . ........................................................................................ x
vii
4.4 Tenaga Kerja ....................................................................... 17
4.5. Teknologi ............................................................................ 17
4.6 Proses Produksi . .................................................................. 19
4.7 Jumlah, Jenis dan Mutu Produksi ......................................... 27
4.8 Produksi Optimum . ............................................................. 28
4.9 Kendala Produksi ................................................................. 28
Gambar Hal
3.1 Skema Jalur Pemasaran Kecap Ikan UP2KS Sari Laha ..................... 13
4.1 Diagram Proses Pembuatan Kecap Ikan Secara Fermentasi ............ 21
4.2 Diagram Proses Pembuatan Kecap Ikan Secara Enzimatis .............. 22
DAFTAR FOTO
Foto Hal
4.1 Persiapan Bumbu-Bumbu . ............................................................ 24
4.2 Persiapan Bumbu yang Sudah Dipotong dan Ikan ......................... 24
4.3 Penyaringan Bumbu yang Sudah Dihancurkan .............................. 24
4.4 Persiapan Gula Aren ..................................................................... 24
4.5 Pemasakan Ikan dan Bumbu ........................................................ 25
4.6 Pemasakan Ikan dan Bumbu Serta Pemasakan Gula Aren . ............ 25
4.7 Pemerasan dan Penyaringan Cairan Hancuran Daging Ikan
dan Bumbu . ................................................................................. 25
4.8 Pemasukan Kaldu Ikan/Bumbu Ke Dalam Larutan Gula Aren ......... 25
4.9 Persiapan Pemasakan Campuran Kaldu Ikan/
Bumbu Dalam Larutan Gula Aren . ................................................ 26
4.10 Pembotolan Kecap . ...................................................................... 26
4.11 Penutupan Botol ........................................................................... 26
4.12 Pelabelan ...................................................................................... 26
4.13 Penempelan “seal” ....................................................................... 27
4.14 Produk Kecap Ikan Siap Dipasarkan . ............................................. 27
ix
DAFTAR TABEL
Tabel Hal
3.1 Nama Kecap ikan di Beberapa Negara . ............................................ 7
3.2 Perkembangan Kapasitas, Tingkat Produksi dan
Utilisasi Industri Kecap dan Saus Lainnya .......................................... 9
5.1 Asumsi untuk Analisis Keuangan . .................................................... 32
5.2 Komposisi Biaya Investasi ................................................................. 35
5.3 Komposisi Biaya Operasional . .......................................................... 36
5.4 Komponen dan Struktur Kebutuhan Biaya Proyek ............................ 37
5.5 Proyeksi Produksi dan Pendapatan ................................................... 38
5.6 Proyeksi Pendapatan dan Laba Rugi Usaha . ..................................... 38
5.7 Kelayakan Usaha Pengolahan Kecap Ikan . ....................................... 39
5.8 Analisis Sensitivitas Kelayakan Usaha :
Skenario Kenaikan Biaya Variabel Sebesar 12% ............................... 40
5.9 Analisis Sensitivitas Kelayakan Usaha :
Skenario Kenaikan Biaya Variabel Sebesar 13% ............................... 41
5.10 Analisis Sensitivitas Kelayakan Usaha :
Skenario Penurunan Pendapatan Sebesar 7% .................................. 41
5.11 Analisis Sensitivitas Kelayakan Usaha :
Skenario Penurunan Pendapatan Sebesar 8% .................................. 42
5.12 Analisis Sensitivitas Kombinasi . ........................................................ 43
1
PENDAHULUAN
masakan tertentu. Kecap ikan, seperti halnya kecap dengan bahan baku kedele
lebih berfungsi sebagai penyedap masakan.
Secara terminologi teknologi, kecap ikan merupakan hasil penguraian secara
biologis melalui proses fermentasi terhadap senyawa-senyawa kompleks terutama
protein menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana dalam keadaan terkontrol.
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI), kecap ikan didefinisikan sebagai
produk cair yang diperoleh dengan hidrolisis ikan dengan atau tanpa penambahan
bahan makan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan. Proses hidrolisis
dapat dilakukan melalui proses fermentasi atau proses kimia. Sebagai produk
pangan, kecap termasuk bumbu makanan berbentuk cair, berwarna coklat
kehitaman, serta memiliki rasa dan aroma ikan yang khas.
Pada buku pola pembiayaan ini, yang dijadikan kajian adalah kecap ikan
yang diolah bukan melalui proses hidrolisis protein ikan, akan tetapi suatu produk
cair yang kental yang diperoleh dengan cara perebusan ikan dengan bumbu
tertentu, yang setelah disaring kemudian dimasak dalam larutan gula aren. Pada
wilayah studi, kecap yang diproduksi adalah kecap manis dengan rasa/aroma ikan.
Produk ini merupakan inovasi pemanfaatan ikan segar oleh pengrajin di Kota
Ternate untuk meningkatkan nilai tambah hasil tangkapan yang dilakukan dengan
menggunakan teknologi yang sederhana yang diusahakan dalam skala industri
rumah tangga.
3
PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN
anggota, (2) menyediakan lapangan kerja bagi ibu-ibu, (3) potensi dan peluang
pasar yang dianggap masih terbuka, dan masih belum digarap, serta (4) ketersediaan
bahan baku ikan dan gula aren.
2.2. Pola Pembiayaan
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari pelaku usaha, modal usaha pada
saat memulai usaha (tahun 1998) diperoleh dari bantuan Pemerintah melalui
program Inpres Desa Tertinggal (IDT) sebesar Rp. 250.000. Pada tahun 2000 sebagai
tindak lanjut dari pelatihan peningkatan dan pendapatan usaha keluarga yang
diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah dibentuk kelompok usaha berupa UP2KS
Sari Laha, dan untuk pengembangan usaha produksi kecap diberikan bantuan
berupa pinjaman sebesar Rp. 5.000.000 dari BKKBN untuk kebutuhan peralatan
produksi dan modal kerja usaha. Selain itu, UP2KS juga memperoleh pinjaman
dari Koperasi pegawai di lingkungan Disperindagkop Kota Ternate sebesar Rp.
10.000.000 (2 paket @ Rp. 5.000.000). Jangka waktu pinjaman dana bergulir
dari BKKBN adalah 10 bulan, sedang dari Koperasi jangka waktu pinjaman adalah
12 bulan, dengan tingkat suku bunga 12% per tahun. Kewajiban pengembalian
pinjaman tersebut sudah dipenuhi oleh UP2KS Sari Laha.
Pada tahun 2005, UP2KS Sari Laha memperoleh bantuan hibah dari
Pemerintah Pusat melalui Disperindagkop Kota Ternate berupa bangunan produksi/
tempat usaha, perlengkapan kantor dan peralatan produksi kecap asin dengan
total nilai Rp. 71.530.000. Nilai bantuan hibah tersebut di luar tanah, karena tanah
disediakan oleh pimpinan UP2KS dan lokasi bangunan usaha berada disamping
ketua UP2KS Sari Laha. Sampai saat ini UP2KS Sari Laha dalam kegiatan produksi
belum pernah mendapatkan kredit dari perbankan.
5
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
BAB III
ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
3.1.1. Permintaan
Seperti halnya produk kecap yang dibuat dari bahan baku kedele, berupa
kecap manis atau kecap asin, produk kecap ikan digunakan sebagai bahan
penyedap atau bahan tambahan yang digunakan pada berbagai jenis atau menu
masakan, atau sebagai bahan penyerta pada menu makanan tertentu. Di berbagai
negara Asia dan Eropa kecap ikan dikenal dengan berbagai nama seperti dapat
dilihat pada Tabel 3.1.
No Negara Nama
1. Burma Ngapi
2. Indonesia Kecap ikan
3. India Colombo
4. Jepang Shottsuru, Ishiru
5. Kamboja Nuoc-cham
6. Korea Hongul, Jeotgal
7. Malaysia Budu
8. Philipina Patis
9. Perancis Pissala
10. Thailand Nampla
11. Yunani Baros
Sumber: Prescott dan Dunn’s (1981)
7
ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
3.1.2. Penawaran
Dari sisi penawaran, produksi kecap ikan masih terbatas pada wilayah-
wilayah sentra produksi perikanan laut (ikan tangkap) tertentu. Hal ini dikarenakan
tidak semua masyarakat di sentra produksi perikanan laut memproduksi kecap
ikan. Beberapa produsen kecap ikan antara lain terdapat di Pelabuhan Ratu (Kab.
Sukabumi), Cirebon, Pekalongan dan Tegal.
Secara nasional, statistik dan peta industri khusus untuk kecap ikan belum
tersedia. Berdasarkan data dari Kementerian Perindustrian, kapasitas terpasang
produksi kecap dan saus lainnya dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Data pada Tabel 3.2 di atas merupakan agregasi dari produk kecap dan saus,
termasuk di dalamnya adalah kecap manis, kecap asin berbahan baku kedele serta
saus tomat, saus cabe dan sejenisnya. Kontribusi kecap ikan terhadap produksi
kecap dan saus secara total masih rendah, dan berdasarkan data pada tahun 2001
hanya berjumlah 458 ton atau sekitar 0,77%. Data pada Tabel 3.2 menunjukkan
bahwa selama periode 2006 – 2008 (Tw-II) terjadi peningkatan kapasitas terpasang
industri, yang disebabkan adanya penambahan jumlah/kapasitas industri. Pada sisi
lain, jumlah produksi aktual dan utilisasi industri menunjukkan penurunan. Keadaan
9
ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
ini diduga antara lain karena daya saing industri yang lemah dibandingkan dengan
produk kecap dan saus impor. Pada Tahun 2006, tercatat impor sebesar 665 ton
kecap manis, 993 ton kecap asin, 2.372 ton kecap lainnya, dan sebesar 1.090 ton
kecap ikan yang diimpor. Volume impor kecap meningkat, dan pada tahun 2009
tercatat impor kecap kedele (manis dan asin) sebesar 6.779 ton dan kecap ikan
sebesar 1.213 ton. Pada kuartal pertama tahun 2010 tercatat impor kecap kedele
sebesar 2.125 ton dan kecap ikan sebesar 282 ton.
Secara umum, penggunaan kecap berbahan baku kedele relatif lebih besar
dibandingkan kecap ikan. Produk kecap berbahan baku kedele (kecap manis dan
kecap asin) merupakan produk pesaing kecap ikan, walaupun secara spesifik untuk
menú/resep makanan tertentu menggunakan kecap ikan. Kecap yang diproses
dari bahan baku kedele, baik kecap manis maupun kecap asin berpotensi menjadi
pesaing produk kecap ikan
Khusus untuk pesaing industri kecap di lokasi penelitian (Kota Ternate), dari
sisi penawaran adalah kecap manis atau asin dari bahan kedele yang didatangkan
(impor) dari luar daerah khususnya industri kecap yang berada di Jawa. Satu-
satunya usaha pengolahan kecap yang masih beroperasi di Kota Ternate adalah
usaha kelompok UP2KS Sari Laha. Seperti yang telah dikemukakan pada Bab
sebelumnya, usaha ini masih berskala industri rumah tangga, dengan tingkat
produksi per bulan sebanyak 400 – 500 botol ukuran 650 ml. Dalam sebulan, usaha
ini hanya berproduksi sebanyak 5-7 kali atau sekitar 1-2 kali dalam seminggu.
Persaingan bisnis diantara para pengusaha kecap ikan dapat terjadi dalam dua
bentuk, yaitu persaingan dalam memperoleh bahan baku dan persaingan dalam
hal pemasaran produk. Dalam hal memperoleh bahan baku, tidak ada persaingan
antar pengusaha maupun untuk konsumsi segar. Hal ini karena produksi ikan
tangkap relatif berlimpah, dan pada dasarnya semua jenis ikan dapat digunakan
sebagai bahan baku kecap ikan. Disamping itu, jenis ikan yang digunakan sebagai
bahan baku adalah jenis ikan yang bernilai ekonomi relatif rendah, sehingga tidak
bersaing dengan industri pembekuan ikan untuk ekspor, industri pengalengan
ikan, dan untuk konsumsi segar.
Dalam hal pemasaran produk, secara nasional kecap ikan mempunyai
karakteristik tertentu yang berbeda dengan kecap berbahan baku kedele. Sesuai
dengan fungsi dan penggunaan kecap secara umum, maka kecap ikan mempunyai
karakteristik aroma dan rasa yang khas dan tidak dapat digantikan dengan kecap
berbahan baku kedele. Untuk menu makanan tertentu kecap ikan tidak bisa
disubstitusi dengan kecap kedele.
Produk kecap ikan domestik dihadapkan kepada persaingan yang ketat
dengan produk kecap ikan impor. Produk kecap ikan domestik relatif kalah bersaing
dengan produk kecap ikan impor, terutama dalam hal mutu dan kemasan. Dari
segi rasa dan aroma, setiap produk kecap ikan mempunyai rasa dan aroma yang
spesifik. Oleh karena fungsi dan kegunaan utama kecap ikan sebagai penambah
rasa pada menu makanan, maka tingkat persaingan dari segi rasa (antar produk
kecap ikan domestik dan ekspor) sangat ditentukan oleh selera konsumen dan
penggunaannya.
Walaupun produk kecap ikan mempunyai kegunaan yang relatif terbatas,
tetapi tetap mempunyai peluang pasar untuk berkembang. Peluang pasar tersebut
selaras dengan pertumbuhan industri hotel dan restoran, serta pertumbuhan
penduduk. Perkembangan produk kecap ikan impor yang terus meningkat
menunjukkan masih terbukanya pasar domestik untuk produk kecap ikan,
sepanjang produk kecap ikan domestik mampu bersaing dari segi mutu, kemasan
dan harga. Pada tahun 2006 impor kecap ikan tercatat sebesar 1.090 ton dan
pada tahun 2009 impor kecap ikan meningkat menjadi 1.213 ton. Selain untuk
pasar domestik, terdapat peluang pasar ekspor untuk produk kecap ikan Indonesia.
Hal ini ditunjukkan dengan data statistik ekspor yang menunjukkan bahwa pada
tahun 2009 tercatat ekspor sebanyak 27,8 ton dan pada kuartal pertama 2010
tercatat ekspor sebanyak 6,4 ton.
11
ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
Khusus untuk kasus “kecap ikan” di wilayah studi (Kota Ternate), produk
kecap yang dihasilkan mempunyai karakteristik khusus yang berbeda dengan
kecap ikan pada umumnya. “Kecap ikan” yang dihasilkan pada dasarnya adalah
rebusan daging ikan dan bumbu-bumbuan, yang kemudian dimasak dalam larutan
gula aren. Karakteristik kecap yang dihasilkan menyerupai kecap manis yang
berbahan baku kedele, dengan ciri-ciri kental dan mempunyai rasa manis. Dengan
demikian dari sisi produk, pesaing produk kecap ini adalah produk kecap manis
berbahan baku kedele. Akan tetapi, karena dalam prosesnya menggunakan ikan
dan ditambahkan bumbu-bumbu, maka rasa dan aroma khas produk kecap ini
menjadi keunggulan tersendiri. Daya saing produk terhadap kecap manis kedele
bersifat relatif yang sangat ditentukan oleh selera konsumen.
Pada pasar lokal, “kecap manis” produk UP2KS relatif belum mempunyai
pesaing, karena UP2KS merupakan satu-satunya produsen yang berproduksi
secara berkesinambungan. Peluang pasar untuk produk “kecap” ini masih
terbuka. Berdasarkan Survey Biaya Hidup, konsumsi kecap per kapita di Kota
Ternate adalah 0,22 botol. Dengan jumlah penduduk sekitar 182.898 jiwa, potensi
permintaan kecap adalah sekitar 40.238 botol per tahun, atau 110 botol per hari.
Menurut pelaku usaha, potensi konsumen yang ada di wilayah Kota Ternate
belum sepenuhnya dapat dipenuhi. Walaupun demikian, karena jumlah populasi
penduduk yang relatif kecil, peluang pasar yang masih terbuka tersebut masih
terbatas. Peluang pasar yang lebih besar dari produk “kecap” ini adalah apabila
produk ini mampu menembus pasar di luar provinsi, seperti ke provinsi-provinsi di
Pulau Sulawesi, Jawa dan Kalimantan. Saat ini pemasaran ke luar provinsi masih
terbatas sebagai oleh-oleh atau pesanan dari konsumen dalam jumlah yang masih
sedikit.
3.2.1. Harga
Untuk kasus di wilayah studi, harga produk “kecap” yang diproduksi UP2KS
bervariasi tergantung tempat dimana produk tersebut di jual. Untuk “kecap”
dengan kemasan botol @ 650 ml, harga jual per botol apabila di jual ke pasar/
warung adalah Rp. 25.000, apabila di jual ke kantor/konsumen rumah tangga
langsung adalah sebesar Rp. 22.500, dan jika dijual ke toko swalayan adalah
sebesar Rp. 20.000.
Jalur pemasaran produk untuk kasus di wilayah studi relatif masih sederhana.
Penjualan produk “kecap” UP2KS Sari Laha dilakukan sendiri oleh para pelaku
usaha.Penjualan produk dilakukan di tempat usaha, dan dipasarkan melalui
pasar/warung, toko swalayan, atau perkantoran. Dalam jumlah yang relatif kecil
melalui pesanan atau sebagai oleh-oleh produk “kecap” UP2KS Sari Laha ini juga
telah terjual ke luar Provinsi Maluku Utara seperti ke Manado, Makassar, Jakarta,
Surabaya dan Manokwari. Skema rantai jalur pemasaran kecap dapat dilihat pada
Gambar 1.
Pedagang/
Pengusaha Pasar Lokal
Kecap ikan
Konsumen
Pasar
Rumah Tangga/
Swalayan
Warung makan
Pasar Antar
Pulau/Provinsi
13
ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
15
ASPEK TEKNIS PRODUKSI
Bahan baku utama yang digunakan adalah ikan, gula aren dan bumbu.
Pada dasarnya semua jenis ikan dapat digunakan sebagai bahan baku, akan tetapi
pada pengolahan kecap secara tradisional yang dilakukan oleh para nelayan,
ikan yang digunakan adalah jenis yang mempunyai nilai ekonomi rendah, seperti
ikan-ikan kecil dan bahkan ada yang memanfaatkan insang dan isi perut ikan.
Walaupun demikian, pada skala industri, pengusaha pengolahan kecap ikan
umumnya menggunakan jenis ikan tertentu, seperti ikan kembung. Salah satu
syarat yang menentukan mutu ikan, selain jenis ikan adalah kesegaran bahan baku
ikan yang digunakan. Kesegaran ikan dapat dinilai dari tampilan ikan antara lain
daging kenyal, mata jernih menonjol, sisik kuat dan mengkilat, sirip kuat, warna
keseluruhan termasuk kulit cemerlang, insang berwarna merah, dinding perut
kuat, dan bau ikan segar.
Untuk kasus kecap ikan yang diproduksi UP2KS Sari Laha, jenis ikan yang
digunakan adalah ikan tude. Menurut pelaku usaha, jenis ikan yang digunakan
selalu sama. Hal ini dikarenakan ada anggapan bahwa apabila jenis ikan diganti
maka akan mengubah rasa. Selain itu, ikan tude ini dianggap “netral” dalam
pengertian tidak menimbulkan resiko alergi bagi konsumen.
4.5. Teknologi
17
ASPEK TEKNIS PRODUKSI
dan karbohidrat diubah menjadi senyawa yang lebih sederhana oleh enzim yang
terdapat dalam ikan. Segera setelah terjadi penarikan air, protein dalam jaringan
ikan akan terlepas dan larut ke dalam cairan garam. Cairan inilah yang disebut
sebagai kecap ikan setelah dimasak atau diberi bumbu. Dalam proses fermentasi
secara tradisional, untuk mendapatkan rasa dan aroma yang enak, dibutuhkan
waktu sampai berbulan-bulan. Rasa enak dicapai apabila hampir semua senyawa
nitrogen terlarut dalam bentuk asam amino bebas. Pembentukan asam amino
bebas dalam cairan kecap sangat dipengaruhi waktu fermentasi.
Pembentukan aroma berhubungan erat dengan senyawa-senyawa asam
amino bebas yang terdapat pada akhir fermentasi. Asam amino bebas akan
mengalami oksidasi dan terbentuklah asam lemak bebas. Pada permulaan tahap
fermentasi, kecap ikan berwarna kuning muda, kemudian berubah menjadi coklat.
Perubahan warna ini disebabkan terjadinya reaksi pencoklatan non enzimatis.
Intensitas warna yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh suhu, oksigen, jenis
asam amino dan gula reduksi yang terdapat dalam cairan ikan serta oleh sinar
matahari.
Secara umum proses pengolahan kecap ikan adalah dengan menggarami
ikan yang telah dihaluskan, kemudian disimpan dalam wadah yang tertutup rapat
selama 3 sampai beberapa bulan. Selanjutnya cairan yang dihasilkan disaring
untuk mendapatkan kecap ikan bebas ampas, lalu dikemas dalam botol steril dan
dipasteurisasi.
Pembuatan kecap ikan secara tradisional dilakukan melalui proses
fermentasi dengan penggaraman yang memerlukan waktu 3 – 6 bulan. Untuk
mempersingkat waktu proses tersebut, dapat juga dilakukan dengan penambahan
enzim proteolitik yang dalam hal ini adalah papain dan bromelin. Enzim papain
dapat diperoleh dengan mengekstrak getah papaya dan bromelin diperoleh dari
ekstraksi buah nenas. Peran enzim tersebut adalah menghidrolisis protein. Namun
demikian, penggunaan enzim dalam proses pembuatan kecap tidak mendukung
pembentukan rasa dan aroma, sehingga harus ditambahkan bumbu-bumbu
pembentuk rasa dan aroma.
Proses pembuatan kecap ikan dengan cara fermentasi terdiri dari tahapan
sebagai berikut.
1) Proses Persiapan
a. Ikan yang berukuran sedang atau besar disiangi, dibuang jeroan
dan insang, dicuci, kemudian dibelah dan dipotong-potong menjadi
ukuran kecil (3-4 cm);
b. Apabila ikan yang digunakan berukuran kecil, ikan cukup dicuci dan
ditiriskan.
2) Proses fermentasi
a. Pada wadah atau bak fermentasi dasarnya ditaburi garam yang telah
ditumbuk halus setinggi 0,25 cm, kemudian ikan atau potongan ikan
disusun berupa secara berlapis. Pada setiap lapisan ditaburi garam
setingi 0,25 cm, demikian seterusnya sampai penuh. Jumlah garam
yang digunakan sekitar 20-30% dari berat ikan yang diolah;
19
ASPEK TEKNIS PRODUKSI
Penyiangan, pemotongan,
dan pencucian
Fermentasi
(selama 3-6 bln)
Penampungan dan
penyaringan cairan hasil
fermentasi (hidrolisat)
Pembotolan
Penyiangan, pemotongan,
dan pencucian
21
ASPEK TEKNIS PRODUKSI
Penyiangan, pemotongan,
dan pencucian
Pembotolan
Proses pembuatan ”kecap ikan” dengan cara pemasakan ikan seperti yang
dilakukan oleh pelaku usaha di wilayah penelitian. Tahapan proses produksi
mengikuti tahapan-tahapan sebagai berikut.
1) Bahan baku ikan tude dibersihkan;
2) Pembersihan dan pemotongan bahan bumbu-bumbu, untuk 10 kg bahan
ikan terdiri dari:
a. 5 kg Lengkuas;
b. 3 kg Serei;
c. 30 butir Jeruk nipis;
d. 1,5kg kunyit.
3) Bahan bumbu kemudian dihancurkan dan kemudian disaring;
4) Ikan tude dan bumbu yang sudah disaring dimasak bersama-sama, sambil
diaduk sampai daging ikan hancur;
5) Perebusan gula aren dalam wajan (50 kg) sampai mencair;
6) Cairan ikan dan bumbu yang sudah hancur kemudian disaring dan diperas.
Hasil saringan (kaldu ikan) kemudian dimasukkan dalam larutan gula
aren;
7) Pencampuran cairan campuran kaldu ikan kedalam larutan gula aren;
8) Pemasakan campuran cairan kaldu ikan dan larutan gula aren, dididihkan
sambil terus di aduk sampai tingkat kekentalan yang dikehendaki;
9) Cairan kental “kecap ikan” kemudian didinginkan;
10) Setelah dingin, kemudian dimasukkan dalam kemasan botol, ditutup,
disegel dan kemudian diberi label.
23
ASPEK TEKNIS PRODUKSI
Foto 4.1.
Persiapan Bumbu-Bumbu
Foto 4.2.
Persiapan Bumbu yang Sudah
Dipotong dan Ikan
Foto 4.3.
Penyaringan Bumbu yang
Sudah Dihancurkan.
Foto 4.4.
Persiapan Gula Aren
Foto 4.5.
Pemasakan Ikan dan Bumbu
Foto 4.6.
Pemasakan Ikan dan Bumbu
Serta Pemasakan Gula Aren
Foto 4.7.
Pemerasan dan Penyaringan
Cairan Hancuran Daging Ikan
dan Bumbu.
Foto 4.8.
Pemasukan Kaldu Ikan/Bumbu
Ke Dalam Larutan Gula Aren.
25
ASPEK TEKNIS PRODUKSI
Foto 4.9.
Persiapan Pemasakan
Campuran Kaldu Ikan/Bumbu
Dalam Larutan Gula Aren.
Foto 4.10.
Pembotolan Kecap
Foto 4.11.
Penutupan Botol.
Foto 4.12.
Pelabelan.
Foto 4.13.
Penempelan “seal”.
Foto 4.14.
Produk Kecap Siap
Dipasarkan.
Pada daerah kasus penelitian ini, jumlah “kecap” yang mampu diproduksi
oleh UP2KS Sari Laha tergantung kepada jumlah pesanan atau permintaan, serta
kemampuan modal pengusaha yang hanya memiliki kemampuan berproduksi rata-
rata per bulan sebanyak 400 – 500 botol ukuran 630 ml. Berdasarkan informasi
pelaku usaha, pada bulan puasa dan menjelang lebaran pernah mencapai produksi
sebesar 1.000 botol per bulan.
27
ASPEK TEKNIS PRODUKSI
Faktor kritis dalam proses produksi “kecap” UP2KS Sari Laha adalah menjaga
mutu, dalam hal ini adalah rasa dan aroma serta kekentalan larutan “kecap”
yang dihasilkan. Tingkat mutu tersebut sangat ditentukan oleh bumbu yang
digunakan, kualitas ikan, dan proses pemasakan (lama dan suhu). Karakteristik
proses pembuatan “kecap” UP2KS Sari Laha didominasi proses pemasakan
yang mengurangi resiko kontaminasi bakteri/jasad renik yang membahayakan
kesehatan. Resiko dari aspek keamanan pangan adalah dalam proses pembotolan
dan tingkat sterilisasi botol (kemasan) yang digunakan.
Untuk menjaga konsistensi mutu kecap, maka pengusaha seyogyanya
mempunyai prosedur pengolahan baku yang tertulis, khususnya mengenai
komposisi bahan yang digunakan, lama dan suhu pemasakan. Resiko kontaminasi
mikroba dari kemasan botol yang digunakan dapat diatasi dengan sterilisasi botol
yang akan digunakan. Secara sederhana sterilisasi dapat dilakukan dengan cara
merebus botol.
Dari sisi produktivitas, tingkat produksi terkendala pada penggunaan
peralatan sederhana dan manual. Pada tahap penyaringan dan pengepressan terjadi
“loss” karena masih banyak kaldu/cairan bumbu dan ikan yang masih tersisa pada
ampas saringan, serta membutuhkan waktu yang lama. Untuk mempersingkat
waktu penyaringan dan mengurangi “loss” dapat diatasi dengan menggunakan
alat pengepress (secara manual atau mekanis) yang dilengkapi dengan kasa/kain
saringan dengan ukuran (mesh) yang tepat.
29
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
BAB V
ASPEK KEUANGAN
Pola usaha yang dipilih adalah usaha pengolahan kecap ikan dengan skala
kecil, dengan teknologi “pemasakan ikan” dan bukan melalui proses fermentasi
ikan. Teknologi peralatan yang digunakan adalah teknologi sederhana, dan
bersifat manual (non-mekanis) kecuali pada alat penghancur bumbu dengan
tenaga penggerak listrik (mesin penghancur/blender). Pasokan bahan baku
diperoleh dengan cara membeli jenis ikan tude dari para pedagang ikan secara
langsung dan tunai. Metode pembelian bahan baku secara langsung dilakukan
dengan tujuan untuk mendapatkan kualitas bahan baku ikan yang baik dan segar.
Dengan mengutamakan daerah pemasaran secara lokal dan memperhatikan
produk saingan yakni kecap manis berbahan baku kedele, maka kapasitas produksi
usaha ini adalah sebesar 1.680 botol per bulan. Jumlah produksi ini adalah sekitar
49% dari jumlah konsumsi kecap penduduk Kota Ternate, yang berdasarkan
data Survei Biaya Hidup (BPS) konsumsi kecap per kapita adalah 0,22 botol atau
3.350 botol per bulan. Mempertimbangkan kapasitas produksi dan lama proses
pembuatan kecap, maka usaha ini hanya beroperasi selama 14 hari dalam sebulan
atau berproduksi setiap 2 hari sekali.
31
ASPEK KEUANGAN
33
ASPEK KEUANGAN
Biaya investasi yang dibutuhkan pada tahap awal proses produksi kecap
ikan digunakan untuk penyediaan peralatan produksi dan peralatan lainnya
serta bangunan sebesar Rp 119.270.000. Komponen terbesar adalah lahan dan
bangunan (90,13%) sedangkan peralatan produksi dan pengemasan hanya
9,87% yang terdiri dari mesin blender, tungku pemasakan, wadah perebusan,
timbangan, ember dan alat kemasan serta peralatan lainnya (Tabel 5.2). Dengan
kegiatan usaha skala kecil/rumah tangga, maka kebutuhan lahan tempat usaha
seluas 70 m2 dengan areal bangunan tempat produksi seluas 100 m2. Selengkapnya
ditampilkan pada Lampiran 2.
35
ASPEK KEUANGAN
Biaya operasional dalam usaha pengolahan kecap ikan meliputi biaya variabel
dan biaya tetap. Total biaya operasional rata-rata per bulan adalah Rp. 25.043.867
atau dalam satu tahun sebesar Rp 300.526.404 dengan asumsi bahwa sejak bulan
pertama usaha ini sudah dapat beroperasi secara penuh dengan kapasitas 100%.
Biaya operasional per tahun terdiri dari biaya variabel Rp 255.526.404 dan biaya
tetap Rp 45.000.000. Sebesar 87,11% dari biaya variabel adalah biaya bahan,
dan yang terbesar adalah bahan gula aren (61,64%), bumbu (15,61% dan ikan
(Selengkapnya rincian kebutuhan biaya tetap dan biaya variabel ditampilkan pada
Lampiran 3 dan 4.
Total kebutuhan biaya awal proyek untuk investasi adalah sebesar Rp.
119.270.000, dan sebesar Rp 47.708.000 diantaranya (40%) berasal dari kredit
bank, dengan jangka waktu pinjaman selama 3 tahun dan suku bunga 14%
pertahun. Kebutuhan modal kerja dihitung berdasarkan kebutuhan produksi
selama 2 bulan dimana biaya operasional per bulan adalah Rp. 25.043.867 kerja
atau sebesar Rp. 50.087.734. Penetapan jangka waktu tersebut didasarkan atas
perhitungan waktu proses pengolahan kecap sampai dengan produk sudah
terjual. Sebesar 40% atau Rp. 20.035.094 dari kebutuhan kebutuhan modal kerja
Berdasarkan kapasitas yang ada, produksi dari usaha pengolahan kecap ikan
per bulan rata-rata sebanyak 1.680 botol kecap per bulan. Usaha ini diproyeksikan
untuk dapat berproduksi sepanjang tahun (12 bulan) dengan jumlah produksi
sebanyak 20.160 botol per tahun. Dengan rata-rata harga jual kecap ikan per bulan
sebesar Rp 21.000 per botol, maka untuk satu bulan produksi diproyeksikan untuk
37
ASPEK KEUANGAN
Produk Jumlah/tahun
Jumlah Produk (botol) 20.160
Harga/botol (Rp) 21.000
Jumlah (Rp) 423.360.000
Hasil proyeksi laba rugi usaha menunjukkan usaha pengolahan kecap ikan
telah menghasilkan laba (setelah pajak) pada rata-rata per tahun sebesar Rp.
84.398.663 dengan nilai profit on sales rata-rata per bulan 19,94% (Tabel 5.6 dan
Lampiran 8).
Aliran kas (cash flow) dalam perhitungan ini dibagi dalam dua aliran, yaitu
arus masuk (cash inflow) dan arus keluar (cash outflow). Arus masuk diperoleh
dari penjualan kecap ikan selama satu tahun. Untuk arus keluar meliputi biaya
investasi, biaya variabel, dan biaya tetap, termasuk angsuran pokok, angsuran
bunga.dan pajak penghasilan.
Evaluasi profitabilitas rencana usaha kecap ikan skala kecil dilakukan dengan
menilai kriteria kelayakan usaha yaitu NPV, dan Net B/C Ratio (Net Benefit-Cost
Ratio). Usaha pengolahan kecap ikan dengan menggunakan asumsi yang ada
menghasilkan NPV sebesar Rp. 75.478.206 dengan IRR 45,34% dan Net B/C
Ratio 1,63 kali. Berdasarkan kriteria dan asumsi yang ada menunjukkan bahwa
usaha pengolahan kecap ikan ini layak untuk dilaksanakan dengan Pay Back
Period (PBP) selama 1,87 tahun atau modal yang ditanamkan pada usaha ini telah
dapat dikembalikan sebelum umur proyek berakhir (3 tahun). Proyeksi arus kas
untuk kelayakan usaha pengolahan kecap ikan selengkapnya ditampilkan pada
Lampiran 9.
39
ASPEK KEUANGAN
Hasil analisis sensitivitas akibat kenaikan biaya variabel sebesar 13% dengan
pendapatan tetap menyebabkan usaha ini sudah tidak layak, dengan NPV
(negatif) Rp. 1.642.771. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 5.9 dan Lampiran
11.
41
ASPEK KEUANGAN
ini menjadi tidak layak, dengan NPV (negatif) Rp. 3.152.685 dan IRR < 14%.
Dengan kata lain jika terjadi penurunan harga jual produk atau penerimaan
sebesar kurang dari 8%, usaha ini masih tetap layak. Hasil analisis dapat dilihat
pada Tabel 5.11 dan Lampiran 13.
kombinasi dapat dilihat pada Tabel 5.12 dan Lampiran 14 dan 15.
Tabel 5.12. Analisis Sensitivitas Kombinasi
43
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
BAB VI
ASPEK EKONOMI, SOSIAL DAN
DAMPAK LINGKUNGAN
45
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
47
KESIMPULAN DAN SARAN
40% dipenuhi dari kredit investasi atau Rp. 47.708.000, dengan bunga
14% dan jangka waktu pinjaman 3 tahun. Sisanya modal sendiri, yaitu
sebesar Rp. 71.562.000. Sedangkan untuk modal kerja yang dibutuhkan
untuk produksi dan penjualan kecap ikan adalah sebesar Rp 50.087.734.
Kebutuhan modal kerja tersebut untuk produksi selama 2 bulan produksi.
Sebesar Rp 20.035.094 (40%) diantaranya diasumsikan diperoleh dari
kredit bank dengan jangka waktu pinjaman selama 1 tahun dan suku
bunga 14% pertahun.
f. Produksi dari usaha pengolahan kecap ikan rata-rata per bulan sebanyak
20.160 botol dengan rata-rata harga jual kecap ikan per bulan sebesar
Rp 21.000 per botol @ 630 ml. Proses pemasaran produk menghasilkan
pendapatan per tahun sebesar Rp 423.360.000.
g. Berdasarkan proyeksi laba rugi, usaha kecap ikan menghasilkan laba
(setelah pajak) per tahun sebesar Rp 84.398.663 dengan nilai rata-rata
profit on sales 19,94%.
h. Analisis keuangan dan kelayakan usaha pengolahan kecap ikan sesuai
asumsi yang digunakan adalah layak untuk dilaksanakan dengan nilai Net
B/C Ratio 1,63, NPV sebesar Rp. 75.478.206 dengan masa pengembalian
modal selama 1,87 tahun.
i. Penurunan harga jual produk atau pendapatan usaha lebih sensitif terhadap
kelayakan usaha dibandingkan kenaikan biaya produksi. Penurunan
pendapatan sebesar 8% atau kenaikan biaya produksi, khususnya harga
bahan baku sebesar 13% menyebabkan usaha ini menjadi tidak layak.
j. Pengembangan usaha pengolahan kecap ikan memberikan manfaat yang
positif dari aspek sosial ekonomi wilayah dengan terbukanya peluang
kerja serta peningkatan pendapatan masyarakat, dan tidak menimbulkan
dampak negatif bagi lingkungan.
7.2. Saran
49
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
LAMPIRAN
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
53
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Industri Kecap Ikan
55
Lampiran 2. Biaya Investasi
56
Harga Umur Nilai
Jumlah Jumlah
No Komponen Biaya Satuan per Satuan Ekonomis Penyusutan
LAMPIRAN
Fisik Biaya Rp
Rp (bulan) Rp/bulan
(PPUK)
1 Alat produksi dan Pengemas
a.Tungku pemasakan unit 2 500.000 1.000.000 3 333.333
b. Wajan perebusan unit 8 250.000 2.000.000 1 2.000.000
c. Baskom/ember unit 10 100.000 1.000.000 1 1.000.000
d. Timbangan unit 1 150.000 150.000 3 50.000
e. Alat unit 1 1.500.000 1.500.000 3 500.000
pengepress&penyaring
No Struktur Biaya 1 2 3
1 Bahan Baku
a. Ikan
Jumlah (kg) 2.520 2.520 2.520
Harga/Kg 10.000 10.000 10.000
Jumlah biaya (Rp) 25.200.000 25.200.000 25.200.000
b. Gula aren
Jumlah (kg) 12.600 12.600 12.600
Harga/Kg 12.500 12.500 12.500
Jumlah biaya (Rp) 157.500.000 157.500.000 157.500.000
c. Bumbu-bumbu
Jumlah (kg) 2.394 2.394 2.394
Harga/Kg 16.666 16.666 16.666
Jumlah biaya (Rp) 39.898.404 39.898.404 39.898.404
2 Bahan Pembantu
a. Garam:
Jumlah 252,0 252,0 252,0
Harga/Kg 6.000 6.000 6.000
Jumlah biaya (Rp) 1.512.000 1.512.000 1.512.000
b. Kayu Bakar
Jumlah (ikat) 1.260 1.260 1.260
Harga/unit 2.000 2.000 2.000
57
LAMPIRAN
No Struktur Biaya 1 2 3
Jumlah biaya (Rp) 2.520.000 2.520.000 2.520.000
c. Minyak tanah
Jumlah (ltr) 1.260 1.260 1.260
Harga/unit 3.200 3.200 3.200
Jumlah biaya (Rp) 4.032.000 4.032.000 4.032.000
d. Kemasan botol
Jumlah (unit) 20.160 20.160 20.160
Harga/unit 1.000 1.000 1.000
Jumlah biaya (Rp) 20.160.000 20.160.000 20.160.000
e. Label
Jumlah (unit) 20.160 20.160 20.160
Harga/unit 25 25 25
Jumlah biaya (Rp) 504.000 504.000 504.000
Struktur Biaya 1 2 3
Biaya Tetap 45.000.000 45.000.000 45.000.000
Biaya Produksi 255.526.404 255.526.404 255.526.404
Total 300.526.404 300.526.404 300.526.404
No Produk 1 2 3
1 Kecap Ikan
Jumlah 20.160 20.160 20.160
Harga/kg 21.000 21.000 21.000
Jumlah (Rp) 423.360.000 423.360.000 423.360.000
59
Lampiran 6. Angsuran Kredit Investasi
60
Bunga : 14%
LAMPIRAN
(PPUK)
Periode Kredit Total Saldo Awal
Tetap Bunga Akhir
Tahun-0 47.708.000 47.708.000 47.708.000
Tahun-1 15.902.667 6.679.120 22.581.787 47.708.000 31.805.333
Tahun-2 15.902.667 4.452.747 20.355.413 31.805.333 15.902.667
Tahun-3 15.902.667 2.226.373 18.129.040 15.902.667 -
Tahun
No Uraian Rata-rata
1 2 3
A Penerimaan
Total Penerimaan 423.360.000 423.360.000 423.360.000 423.360.000
B Pengeluaran
i. Biaya Variabel 255.526.404 255.526.404 255.526.404 255.526.404
ii. Biaya Tetap 45.000.000 45.000.000 45.000.000 45.000.000
iii. Depresiasi 15.753.333 15.753.333 15.753.333 15.753.333
iv. Angsuran Bunga 9.484.033 4.452.747 2.226.373 5.387.718
v. Biaya Pemasaran/Distribusi 2.400.000 2.400.000 2.400.000 2.400.000
Total Pengeluaran 328.163.770 323.132.484 320.906.111 324.067.455
C R/L Sebelum Pajak 95.196.230 100.227.516 102.453.889 99.292.545
D Pajak (15%) 14.279.434 15.034.127 15.368.083 14.893.882
E Laba Setelah Pajak 80.916.795 85.193.389 87.085.806 84.398.663
F Profit on Sales 19,11% 20,12% 20,57% 19,94%
G BEP: Rupiah 183.227.650 170.536.238 164.920.214 172.894.701
% 43,3% 40,3% 39,0% 40,8%
Industri Kecap Ikan
61
Lampiran 9. Proyeksi Arus Kas (Rupiah)
62
Bulan
No Uraian
LAMPIRAN
0 1 2 3
(PPUK)
A Arus Masuk
1. Total Penjualan 423.360.000 423.360.000 423.360.000
2. Kredit
a. Investasi 47.708.000
b. Modal Kerja 20.035.094
63
Lampiran 10. Analisis Sensitivitas : Kenaikan Biaya Variabel Sebesar 12%
64
Bulan
No Uraian
LAMPIRAN
0 1 2 3
(PPUK)
A Arus Masuk
1. Total Penjualan 423.360.000 423.360.000 423.360.000
2. Kredit
a. Investasi 47.708.000
b. Modal Kerja 20.035.094
65
Lampiran 11. Analisis Sensitivitas : Kenaikan Biaya Variabel Sebesar 13%
66
Bulan
No Uraian
LAMPIRAN
0 1 2 3
(PPUK)
A Arus Masuk
1. Total Penjualan 423.360.000 423.360.000 423.360.000
2. Kredit
a. Investasi 47.708.000
b. Modal Kerja 20.035.094
67
Lampiran 12. Analisis Sensitivitas : Penurunan Pendapatan Sebesar 7%
68
Bulan
No Uraian
LAMPIRAN
0 1 2 3
(PPUK)
A Arus Masuk
1. Total Penjualan 393.724.800 393.724.800 393.724.800
2. Kredit
a. Investasi 47.708.000
b. Modal Kerja 20.035.094
69
Lampiran 13. Analisis Sensitivitas : Penurunan Pendapatan Sebesar 8%
70
Bulan
No Uraian
LAMPIRAN
0 1 2 3
(PPUK)
A Arus Masuk
1. Total Penjualan 389.491.200 389.491.200 389.491.200
2. Kredit
a. Investasi 47.708.000
b. Modal Kerja 20.035.094
71
Lampiran 14. Analisis Sensitivitas Kombinasi:
72
Penurunan Pendapatan 5% dan Kenaikan Biaya Variabel 5%
LAMPIRAN
Bulan
(PPUK)
No Uraian
0 1 2 3
A Arus Masuk
1. Total Penjualan 402.192.000 402.192.000 402.192.000
2. Kredit
a. Investasi 47.708.000
73
Lampiran 15. Analisis Sensitivitas Kombinasi:
74
Penurunan Pendapatan 6% dan Kenaikan Biaya Variabel 6%
LAMPIRAN
Bulan
(PPUK)
No Uraian
0 1 2 3
A Arus Masuk
1. Total Penjualan 397.958.400 397.958.400 397.958.400
2. Kredit
a. Investasi 47.708.000
75
LAMPIRAN
Lampiran 16. Rumus dan Cara Perhitungan untuk Analisis Aspek Keuangan
Keterangan :
Bt = Benefit atau manfaat (keuntungan) proyek yang diperoleh
pada tahun ke-t.
Ct = Biaya atau ongkos yang dikeluarkan dari adanya proyek
pada tahun ke-t, tidak dilihat apakah biaya tersebut
dianggap merupakan modal atau dana rutin/operasional.
Keterangan :
IRR = Nilai Internal Rate of Return, dinyatakan dalam %.
NPV1 = Net Present Value pertama pada DF terkecil
NPV2 = Net Present Value kedua pada DF terbesar
i1 = Tingkat suku bunga /discount rate pertama.
i2 = Tingkat suku bunga /discount rate kedua.
77
LAMPIRAN
Kelayakan suatu proyek dapat didekati dengan mempertimbangkan nilai IRR
sebagai berikut:
a. Apabila nilai IRR sama atau lebih besar dari nilai tingkat suku bunganya maka
proyek tersebut layak untuk dikerjakan.
b. Apabila nilai IRR lebih kecil atau kurang dari tingkat suku bunganya maka
proyek tersebut dinyatakan tidak layak untuk dikerjakan.
Keterangan :
Net BC = Nilai benefit-cost ratio.
NPV B-C Positif. = Net present value positif.
NPV B-C Negatif. = Net present value negatif.
Hasil perhitungan Net B/C dapat diterjemahkan sebagai berikut:
a. Apabila nilai Net B/C > 1, maka proyek layak dilaksanakan.
b. Apabila nilai Net B/C < 1, maka proyek tidak layak untuk dilaksanakan.
Biaya Tetap.
a. Titik Impas (Rp.) = —————————————
Total Biaya Variabel.
1 - —————————
Hasil Penjualan.
c. Jika biaya variabel dan biaya tetap tidak dipisahkan maka pencarian
titik impas dapat menggunakan prinsip total pendapatan = total
pengeluaran.
Total Pendapatan = Harga x Jumlah produk yang dihasilkan.
Total Pengeluaran = Jumlah semua biaya yang diperlukan proyek.
Jadi harga produk x jumlah produk yang dihasilkan = Total Pengeluaran.
79
LAMPIRAN
1
Rumus DF per tahun = ———— , dimana
(1+ r) n
r = suku bunga
n = tahun 0, 1, ……….. n ; sesuai dengan tahun proyek