You are on page 1of 7

AKI Masalah Terbesar Hak Kesehatan Reproduksi [Kesehatan] AKI Masalah Terbesar Hak Kesehatan Reproduksi Jakarta, Pelita

Masalah terbesar yang berkaitan dengan Hak dan Kesehatan Reproduksi di Indonesia Tenggara. Ibu Negara Ny Ani Susilo Bambang Yudhoyono dijadwalkan mencanangkan revitalisasi Gerakan Sayang Ibu (GSI) yang dipusatkan di Kabupaten Karawang, pertengahan April mendatang. Presiden Soeharto mencanangkan GSI di Kabupaten Karang Anyar pada 22 Desember 1996, sejak saat itu gerakan massal dilakukan ke seluruh penjuru negeri. Pada akhir PJP I AKI di Indonesia adalah 425 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan hasil temuan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1994, besarnya AKI adalah 373 per 100.000 kelahiran hidup, pada tahun 1997 AKI sebesar 343 per 100.000 kelahiran hidup dan pada tahun 2002-2003 sebesar 307/100.000 kelahiran hidup. Meskipun telah terjadi penurunan dari tahun ke tahun tetapi penurunannya belum signifikan dan tetap tertinggi di seluruh negara ASEAN. Angka kematian ibu dan bayi tidak saja menggambarkan kelangsungan hidup, tetapi lebih luas menggambarkan mengenai masalah kesehatan perempuan dan bayi. Kematian ibu dan bayi tidak hanya merupakan tragedi tetapi juga berpengaruh buruk terhadap anggota keluarga. Banyak study menunjukkan 90-95 persen dari anak yang dilahirkan hidup oleh ibu yang meninggal saat melahirkan atau nifas, ameninggal sebelum ulang tahun pertama. Sungguh memprihatinkan, karena ibuibu tersebut diperlukan oleh anak dan keluarganya harus berpisah akibat melahirkan yang tidak terawat dan terlindungi dengan baik. Kematian ibu itu secara langsung atau tidak langsung akan ikut mempengaruhi tingkat kematian bayi dalam masyarakat kita. Tingginya angka kematian ibu karena hamil, melahirkan dan nifas (AKI) disebabkan oleh faktor yang kompleks, karena itu percepatan penurunan AKI harus dilaksanakan dengan upaya terpadu dan lintas sektor, upaya tersebut melibatkan adalah masih tingginya angka kematian Ibu karena kehamilan, melahirkan dan nifas (AKI), bahkan merupakan yang tertinggi di kawasan Asia

baik kegiatan intervensi oleh instansi pemerintah, maupun oleh masyarakat ataupun swasta. GSI harus diupayakan untuk membantu percepatan penurunan AKI melalui hal-hal sebagai berikut: intersektoral dan interdisiplin ilmu, Integratif dan sinergis, Peran serta aktif kaum pria, Pemantauan yang berkelanjutan, Koordinasi aktif pemerintah daerah. Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan telah mengupayakan untuk mempercepat penurunan AKI dengan melakukan Gerakan Sayang Ibu (GSI) secara Nasional, yang telah dimulai sejak pencanangan GSI yang dilakukan Presiden Soeharto pada 22 Desember 1996 di Kabupaten Karang Anyar, Jawa Tengah. Mulai tanggal tersebut semua daerah secara serentak diharapkan melakukan upaya Gerakan Sayang Ibu untuk percepatan penurunan AKI di daerah masing-masing. Gerakan Sayang Ibu dilaksanakan masyarakat, bekerja sama dengan pemerintah untuk peningkatan dan perbaikan kualitas hidup kaum perempuan, terutama mempercepat penurunan angka kematian ibu demi pembangunan sumber daya manusia. GSI perlu direvitalisasi GSI merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia, karena dari ibu yang berkualitas diharapkan akan lahir sumber daya manusia yang berkualitas. Untuk membentuk SDM yang berkualitas diperlukan pemeliharaan dan pembinana secara terencana dan terarah sedini mungkin, bahkan sejak dalam kandungan. Pembinaan ini diawali dengan lebih memperhatikan ibu hamil, agar mendapatkan gizi yang cukup, serta selamat dalam menjalankan proses kehamilan dan pesalinannya. Setelah bayi lahir perlu diperhatikan perawatan dan pemberian makanan yang dapat menjamin kelangsungan hidup dan pertumbuhan secara optimal baik jasmani, rohani dan intelegensi. Selama ini telah banyak upaya yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun masyarakat untuk mempercepat penurunan AKI, tetapi pada kenyataannya penurunan AKI sangat kurang bermakna, karena faktor yang berpengaruh terhadap tingginya AKI di Indonesia sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu faktor pendidikan dan pengetahuan, sosial budaya, sosial ekonomi, geografis, lingkungan dan aksesibilitas ibu pada fasilitas kesehatan modern.

Faktor-faktor tersebut kait mengkait dan sangat kompleks sehingga tidak mudah untuk menanggulanginya. Selain faktor sosial budaya, ekonomi dan pendidikan yang menyebabkan tingginya AKI di Indonesia serta adanya krisis ekonomi berkepanjangan yang berdampak menjadi krisis multidimensi, juga perubahan sistem pemerintahan (sentralisasi ke desentralisasi) serta perubahan kebijakan sektor-sektor pemerintah sehingga perjalanan GSI mengalami hambatan. Era reformasi ini lanjutnya, juga terjadi perubahan dalam pelaksana dan institusi di daerah yang mengelola pemberdayaan perempuan khususnya program GSI. Dengan diberlakukannya Undang-Undang No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No 33 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dimana setiap kabupaten/kota dapat menetapkan kebijakannya sendiri sehingga pelaksanaan operasional GSi di era otonomi daerah juga mengalami perubahan. Dalam upaya pencapaian target Millenium Development Goals (MDG\'s) tahun 2015 dimana salah satu targetnya adalah menurunkan AKI sebesar 3/4 dari kondisi AKI pada tahun 1990 (yang diperkirakan AKI harus mencapai 125 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015). (djo)

Program Srikandi Sari Husada Tingkatkan Kesehatan Ibu dan Anak 30 Sep 2010 Media Indonesia Opini

PENCAPAIAN Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals/ MDGs) membutuhkan peran aktif semua pihak. Tidak terkecuali pihak swasta. mDalam mewujudkan perannya, produsen produk nutrisi Sari Husada memiliki beberapa langkah strategis. Antara lain, melalui program corporate social responsibility (CSR)yang dilaksanakan dalam payung program Srikandi. Srikandi Award Srikandi Award adalah sebuah program pembinaan dan

penghargaan kepada bidan yang telah memberikan baktinya kepada masyarakat melalui program Pos Bhakti Bidan. Tujuan program ini adalah untuk membantu pemerintah khususnya dalam upaya menurunkan angkamalnutrisi, angka kematian bayi/balita, dan meningkatkan derajat kesehatan ibu melalui program Pos Bhakti Bidan. Dalam program Srikandi Award, Sari Husada yang bekerja sama dengan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) menyasar para bidan untuk mendukung kepemimpinan perempuan dalam komunitas untuk menyelesaikan masalah kesehatan di daerah mereka sendiri. Hal ini didasari fakta bahwa bidan sebagai tenaga kesehatan yang ditempatkan hingga pelosok pedesaan mempunyai peran, yang strategis dalam meningkatkan kesehatan masyarakat, terlebih lagi dalam mendukung pencapaian target MDGs untuk menurunkan angka kematian bayi hingga 32 per 1000 kelahiran hidup dan angka kematian ibu hingga 102 per 100.000kelahiran hidup. Ditambah lagi, meskipun kewajiban utamanya adalah menolong ibu dalam melakukan persalinan, dalam implementasinya bidan sering terlibat langsung dalam semua aspek yang berkaitan dengan kesehatan. Seperti kesehatan lingkungan, penyuluhan kesehatan, bahkan sering kali bidan juga terlibat dalam aspek permasalahan pemerintahan desa yang lain.

Sari Husada menilai peran strategis tersebut perlu mendapatkan motivasi khusus agar kinerja sosial bidan lebih maksimal dan dapat mencapai hasil yang maksimal pula. Hal inilah yang menginspirasi lahirnya program Srikandi Award. Kegiatan tahunan ini mengajak para bidan untuk mengidentifikasi masalah kesehatan ibu dan anak di lingkunganmereka. Kemudian, dengan melibatkan tokoh masyarakat setempat, bidan mengirimkan proposal kegiatan sosial yang nantinya akan diseleksi untuk mendapatkan bantuan dana dan pembinaan. Di tahun 2009, kegiatan ini telah menerima 500 proposal kegiatan dan telah mewujudkan 150 proyek-proyek pelayanan kesehatan seperti edukasi nutrisi,fasilitas kesehatan, pola hidup bersih dan sehat dan berbagai kegiatan lain di seluruh Indonesia dan telah memilih 10 program terbaik untuk mendapatkan penghargaan Srikandi Award. Dari sumur bor hingga kelas ibu hamil Untuk mengevaluasi program Pos Bhakti Bidan periode 2008-2009 yang tersebar di 15 propinsi di seluruh Indonesia, Sari Husada menggandeng Fakultas Kedokteran Komunitas Universitas Indonesia untuk melakukan kajian atas dampak programprogram tersebut terhadap para penerima manfaat yang jumlahnya mencapai belasan ribu orang. Evaluasi ini masih berjalan. Namun dari sejumlah program yang sudah dievaluasi, tampak nyata besarnya manfaat yang telah diperoleh masyarakat. Salah satu contoh adalah program penyediaan air bersih melalui sumur bor di Desa Sambeng, Gunung Kidul, Yogyakarta sebagai upaya penurunan Angka Kematian Ibu. Program itu bermula dari keprihatinan bidan Listiani atas keterbatasan akses air bersih di desanya yang membahayakan proses persalinan dan memicu tingginya kasuspenyakit. Atas keprihatinan Listiani bersama tokoh dan anggota masyarakat, diran-canglah program pembuatan sumur bor.

Dengan dana bantuan Sari Husada dan swadaya masyarakat, terciptalah sumur bor yang dapat menyediakan 2 toni air ukuran 250 liter dan 1 torn ukuran 1.000 liter untuk mengalirkan air ke klinik bidan dan beberapa rumah penduduk. Program ini memberikan manfaat untuk mengurangi resiko infeksi pada persalinan serta pola hidup yang lebih bersih dan sehat bagi masyarakat setempat. Contoh lain, program kelas ibu hamil dan balita serta tumbuh Jcembang anak di Desa Jorong Siguntur, Kecamatan Sitiung, Kabupaten Dharmasraya, Sumatra Barat. Program ini diusung bidan Husniar karena melihat tingginya jumlah ibu hamil yang menderita kurang energi kronis (KEK) dan anemia berat serta balita dengan masalah malnutrisi. Masalah lain yang terjadi adalah ketidakpercayaan ibu hamil kepada tenaga medis, dan mempercayakan proses kelahiran kepada dukun yang menjadi salah satu penyebab tingginya angka kematian pada proses persalinan. Implementasi program Pos Bhakti Bidan ini berupa pembinaan ibu hamil mulai dari aspek penyuluhan gizi dan kesehatan fisik, pemenuhan kecukupan gizi selama hamil, dan senam ibu hamil. Semen- tara bayi dan balita mendapatkan treatment gizi seminggu sekali di tempat kegiatan. Setelah program berlangsung, terjadi perbaikan. Ibu hamil KEK turun menjadii. ibu hamil anemia berat menjadi 8. dan persalinan ditangani tenaga kesehatan menjadi 100. Adapun bayi BGM dan balita BGM menjadi O1, M?rta partisipasi ibu balita pada kegiatan posyandu pun meningkat menjadi 90%. Ditahun 2009/2010 Srikandi Award kembali dilaksanakan dan kini 202 bidan tengah mengimplementasikan programprogramnya di masing-masing daerah. Rumah Srikandi Selain program Srikandi Award, kegiatan CSR Sari Husada juga diwujudkan dalam program Rumah Srikandi. Rumah Srikandi merupakan pusat komunitas (community center) yang mendorong kemandirian masyarakat dalam bidang kesehatan,

pendidikan, dan ekonomi. Program ini bertujuan untuk mendorong perbaikan mutu kesehatan dan keterjaminan kualitas gizi masyarakat. Rumah Srikandi didirikan pertama kali pada 2006 dan sampai saat ini telah ada dilima daerah di Indonesia. Yaitu, Kebon Jeruk (Jakarta), Pariaman (Sumatra Barat), Ke-mudo (Klaten), Badran (Yogyakarta), dan Flores (NTT). Program ini mempunyai tiga pilar terintegrasi yang mendasari kegiatan-kegiatannya, yaitu kesehatan, pendidikan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Dalam pelaksanaannya Sari Husada bekerja sama dengan pemerintah serta lembaga swadaya masyarakat seperti Pos Keadilan Peduli Ummat (PKPU)dan SOS Kinderdorf untuk mengedukasi ibu-ibu setempat menjadi kader gizi, menyediakan fasilitas pendidikan anak usia dini (PAUD), dan memberikan pelatihan keterampilan untuk mendukung kemandirian Rumah Srikandi dan keluarga mereka. Hingga saat ini. Rumah Srikandi telah membantu hampir 2000 anak keluar dari masalah malnutrisi, melahirkan hampir 400 kader nutrisi dan membantu lebih dari 400 ibu rumah tangga mandiri secara ekonomi.(S-25)

You might also like