You are on page 1of 34

PRESENTASI KASUS 5

Pembimbing : dr. Herry Setya Yudha Utama, Sp. B, M.Hkes, FInaCs

Disusun oleh :

Fachri Valyasevi Rizka Iradati Yurdhina Meilissa

1102005085 1102005230 1102005306

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI JAKARTA SMF ILMU BEDAH BRSUD ARJAWINANGUN KABUPATEN CIREBON 2011

I.

IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis kelamin Alamat Agama Pekerjaan

: Tn. J : 51 tahun : laki-laki : Jamblang : Islam : Buruh

II. ANAMNESIS A. Keluhan Utama : kesetrum listrik B. Keluhan Tambahan : Tangan kiri tidak berasa, luka bakar pada perut, luka bakar pada punggung C. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke IGD RSUD Arjawinangun dengan keluhan kesetrum listrik kurang lebih 1 bulan yang lalu. Pasien sedang membetulkan antena di atas genteng dan tidak sengaja berpegangan pada kabel listrik dengan tangan kiri. Pasien mengeluh tangannya menghitam sampai diatas pergelangan tangan, pasien juga mengeluh tangan kirinya mati rasa. Pasien mengeluh terdapat luka bakar pada bagian perut dan punggungnya. Luka pada bagian perut dirasa sangat nyeri dan mengeluarkan cairan. Luka bakar pada perut tidak terlalu nyeri. Sebelumnya pasien sudah berobat di rumah sakit dan menolak diamputasi. Keluhan pusing, dan dada berdebar disangkal, riwayat pingsan diakui pasien. D. Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat Diabetes melitus disangkal E. Riwayat Penyakit Keluarga : (-)

III. PEMERIKSAAN FISIK (saat pasien datang) Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang Kesadaran : Compos Mentis Vital Sign : Tekanan darah : 120/80 mmHg Nadi : 80 x/menit Respirasi : 20 x/menit Suhu : 36,8 rC Status Generalisata Kepala Mata Hidung Telinga

: Simetris, mesochepal : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, refleks cahaya (+/+) : Discharge (-/-) : tidak tampak kelainan

Leher Thorax -

: Kelenjar thyroid tidak membesar, kelenjar limfe tidak membesar Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi

Auskultasi Paru Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi

: Ictus cordis tidak tampak : Ictus cordis kuat angkat : Batas kiri atas ICS II LMC sinistra Batas kanan atas ICS II LPS dekstra Batas kiri bawah ICS V LMC sinistra Batas kanan bawah ICS IV LPS dekstra : S1 - S2 reguler, tidak terdapat suara jantung tambahan : : : : Simetris kanan kiri, retraksi (-) Vokal fremitus kanan sama dengan kiri Sonor di seluruh lapangan paru Suara vesikuler kanan = kiri, tidak terdapat suara napas tambahan : lihat status lokalis : Superior : Edema (-/-) Sianosis (-/-) Inferior : Edema (-/-) Sianosis (-/-)

Abdomen Ekstremitas

B. Status Lokalis : Abdomen Supel, datar, Bising usus (+) normal


y

Terdapat luka bakar pada daerah epigastrium sampai umbilikus dengan luas 15x10cm, permukaan tidak rata, Dasar sub kutis terlihat jaringan lemak yang sudah bernanah. Terdapat krusta, nyeri (+), berbau busuk. Terdapat luka bakar di daerah punggung atas dengan luas 15x15 cm dengan permukaan jaringan sub kutis terkelupas. Riwayat bula (+) sudah pecah, nyeri (+) terasa perih, krusta (+) Lengan kiri bawah hingga ke telapak tangan kiri tampak berwarna kehitaman permukaannya kering. Nyeri (-)

IV.

RESUME A. Anamnesis B. Pasien datang ke IGD RSUD Arjawinangun dengan keluhan kesetrum listrik kurang lebih 1 bulan yang lalu. Pasien sedang membetulkan antena di atas genteng dan tidak sengaja berpegangan pada kabel listrik dengan tangan kiri. Pasien mengeluh tangannya menghitam sampai diatas pergelangan tangan, pasien juga mengeluh tangan kirinya mati rasa. Pasien mengeluh terdapat luka bakar pada bagian perut dan punggungnya. Luka pada bagian perut dirasa sangat nyeri dan mengeluarkan cairan. Luka bakar pada perut tidak terlalu nyeri. Sebelumnya pasien sudah berobat di rumah sakit dan menolak diamputasi.

Keluhan pusing, dan dada berdebar disangkal, riwayat pingsan diakui. B. Pemeriksaan Fisik (saat pasien datang) Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang Kesadaran : Composmentis Vital Sign : Tekanan darah : 120/80 mmHg Nadi : 80 x/menit Respirasi : 20 x/menit Suhu : 36,8 rC Status Generalisata : Dalam batas normal

Status lokalis : y Terdapat luka bakar pada daerah epigastrium sampai umbilikus dengan luas 15x10cm, permukaan tidak rata, Dasar sub kutis terlihat jaringan lemak yang sudah bernanah. Terdapat krusta, nyeri (+), berbau busuk. y Terdapat luka bakar di daerah punggung atas dengan luas 15x15 cm dengan permukaan jaringan sub kutis terkelupas. Riwayat bula (+) sudah pecah, nyeri (+) terasa perih, krusta (+) y Telapak tangan kiri sampai pertengahan lengan bawah tampak berwarna kehitaman, permukaannya kering, nyeri (-) Luas Luka Bakar : 28%

V.

PEMERIKSAAN PENUNJANG - Laboratorium darah rutin Hb : 9,7 g/dl Ht Leukosit : 31 % : 9400 / mm3

Trombosit : 284000 / mm3

VI.

DIAGNOSA KLINIS Necrotic manus sinistra ec Combustio Combustio derajat II III Luas 28%

VII. DIAGNOSA BANDING -

VIII. PENATALAKSANAAN Operatif : bone quarter amputasi Medikamentosa : Antibiotik Analgesik PPH Antibiotik Cairan inj. Ceftazidime 3 x 1 gr inj Ketorolac 2 x 30 mg Inj Ranitidine 2x15 mg Tab metronidazol 3 x 500mg

: IVFD RL 30 gtt/menit

IX.

PROGNOSIS : Quo ad vitam Quo ad functionam

: dubia ad bonam : ad malam

LUKA BAKAR (COMBUSTIO) BATASAN Combustio adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh panas, arus listrik atau bahan kimia yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan lebih dalam. Mengingat kasus luka bakar merupakan suatu cidera berat yang memerlukan penanganan dan penatalaksanaan yang sangat komplek dengan biaya yang cukup tinggi serta angka morbiditas dan mortalitas karena beberapa faktor penderita, faktor pelayanan petugas, faktor fasilitas pelayanan dan faktor cideranya. Untuk penanganan luka bakar perlu perlu diketahui fase luka bakar, penyebab luka bakar, derajat kedalaman luka bakar, luas luka bakar. Pada penanganan luka bakar seperti penanganan trauma yang lain ditangani sec ara teliti dan sistematik. Penatalaksanaan sejak awal harus sebaik baiknya karena pertolongan pertama kali sangat menentukan perjalanan penyakit ini. EPIDEMIOLOGI Di Amerika di laporkan sekitar 2 sampai 3 juta penderita setiap tahunnya dengan jumlah kematian 5 - 6 ribu kematian pertahun, sedangkan di Indonesia belum ada laporan tertulis. Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo Jakarta pada tahun 1998 di laporkan 107 kasusluka bakar yang dirawat, dengan angka kematian 37,38 sedangkan di Rumah Sakit Dr. Sutomo Surabaya pada tahun 2000 dirawat 106 kasus luka bakar, kematian 26, 41 %. PATOFISIOLOGI Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh kapiler yang terkena suhu tinggi rusak sel darah yang di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan udem dan menimbulkan bula dengan membawa serta elektrolit. Hal ini menyebabkan berkurangnya volume cairan intra vaskuler. Tubuh kehilangan cairan antara % - 1 %, Blood Volume setiap 1 % luka bakar. Kerusakan kult akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan tambahan karena penguapan yang berlebih (insensible water loss meningkat). Bila luka bakar lebih dari 20 % akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang khas yaitu : gelisah, pucat dingin berkeringat, nadi kecil, dan cepat, tekanan darah menurun dan produksi urine menurun (kegagalan fungsi ginjal). Pada kebakaran daerah muka dapat terjadi kerusakan mukosa jalan nafas karena gas, asap atau uap panas yang terisa. Gejala yang timbul adalah sesa nafas, takipneu, stridor, k suara serak dan berdahak berwarna gelap karena jelaga. Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lain. CO akan mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga tak mampu mengikat oksigen lagi. Tanda keracunan yang ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual dan muntah. Pada keracunan berat terjadi koma. Bila lebih 60 % hemoglobin terikat CO, penderita akan meninggal. Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang merupakan media baik untuk pertumbuhan kuman akan mempermudah infeksi. Infeksi ini sulit diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler yang mengalami trombosis. Kuman

penyebab infeksi pada luka bakar selain berasal dari kulit penderita sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran napas atas dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Stres dan beban faali yang terjadi pada luka bakar berat dapat menyebabkan tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala yang sama gejala tukak peptik. Kelainan ini dikenal dengan Tukak Curling dan yang dikhawatirkan pada tukak Curling ini adalah pendarahan yang timbul sebagai hematesis melena. Pada luka bakar yang berat juga dapat terjadi ileus paralitik. Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga keseimbangan protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena eksudasi, metabolisme tinggi, dan infeksi. Penguapan berlebihan dari kulit yang rusak juga memerlukan kalori tambahan. FASE LUKA BAKAR Untuk mempermudah penanganan luka bakar maka dalam perjalanan penyakitnya dibedakan dalam 3 fase akut, subakut dan fase lanjut. Namun demikian pembagian fase menjadi tiga tersebut tidaklah berarti terdapat garis pembatas yang tegas diantara ketiga fase ini. Dengan demikian kerangka berpikir dalam penanganan penderita tidak dibatasi oleh kotak fase dan tetap harus terintegrasi. Langkah penatalaksanaan fase sebelumnya akan berimplikasi klinis pada fase selanjutnya. 1. Fase akut / fase syok / fase awal. Fase ini mulai dari saat kejadian sampai penderita mendapat perawatan di IRD/Unit luka bakar. Pada fase ini penderita luka bakar, seperti penderita trauma lainnya, akan mengalami ancaman dan gangguan airway (jalan napas), breathing (mekanisme bernafas) dan gangguan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terjadi trauma , inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi merupakan penyebab kematian utama penderita pada fase akut. Pada fase ini dapat terjadi juga gangguan keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit akibat cedera termal/panas yang berdampak sistemik. Adanya syok yang bersifat hipodinamik dapat berlanjut dengan keadaan hiperdinamik yang masih berhubungan akibat problem instabilitas sirkulasi. 2. Fase Subakut. Fase ini berlangsung setelah fase syok berakhir atau dapat teratasi. Luka yang terjadi dapat menyebabkan beberapa masalah yaitu: Proses inflamasi atau infeksi. Problem penutupan lukaKeadaan hipermetabolisme. 3. Fase Lanjut. Fase ini penderita sudah dinyatakan sembuh tetapi tetap dipantau melalui rawat jalan. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertrofik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan timbulnya kontraktur. PENYEBAB LUKA BAKAR Berdasarkan penyebab luka bakar, luka bakar dibedakan atas beberapa jenis penyebab, antara lain : 1. Luka bakar karena api 2. Luka bakar karena air panas 3. Luka bakar karena bahan kimia 4. Luka bakar karena listrik, petir dan radiasi 5. Luka bakar karena sengatan sinar matahari.

6. 7.

Luka bakar karena tungku panas/udara panas Luka bakar karena ledakan bom.

Arus listrik Arus listrik menimbulkan kelainan karena rangsangan terhadap saraf dan otot. Energy panas yang timbul akibat tahanan jaringan yang dilalui arus menyebabkan luka bakar pada jaringan tersebut. Energy panas dari loncatan arus listrik tegangan tinggi yang mengenai tubuh akan menimbulkan luka bakar yang dalam karena suhu bunga api listrik dapat mencapai 2.500oC. arus bolak-balik menimbulkan rangasangan otot yang hebat berupa kejang-kejang. Bila arus tersebut melalui jantung, kekuatan sebesar 60 miliamper. Saja sudah cukup untuk menimbulkan fibrilasi dapat terjadi oleh arus sebesar 1/10 miliampere. Kejang tetanik yang kuat pada otot skelet dapat menyebabkan fraktur kompresi vertebra. Bila kawat berarus listrik terpegang tangan, pegangan akan sulit dilepaskan akibat kontraksi otot fleksor jari lebih kuat dari pada otot ekstensor jari sehinga korban terus teraliri arus. Pada otot dada (m.interkostal) keadaan ini menyebabkan gerakan nafas. Terhenti sehingga penderita dapat mengalami asfiksia. Pada tegangan rendah, arus searah tidah berbahaya dibanding arus bolak-balik dengan ampere yang sama. Sebaliknya pada tegangan tinggi arus searah lebih berbahaya panas timbul karena tahanan yang dijumpai waktu arus mengalir, dan dampaknya tergantung pada jenis jaringan dan keadaan kulit. Urutan tahanan jaringan dimulai dengan yang paling rendah adalah saraf, pembulu darah, otot, kulit, tendo, dan tulang. Jaringan yang tahannanya tinggi akan lebih banyak dialiri arus dan panas yang timbul lebih tinggi. Karena epidermisnya lebih tebal. Telapak tangan dan kaki mempunyai tahanan listrik lebih tinggi sehingga luka bakar yang terjadi akibat arus listrik didaerah ini juga lebih berat. Kelancaran arus masuk tubuh juga bergantung pada basah atau keringnya kulit yang kntak dengan arus. Bila kulit basah atau lembab, arus akan mudah sekali masuk. Di tempat masuk akan tampak luka masuk yang berupa luka bakar dengan kuit yang lebih rendah dari sekelilingnya, sedangakan ditempat arus keluar, yaitu luka keluar, terkesan loncatan arus keluar. Panas yang timbul pada pembuluh darah akan merusak intima sehingga terjadi thrombosis yang timbul pelan-pelan. Hal ini menerangkan mengapa kematian jaringan pada luka listrik seakan-akan progresif dan banyak kerusakan jaringan baru terjadi kemudian. Ekstremitas yang yang semula tampak vital, mungkin setelah beberapa hari menunjukan nekrosis otot iskemik. Beberapa jam setelah kecelakaan listrik dapat terjadi sindrom kompartemen karena udem dan thrombosis. Arus listrik menyebabkan destruksi luas dan nekrosis jaringan yang lebih dalam. Kerusakan jaringan sehubungan dengan cedera listrik terjadi bila energy listrik diubah menjadi energy panas. Kulit merupakan sawar pertama terhadap aliran listrik, dan sebagai insulator yang efektif untuk jaringan-jaringan ini. Pada bagian-bagian tubuh dengan penampang melintang yang kecil, misalnya ekstremitas , densitas arus tinggi , dan kerusakan

jaringan berat. Karena tulang memiliki resistensi yang tinggi terhadap arus listrik. Maka tulang suhunya akan menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan jaringan sekitarnya. Akibatnya, jaringan lunak yang menderita kerusakan akibat panas yang paling parah biasanya adalah otot dan saraf yang melekat pada tulang. Posisi yang nyaris tidak terjangkau pada deteksi klinis sebelumnya. Resiko gagal ginjal akut juga tinggi pada pasien dengan cedera listrik. Perkiraan kebutuhan cairan dan kerusakan otot yang terlalu rendah, dapat berakibat pembebasan dari mioglobin. Pengeluaran urin segera, merupakan terapi yang diperlukan untuk mencegah agar mioglobin tidak mengendap dalam tubulus ginjal dan menyebabkan nekrosis tubular akut. Disamping itu kerusakan jaringan yang luas dapat menyebabkan hiperkalemia. Cedera listrik terkadang dapat menyebabkan perforasi usus., nekrosis pangkreas, nekrosis kandung empedu, dan cedera pada hati. Suatu pemeriksaan neurologis yang menyeluruh perlu dilakukan pada saat pasien datang kerumah sakit dan selanjutnya dilakukan secara berkala untuk mengenali dan mencatat setiap deficit neurologic. Saraf sensoris nampaknya kurang pekak terhadap cedera listrik, dibadingkan dengan saraf motrik, deficit medulla spinalis yang timbul segera akibat kerusakan langsung pada akson sering kali bersifat sementara namun tidak demikian halnya dengan deficit medulla spinalis yang muncul belakangan, dan bermanifestasi sebagai quadriplegia, hemiplegia, mielitis tranversa, atau paralisis asendens.

Fase Luka Bakar Fase Awal/Akut/shock Keadaan yang ditimbulkan berupa : a. Cedera Inhalasi Mekanisme trauma dibagi 3 : 1. Inhalasi Carbon Monoksida (CO) CO merupakan gas yang dapat merusak oksigenasi jaringan , dalam darah berikatan dengan Hb dan memisahkan Hb dengan O2 sehingga akan menghalangi penggunaan oksigen. 2. Trauma panas langsung mengenai saluran nafas Sering mengenai saluran nafas bagian atas jarang mengenai bagian bawah karena sebelum mencapai trachea secara reflek terjadi penutupan plica dan penghentian spasme laryng. Edema mukosa akan timbul pada saluran nafas bagian atas yang menyebabkan obstruksi lumen, 8 jam pasca cedera. Komplikasi trauma ini merupakan penyebab kematian terbanyak.

3. Efek samping sisa pembakaran Gas karosen, aldehid akan mengiritasi mukosa membran karena merupkan toksik yang iritan.

b. Cedera Termis Menimbulkan gangguan sirkulasi keseimbangan cairan & elektrolit, sehingga berakibat terjadi perubahan permeabilitas kapiler dan menyebabkan odema selanjutnya terjadi syok hipovolemi. Kejadian ini akan menimbulkan : Paru Perubahan inflamatorik mukosa bagian nafas bawah, akan menimbulkan gangguan difusi oksigen Acquired Respiratory Distress Syndrome(ARDS), ini akan timbul hari ke-4,5 pasca cedera termis Hepar SGOT, SGPT meningkat Ginjal ARF menjadi ATN Lambung Stres Ulcer Usus Illeus menyebabkan translokasi bakteri kemudian terjadi sepsis yang menyebabkan perforasi akhirnya terjadilah peritonitis Fase Sub-Akut Terjadi setelah shock teratasi, luka terbuka disini akan menimbulkan : y Proses Inflamasi disertai eksudasi dan kebocoran protein y Infeksi yang menimbulkan sepsis y Proses penguapan cairan tubuh disertai panas(evaporasi heat loss) Fase Lanjut Terjadi setelah penutupan luka sampai terjadi maturasi. Masalah yang timbul adalah jaringan parut, kontraktur dan deformitas akibat kerapuhan jaringan atau organ strukturil.

Klasifikasi Luka Bakar A. Berdasarkan Penyebab


y

Suhu Baik panas ataupun dingin (frost bite), pada ujung ekstremitas dapat menimbulkan nekrosis akibat dingin. Penanganan dengan pemberian antibiotik propilaksis sampai putus dengan sendirinya, karena puntungnya akan lebih baik hasilnya dari amputasi. Listrik , akibat terkena petir Kimia Radiasi Laser , CO2 laser

y y y y

B. Berdasarkan Kedalaman kerusakan jaringan Derajat I (superficial skin burn)


y y y y

Hanya reaksi inflamasi, kerusakan mengenai epidermis Kulit kering, merah (erithema) Nyeri karena ujung saraf sensorik teriritasi Sembuh spontan 5 10 hari

Gambar 2. Luka Bakar derajat I Derajat II (partial skin burn)


y y y y

Kerusakan meliputi dermis, sebagian dermis masih ada yang sehat Bula (+) , bila bula pecah terlihat luka basah kemerahan Nyeri (+) , Pin prick test (+) Sembuh dalam 2-3 minggu.Tak perlu flapping

Derajat III (Full thickness skin burn)


y y y y

Kerusakan seluruh tebal dermis, bisa sampai subcutis, tidak ada epitel kulit yang sehat. Terjadi koagulasi protein dikenal sebagai ESCAR. Bula (-), bila bula pecah lukanya kering warna abu-abu Nyeri (-), karena ujung saraf sensorik rusak, Pin prick test(-) Penyembuhan sulit perlu cangkok kulit (STSG)

Gambar 3. Luka Bakar derajat III

LUAS LUKA BAKAR Wallace membagi tubuh atas bagian bagian 9 % atau kelipatan dari 9 terkenal dengan nama Rule of Nine atau Rule of Wallace. Dalam perhitungan agar lebih mempermudah dapat dipakai luas telapak tangan penderita adalah 1 % dari luas permukaan tubuhnya. Pada anak anak dipakai modifikasi Rule of Nine Lund and Brower, yaitu ditekankan pada umur 15 tahun, 5 tahun dan 1 tahun.

KRITERIA BERAT RINGANNYA (American Burn Association) 1. Luka Bakar Ringan. a. Luka bakar derajat II <15 % b. Luka bakar derajat II < 10 % pada anak anak c. Luka bakar derajat III < 2 % 2. Luka bakar sedang a. Luka bakar derajat II 15-25 % pada orang dewasa b. Luka bakar II 10 20 5 pada anak anak c. Luka bakar derajat III < 10 % 3. Luka bakar berat a. Luka bakar derajat II 25 % atau lebih pada orang dewasa b. Luka bakar derajat II 20 % atau lebih pada anak anak. c. Luka bakar derajat III 10 % atau lebih d. Luka bakar mengenai tangan, wajah, telinga, mata, kaki dan genitalia/perineum. e. Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain.

ETIOLOGI Cedera listrik bisa terjadi akibat tersambar petir atau menyentuh kabel maupun sesuatu yang menghantarkan listrik dari kabel yang terpasang.Cedera bisa berupa luka bakar ringan sampai kematian, tergantung kepada: 1. Jenis dan kekuatan arus listrik Secara umum, arus searah (DC) tidak terlalu berbahaya jika dibandingkan dengan arus bolak-balik (AC). Efek AC pada tubuh manusia sangat tergantung kepada kecepatan berubahnya arus (frekuensi), yang diukur dalam satuan siklus/detik (hertz). Arus frekuensi rendah (50-60 hertz) lebih berbahaya dari arus frekuensi tinggi dan 3-5 kali lebih berbahaya dari DC pada tegangan (voltase) dan kekuatan (ampere) yang sama. DC cenderung menyebabkan kontraksi otot yang kuat, yang seringkali mendorong jauh/melempar korbannya dari sumber aurs. AC sebesar 60 hertz menyebabkan otot terpaku pada posisinya, sehingga korban tidak dapat melepaskan genggamannya pada sumber listrik. Akibatnya korban terkena sengatan listrik lebih lama sehingga terjadi luka bakar yang berat. Biasanya semakin tinggi tegangan dan kekuatannya, maka semakin besar kerusakan yang ditimbulkan oleh kedua jenis arus listrik tersebut. Pada arus serendah 60100 mA dengan tegangan rendah (110-220 volt), AC 60 hertz yang mengalir melalui dada dalam waktu sepersekian detik bisa menyebabkan irama jantung yang tidak beraturan, yang bisa berakibat fatal.

Efek yang sama ditimbulkan oleh DC sebesar 300-500 mA. Jika arus langsung mengalir ke jantung, misalnya melalui sebuah pacemaker, maka bisa terjadi gangguan irama jantung meskipun arus listriknya jauh lebih rendah (kurang dari 1 mA).

2. Ketahanan tubuh terhadap arus listrik Resistensi adalah kemampuan tubuh untuk menghentikan atau memperlambat aliran arus listrik. Kebanyakan resistensi tubuh terpusat pada kulit dan secara langsung tergantung kepada keadaan kulit. Resistensi kulit yang kering dan sehat rata-rata adalah 40 kali lebih besar dari resistensi kulit yang tipis dan lembab. Resistensi kulit yang tertusuk atau tergores atau resistensi selaput lendir yang lembab (misalnya mulut, rektum atau vagina), hanya separuh dari resistensi kulit utuh yang lembab. Resistensi dari kulit telapak tangan atau telapak kaki yang tebal adalah 100 kali lebih besar dari kulit yang lebih tipis. Arus listrik banyak yang melewati kulit, karena itu energinya banyak yang dilepaskan di permukaan. Jika resistensi kulit tinggi, maka permukaan luka bakar yang luas dapat terjadi pada titik masuk dan keluarnya arus, disertai dengan hangusnya jaringan diantara titik masuk dan titik keluarnya arus listrik. Tergantung kepada resistensinya, jaringan dalam juga bisa mengalami luka bakar.

3. Jalur arus listrik ketika masuk ke dalam tubuh Arus listrik paling sering masuk melalui tangan, kemudian kepala; dan paling sering keluar dari kaki. Arus listrik yang mengalir dari lengan ke lengan atau dari lengan ke tungkai bisa melewati jantung, karena itu lebih berbahaya daripada arus listrik yang mengalir dari tungkai ke tanah. Arus yang melewati kepala bisa menyebabkan: kejang perdarahan otak kelumpuhan pernafasan perubahan psikis (misalnya gangguan ingatan jangka pendek, perubahan kepribadian, mudah tersinggung dan gangguan tidur) irama jantung yang tidak beraturan. Kerusakan pada mata bisa menyebabkan katarak.

4. Lamanya terkena arus listrik.

Semakin lama terkena listrik maka semakin banyak jumlah jaringan yang mengalami kerusakan. Seseorang yang terkena arus listrik bisa mengalami luka bakar yang berat. Tetapi, jika seseorang tersambar petir, jarang mengalami luka bakar yang berat (luar maupun dalam) karena kejadiannya berlangsung sangat cepat sehingga arus listrik cenderung melewati tubuh tanpa menyebabkan kerusakan jaringan dalam yang luas. Meskipun demikian, sambaran petir bisa menimbulkan konslet pada jantung dan paru-paru dan melumpuhkannya serta bisa menyebabkan kerusakan pada saraf atau otak.

GEJALA Gejalanya tergantung kepada interaksi yang rumit dari semua sifat arus listrik. Suatu kejutan dari sebuah arus listrik bisa mengejutkan korbannya sehingga dia terjatuh atau menyebabkan terjadinya kontraksi otot yang kuat. Kedua hal tersebut bisa mengakibatkan dislokasi, patah tulang dan cedera tumpul. Kesadaran bisa menurun, pernafasan dan denyut jantung bisa lumpuh. Luka bakar listrik bisa terlihat dengan jelas di kulit dan bisa meluas ke jaringan yang lebih dalam. Arus listrik bertegangan tinggi bisa membunuh jaringan diantara titik masuk dan titik keluarnya, sehingga terjadi luka bakar pada daerah otot yang luas. Akibatnya, sejumlah besar cairan dan garam (elektrolit) akan hilang dan kadang menyebabkan tekanan darah yang sangat rendah. Serat-serat otot yang rusak akan melepaskan mioglobin, yang bisa melukai ginjal dan menyebabkan terjadinya gagal ginjal. Dalam keadaan basah, kita dapat mengalami kontak dengan arus listrik. Pada keadaan tersebut, resistensi kulit mungkin sedemikian rendah sehingga tidak terjadi luka bakar tetapi terjadi henti jantung (cardiac arrest) dan jika tidak segera mendapatkan pertolongan, korban akan meninggal. Petir jarang menyebabkan luka bakar di titik masuk dan titik keluarnya, serta jarang menyebabkan kerusakan otot ataupun pelepasan mioglobin ke dalam air kemih. Pada awalnya bisa terjadi penurunan kesadaran yang kadan diikuti dengan koma g atau kebingungan yang sifatnya sementara, yangi biasanya akan menghilang dalam beberapa jam atau beberapa hari. Penyebab utama dari kematian akibat petir adalah kelumpuhan jantung dan paru-paru (henti jantung dan paru-paru).

PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS 1. Secara klinis 2. Laboratorium : Hb, Hematokrit, Electrolit dsb

Jika diperkirakan jantung telah menerima kejutan listrik, pemantauan EKG dilakukan selama 12-24 jam. Jika korban tidak sadar atau telah mengalami cedera kepala, dilakukan CT scan untuk memeriksa adanya kerusakan pada otak.

PENATALAKSANAAN kaan. Yang pertama harus dilakukan adalah memutuskan aliran listrik karena korban tidak dapat dipegas sebelum aliran diputuskan. Jika perlu, korban dapat dilepaskan oleh penolong yang melindungi diri dengan tindakan mencegah aliran listrik berjalan dari korban ketanah melalui tubuh sendiri, tindakan tersebut dapat menggunakan kayu kering, sarung tangan karet, pembalut kayu kain yang tebal dan kering sambil memakai sepatu bersol kering dan berdiri diatas alas yang kering sukar menghantar listrik. Resusitasi harus segera dilakukan. Kehilangan cairan ke dalam jaringan rusak adalah salah satu gangguan fisiologi utama setelah cidera listrik. Jika pasien mengalami mioglobinuria yang terlihat secara makroskopik. Maka keluaran urin harus ditingkatkan sampai 100-150ml/jam dengan meningkatkan laju volume cairan yang diinfuskan. Jika keluaran urin masih rendah, meskiput kecepatan infuse telah di tingkatkan, manitol 12,5 gram dapat ditambahkan ke dalam setiap liter larutan ringer laktat. Natrium bikarbonat dalam larutan resusitasi akan membuat urin bersifat basa dan mempertinggi kelarutan mioglobin. Perawatan luka juga termasuk pengobatan cidera pada kulit dan jaringan lunak yang dalam. Cedera kulit derajat II-III dilakukan debridement dibersihkan dan diolesi krim antimikroba topical. Sulfamilon (mafenid asetat) lebih disuka pada kasus cidera listrik. Karena kemampuannya menembus jaringan yang cidera serta spectrum antiklorosidanya yang unik. Profilaksis tetanus diperbaharui antibiotic profilaksis belum terbukti menurunkan serangan infeksi. Tekanan kompartemen otot ektremitas dipantau dengan palpasi dan menggunakan ultrasosongrafi doplerr untuk mencari dennyut arteri-arteri utama. Nekrotomi dan fasciotomi dilakukan bila terdapat indikasi. Terapi cidera listrik lebih ditekankan pda pengaangkatan jaringan nekrotik pada waktu yang tepat. Amputasi pada ekstremitas yang mengalami cidera listrik tidak dilakukan secara rutin. Beberapa sarana diagnosis dapat menunjukan jaringan yang dapat hidup dan tak dapat hidup pada luka bakar, yang permukaan nya mungkin tidak mencerminkan keadaan jaringan yang lebih dalam. Skintigrafi dengan technetium 99m pirofosfat merupakan teknik diagnostic yang paling sering digunakan untuk mengevaluasi ektremitas yang cidera dan dapat memerikan hasil dalam waktu 24 jam. Scaning serial dapat bermanfaat dalam menentukan perlunya dilakukan debridement.pada ekstremitas yang alirannya tidak terganggu , maka arteriografi mungkin dapat membantu. Mempersingkat aliran ke cabang nutrisi otot menunjukan suatu kerusakan yang irevesibel. Akhirnya eksplorasi bedah secara serial pada ekstremitas yang cidera merupakan teknik yang paling akurat.

Bagian distal ekstremitas yang mengalami elektrokusi, mengering dan mengalami mumifikasi, serta perlu diamputasi. Semua kelompok otot perlu diperiksa khususnya yang menempel pada tulang. Jaringan nekrotik jelas perlu diangkat.. dan segala daya perlu dilakukan untuk menyelamatkan jaringan yang masih dapat hidup. Pemeriksaan luka setiap hari dan tindakan debridement lanjutan perlu dilakukan sampai semua jaringan nekrotik dibuang. Penututpan luka dini pasca amputasi untuk melanjutkan tindakan ini, biasanya tidak dianjurkan. Eksisi atau pencangkokan pada luka bakae ketebalan penuh perlu ditunda sampai semua jaringan nekrotik sudah dibuang. Pengobatan, terlebih dahulu, sebelum penderita ditangani, arus listrik harus diputus. Harus diingat bahwa penderita mengandung muatan listrik selama berhubungan dengan sumber arus. Kemudian kalau perlu dilakukan resusitasi jantung. Dengan masasege jantung dan napas buatan mulut ke mulut. Cairan parenteral harus diberikan. Kadang luka bakar dikulit luar tampak ringan, tetapi kerusakan jaringan yang lebih dalam luas dan berat. Umumnya perlu pemberian cairan lebih banyak dari yang diperkirakan karena sering kerusakan jauh lebih luas dari yang disangka. Kalo banyak terjadi kerusakan otot, urin akan berwarna gelap oleh mioglobin; penderita perlu diberikan monitol dengan dosis awal 25 mg, disusul dosis rumat 12,5 gr/ jam. Kalo perlu, manitol diberikan sampai enam kali untuk memperbaiki filtrasi ginjal dan mencegah gagal ginjal. Bila ada udem otak dapat diberikan diuretic dan kortikosteroid Pada luka bakar yang dalam dan berat, perlu pembersihan jaringan mati secara bertahap karena tidak semua jaringan mati jelas tampak pada hari pertama. Bila luka pada ekstremitas, mungkin perlu fasciotomi pada hari pertama untuk mencegah sindrom kompartemen. Selanjutnya dilakukan cangkok kulit untuk rekonstruksi. Pengobatan terdiri dari: menjauhkan/memisahkan korban dari sumber listrik memulihkan denyut jantung dan fungsi pernafasan melalui resusitasi jantung paru (jika diperlukan) mengobati luka bakar dan cedera lainnya.

Cara paling aman untuk memisahkan korban dari sumber listrik adalah segera mematikan sumber arus listrik. Sebelum sumber listrik dimatikan, penolong sebaiknya jangan dulu menyentuh korban, apalagi jika sumber listrik memiliki tegangan tinggi. Jika sumber arus tidak dapat dimatikan, gunakan benda-benda non-konduktor (tidak bersifat menghantarkan listrik; misalnya sapu, kursi, karpet atau keset yang terbuat dari karet) untuk mendorong korban dari sumber listrik. Jangan menggunakan benda-benda yang basah atau terbuat dari logam. Jika memungkinkan, berdirilah di atas sesuatu yang kering dan bersifat nonkonduktor (misalnya keset atau kertas koran yang dilipat). Jangan coba-coba menolong korban yang berada dekat arus listrik bertegangan tinggi. Jika korban mengalami luka bakar,

buka semua pakaian yang mudah dilepaskan dan siram bagian yang terbakar dengan air dingin yang mengalir untuk mengurangi nyeri. Jika korban pingsan, tampak pucat atau menunjukkan tanda-tanda syok, korban dibaringkan dengan kepala pada posisi yang lebih rendah dari badan dan kedua tungkainya terangkat, selimuti korban dengan selimut atau jaket hangat. Cedera listrik seringkali disertai dengan terlontarnya atau terjatuhnya korban sehingga terjadi cedera traumatik tambahan, baik berupa luka luar yang tampak nyata maupun luka dalam yang tersembunyi. Jangan memindahkan kepala atau leher korban jika diduga telah terjadi cedera tulang belakang. Setelah aman dari sumber listrik, segera dilakukan pemeriksaan terhadap fungsi pernafasan dan denyut nadi.Jika terjadi gangguan fungsi pernafasan dan nadinya tidak teraba, segera lakukan resusitasi. Sebaiknya dicari tanda-tanda patah tulang, dislokasi dan cedera tumpul maupun cedera tulang belakang.Jika terjadi kerusakan otot yang luas, mungkin akan diikuti dengan kerusakan ginjal, karena itu untuk mencegah kerusakan ginjal, berikan banyak cairan kepada korban.Korban sambaran petir seringkali bisa disadarkan dengan resusitasi jantung paru.

PENATALAKSANAAN PENDERITA LUKA BAKAR FASE AKUT Pada penanganan penderita dengan trauma luka bakar, seperti pada penderita trauma trauma lainnya harus ditangani secara teliti dan sistematik. 1. Evaluasi Pertama (Triage) Prioritas pertama penderita luka bakar yang harus dipertahankan meliputi airway, ventilasi dan perfusi sistemik. a. Airway Bebaskan jalan napas. Pada luka bakar dengan distress jalan napas dapat dipasang endotracheal tube. Traheostomy hanya bila ada indikasi. b. Breathing Trauma inhalasi merupakan foktor yang secara nyata memiliki kolerasi dengan angka kematian. Kematian akibat trauma inhalasi terjasi dalam waktu singkat 8 sampai 24 jam pertama pasca operasi. Pada kebakaran dalam ruangan tertutup atau bilamana luka bakar mengenai daerah muka / wajah dapat menimbulkan kerusakan mukosa jalan napas akibat gas, asap atau uap panas yang terhisap. Edema yang terjadi dapat menyebabkan gangguan berupa hambatan jalan napas karena edema laring. Trauma panas langsung adalah terhirup sesuatu yang sangat panas, produk produk yang tidak sempurna dari bahan yang terbakar seperti bahan jelaga dan bahan khusus yang menyebabkan kerusakan dari mukosa lansung pada percabangan trakheobronkhial. Keracunan asap yang disebabkan oleh termodegradasi material alamiah dan materi yang diproduksi. Termodegradasi menyebabkan terbentuknya gas toksik

seperti hydrogen sianida, nitrogen oksida, hydrogen klorida, akreolin dan partikel partikel tersuspensi. Efek akut dari bahan kimia ini menimbulkan iritasi dan bronkokonstriksi pada saluran napas. Obstruksi jalan napas akan menjadi lebih hebat akibat adanya tracheal bronchitis dan edem. Efek intoksikasi karbon monoksida (CO) mengakibatkan terjadinya hipoksia jaringan. Karbon monoksida (CO) memiliki afinitas yang cukup kuat terhadap pengikatan hemoglobin dengan kemampuan 210 240 kali lebih kuat disbanding kemampuan O2. Jadi CO akan memisahkan O2 dari Hb sehingga mengakibatkan hipoksia jaringan. Kecurigaan adanya trauma inhalasi bila pada penderita luka bakar mengalami hal sebagai berikut. 1. 2. 3. 4. 5. Riwayat terjebak dalam ruangan tertutup. Sputum tercampur arang. Luka bakar perioral, termasuk hidung, bibir, mulut atau tenggorokan. Penurunan kesadaran termasuk confusion. Terdapat tanda distress napas, seperti rasa tercekik. Tersedak, malas bernafas atau adanya wheezing atau rasa tidak nyaman pada mata atau tenggorokan, menandakan adanya iritasi mukosa. 6. Adanya takipnea atau kelainan pada auskultasi seperti krepitasi atau ronhi. 7. Adanya sesak napas atau hilangnya suara. Bilamana ada 3 tanda / gejala diatas sudah cukup dicurigai adanya trauma inhalasi. Penanganan penderita trauma inhalasi bila tanpa distress pernapasan maka harus dilakukan trakheostomi. Penderita dirawat diruang resusitasi instalasi gawat darurat sampai kondisi stabil. Circulation Pada luka bakar berat / mayor terjadi perubahan permeabilitaskapiler yang akan diikuti dengan ekstrapasasi cairan (plasma protein dan elektrolit) dari intravaskuler ke jaringan interfisial mengakibatkan terjadinya hipovolemic intra vaskuler dan edema interstisial. Keseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik tergangu sehingga sirkulasi kebagian distal terhambat, menyebabkan gangguan perfusi / sel / jaringan / organ. Pada luka bakar yang berat dengan perubahan permeabilitas kapiler yang hamper menyeluruh, terjadi penimbunan cairan massif di jaringan interstisial menyebabkan kondisi hipovolemik. Volume cairan intravaskuler mengalami deficit, timbul ketidakmampuan menyelenggaraan proses transportasi oksigen ke jaringan. Keadaan ini dikenal dengan sebutan syok. Syok yang timbul harus diatasi dalam waktu singkat, untuk mencegah kerusakan sel dan organ bertambah parah, sebab syok secara nyata bermakna memiliki korelasi dengan angka kematian. Beberapa penelitian membuktikan bahwa penatalaksanaan syok dengan metode resusutasi cairan konvensional (menggunakan regimen cairan yang ada) dengan penatalaksanaan syok dalam waktu singkat, menunjukkna perbaikkan prognosis, derajat kerusakan jaringan diperkecil (pemantauan kadar asam laktat), hipotermi dipersingkat dan koagulatif diperkecil kemungkinannya, ketiganya

c.

diketahui memiliki nilai prognostic terhadap angka mortalitas. Pada penanganan perbaikan sirkulasi pada luka bakar dikenal beberapa formula berikut : - Evans Formula - Brooke Formula - Parkland Formula - Modifikasi Formula - Monafo Formula Pemasangan intraveneous kateter yang cukup besar dan tidak dianjurkan pemasangan scalp vein. Diberikan cairan ringer Laktat dengan jumlah 30-50 cc/jam untuk dewasa dan 20-30 cc/jam untuk anak anak di atas 2 tahun dan 1 cc/kg/jam untuk anak dibawah 2 tahun.

FORMULA BAXTER Hari Pertama: Dewasa : Ringer Laktat 4 cc x berat badan x % luas luka bakar per 24 jam

Anak : 2 cc x berat badan x % luas luka ditambah kebutuhan faali (Ringer Laktat: Dextran = 17 : 3) Hari Kedua: Dewasa : hari I

Anak : diberi sesuai kebutuhan faali Kebutuhan faali y < 1 Tahun : berat badan x 100 cc y 1 3 Tahun : berat badan x 75 cc y 3 5 Tahun : berat badan x 50 cc y jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. y diberikan 16 jam berikutnya.

EVANS FORMULA 1. RL / NaCl = luas combustio % X BB/ Kg X 1 cc 2. Plasma = luas combustio % X BB / Kg X 1 cc 3. Pengganti yang hilang karena penguapan D5 2000 cc Hari I --- 8 jam X --- 16 jam X Hari II -- hari I Hari ke III --- kari ke II

2.

Pemeriksaan fisik keseluruhan Pada pemeriksaan penderita diwajibkan memakai sarung tangan yang steril, bebaskan penderita dari baju yang terbakar, penderita luka bakar dapat pula mengalami trauma lain, misalnya bersamaan dengan trauma abdomen dengan adanya internal bleeding atau mengalami patah tulang punggung / spine. b. Anamnesis Mekanisme trauma perlu diketahui karena ini penting, apakah penderita terjebak dalam ruang tertutup sehingga kecurigaan adanya trauma inhalasi yang dapat menimbulkan obstruksi jalan napas. Kapan kejadiannya terjadi,serta ditanyakan penyakit penyakit yang pernah di alami sebelumnya. c. Pemeriksaan luka bakar y Luka bakar diperiksa apakah terjadi luka bakar berat, luka bakar sedang atau ringan. y Ditentukan luas luka bakar. Dipergunakan Rule of Nine untuk menentukan luas luka bakarnya. y Ditentukan kedalaman luka bakar (derajat kedalaman) Penanganan di Ruang Emergency a. Diwajibkan memakai sarung tagan steril bila melakukan pemeriksaan penderita. b. Bebaskan pakaian yang terbakar. c. Dilakukan pemeriksaan yang teliti dan menyeluruh untuk memastikan adanya trauma lain yang menyertai. d. Dilakukan pemasangan Foley kateter untuk monitor jumlah urine produksi. Dicatat jumlah urine/jam.

a.

e. f. g. h. i.

j.

k.

Di lakukan pemasangan nosogastrik tube untuk gastric dekompresi dengan intermitten pengisapan. Untuk menghilangkan nyeri hebat dapat diberikan morfin intravena dan jangan secara intramuskuler. Timbang berat badan Diberikan tetanus toksoid bila diperlukan. Pemberian tetanus toksoid booster bila penderita tidak mendapatkannya dalam 5 tahun terakhir. Pencucian Luka di kamar operasi dalam keadaan pembiusan umum. Luka dicuci debridement dan di disinfektsi dengan salvon 1 : 30. Setelah bersih tutup dengan tulle kemudian olesi dengan Silver Sulfa Diazine (SSD) sampai tebal. Rawat tertutup dengan kasa steril yang tebal. Pada hari ke 5 kasa di buka dan penderita dimandikan dengan air dicampur Salvon 1 : 30 Eskarotomi adalah suatu prosedur atau membuang jaringan yang mati (eskar)dengan teknik eksisi tangensial berupa eksisi lapis demi lapis jaringan nekrotik sampai di dapatkan permukaan yang berdarah. Fasiotomi dilakukan pada luka bakar yang mengenai kaki dan tangan melingkar, agar bagian distal tidak nekrose karena stewing. Penutupan luka dapat terjadi atau dapat dilakukan bila preparasi bed luka telah dilakukan dimana didapatkan kondisi luka yang relative lebih bersih dan tidak infeksi. Luka dapat menutup tanpa prosedur operasi. Secara persekundam terjadi proses epitelisasi pada luka bakar yang relative superficial. Untuk luka bakar yang dalam pilihan yang tersering yaitu split tickness skin grafting. Split tickness skin grafting merupakan tindakan definitive penutup luka yang luas. Tandur alih kulit dilakukan bila luka tersebut tidak sembuh sembuh dalam waktu 2 minggu dengan diameter > 3 cm.

MONITORING PENDERITA LUKA BAKAR FASE AKUT Monitoring penderita luka bakar harus diikuti secara cermat. Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, penderita palpasi, perkusi dan auskultasi adalah prosedur yang harus dilakukan pada perawatan penderita. Pemeriksaan laboratoris untuk monitoring juga dilakukan untuk mengikuti perkembanagn keadaan penderita. Monitoring penderita kita dibagi dalam 3 situasi yaitu pada saat di triage, selama resusitasi (0-72 jam pertama)dan pos resustasi. I. Triage Intalasi Gawat Darurat A. A-B-C : Pada waktu penderita datang ke Rumah sakit, harus dinilai dan dilakukan segera diatasi adakah problem airway, breathing, sirkulasi yang segera diatasi life saving. Penderitaluka bakar dapat pula mengalami trauma toraks atau mengalami pneumotoraks.

B. VITAL SIGN : Monitoring dan pencatatan tekanan darah, repsirasi, nadi, rectal temperature. Monitoring jantung terutama pada penderita karena trauma listrik, dapat terjadi aritmia ataupun sampai terjadi cardiac arrest. C. URINE OUTPUT : Bilamana urine tidak bisa diukur maka dapat dilakukan pemasangan foley kateter. Urine produksi dapat diukur dan dicatat tiap jam. Observasi urine diperiksa warna urine terutama pada penderita luka bakar derajat III atau akibat trauma listrik, myoglobin, hemoglobin terdapat dalam urine menunjukkna adanya kerusakaan yang hebat. II. MONITORING DALAM FASE RESUSITASI (sampai 72 jam) 1. Mengukur urine produksi. Urine produksi dapat sebagai indikator apakah resusitasi cukup adekuat / tidak. Pada orang dewasa jumlah urine 30-50 cc urine/jam. 2. Berat jenis urine. Pascatrauma luka bakar jenis dapat normal atau meningkat. Keadaan ini dapat menunjukkna keadaan hidrasi penderita. Bilamana berat jenis meningkat berhubungan dengan naiknya kadar glukosa urine. 3. Vital Sign 4. pH darah. 5. Perfusi perifer 6. laboratorium a. serum elektrolit b. plasma albumin c. hematokrit, hemoglobin d. urine sodium e. elektrolit f. liver function test g. renal function tes h. total protein / albumin i. pemeriksaan lain sesuai indikasi 7. Penilaian keadaan paru Pemeriksaan kondisi paru perlu diobservasi tiap jam untuk mengetahui adanya perubahan yang terjadi antara lain stridor, bronkhospam, adanya secret, wheezing, atau dispnae merupakan adannya impending obstruksi. Pemeriksaan toraks foto ini. Pemeriksaan arterial blood gas. 8. Penilaian gastrointestinal. Monitoring gastrointestinal setiap 2-4 jam dengan melakukan auskultasi untuk mengetahui bising usus dan pemeriksaan sekresi lambung. Adanya darah dan pH kurang dari 5 merupakan tanda adanya Culing Ulcer. 9. Penilaian luka bakarnya. Bila dilakukan perawatan tertutup, dinilai apakah kasa basah, ada cairan berbau atau ada tanda-tanda pus maka kasa perlu diganti. Bila bersih perawatan selanjutnya dilakukan 5 hari kemudian.

Luka Bakar yang Perlu Perawatan Khusus 1. Luka Bakar Listrik. 2. Luka Bakar dengan trauma Inhalasi 3. Luka Bakar Bahan Kimia 4. Luka Bakar dengan kehamilan

Luka Bakar listrik Luka bakar bisa karena voltase rendah atau voltase tinggi. Kerusakan jaringan tubuh disebabkan karena beberapa hal berikut : 1. Aliran listrik (arus bolak-balik, alternating current / AC) merupakan energi dalam jumlah besar. Berasal dari sumber listrik, melalui bagian tubuh yang memiliki resistensi paling rendah (cairan, darah / pembuluh darah). Aliran listrik dalam tubuh menyebabkan kerusakan akibat yang ditimbulkan oleh resistensi. Kerusakan dapat bersifat ekstensif local maupun sistemik (otak/ensellopati, jantung/fibrilisasi ventrikel, otot/ rabdomiosis, gagal ginjal, dan sebagai berikut). 2. Loncatan energi yang ditimbulkan oleh udara yang berubah menjadi api. 3. Kerusakan jaringan bersifat lambat tapi pasti dan tidak dapat diperkirakan luasnya. Hal ini di sebabkan akibat kerusakan system pembuluh darah di sepanjang bagian tubuh yang dialiri listrik (trombosis, akulasi kapiler)

PENANGANAN/SPECIAL MANAGEMENT A. PRIMARY SURVEY a. Airway cervical spine. b. Breathing c. Circulation d. Disability-Pemeriksaan kesadaran GCS dan periksa pupil e. Exposure-cegah penderita dari hipotermi. B. SECOUNDARY SURVEY 1. Pemeriksaan dari kepala sampai kaki. 2. Pakaian dan perhiasan dibuka a. Periksa titik kontak b. Estimasi luas luka bakar / derajat luka bakarnya. c. Pemeriksaan neurologist d. Pemeriksaan traumalain, patah tulang/dilokasi. e. Kalau perlu dipasang endotrakeal intubasi. C. RESUSITASI 1. Bila didapatkan luka bakar, dapat diberikan cairan 2-4 cc/kg/ luas luka bakar. 2. Kalau didapatkan haemocromogen (myoglobin), urine output dipertahankan antara 75-100 cc/jam sampai tampak menjadi jernih. 3. Sodium bicarbonate dapat ditambahkan pada ringer laktat sampai pH > 6,0 4. Monitor jarang dipergunakan.

D. CARDIAC MONITORING 1. Monitoring ECG kontinu untuk disritmia. 2. ventricular fibrilasi, asystole dan aritmia diterapi sesuai Advanced Cardiac Live Support . III. MONITORING POST RESUSITASI (72 jam pascatrauma) Hal hal yang perlu diobservasi setiap harinya secara sistematik dan teliti meliputi observasi klinis dan data pemeriksaan laboratorium yaitu : 1. Cairan elektrolit 2. Keadaan luka bakarnya 3. Kondisi potensial infeksi 4. Status nutrisi / gizi Luka Bakar Kimia. y Di Amerika Serikat terdapat 500.000 jenis kimia yang beredar. Sekitar 30.000 jenis yang berbahaya. y Dilaporkan 2-6 % kejadian luka bakar karena bahan kimia Klafisikasi Bahan kimia : 1. Alkalis/Basa Hidroksida, soda kaustik, kalium amoniak, litium, barium, kalsium atau bahan bahan pembersih dapat menyebabkan liquefaction necrosis dan denaturasi protein. 2. Acids/Asam Asam hidroklorat, asam aksalat, asam sulfat, pembersih kamar mandi atau kolam renang dapat menyebabkan kerusakan coagulation necrosis. 3. Organic Compounds Fenol, creosote, petroleum, sebagai desinfektan kimia yang dapat menyebabkankerusakana kutaneus, efek toksis terhadap ginjal dan liver. Berat / ringannya trauma tergantung : 1. bahan 2. Konsentrasi 3. Volume 4. Lama kontak 5. Mekanisme trauma Penatalaksanaan : 1. Bebaskan pakaian yang terkena 2. Irigasi dengan air yang kontinu 3. Hilangkan ras nyeri 4. Perhatikan airway, breathing dan circulation 5. Indenifikasi bahan penyebab. 6. Perhatikan bila mengenai mata. 7. Penanganan selajutnya sama seperti penanganan luka bakar.

Luka Bakar dan kehamilan y Hati hati terhadap komplikasi y Komplikasi pada ibu dan janin y Pada luka 60 % atau lebih menimbulkan terminasi spontan dari kehamilan. Penatalaksanaan: 1. Segera dilakukan stabilisasi airway. Hipoksia dapat terjadi pada ibu dan janin 2. Distress napas hipoksia dapat menimbulkan resistensi vaskuler pada ut rus, e mengurangiuterus blood flow dan oksigen ke janin menurun. 3. Monitoring janin 4. Konsultasi dengan spesialis kandungan

KOMPLIKASI LUKA BAKAR PADA KEHAMILAN 1. Terminasi kehamilan akibat hipotensi, hipoksia serta adanya gangguan cairan dan elektrolit. 2. Persalinan premature 3. Kematian janin intrauterine

KOMPLIKASI LUKA BAKAR 1. Syok karena kehilangan cairan. 2. Sepsis / toksis. 3. Gagal Ginjal mendadak 4. Pneumonia

PROGNOSA : 1. Tergantung derajat luka bakar. 2. Luas permukaan 3. Daerah yang terkena, perineum, ketiak, leher dan tangan karena sulit perawatan dan mudah kontraktur. 4. Usia dan kesehatan penderita.

AMPUTASI Prinsip dasar amputasi Dengan kemajuan dibidang prostesis maka pemilihan tempat amputasi dengan tujuan untuk mempertahankan ekstremitas sedistal mungkin tidak sepenuhnya benar. Hal ini berlaku pada amputasi ekstremitas superior. Aturan yang menyatakan untuk mempretahankan ekstremitas sedistal mungkin tidak dapat diterapkan pada amputasi ekstremitas inferior. Meskipun begitu sedapat mungkin lutut harus diselamatkan, karena lutut sangat berguna secara fungsional. Masalah weight bearing dan menyisakan soft tissue untuk menutupi stump sangat mempengaruhi pemilihan tempat amputasi pada ekstremias inferior. Pada amputasi below knee stump yang terlalu panjang tidak disarankan karena akan mempersulit penggunaan prostesa. Batas anterior tibia harus di bevel dan harus tersedia soft tissue yang cukup untuk menutupinya dengan cara membuat flap diposterior lebih panjang. Amputasi setinggi pergelangan kaki mempunyai indikasi yang cukup jarang, umumnya pada trauma. Amputasi Syme bermanfaat untuk end weight bearing prosthesis. Untuk amputasi telapak kaki kesepakatan umum yang dipakai adalah trans metatarsal (level amputasi lihat gambar skematis). Lokasi untuk melakukan amputasi:

b. Indikasi Operasi
y y y y y y

Trauma Dead limb karena ganggan suplai vaskuler Malignant neoplasma Osteomyelitis kronis Infeksi yang mengancam nyawa Deformitas tungkai kongenital yang inoperable

c. Kontra indikasi operasi: keadaan umum yang jelek

Teknik Operasi Penatalaksanaan Amputasi Ekstremitas Anesthesia Anestesia spinal umum digunakan untuk amputasi ekstremitas bawah, anstesia umum untuk amputasi ekstremitas atas. Bisa juga digunakan anestesia blok leksus. Untuk amputasi jari bisa digunakan infiltrasi lokal anestesia. Teknik operasi

Amputasi atas-lutut Tempat terbaik untuk membagi femur adalah 8-10 cm ( selebar satu tangan). Gunakan spidol kulit untuk merencanakan insisi, yang harus membuat flap anterior maupun flap posterior memiliki panjang sama atau yang anterior sedikit lebih panjang. Bagi kulit dan jaringan subkutan sepanjang garis yang direncanakan. Hemostasis biasanya tidak sukar pada anggota gerak yang iskemik namun bisa terjadi perdarahan hebat pada anggota gerak yang septik. Ikat semua vena dengan menggunakan jarum serap 2/0. Perdalam insisi anterior sampai tulang, sambil memotong tendon quadriceps femoris. Vasa femoralis bersama-sama nervus poplitea media dan lateral dijumpai pada posisi posteromedial. Ikat rangkap pembuluh darah dengan benang serap. Sebelum memotong saraf, beri tegangan pada saraf sehingga saraf tertarik ke dalam puntung pada amputasi. Jika amputasi dilakukan pada tingkat yang lebih tinggi, nervus sciaticus bisa dijumpai. Nervus sciaticus diikuti oleh arteri yang harus didiseksi secara terpisah dan diikat sebelum saraf dipotong. Setelah memotong semua otot di sekeliling femur, ikat pembuluh yang tinggal dan hindari pemakaian diatermi. Periksa titik amputasi yang tepat dari femur dan kerok periosteum dari tulang di daerah ini. Otot-otot paha harus diretraksi ke arah proksimal untuk memberikan cukup ruang dalam menggunakan gergaji. Ini bisa dilakukan dengan bantuan beberapa pembalut abdomen atau retraktor khusus. Setelah memotong femur dan melepas tungkai bawah, tempatkan handuk bersih di bawah puntung dan istirahatkan puntung pada mangkok yang dibalik. Gunakan kikir untuk menghaluskan pinggir femur, kemudian bawa otot-otot depan dan belakang bersamaan menutup tulang dengan jahitan terputus benang serap ukuran 1. Pasang suction drain Insisi kulit Titik pemotongan tulang di bawah lapisan otot. Tempatkan jahitan lapis kedua yang lebih superfisial dalam otot dan jaringan subkutan karena ini akan membantu mendekatkan flap kulit. Jahit pinggir kulit dengan beberapa jahitan putus dengan benang non serap 2/0. Hindari memetik pinggir kulit dengan forsep bergigi. Tutup puntung dengan kasa dan kapas dan balut dengan crepe bandage. Amputasi bawah-lutut Titik optimum untuk amputasi adalah 14 cm dari tibial plateau, fibula dipotong 2 cm proksimal dari ini. Beri tanda insisi, dengan flap anterior berakhir tepat distal dari garis pemotongan tulang pada tibia dan flap posterior meluas ke bawah sampai tendon Achilles. Buat insisi sepanjang garis yang telah diberi tanda. Di posterior potong tendon Achilles dan perdalam insisi untuk memotong sisa otot dan tendon sampai tulang. Potong otot ke dalam sampai melintasi bagian depan. Fibula dipotong miring dengan gergaji Gigli, kemudian belah tibia 2 cm distal dari ini. Bersihkan otot dari tulang dengan elevator periosteum. Potong bevel anterior pertama kali dengan gergaji diagonal kemudian potong tegak lurus tibia. Bentuk sudut pada ujung bawah tibia ke arah atas dan pisahkan massa otot dari aspek posteriornya. Ikat rangkap semua pembuluh darah dan potong setiap saraf yang tegang. Lepas tungkai bagian distal. Flap posterior ditarik ke atas membungkus puntung tulang dan dijahit ke flap anterior. Flap posterior mungkin perlu dikurangi dengan eksisi jaringan otot. Tempatkan benang serap di antara otot di bagian posterior dan jaringan subkutan di anterior dan meninggalkan suction drain di bawah otot. Satukan pinggir kulit dengan jahitan putus benang

non-serap 2/0. Pangkas sudut-sudut flap posterior jika perlu agar bentuknya rapi. Tutup puntung dengan katun dan balut ketat dengan crepe bandage. Komplikasi operasi
y y

Perdarahan Infeksi

Mortalitas Tergantung etiologinya Perawatan Pascabedah dan Follow up


y y

Perawatan luka pada umumnya Rehabilitasi dengan pembuatan prostesis yang sesuai

Daftar Pustaka David S. Perdanakusuma, Penanganan Luka bakar, Airlangga University Press,2006 Dunphy Englebert J, MD, Way W Lawrence, MD, Current Surgical Diagnosis & Treatment. FK UI, Kapita Selekta Kedokteran, edisi ke III, Jilid ke 2 editor Arif Mawyur, Media Aesculapius, Jakarta 2000. Jonatan Oswani, Bedah Minor, Hal. 91-99, Medan Lawrance W. Way, Gerard M. Doherty, Current Surgical Diagnosis & Treatment, Eleventh Edition, Hal. 267-276, Penerbit Mc Graw-Hill Companies, 2003. M Sjaifudin Noer, Penanganan Luka Bakar, Airlangga University Press, 2006 R. Syamsuhidayat, Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi. Hal. 81-93. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta, 1997. Sabiston, Devid C; Buku Ajar Bedah : Sabistons Essential Surgey, Alih Bahasa Petrus Andrianto, Timah I. S; editor, Jonatan Oswan - Jakarta : EGC, 1995, hal 228 - 231. Schwartz. Principles of Surgery. Ed. 7th. The McGraw-Hills Company, 1999 Soelarto Reksoparjo, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Hal. 435-442 UI, Jakarta .

You might also like