You are on page 1of 10

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Kabupaten Jepara, adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Secara geografis terletak 542 - 600 LS, 11007 - 11037 BT. Ibukotanya adalah Jepara. Kabupaten ini berbatasan dengan Laut Jawa di barat dan utara, Kabupaten Pati dan Kabupaten Kudus di timur, serta Kabupaten Demak di selatan. Wilayah Kabupaten Jepara juga meliputi Kepulauan Karimunjawa, yang berada di Laut Jawa. Luas wilayah keseluruhan Kabupaten Jepara 1.004,13 Km2. Tercatat tahun 2009 penduduk di kabupaten jepara sebanyak 1.107.973 jiwa dengan jumlah pria 552.488 jiwa dan jumlah wanita 555.485 jiwa. Angka Pertumbuhan penduduk mencapai 2 % pertahun dan kepadatan penduduk 1.103 jiwa/Km yang tersebar di 16 Kecamatan yaitu Bangsri, Batealit, Donorojo, Jepara, Kalinyamatan, Karimunjawa, Kedung, Keling, Kembang, Mayong, Mlonggo, Nalumsari, Pakisaji, Pecangaan, Tahunan, Welahan . Tiang penyangga perekonomian di jepara berada pada sektor

perdagangan. Skala niaga yang ada pun beragam mulai dari tingkat eceran hingga ekspor ke mancanegara, komoditas yang disalurkan ke luar negeri sebagian besar adalah produk usaha industri terutama mebel. Kota Jepara, memang terkenal dengan sentra industri mebel (kayu) ukiran khusunya dikecamatan tahunan. Jenis kayu olahan utama di Jepara adalah kayu jati (Tectona grandis), sementara spesies kedua adalah kayu mahoni (Swietenia macrophylla), kemudian spesies kayu hutan alam dan spesies-spesies kayu yang lain seperti akasia. Tahun 2006 tercatat. Jumlah perusahaan yang terlibat di industri ini mencapai 518 perusahaan, sementara jumlah tenaga kerjanya

27.271 orang. Nilai dari industri ini menghasilkan Rp 1,3 triliun Dan, sekitar 60% produk mebel Jepara dijual ke pasar mancanegara dan sisanya ke pasar dalam negeri. (http://ada-akbar.com). Jean-Marc Roda, Philippe Cadne, Philippe Guizol, Levania Santoso, Achmad Uzair Fauzan (2007) menyatakan, sebanyak 15.271 unit produksi telah diidentifikasi di Jepara, yang memperkerjakan sekitar 170.000 orang. Menurut survei, setidaknya terdapat 14.091 unit kecil (92 %), 871 unit menengah (6 %), dan 309 unit besar (2 %).Kegiatan tersebut menghasilkan pendapatan yang cukup besar, yaitu nilai tambah antara Rp 11.900 - 12.300 miliar pertahun (sekitar Euro 1 miliar/tahun), atau Rp 70 - 78 juta/pekerja/tahun. Konsumsi kayu bulat di Kabupaten Jepara adalah sebesar 1,5 hingga 2,2 juta m/tahun. dengan kata lain, 9 m kayu bulat dapat menyokong pekerjaan 1 pekerja tetap selama satu tahun. Laman Koran harian elektronik http://regional.kompasiana.com

menambahkan, reputasi produk mebel ukir jepara memang sudah diakui di pasar global. Baik dari kualitas dan juga keunikan dari ornamen ukiranukirannya yang memiliki ciri khas tersendiri dimata konsumen. Hal demikian bisa dibuktikan dengan peningkatan nilai ekspor produk mebel ukir jepara dalam kurun waktu 10 tahun terakhir dengan nilai ekspor puluhan juta Dollar AS. Dilihat dari peningkatan ekspor yang terus meningkat ini, produk mebel ukir jepara digadang bisa menjadi produk unggulan dan aset kekayaan Indonesia yang cukup berharga. Hasil produk mebel ukir buatan perajin Jepara ini telah diakui oleh dunia dari segi kualitas dan juga memiliki reputasi besar dikalangan konsumen Luar Negeri. Tercatat pada tahun 2006, terdapat sekitar 265 eksportir produk mebel ukir di jepara dengan jumlah negara tujuan 68 negara. Pemerintah daerah Jepara terus memperbaiki sejumlah fasilitas yang ada untuk mendorong perkembangan sentra industri mebel ukir di kota ini. Caranya, memperkuat fasilitas umum, seperti Jepara Trade Center. Sebagai

pusat perdagangan, pusat promosi yang juga berfungsi sebagai balai lelang, pusat informasi, pusat desain, serta advokasi atas hak dan kekayaan intelektual yang diluncurkan pada tahun 2007 lalu atas. Sebelumnya telah terjadi pembajakan desain ukir kayu hasil kreatifitas para pengrajin mebel Jepara. Pemkab Jepara bekerjasama dengan Dirjen Hak Kekayaan Intelektual (Haki) Kementrian Hukum dan HAM RI melakukan upaya advokasi agar berbagai desain ukir Jepara tersebut tetap diakui sebagai hasil karya bangsa Indonesia. Bupati Jepara, Hendro Martojo mengatakan hingga kini, sudah ada 99 upaya pembajakan desain ukir mebel di Jepara yang dilakukan oleh sejumlah pihak di luar negeri, khususnya negara Eropa yang berhasil digagalkan. Modus yang kerap dipakai dalam kasus ini, biasanya sebelum melakukan pembajakan mereka mengekspor produk mebel dari Jepara. Setelah berjalan beberapa lama, mereka lantas membuat sendiri produk mebel dengan meniru desain ukir khas Jepara. Lalu, ukiran produk mebel tersebut kemudian diklaim sebagai hasil kreatifitas mereka. Setelah itu baru didaftarkan sebagai Haki di negaranya masing-masing. Akibat praktek ini, kata Hendro. Perajin mebel ukir Jepara tidak bisa lagi mengekspor produknya ke negara tersebut. Sebab desain ukir yang digunakan sama dengan produk yang sudah dihasilkan oleh perajin di negara mereka. Sehingga, industri mebel jepara mengalami pasang surut. Mulanya industri mebel Jepara pernah berjaya sekitar tahun 1999 dengan nilai ekspor sekitar 200 juta USD. Lalu setelah itu mengalami penurunan. Pada tahun 2001 nilai ekspor hanya 74 juta USD. Setelah itu perlahan-lahan ekspor mebel Jepara terus berbenah. Dan hasilnya, tahun 2010 lalu, nilai ekspor mencapai 117 juta USD. Kesemuanya berkat kesigapan Pemkab melalui Jepara Furniture Design Centre (JFDC) dan Dirjen Haki sehingga desain ukir yang dibajak tersebut berhasil diselamatkan. Upaya penyelamatan yang dilakukan dengan cara menelusuri berbagai dokumen dan literatur terkait, mulai dari berkas perjanjian ekspor yang

pernah dilakukan di negara yang bersangkutan hingga penelusuran berbagai desain ukir yang dihasilkan para perajin Jepara. Agar kasus pembajakan ini tidak terus berulang, maka semua desain ukiran telah dipatenkan. Hal ini dibuktikan dengan penerimaan Hak atas Kekayaaan Intelektual (HaKI) berdasar Indikasi Geografis untuk Mebel Ukir Jepara dari Kementerian Hukum dan Perundang-undangan, semenjak Kamis, 27 Mei 2010 kepada Pemerintah Kabupaten Jepara. Setelah menanti waktu yang cukup lama, akhirnya Sertifikat diserahkan secara langsung oleh Menteri Hukum dan Perundang-undangan, Patrialis Akbar, kepada Bupati Jepara, Hendro Martojo di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta. Menurut Bupati Jepara Hendro Martojo, manfaat Indikasi Geografis (IG) Mebel Ukir Jepara adalah untuk menjamin kepastian hukum mengingat jangka waktu perlindungannya tidak terbatas selama ciri dan kualitas yang menjadi dasar perlindungan masih ada. Diterimanya IG dapat menjaga kelestarian lingkungan, serta pemberdayaan sumberdaya alam dan manusia. Sedang dari sisi ekonomi dapat membuka peluang dan lapangan kerja untuk menghasilkan barang yang dilindungi IG. Sementara itu Kepala Bagian Humas Setda Jepara mengatakan bahwa untuk mempertahankan, dan melindungi produk Mebel Ukir Jepara, dalam waktu dekat akan dibentuk Jepara Indikasi Geografis Produk (JIP). Menurut Hadi, lembaga atau forum ini kelak menjadi wadah komunitas pelaku industri mebel dan ukiran, dan masyarakat untuk mengoptimalkan manfaat Hak Indikasi Geografis. Ditambahkan Hadi, JIP nantinya juga bertugas melakukan identifikasi, verifikasi, dan pengawasan kualitas produk Indikasi Geografis dan berwenang menentukan keanggotaan Mebel Ukir Jepara. Intinya, JIP menjadi wadah bagi pelaku industri mebel, masyarakat dan pemerintah daerah untuk membangun kesadaran dan kesepahaman pengembangan Mebel Ukir Jepara, kata Hadi Priyanto

Disamping itu menurut Hadi Priyanto, untuk memperkuat branding kota Jepara sebagai pusat ukir dunia, telah dilaksanakan lomba ukir dan sekaligus pencatatan rekor Muri mengkukir terbanyak 2010 dalam acara yang bertajuk Jepara The World Carving Center. Acara ini dilaksanakan Sabtu, 17 Juli 2010, bertempat di alun-alun Jepara. Kegiatan ini diikuti oleh lebih dari 500 peserta, dari kalangan SD, SMP, SMU dan Mahasiswa & Umum Jepara dengan PT. Ekamant Indonesia menjadi salah satu sponsor dari kegiatan tersebut. Pemanfaatan media internet dan pameran-pameran mebel yang digelar di berbagai kota kerap disambangi oleh pelaku industri mebel di jepara. Interational Furniture and Craft Fair Indonesia 2011 di Jakarta, merupakan salah satu pameran mebel internasional di Indonesia. Akan tetapi, pada 3 November 2010 laman http://www.tempo.co. Mengabarkan bahwa, Pemerintah menjanjikan Sertifikasi Mebel Ukir Jepara (MUJ ) bagi kalangan perajin ukir Jepara baru akan diberlakukan awal tahun 2011. Namun, langkah yang diambil Pemerintah kabupaten Jepara terkait pelebelan untuk melindungi produk ukir Jepara setelah diterimanya Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) Indikasi Geografis Meubel Ukir Jepara (MUJ) dari Departemen Hukum dan Ham, pertengahan tahun lalu hingga kini belum mencapai titik terang. Bukan hanya itu saja, pemberlakuan perdagangan bebas Asean-China sesuai dalam kesepakatan Asean China Free Trade Agreement (ACFTA) tahun 2010 ini. Juga menjadi momok yang mengancam bagi industri mebel Jepara. Ketua Asosiasi Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Komda Jepara, Akhmad Fauzi, mengungkapkan, pemerintah masih terlihat lamban dalam mengantisipasi terjadinya dampak atas adanya ACFTA. Padahal sosialisasi adanya perjanjian perdagangan bebas sudah dilakukan sejak 2001. ''Hingga saat ini belum ada upaya perlindungan yang konkrit terhadap pelaku usaha dan produk lokal" katanya.

Di negara lain, tegas Fauzi, kalangan stake holders sudah menyiapkan sejumlah regulasi untuk mem-back up serta melindungi pelaku usaha maupun produk-produk dalam negeri. Sementara di Indonesia, selama hampir sembilan tahun pemerintah belum menyiapkan regulasi untuk mengantisipasi maupun upaya perlindungan terhadap produk dalam negeri. Sementara kondisi yang terjadi pada industri mebel saat ini justru tengah tertekan oleh tingginya suku bunga kredit perbankan yang rata-rata mencapai 16 % per bulan. Padahal, di Tiongkok bunga kredit perbankan saat ini hanya berkisar 2 %. ''Selisih bunga sebesar 14 % ini tentunya menekan biaya operasional, sehingga membentuk nilai jual yang kompetitif," kata Fauzi. Persoalan lain yang juga tengah dihadapi para pelaku industri mebel saat ini adalah kenaikan harga bahan baku, terutama kayu jati Perhutani yang kini melonjak mencapai 7-43 persen. Kondisi ini, kata Fauzi, juga ikut mempengaruhi harga kayu jati rakyat yang semakin ikut naik dan kini hampir setara dengan kayu Perhutani. "Jadi untuk biaya bahan baku saja sudah sangat tinggi sementara harga masih relatif tetap," keluhnya. Hal yang sama juga dikatakan dosen Ekonomi pada Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Nahdatul Ulama (STIENU) Jepara, Samsul Arifin. Menurutnya, diberlakukannya ACFTA 2010 membuat industri lokal terpuruk dan tidak mampu bersaing. "Jika tidak mampu lagi bersaing dan bangkrut, maka kondisi tersebut akan berdampak pada efisiensi perusahaan sampai pengurangan karyawan. Selain berimbas pada pemutusan hubungan kerja, kemungkinan juga akan terjadi pengurangan upah dan kesejahteraan buruh menurun," jelasnya. Samsul menambahkan, ancaman tersebut harusnya disikapi oleh pelaku usaha untuk segera berinovasi membidik pasar lain, karena untuk pangsa Eropa sudah mulai diekspansi Tiongkok. Terpisah, ketua Himpunan pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Cabang Jepara, Aris Isnandar, mengatakan, jika untuk menghadapi persoalan industri

mebel saat ini seharusnya ada langkah konkrit dari pemerintah untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Aris mengatakan, dalam masalah yang dihadapi para pengusaha mebel ini tidak akan cukup kalau hanya sekadar saling memberi komentar di media atau muka umum, namun tidak ada tindak lanjutnya. "Seharusnya dibuat semacam panitia khusus (pansus) yang terdiri dari berbagai kalangan, baik itu eksekutif sebagai pemegang kebijakannya, pengusaha, perajin, DPRD atau dari unsur asosiasi lain yang berkompeten," usulnya. Dengan dibentuknya pansus untuk menyelesaikan persoalan yang diadapi para pengusaha mebel di dalam ancaman ACFTA ini, diharapkan akan serius mencari solusi terbaiknya. "Penyelesaian masalah ini tidak cukup hanya sehari atau dua hari saja, namun butuh waktu yang panjang agar semuanya bisa terurai dan terpecahkan," tegas Aris yang juga wakil ketua DPRD Jepara ini. (Jawapos. 3 maret 2010). Hingga kini Pemkab Jepara belum dapat memberikan kabar gembira kepada pelaku Industi Mebel. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti melalui wawancara terbuka kepada narasumber TS pada 30 Juni 2011 melalui telepon dan P 18 maret 2011 di Jepara selaku pelaku industri mebel di Jepara didapatkan data sebagai berikut bahwa, hingga saat ini pemberlakuan ACFTA belum berdampak secara signifikan terhadap Industri mebel Jepara. Kenaikan suku bunga justru berdampak positif terhadap Industri mebel Jepara ini disebabkan para Buyer asing membayar dengan US Dolar sehingga jika di Rupiahkan nominalnya akan bertambah tinggi tentunya ini berbanding lurus dengan peningkatan harga bahan baku yang meningkat, tetapi omset yang didapatkan lebih besar. Ini dibuktikan ketika terjadi krismon tahun 1998-1999 banyak pelaku industri mebel Jepara mendadak kaya. Kemudian setelah itu banyak Industri mebel Jepara mulai dari unit kecil hingga menengah atas gulung tikar. Ini disebabkan karena banyak pelaku Industri yang tidak tertib terhadap Standar Operasional Prosedur Industri mebel yang disepakati secara

formal maupun normatif. Contoh pelanggaran SOP ini seperti menurunkan kualitas mebel kayu entah ukuran dikurangi tidak sesuai pesanan, bahan kayu yang diganti dengan kualitas kayu dibawah pesanan. Sehingga pelaku Industri mebel mendapatkan untung lebih yang berdampak pemutusan kontrak secara sepihak oleh para Buyer asing. Secara Global di mata Nasional dan Internasional kesan yang didapatkan terhadap pelaku Industri mebel Jepara yang tidak tertib digeneralisasikan kepada sebagian besar pelaku Industri mebel Jepara. Di lain pihak persaingan harga mebel yang tidak sehat pada Indusri ini yang dilakukan dengan menurunkan harga mebel dengan harapan mendapatkan buyer yang setia berdampak pada manajemen dan maraknya penipuan. Serta perilaku konsumtif masyarakat terhadap barang tersier yang cukup tinggi juga yang seharusnya digunakan untuk modal order dari buyer berdampak pada keterlambatan pesanan yang tidak sesuai tempo. Memperkuat kesan negatif dari Industri mebel Jepara. Padahal manajemen kesan terhadap Industri mebel sangatlah penting. Melaui penelitian yang akan dilaksanakan pada pelaku Industri mebel di Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara ini, penulis ingin mengetahui lebih dalam bagaimana manajemen kesan mebel Jepara ditengah pemberlakuan ACFTA. Harapannya melalui penelitian ini penulis dapat memaparkan secara mendetail tentang fenomena yang terjadi secara mendetail tentang manajemen kesan mebel Jepara di tengah pemberlakuan ACFTA. Hasil perolehan informasi melaui penelitian ini yang akan dikaji dari sudut pandang Psikologi ini diharapkan dapat memberikan masukkan kepada pihak-pihak penentu kebijakan Industri mebel Jepara. Pada akhirnya, penelitian ini dapat berfungsi sebagai kontribusi nyata untuk meminimalisir dampak-dampak negatif yang terjadi pada Mebel Jepara.

1.2. Perumusan Masalah Berangkat dari pemaparan fenomena pada latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah pada penelitian ini ialah: faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi manajemen kesan mebel jepara di tenga pemberlakuan ACFTA.

1.3. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka dapatlah dirumuskan tujuan penelitian ini adalah: untuk mengetahui secara mendalam faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi manajemen kesan mebel jepara ditengah pemberlakuan ACFTA.

1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat teoritik Dalam konteks kajian ilmu Psikologi Industri dan Organisasi, hasil penelitian ini dapat memberikan gambar lebih mendetail dan mendalam mengenai manajemen kesan Mebel Jepara. 1.4.2 Manfaat praktis

1. Penulis berharap, melalui pemaparan hasil penelitian ini baik secara langsung maupun tidak langsung masyarakat dapat memahami akan pentingnya upaya Manajemen Kesan Mebel Jepara di Tengah

Pemberlakuan ACFTA di Kecamatan Tahunan pada khususnya, dan juga Kabupaten Jepara secara keseluruhan. 2. Memperkuat manajemen kesan mebel Jepara adalah hal yang penting

dilakukan, dikarenakan semakin kuat terbentuk Manajemen Kesan Mebel Jepara maka akan semakin baik pengelolaan dalam industri ini. 3. Penelitian ini dapat berfungsi sebagai pijakan bagi riset yang serupa dengan aspek berbeda di masa mendatang

You might also like