You are on page 1of 14

Amubiasis

A. Pendahuluan Amubiasis adalah penyakit infeksi usus besar yang disebabkan oleh parasit usus Entamoeba histolytica. Penyakit ini tersebar hampir di seluruh dunia terutama di negara berkembang yang berada di daerah tropis. Hal ini disebabkan karena faktor kepadatan penduduk, higiene individu, dan sanitasi lingkungan hidup serta kondisi sosial dan kultural yang menunjang. Sekitar 90% infeksi asimtomatik,sementara 10% lainnya menimbulkan berbagai sindrom klinis, mulai dari disentri sampai abses hati atau organ lain. Amubiasis merupakan suatu infeksi Entamoeba histolytica pada manusia, dapat terjadi secara akut dan kronik. Manusia merupakan pejamu dari beberapa spesies amoeba, yaitu Entamoeba histolytica, E. coli, E. ginggivalis, Dientamoeba frigilis, Endolimax nana, Iodamoeba butclii. Diantara beberapa spesies amoeba, hanya satu spesies yaitu Entamoeba histolytica yang merupakan parasit patogen pada manusia. Entamoeba histolytica tersebar di seluruh dunia, endemik terutama di daerah dengan sosioekonomi rendah dan sanitasi lingkungan yang kurang baik. Entamoeba histolytica bersama Giardia lamblia,

Criptosporidium, Balantidium coli, blastocytis hominis dan Isospora sp merupakan protozoa usus yang sering menyebabkan infeksi usus pada anak. Infeksi yang disebabkan oleh protozoa usus biasanya didapatkan per oral melalui kontaminasi feses pada air dan makanan. Pada manusia, Entamoeba histolytica mengadakan invasi ke dalam mukosa usus dan dapat menyebar ke dalam traktus intestinal, misalnya ke duodenum, gaster, esofagus atau ekstraintestinal, yaitu (terutama) hati, paru, perikardium, peritoneum, kulit dan otak.

B. Epidemiologi Prevalensi infeksi amuba di seluruh dunia bervariasi dari 5-81%, diperkirakan 10%dari populasi di seluruh dunia pernah terinfeksi Entamuba histolytica, terutama di negara dengan iklim tropis yang mempunyai kondisi lingkungan yang buruk, sanitasi perorangan yang buruk dan sosioekonomi yang rendah. Infeksi Entamuba histolytica dapat mencapai 50 juta kasus di seluruh dunia, dengan kematian 70-100 ribu per tahun. Disentri amuba disebabkan oleh invasi

pada mukosa usus yang terjadi kira-kira 1-17% dari subyek yang terinfeksi. Penyebaran parasit ke organ lain seperti hati terjadi pada sebagian kecil individu dan pada anak lebih jarang dibandingkan orang dewasa. Meskipun amubiasis sangat endemik di Afrika, Amerika Latin, India dan Asia tenggara, amubiasis juga terjadi di Amerika Serikat dengan prevalensi 1-4%, terutama terjadi pada anak dengan retardasi mental, imigran (terutama Meksiko) yang telah bepergian dari daerah endemik. Prevalensi Entamoeba histolytica di berbagai daerah di Indonesia berkisar antara 10 18 %. Insiden amubiasis hati di RS di Indonesia berkisar antara 5-15 pasien pertahun. Manusia merupakan pejamu alami (natural host) dan reservoir Entamuba histolytica, meskipun pernah juga dilaporkan terdapat pada anjing, kucing, babi, dan ikan. Infeksi disebarkan melalui kontaminasi makanan dan minuman, juga melalui kontak langsung dengan feses yang terinfeksi.

C. Etiologi Entamoeba histolytica terdapat dalam dua bentuk, yaitu bentuk kista dan sebagai trofozoit. Infeksi terjadi karena tertelannya kista dari makanan atau minuman yang terkontaminasi, sedangkan tertelannya bentuk trofozoit tidak akan menimbulkan infeksi karena tidak tahan terhadap lingkungan asam lambung. Ukuran kista 10-18 m, berisi 4 inti dan resisten terhadap kondisi lingkungan seperti

temperature yang rendah dan konsentrasi klor yang biasa digunakan untuk penjernihan air, termasuk resisten terhadap asam lambung dan enzim-enzim pencernaan. Parasit dapat terbunuh dengan pemanasan 550C. Setelah kista tertelan dan masuk ke dalam usus kecil, ia akan berkembang menjadi 8 trofozoit yang bergerak aktif, membentuk koloni dalam lumen usus besar dan selanjutnya menginvasi mukosa. Trofozoit mempunyai diameter rata-rata 20 m, sitoplasmanya mengandung zona yang jernih di sebelah dalam, yang berisi inti berbentuk sferis dengan sentral kariosom yang kecil dan bahan kromatin granular yang halus. Endoplasma juga menginvasi vakuola, tempat eritrosit dapat terlihat pada kasus amubiasis yang invasif.

Entamuba histolytica bentuk trofozoit Entamoeba histolytica bentuk trofozoit

Entamuba histolytica bentuk kista

Daur hidup Entamoeba histolytica


Enkistasi Secara alami perubahan trofozoit menjadi bentuk kista tidak terjadi di dalam jaringan. Trofozoit yang ada di dalam lumen kolon akan berkondensasi menjadi benda berbentuk sferis, yakni prekista yang dindingnya relatif tipis dan halus, yang selanjutnya dilepaskan sehingga terjadilah kista muda. Pada stadium ini terdapat dua macam inklusi pada kista muda dan kista

matang, yaitu inklusi glikogen dengan tepi samar dan bahan refraktil (disebut kromatoid), berbentuk batang panjang atau pendek, dengan ujung bundar. Ukuran kista bervariasi dari 5-20 m. Bentuk kista biasanya sferis. Kista matang berisi 2 inti yang akan membelah menjadi 4 inti kecil. Selama proses pematangan vakuola, glikogen akan dikeluarkan dan benda kromatoid menjadi semakin kabur hingga akhirnya menghilang. Trofozoit dalam tinja yang cair tidak akan menjadi kista setelah dikeluarkan dari usus. Kadang-kadang dalam tinja yang agak cair dapat ditemukan prekista, kista berinti 1, berinti 2 dan kista dengan 3 atau 4 inti. Bila dalam tinja ditemukan kista matang (4 inti), maka kista inilah yang akan menjadi sumber penularan bagi orang lain. Kista peka terhadap pembusukan, pengawetan dan temperature di atas 40C, tetapi dapat hidup di dalam lemari es (4-80C) untuk beberapa hari, dan di dalam air dingin dengan kontaminasi bakteri yang minimum sampai beberapa minggu.

Ekskistasi Proses ini tidak dapat terjadi in vitro, kecuali bila dalam suasana yang hampir mendekati keadaan dalam saluran cerna. Begitu kista masuk dalam mulut, akan terus masuk ke dalam lambung lalu ke usus kecil. Dalam lingkungan asam kista ini tidak berubah, tetapi bila lingkungan menjadi netral atau basa akan menjadi aktif. Akibat pengaruh cairan lambung maka dinding kista menjadi lemah dan segera keluar. Tahap ini disebut metakista. Selanjutnya sitoplasma akan terpecah-pecah sesuai jumlah inti yang ada, sehingga inti menjadi pusat metakista trofozoit. Dalam lingkungan yang tidak cocok untuk ekskistasi (misalnya dalam usus kecil), kista akan dibawa ke usus besar dan dikeluarkan bersama tinja tanpa ekskistasi. Metakista trofozoit tidak berkembang baik di dalam usus kecil, tetapi dibawa ke sekum, dan di sana mereka menjadi aktif lalu menempel pada mukosa usus atau tersangkut di dalam kelenjar yang terdapat di dalam kripta usus. Bila mulai tumbuh, mereka akan menjadi trofozoit yang normal.

Daur hidup Entamoeba histolytica D. Patogenesis dan patologi Amubiasis dimulai dengan tertelannya bahan yang mengandung kista Entamuba histolytica diikuti kolonisasi oleh trofozoit di seluruh kolon, terutama sekum dan kolon asendens, tetapi jarang di rektosigmoid. Kolon transversum dan kolon desendens ikut terkena bila seluruh kolon terinfeksi. Sesudah periode waktu yang bervariasi dari beberapa hari sampai 30 tahun, dapat terbentuk trofozoit yang berukuran 50 um. Lesi pertama biasanya berupa ulkus kecil dengan diameter 1 mm, yang meluas hanya pada mukosa muskularis.

Stadium berikutnya berupa pembentukan ulkus yang lebih dalam, berdiameter sampai 1 cm dan meluas ke submukosa. Kadang-kadang terjadi perforasi melalui lapisan serosa sehingga

terjadi peritonitis. Nekrosis dapat meluas tetapi biasanya dengan peradangan minimal. Edema lebih intensif, tetapi mukosa diantara ulkus relatif normal. Hal ini kontras dengan enteritis akibat bakteri dimana respon peradangannya justru mencolok. Jika ulserasi lebih ekstensif, maka edema di sekeliling ulkus bersatu (confluent) dan mukosa menyerupai gelatin. Bila respon peradangan berbentuk jaringan granulasi tanpa disertai fibrosis, maka hal ini disebut ameboma. Kadang-kadang ameboma akan mengisi lumen, menimbulkan striktura atau obstruksi. Penyulit lain amubiasis usus adalah akibat ekstensi ulkus. Ulkus dapat meluas mengenai kulit di daerah perianal atau terbentuk lesi pada penis, vulva, vagina atau serviks. Amuba dapat menyebar ke hati dan hal ini terjadi pada 50% kasus amubiasis fulminan. Penyebaran ke organ lain langsung dari usus biasanya tidak terjadi, tetapi umumnya penyebaran terjadi dari hati ke paru, jantung, otak, limpa, skalpula, laring, lambung dan aorta.

Histopatologi ulkus di usus

E. Manifestasi klinis Kebanyakan bersifat asimtomatik dan kista dapat ditemukan dalam feses. Gejala yang biasa ditemukan adalah diare, muntah, dan demam. Tinja lembek atau cair disertai lendir dan darah. Pada infeksi akut kadang-kadang ditemukan kolik abdomen, kembung, tenesmus dan bising usus yang hiperaktif. Invasi pada jaringan mungkin berhubungan dengan galur parasit atau status nutrisi serta flora usus. Manifestasi klinis amubiasis usus paling sering disebabkan oleh invasi lokal pada epitel usus dan penyebaran ke hati.

a. Amubiasis usus Umumnya infestasi amuba yang paling sering adalah amubiasis intra-luminal asimtomatik yaitu sekitar 5-50% dari populasi. Disentri amuba merupakan manifestasi klinis paling sering dari amubiasis invasif yang simtomatik, dapat terjadi dalam 2 minggu dari infeksi atau lambat sampai setelah beberapa bulan. Timbulnya penyakit perlahanlahan dengan rasa nyeri (kolik) pada abdomen dan pergerakan usus yang sering (6-8 pergerakan/24 jam). Diare sering disertai dengan tenesmus. Feses berdarah terjadi pada 95% kasus dan mengandung sejumlah mukus dengan beberapa leukosit. Pasien amubiasis kronik biasanya mendapat serangan diare berdarah, penurunan berat badan dan nyeri pada abdomen. Gejala umum sering tidak ada, sering tidak didapatkan demam. Disentri amuba akut berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu, pada penderita yang tidak diobati sering seklai kambuh. Pada 1/3 kasus disentri amuba ditandai dengan gejala mendadak, seperti demam tinggi, menggigil dan diare berat menyerupai disentri basiler. Akibatnya dapat terjadi dehidrasi dan gangguan keseimbnagan elektrolit. Nyeri pada abdomen paling sering pada kuadran kanan bawah. Pada beberapa penderitadapat timbul penyulit seperti striktura usus dan ameboma, penyebaran keluar usus, atau perforasi lokal atau perdarahan. Selain itu pada anakdapat terjadi intususepsi atau necrotizing colitis. Ameboma merupakan tumor yang berisi jaringan granulasi yang berasal dari kolon, paling sering terdapat dalam sekum, tapi dapat pula terjadi di setiap tempat dalam kolon dan rektum. Pada pemeriksaan barium enema, ameboma dapat berupa lesi polipoid. Adanya ulkus pada mukosa usus dapat diketahui dengan sigmoidoskopi

pada 25% kasus. Ulkus tersebar, terpisah satu sama lain oleh mukosa usus yang normal, ukurannya bervariasi dari 2-3 mm sampai 1-2 cm.

b. Abses amuba hati Amubiasis invasive terbanyak kedua adalah abses amuba hati yang terjadi pada 1-7% kasus anak dengan amubiasis invasive. Lebih sering pada orang dewasa dengan rasio lakilaki : perempuan = 16:1, sedangkan pada pre-pubertas tidak ada perbedaan insidens antara laki-laki dan perempuan. Abses biasanya soliter dan lokasinya di lobus kanan hati. Amuba masuk ke dalam hati melalui sistem portal ke lobus kanan dan menyebabkan nekrosis serta degenerasi parenkim. Gejala yang sering ditemui adalah nyeri dan demam. Nyeri biasanya terlokalisasi di kuadran kanan atas, tapi mungkin dapat juga di daerah epigastrium. Pada keadaan akut, gejala dapat timbul kurang dari 10 hari sejak terinfeksi disertai demam yang tinggi, sedangkan yang kronik dapat beberapa minggu sampai bulan, dengan demam yang tidak terlalu tinggi. Pada pemeriksaan fisik, teraba hepar yang lembut di kuadran kanan atas abdomen. Hati biasanya teraba pada amubiasis kronik, sedangkan pada amubiasis akut hanya 1/3 kasus. Sekitar 50% dari kasus didapatkan pemeriksaan fisik yang abnormal pada dasar paru kanan, berupa peninggian hemidiafragma kanan, atelektasis pada lobus kanan bawah, efusi pleura atau kombinasi beberapa gejala, dapat juga terjadi abses pada lobus kiri hati, pada pemeriksaan fisik teraba hepar yang lembut dan nyeri di epigastrium dan kelainan di dasar paru kiri.

c. Abses amuba paru Abses paru, efusi pleura dan empiema selalu sekunder dari abses hati. Pada awalnya hemidiafragma terangkat ke atas atau terjadi efusi pleura yang serius. Abses amuba paru terjadi karena rupturnya abses hati. Abses paru dan empiema kebanyakan ditemukan di lobus kanan bawah. Dapat juga abses yang ruptur masuk ke dalam bronkus dan penderita akan batuk dengan mengeluarkan pus berwarna coklat kemerahan. Gejala abses amuba paru dapat berupa batuk, nyeri dada, pleuritis, demam dan sesak.

d. Perikarditis amuba Perikarditis amuba adalah penyulit yang jarang dari abses hati, hanya ditemukan pada sekitar 1% kasus. Sekitar 30% kasus perikarditis amuba akan meninggal. Penyebaran infeksi ke jantung (perkardium) hampir selalu dari abses di lobus kiri hati, meskipun dapat juga akibat penyebaran dari abses paru. Ketika terjadi ruptur mendadak dari abses hati ke dalam kantung perikardium, sering timbul gejala tamponade jantung. Pada foto toraks didapatkan pembesaran jantung dan EKG sesuai dengan gambaran perikarditis. Pada pemeriksaan ultrasonografi akan didapatkan gambaran efusi perikardial. Diagnosis perikarditis amuba mungkin sangat sulit di daerah non-endemik. Pada gambaran foto dengan kontras ke dalam rongga perikardium akan didapatkan gambaran saluarn fistula ke dalam abses hati. Hampir 1/3 kasus perikarditis amuba, jika mereka dapat bertahan dari serangan akut, akan berkembang menjadi perikarditis konstriktiva, sehingga perlu segera dilakukan operasi pericardial stripping.

e. Peritonitis amuba Peritonitis amuba dapat berkembang melalui satu atau dua jalan, yaitu akibat abses amuba hati yang pecah ke dalam rongga peritoneum atau sebagai akibat dari perforasi kolitis yang berat. Peritonitis akibat rupturnya abses hati ke dalam rongga peritoneum mempunyai prognosis yang lebih baik karena tidak didapatkan kontaminan bakteri di dalamnya, daripada peritonitis amuba sekunder karena perforasi usus. Peritonitis yang diakibatkan kolitis amuba yang berat, dapat terjadi perforasi yang multipel. Pada operasi eksplorasi didapatkan usus yang edematus. Pemotongan usus hampir tidak mungkin karena destruksi yang hebat pada jaringan.

f. Amubiasis kulit Amubiasis kulit adalah reaksi radang granulomatosa pada kulit dan jaringan subkutan, kulit tampak edematus, menonjol dengan indurasi dan batas pinggir yang irregular. Reaksi ini akibat kontak langsung dengan trofozoit Entamuba histolytica. Lesi umumnya ditemukan di daerah perianal dan sekitar saluran fistula dari usus ke kulit atau dati hati ke kulit. Ditemukan juga lesi pada penis kaum homoseksual.

g. Abses amuba otak Abses amuba otak jarang sekali sebagai penyulit amubiasis. Trofozoit masuk ke otak melalui sirkulasi darah pleksus venosus paravertebral Batson. Abses amuba otak seringkali berasal dari usus, hati, paru, dengan tanda-tanda neurologik yang tidak selalu mudah diketahui.

F. Diagnosis Diagnosis pasti amubiasis ditentukan dengan adanya trofozoit atau kista di dalam feses atau trofozoit di dalam pus hasil aspirasi atau dalam spesimen jaringan. Semua penderita tersangka amubiasis sebaiknya dilakukan pemeriksaan feses 3-6 kali untuk menemukan trofozoit atau kista. Pemeriksaan trofozoit sebaiknya dilakukan maksimum dalam 1 jam sejak feses diambil, bila tidak memungkinkan maka sebaiknya disimpan dalam lemari es. Identifikasi trofozoit memerlukan tenaga yang berpengalaman, karena trofozoit kadangkadang tidak ditemukan dalam feses. Leukosit dan makrofag yang telah memfagosit eritrosit dapat dikelirukan dengan trofozoit. Pada penderita dengan amubiasis intestinal yang invasif diagnosis dapat ditegakkan dengan ditemukannya ulkus yang khas dengan sigmoidoskopi. Kerokan dari eksudat ulkus dapat diperiksa secara parasitologik. Pada saat ini dapat juga diambil jaringan untuk biopsi, yang dilakukan bila pada pemeriksaan feses berulang kali hasilnya negatif.

G. Diagnosis banding Kolitis amuba invasif dapat menyerupai kolitis ulseratifa, crohn disease of the colon, disentri basiler, atau kolitis tuberkulosa. Semua pasien yang mengeluh feses berdarah harus dilakukan pemeriksaan feses, proktoskopi, dan serologik. Abses amuba hati harus dibedakan dari abses piogenik dan abses amuba, tetapi pada banyak anak dengan abses hati piogenik sering didapatkan hasil biakan darah yang negatif. Neoplasma dapat diketahui dengan pemeriksaan USG.

H. Pengobatan a. Umum Isolasi, pemberian cairan yang adekuat, pengobatan penyulit, monitor pemeriksaan feses 3 kali untuk memastikan apakah infeksi sudah dapat dieradikasi. Infeksi asimtomatik maupun simtomatik terapi spesifik harus diberikan, tergantung lokasi dan organ yang terkena. b. Spesifik y Infeksi usus asimtomatik  Diloksanid furoat (foramid) 7-10 mg/ KgBB/ hari dalam 3 dosis  iodokuinol (diiodohidroksi kuinin) 10 mg/ KgBB/ hari dalam 3 dosis  Paramomisin (humatin) 8 mg/ KgBB/ hari dalam 3 dosis. Obat-obatan tersebut diberikan selama 7-10 hari. y Infeksi usus ringan sampai sedang  Metronidazol (flagyl) 15 mg/ KgBB/ hari dalam 3 dosis, selama 10 hari. Efek samping kebanyakan ringan, berupa ruam, kadang-kadang ataksia atau parestesia. Pada percobaan binatang bila diberikan dalam dosis tinggi atau lama bersifat karsinogenik. y Infeksi usus berat dan abses amuba hati  Metronidazol 50 mg/ KgBB/ hari dalam 3 dosis, peroral atau intravena, selama 10 hari.  Dehidroemetin 0,5-1 mg/ KgBB/ hari dalam 2 dosis intramuskular selama 5 hari, dosis maksimal 90 mg/ hari. Dapat menimbulkan aritmia jantung, nyeri dada dan selulitis pada tempat suntikan.  Klorokuin fosfat 10 mg/ KgBB/ hari secara oral dalam 3 dosis selama 21 hari, dosis maksimal 600 mg/ hari. Efektif untuk abses hati amuba, tetapi tidak untuk amubiasis usus. Dapat terjadi gatal, muntah, kerusakan kornea mata, dan yang paling serius ialah injury retina yang reversibel.

I. Prognosis Prognosis amubiasis usus baik bila tidak ada penyulit.

J. Pencegahan Makanan, minuman dan keadaan lingkungan hidup yang memenuhi syarat kesehatan merupakan sarana pencegahan penyakit yang sangat penting. Air minum sebaiknya dimasak dulu, karena kista akan mati bila air dipanaskan 500C selama 5 menit.pemberian klor dalam jumlah yang biasa digunakan dalam proses pembuatan air bersih, ternyata tidak dapat membunuh kista. Penting sekali adanya jamban keluarga, isolasi, dan pengobatan carrier. Carrier dilarang bekerja sebagai juru masak atau segala pekerjaan yang berhubungan dengan makanan. Sampai saat ini belum ada vaksin khusus. Pemberian kemoprofilaksis bagi wisatawan yang akan mengunjungi daerah endemis tidak dianjurkan. Pengobatan massal secara berkala dengan metronidazole dan dilosanid furoat hanya dikerjakan dalam waktu tertentu.

Daftar Pustaka

1.

Soedarmo SP, Garna H, Hadinegoro SR, Satari HI. Amubiasis dalam Buku Ajar Infeksi dan Pediatrik Tropis. Edisi 2. Jakarta: IDAI, 2010. Hal 438-447.

2.

Rasmaliah. Epidemiologi Amoebiasis dan Upaya Pencegahannya. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatra Utara.

You might also like