You are on page 1of 12

Piagam Madinah

Oleh: Kelompok Ikhwan Tafsir Hadits II1

Untuk dapat menjaga stabilitas masyarakat dibutuhkan suatu konstitusi. Dan jelas Rasulullah SAW sangat mengetahui itu, sebagai buktinya beliau telah menyusun suatu undang-undang tertulis yang biasa disebut Piagam Madinah atau Konstitusi Madinah. Dari awal kedatangan Rasulullah SAW ke Madinah (dulu; Yatsrib) beliau sudah menaruh perhatian terhadap kondisi politik di sana, terutama untuk mempersatukan atara dua suku yang saling berperang, yaitu Aus dan Khajraz. Itu semua beliau lakukan demi menciptakan masyarakat Madinah yang aman dan sejahtera. Usaha ini beliau lakukan demi mewujudkan Islam yang rahmatan lil alamin. Namun sebagaimana tradisi, dalam apapun yang berkaitan dengan Rasulullah SAW itu selalu harus melalui riwayat, termasuk dalam hal ini juga, maka dari itu di bawah ini akan penulis kemukakan sedikit tentang gambaran dari riwayat Piagam Madinah itu sendiri. Jalur-Jalur Periwayatan Piagam Madinah Para peneliti berpijak pada watsiqah dalam mempelajari sistem perundang-undangan yang digunakan oleh Rasulullah SAW ketika berada di Madinah. Sebelum menjadikan piagam madinah sebagai objek penelitian, diperlukan adanya keyakinan sejauh mana kebenaran piagam tersebut. Sehubungan pentingnya konstitusi

hukum piagam tersebut dari sudut pandang syariat dan sejarah, maka menjadi keharusan menjadikan ahli hadits sebagai standar dalam menilai sah atau tidaknya piagam tersebut. Orang
1

pertama

yang

menulis

secara

sempurna

tentang

watsiqah2 tersebut adalah Muhammad bin Ishaq, ia menuliskannya


Dilan Imam Adilan, Faisal Adam, Jundullah Askarul Haq, Muhamad Ridwan Nurrohman, Muhamad Ihsan, Teguh Abdurrahman, Y. Abdullah Azzam. 2 Refensi kuno menyebutnya sebagai kitab atau shahifah, dan sekarang disebut dustur atau watsiqah. Lihat, Akram Dhiya Al Umuri, Shahih Sirah Nabawiyyah. (Jakarta: Darul Sunnah, 2010) hlm. 276.

dengan tanpa sanad. Tulisannya dikutip oleh Ibnu Sayyidin Nas dan Ibnu Katsir juga tanpa sanad. Sementara itu Imam Al Baihaqi menulis watsiqah tersebut dari sanad yang berbeda dengan isi yang menerangkan batasan-batasan hubungan antara kaum Muhajirin dan Anshar namun tidak menyebutkan batasan hubungan dengan kaum Yahudi. Jalan-jalan periwayatan hadits tersebut3 dapat dipaparkan seperti berikut: Berdasarkan yang disebutkan oleh Ibnu Al Khaitsam: Ahmad bin Khabbab, dari Abu Al Walid, dari Katsir bin Abdullah bin Amru Al Muzani dari ayahnya dari kakeknya: bahwasannya Rasulullah SAW telah menulis piagam antara kaum Muhajirin dan Anshar. Isinya seperti yang disebutkan Muhammad bin Ishaq. Jalan periwayatan kedua dipaparkan dalam kitab Al Amwal oleh Ibnu Abi Ubaid Al Qasim bin Sallam: Yahya bin Abdullah bin Bukair dan Abdullah bin Shalih dari Al Laits bin Saad dari Aqil bin Khalid dari Ibnu Syihab: telah sampai kepadaku bahwasannya Rasulullah SAW menuliskan piagam tersebut. Jalan periwayatan lainnya dalam kitab Al Amwal oleh Ibnu Janzawaih dari jalan Al Zuhri. Jalur-jalur periwayatan tersebut memiliki matan yang satu sama lainnya berbeda, ada yang terbalik posisi poin-poinnya, atau perbedaan kata atau tambahan pasal. Namun perbedaan tersebut tidak mempengaruhi kandungan piagam ini secara umum.4

Riwayat-riwayat tersebut dapat diakses dari kitab Uyunul Atsar Fii Fununil Maghazi Wal Syiyar karya Ibnu Sayyidin Nas (Kairo: Maktabatul Qudsiy, TT) jld. 1. Hlm. 197-198, Al Bidayah Wan Nihayah karya Ibnu Katsir (Kairo: Matbaatul Saidah, 1932) jld. 3. Hlm. 224-226, Sunanul Kubro karya Imam Baihaqi (India: Majlis Dairatil Maarif Al Usmaniyyah, TT) jld. 8. Hlm. 106, Al Amwal karya Abu Ubaid (Mesir, 1968) hal. 517, Al Tarikh karya Al Khaitsam dalam Buhuts Fi Tarkhis Sunnah Al Musyarrafah karya Al Umuri (Baghdad: Muassatul Risaalah, 1984). 4 Akram Dhiya Al Umuri, Shahih Sirah Nabawiyyah. Hlm. 280. Lihat juga, Shalih Ahmad Al Aliy, Tandzimatur Rasul Al Idariyah Fil Madinah. (Irak: Mujamma Al Alami Al Iraqi, 1969) jld. 27. Hlm. 4-5.

Namun pada periode berikutnya, mulai muncul pertanyaan atau lebih tepatnya meragukan validitas dari adanya Piagam Madinah itu sendiri. Diantaranya adalah DR. Yusuf Al Isy, beliau mengatakan bahwa hadis yang mengatakan tentang Piagam Madinah itu tidak dapat dipertanggung jawabkan.5 Beberapa nash dari piagam tersebut banyak terdapat dalam kitab-kitab hadits yang diriwayatkan dengan sanad muttashil. Dengan Sebagiannya diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim.

demikian nash-nash ini adalah shahih. Dan inilah yang dijadikan hujjah oleh kalangan fuqaha , sebagaimana potongan piagamam lainnya yang diriwayatkan oleh banyak jalan dengan jalan yang berbeda seperti dalam Musnad Ahmad, Sunan Abu Dawud, Sunan Ibnu Majah, dan Sunan Al Tirmidzi. Jika keseluruhan piagam tersebut tidak layak dijadikan pegangan dalam penetapan hukum syariat, maka sekedar untuk penelitian sejarah adalah sangat mungkin piagam tersebut digunakan. Dengan alasan bahwa sejarah tidak menuntut keabsahannya, terlebih bahwa salah satu jalan periwayatan bersumber dari seorang sejarawan yang tentunya mengerti benar mengenai kesejarahan. Di samping itu sumber-sumber sejarah menyebutkan perjanjian Nabi SAW dengan kaum Yahudi juga termasuk kesepakatan antara kaum Muhajirin dan Anshar. Jika menginginkan bukti kebenaran lainnya, kita dapat meneliti isi piagam tersebut yang tersusun atas kalimat-kalimat pendek dan sederhana. Yang susunan seperti itu sangat dikenal pada zaman nabi dan jarang sekali digunakan pada masa sesudahnya, sehingga tertutup bagi orang yang tidak spesialis untuk mempelajari sejarah waktu itu. Dalam piagam tersebut tidak ada nash-nash yang mencela atau memuji segolongan ummat atau seseorang individu, yang dengan logika sederhana hal tersebut meyakinkan akan kebenaran
Yusuf Al Isy, dalam catatan kaki nomor 9 halaman 20 dari buku Al Daulah Al Arabiyyah wa Suqutuha. Lihat juga, Akram Dhiya Al Umuri, Shahih Sirah Nabawiyyah. hlm. 278.
5

piagam tersebut. Dan terakhir, terdapat perbedaan besar antara susunan piagam dengan susunan surat-surat nabi saw yang lain, hal ini ikut serta meyakinkan bahwa piagam tersebut benar adanya. DR. Akram Dhiya Al Umuri menyimpulkan6 bahwa asal mulanya Piagam Madinah itu terdiri dari dua perjanjian. Yaitu perjanjian dengan Yahudi yang ditulis sebelum perang badar (yaitu awal kedatangan Rasulullah SAW di Madinah). Yang kedua berkaitan dengan kesepakatan antara Muhajirin dan Anshar, serta keharusan untuk tetap komitmen antara sesama mereka yang ditulis pasca perang badar. Namun para ahli sejarah merangkum kedua piagam tersebut. Sehingga didapatkan pada masa sekarang sebuah piagam yang tertulis utuh.7 Setelah diketahui validitas dari riwayat tentang piagam tersebut, maka sekarang penulis akan memberikan sedikit gambaran tentang isi dari Piagam Madinah ini. Yang insya Allah akan dipaparkan di bawah ini. Isi Konstitusi atau Piagam Madinah


Teks Perjanjian 1. Ini adalah surat perjanjian dari Muhammad Rasulullah bagi kaum Mukminin dan Muslimin dari suku Quraisy, penduduk Yatsrib dan siapa saja yang mengikuti mereka, bergabung dengan mereka serta berjihad bersama mereka.
Kesimpulannya berdasarkan beberapa keterangan diantaranya dari Al Baladzri, Ansabul Asyraf, (Mesir: Daarul Maarif, 1959) Juz 1. Hlm. 1286, Al Thabary, Tarihk Al Tabary (Mesir, TT) jld. 2. Hlm. 402, Abu Dawud, Al Sunan, (T.Tmp: Mustafa Al Halabi, 1952) jld. 3. Hlm. 2, Al Baihaqi, Sunan Al Kubro. Jld. 9. Hlm. 183, Ahmad, Al Musnad, (Beirut: Maktabah Al Islami, TT) jld. 1. Hlm. 271, Ibnu Saad, Al Thabaqat Al Kubro, (Leden) jld. 1. Hlm. 172, Ibnu Hazm, Jamius Sirah (Mesir: Daarul Maarif, TT) jld. 12. Hlm. 407, Ibn Katsir, Al Bidayah Wal Nihayah. Jld. 3. Hlm. 224-226. 7 Dapat dilihat dalam Muhammad Al Hasyimi Al Hamidi, Muhammad For The Global Village. (Bandung: Rabitha Press, 2006) hlm. 152-165. Dalam bukunya beliau memberikan judul bagi piagam ini dengan Konstitusi yang Tak Tertandingi. Lihat juga, Ibnu Hisyam, Al Sirah Al Nabawiyyah. (Mesir: Mustafa Al Halabi, 1375 H).
6

2. Mereka adalah umat yang satu di luar golongan lainnya. 3. Muhajirin dari Quraisy dengan tradisi yang berlaku di antara mereka, harus saling bekerja sama dalam menerima atau membayar diyat, sesama mukmin harus saling menebus Mukmin lainnya yang ditawan dengan cara yang benar dan adil. 4. Bani Auf dengan tradisi yang berlaku diantara mereka, harus saling bekerja sama dalam menerima atau membayar diyat sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati bersama, dan setiap kelompok dari kalangan kaum Mukminin harus menebus tawanan dengan cara yang benar dan adil. 5. Bani Al Harits bin Al Khazraj dengan tradisi yang berlaku di antara mereka, harus saling bekerja sama dalam menerima atau membayar diyat sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati bersama, dan setiap kelompok dari kalangan kaum Mukminin harus menebus tawanan dengan cara yang benar dan adil 6. Bani Saidah dengan tradisi yang berlaku diantara mereka, harus saling bekerja sama dalam menerima atau membayar diyat sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati bersama, dan setiap kelompok dari kalangan kaum Mukminin harus menebus tawanan dengan cara yang benar dan adil. 7. Bani Jusysyam dengan tradisi yang berlaku diantara mereka, harus saling bekerja sama dalam menerima atau membayar diyat sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati bersama, dan setiap kelompok dari kalangan kaum Mukminin harus menebus tawanan dengan cara yang benar dan adil. 8. Bani Al Najjar dengan tradisi yang berlaku diantara mereka, harus saling bekerja sama dalam menerima atau membayar diyat sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati bersama, dan setiap kelompok dari kalangan kaum Mukminin harus menebus tawanan dengan cara yang benar dan adil. 9. Bani Amru bin Auf dengan tradisi yang berlaku diantara mereka, harus saling bekerja sama dalam menerima atau membayar diyat

sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati bersama, dan setiap kelompok dari kalangan kaum Mukminin harus menebus tawanan dengan cara yang benar dan adil. 10. Bani Al Nubait dengan tradisi yang berlaku diantara mereka, harus saling bekerja sama dalam menerima atau membayar diyat sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati bersama, dan setiap kelompok dari kalangan kaum Mukminin harus menebus tawanan dengan cara yang benar dan adil. 11. Bani Aus dengan tradisi yang berlaku diantara mereka, harus saling bekerja sama dalam menerima atau membayar diyat sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati bersama, dan setiap kelompok dari kalangan kaum Mukminin harus menebus tawanan dengan cara yang benar dan adil. 12. Orang-orang cara Mukmin yang tidak boleh dalam meninggalkan membayar diantara atau mereka seseorang yang menanggung beban hidup, dan memberi dengan 13. benar diyat membebaskan tawanan. Orang-orang Mukmin yang bertaqwa harus melawan siapa saja yang berbuat dzalim, jahat, keji, dan kerusakan diantara mereka, secara bersama-sama, bahu membahu mereka harus melawannya, sekalipun anak seseorang diantara mereka. 14. Seorang Mukmin tidak boleh membunuh Mukmin lainnya karena membela orang kafir, dan tidak boleh pula seorang Mukmin menolong orang kafir atas kaum Mukminin. 15. Jaminan Allah saw adalah satu, orang yang terlemah di antara merekapun berhak memberi jaminan keamanan (perlindungan), dan orang-orang mukmin satu sama lain saling membantu dalam menghadapi golongan-golongan yang lain. 16. Jika ada orang Yahudi yang mengikuti kami (masuk islam), maka mereka berhak mendapatkan pertolongan dan persamaan hak, tidak boleh didzalimi dan ditelantarkan.

17. Dan sesungguhnya perdamaian yang dilakukan oleh setiap kaum Mukminin itu sama statusnya. Seorang mukmin tidak boleh mengadakan perdamaian dengan orang kafir di medan pertempuran fi sabilillah, kecuali dengan persyaratan yang adil dan sama rata diantara mereka. 18. Setiap pejuang yang turut berperang yang turut berperang bersama kaum Muslimin harus saling bahu membahu sesama mereka. 19. 20. Orang-orang Mukmin satu sama lain harus saling menjaga Sesungguhnya orang Mukmin yang bertaqwa berada dala sehingga darah mereka terlindungi. petunjuk yang baik dan jalan yang lurus. Orang musyrik tidak boleh melindungi harta bagi orang Quraisy juga jiwa mereka, dan tidak boleh menghalangi orang Mukmin terhadap orang lain. 21. Dan barangsiapa membunuh seorang Mukmin tanpa hak, maka dia harus menanggung hukumannya (qishash atau diyat) kecuali dimaafkan oleh wali yang terbunuh. Dan seluruh kaum Mukminin harus menuntutnya dan tidak halal bagi mereka kecuali mengajukan tuntutan. 22. Sesungguhnya tidaklah dibenarkan bagi seorang Mukmin yang telah menyetujui isi perjanjian ini dan beriman kepada Allah SWT serta hari akhir, untuk membantu dan melindungi pelaku bidah, maka barangsiapa yang melakukannya, akan mendapat laknat Allah SWT dan murka-Nya pada Hari Kiamat dan tidak ada tebusan ataupun denda yang dapat diterima sebagai penggantinya. 23. Perkara apapun yang kalian perselisihkan harus dikembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya. 24. Orang Yahudi harus memberikan bantuan materi kepada kaum Mukminin selama mereka diperangi. 25. Orang Yahudi Bani Auf adalah satu umat dengan orang Mukmin, bagi Yahudi agama mereka dan bagi Mukminin agama mereka, termasuk pengikut mereka serta diri pribadi mereka, kecuali

mereka

yang

berbuat

dosa

dan

mendzalimi

diri

sendiri,

sesungguhnya tidaklah ia membinasakan kecuali dirinya sendiri dan keluarganya. 26. Perjanjian untuk Yahudi Bani Najjar sebagaimana yang berlaku untuk Yahudi Bani Auf. 27. Perjanjian untuk Yahudi Bani Najjar sebagaimana yang berlaku untuk Yahudi Nani Auf. 28. Perjanjian untuk Yahudi Bani Saidah sebagaimana yang berlaku untuk Yahudi Nani Auf. 29. Perjanjian untuk Yahudi Bani Jusysyam sebagaimana yang berlaku untuk Yahudi Nani Auf. 30. Perjanjian untuk Yahudi Bani Al Aus sebagaimana yang berlaku untuk Yahudi Nani Auf. 31. Perjanjian untuk Yahudi Bani Tsalabah sebagaimana yang berlaku untuk Yahudi Nani Auf. Kecuali orang yang berbuat dzalim dan kemaksiatan, maka sesungguhnya tidaklah ia membinasakan kecuali dirinya sendiri dan keluarganya. 32. Dan sesungguhnya suku Jafnah, salah satu suku dari kabilah Tsalabah sama statusnya seperti mereka. 33. Perjanjian yang berlaku untuk Yahudi Syathibah sebagaimana yang berlaku pada Yahudi Bani Auf, dalam hal kebaikan dan bukan berupa dosa. 34. Budak-budak milik Bani Tsalabah, statusnya sama seperti diri mereka sendiri. 35. Seluruh suku-suku Yahudi lainnya statusnya sama seperti diri mereka sendiri. 36. Tidak boleh mengusir seseorang dari kalangan Yahudi kecuali atas izin Muhammad Saw. Tidak boleh menghalangi seseorang yang akan menuntut balas atas luka yang menimpanya. Barangsiapa melanggarnya, maka tebusannya adalah dirinya sendiri dan keluarganya, membinasakan. kecuali orang dzalim maka Allah akan

37. Orang Yahudi berkewajiban menanggung nafkah mereka sendiri, begitu juga kaum Muslimin. Mereka harus bahu-membahu dalam melawan musuh yang ini membatalkan perjanjian ini. Mereka harus saling menasihati, berbuat kebajikan dan tidak boleh berbuat jahat terhadap seseorang yang terikat dengan perjanjian ini, serta wajib membantu orang yang teraniaya. 38. Orang 39. 40. 41. yang Yahudi dan kaum Muslimin saling mencukupi kebutuhan bersama dalam peperangan. Yatsrib adalah kota suci dan tanah haram bagi mereka yang Tetangga diperlakukan sebagaimana memperlakukan diri menyetujui perjanjian ini. sendiri, tidak boleh diganggu atau disakiti. Tidak boleh melewati batas hak asasi seseorang, kecuali atas izinnya. 42. Jika terjadi sesuatu atau perselisihan antara orang-orang yang terkait dalam perjanjian ini yang dikhawatirkan akan menimbulkan kerusakan, maka rujukannya adalah Allah SWT dan Muhammad Rasulullah saw dan Allah SWT akan memberikan yang terbaik bagi pihak yang menjaga isi perjanjian. 43. 44. 45. Kafir Quraisy tidak boleh mendapat perlindungan atau jaminan Mereka harus saling menolong dalam menghadapi siapapun Apabila mengajak berdamai, maka perdamaian itu akan keamanan serta tidak boleh ditolong. yang hendak menyerang Yatsrib. diterima dan jika orang Mukmin diajak untuk itu, maka tidak ada kewajiban atasnya untuk berperang kecuali terhadap orang yang memerangi agamanya. Setiap orang mendapatkan bagian dari arah yang ia dapatkan. 46. Bagi Yahudi Bani Aus dan para pengikutnya, diperlakukan sebagaimana mereka yang telah mengikat diri dengan perjanjian ini. Perlakuan baik itu bukanlah suatu dosa. Setiap orang bertanggung jawab atas perbuatannya masing-masing, dan Allah

SWT adalah Dzat yang Maha Sempurna dalam memenuhi janjiNya. 47. Perjanjian ini tidak boleh dilanggar kecuali orang yang dzalim. Setiap yang keluar akan aman, siapa yang tinggal di Madinah akan aman, kecuali orang yang mendzalimi dan mencelakakan dirinya sendiri. Allah SWT memberi jaminan bagi mereka yang berbuat baik dan bertaqwa. Muhammad Rasulullah SAW

Penutupan Begitulah yang dapat penulis sampaikan. Kesimpulannya, bahwa Piagam Madinah ini adalah benar adanya (teruji kevalidannya) dari Rasulullah SAW. Ini juga menunjukkan kebijaksanaan Islam yang tasammuh (toleransi) dan juga sekaligus menjawab keraguan para sekularis, liberalis, yang mengatakan bahwa kalau Islam menjadi sistem negara, maka negara itu akan hancur dan tidak stabil. Dan ini telah dibuktikan oleh Rasulullah SAW. Wallahu alam.

Daftar Pustaka
Al Aliy, Shalih Ahmad. Tandzimatur Rasul Al Idariyah Fil Madinah. (Irak: Mujamma Al Alami Al Iraqi, 1969). Al Baihaqi, Sunanul Kubro. (India: Majlis Dairatil Maarif Al

Usmaniyyah, TT). Al Baladzri, Ansabul Asyraf. (Mesir: Daarul Maarif, 1959). Al Thabary, Tarikh Al Tabary. (Mesir, TT). Al Hamidi, Muhammad Al Hasyimi. Muhammad For The Global Village. (Bandung: Rabitha Press, 2006). Al Umuri, Akram Dhiya. Shahih Sirah Nabawiyyah. (Jakarta: Darul Sunnah, 2010). _________________________. Buhuts Fi Tarkhis Sunnah Al Musyarrafah. (Baghdad: Muassatul Risaalah, 1984). Al Nas, Ibnu Sayyid. Uyunul Atsar Fii Fununil Maghazi Wal Syiyar. (Kairo: Maktabatul Qudsiy, TT). Abu Dawud, Al Sunan. (T.Tmp: Mustafa Al Halabi, 1952). Abu Ubaid, Al Amwal. (Mesir, 1968). Ahmad, Al Musnad. (Beirut: Maktabah Al Islami, TT). Ibnu Hazm, Jamius Sirah. (Mesir: Daarul Maarif, TT). Ibnu Hisyam, Al Sirah Al Nabawiyyah. (Mesir: Mustafa Al Halabi, 1375 H). Ibnu Katsir, Al Bidayah Wan Nihayah. (Kairo: Matbaatul Saidah, 1932).

Ibnu Saad, Al Thabaqat Al Kubro. (Leden).

You might also like