You are on page 1of 5

Lanjutan ~ Perlu diusahakan agar supaya jumlah partai politik yang berkelebihan itu dikurangi sedemikian rupa sehingga

jumlah itu menjadi jumlah yang seminimal mungkin dengan tidak melupakan faktor-faktor psikologis dalam arti bahwa dalam penyusunan kembali pola struktur organisasi partai-partai politik sebaiknya bersumber dan berasal dari partai-partai politik itu sendiri dengan bimbingan, motivasi dan pengarahan dari pihak penguasa. Akan tetapi hal ini merupakan suatu hal yang sangat sukar untuk dilaksanakan apabila para tokoh-tokoh partai politik tersebut masih belum merubah sikap dan pandangan tentang cara berpolitik, yaitu dengan kesediaan untuk membawahkan kepentingan-kepentingan pribadi, golongan dan partai kepada kepentingan yang lebih luas dan lebih penting, yaitu kepentingan nasional. Dengan demikian kiranya tidak terlalu sukar untuk membayangkan bahwa usaha untuk menyederhanakan struktur organisasi-organisasi partai-partai politk, baik ditinjau dari segi kualitasnya, bukanlah merupakan suatu hal yang mudah untuk dilaksanakan, akan tetapi harus dilaksanakan. Apabila tidak dilaksanakan, konsekuensinya ialah pengekalan (perpetuation) dari status quo plitik itu yang akan menjadi factor penghalang kepada pembangunan nasional. Ketiga: political take-off. Yang dimaksud dengan istilah political take-off disini ialah dimulainya usaha-usaha oleh partai-partai politik yang telah disederhanakan dan dimatangkan itu untuk turut serta secara aktif berpartisipasi dalam proses pembangunan dalam berbagai bidang, terutama dibidang mereka sendiri, yaitu bidang politik. Sudah jelas bahwa peranan partai-partai politik dalam proses pembangunan nasional sangat penting dan bahkan sangat menentukan. Bidang-bidang didalam mana partai-partai politik dapat dan harus memegang peranan yang aktif dalam tata kehidupan Negara ialah sebagai berikut: 1. Sebagai kekuatan yang sangat tangguh untuk mengembangkan prinsip-prinsip demokrasi yang sesuai dengan kepribadian bangsa dan kepentingan Negara yang bersangkutan. Dengan perkataan lain partai-partai politik harus bahu-membahu serta saling membantu didalam mengembangkan suatu indigenous political ideology atau ideology politik yang digali dari kepribadian bangsa itu sendiri. Meskipun telah banyak prinsip-prinsip demokrasi yang telah diakui ke-universilannya oleh seluruh bangsa-bangsa di dunia, namun kiranya tidak boleh dilupakan bahwa bangsa-bangsa yang merdeka dan berdaulat perlu memiliki ideology nasional yang digali dari kepribadian bangsa itu sendiri yang dipergunakan sebagai suatu prinsip penuntun, yang berlaku universal bagi bangsa yang bersangkutan itu. Partai-partai politik perlu dan harus menjalankan peranan sebagai pembela hakhak demokrasi, bukan saja untuk para anggotanya akan tetapi juga untuk para warga Negara sebagai keseluruhan. Hak-hak demokrasi tersebut adalah merupakan salah satu hak yang paling bernilai yang dimiliki oleh setiap manusia merdeka yang tiadak boleh dibiarkan diinjak-injak atau kurang diindahkan oleh siapapun juga.
2. 3. Partai-partai politik mempunyai peranan yang amat penting dalam turut serta membina lembaga-lembaga demokrasi yang telah diakui adanya oleh bangsa dan Negara yang

bersangkutan. Misalnya lembaga pemilihan umum yang harus dipelihara dan dilaksanakan secara periodic teratur tergantung dari system pemilihan umum yang dianut tertib, bebas, oleh karena sebagaimana telah diketahui bahwa pemilihan umum sering dipergunakan sebagai suatu barometer untuk mengukur tingkat kedewasaan berpolitik secara demokratis bagi suatu bangsa dan Negara. 4. Partai-partai politik melalui aparatur organisasinya yang ada mempunyai peranan yang sangat penting pula dalam mendidik para anggotanya untuk lebih matang berpolitik dan untuk dapat bertindak dan berlaku sebagai warga Negara yang baik. Pendidikan politik yang harus dijalankan oleh lembaga-lembaga politik yang ada dalam suatu Negara harus bersifat menyeluruh dalam arti harus menjangkau seluruh masyarakat mulai dari masyarakat elite sampai kepada rakyat biasa. Akan tetapi dalam hubungan ini perlu diperhatikan bahwa apa yang sering terjadi ialah bahwa tokoh-tokoh partai politik hanya melakukan kegiatan-kegiatan pendidikan politik secara sporadic, tidak kontinu dan tidak terencana dengan baik pula.

PEMBANGUNAN EKONOMI DALAM RANGKA PEMBANGUNAN NASIONAL. Sebagaimana telah dikatakan dalam bab-bab terdahulu, salah satu tujuan daripada pembangunan ekonomi dalam rangka pembangunan nasional adalah untuk berusaha memperkecil jurang pemisah antara Negara-negara yang kaya dan Negara-negara yang miskin, antara warga Negara di Negara-negara kaya tersebut dengan warga Negara di Negara-negara miskin. Atau, apabila jurang tersebut tidak dapat diperkecil, paling sedikit diusahakan agar supaya jurang itu tidak semakin melebar. Akan tetapi observasi sepintas lalu menunjukkan bahwa jurang tersebut kemungkinan besar tidak dapat dipertahankan agar tetap selebar sekarang ini, oleh karena kecepatan pembangunan dibidang ekonomi yang harus menerus dilaksanakan oleh Negara-negara yang sudah maju berjalan dengan sangat cepat, sedangkan pembangunan ekonomi di Negara-negara yang terbelakang pada umumnya berjalan sangat lambat. Ada beberapa faktor yang mengakibatkan kedua hal yang saling bertentangan itu terjadi. Di Negara-negara yang sudah maju perkembangan dan pertumbuhan ekonomi dapat berlangsung dengan sangat cepat oleh karena:
1. Faktor skills, baik managerial maupun technological, yang memang sudah

berkembang jauh dan telah dimiliki oleh sebagian besar orang yang terlibat dalam proses pembangunan ekonomi itu; 2. Modal yang telah terkumpul dalam jumlah yang besar oleh karena masyarakat sudah dapat mengumpulkan modal di dalam negeri sendiri melalui tabungan sebab memang pendapatan mereka telah memungkinkannya untuk menabung; 3. Dasar-dasar untuk melancarkan kegiatan pembangunan dibidang ekonomi memang telah diletakan dengan kuat, yaitu dengan adanya prasarana ekonomi yang baik;

4. Oleh karena faktor-faktor produksi lainnya, seperti peralatan, yang memang sudah tersedia dalam jumlah dan kualitas sedemikian rupa sehingga pembangunan dibidang ekonomi itu dapat berjalan dengan cepat dan lancer; 5. Karena kondisi mental sebagai akibat daripada adanya felt needs yang memang sudah siap untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan pembangunan. Di Negara-negara yang terbelakang, kebalikan dari hal-hal inilah yang terdapat. Dengan perkataan lain, di Negara-negara yang terbelakang, faktor skills baik managerial maupun technological masih belum terdapat pada tingkat yang dapat merangsang kegiatan pembangunan ekonomi secara cepat. Dibidang prasarana ekonomi, Negara-negara terbelakang itu pada umumnya masih berada pada tingkat yang primitive sehingga masih memerlukan pembangunan besar-besaran sebelum prasarana ekonomi tersebut dapt merupakan faktor pendorong terhadap pembangunan ekonomi yang cepat. Faktor-faktor produksi lainnya belum dimiliki dalam kuantitas dan kualitas sedemikian rupa sehingga mempercepat proses pembangunan ekonomi. Akan tetapi disamping adanya faktor-faktor penghalang yang demikian, penulis berpendapat masih ada pila faktor lain yang turut merupakan faktor penghalang untuk dapat terlaksananya pembangunan ekonomi dengan cepat dalam rangka pembangunan nasional. Faktor tersebut adalah faktor mental yang sudah merupakan penyakit bagi sebagian besar penduduk dinegara-negara yang terbelakang itu. Yang dimaksudkan dengan faktor mental disini ialah bahwa dikalangan para warga Negara sering terdapat perasaan apatisme, acuh tak acuh dan malah sering adanya perasaan seolah-olah putus harapan dan sudah membiarkan saja prikehidupannya kepada nasib. Oleh karena itu pembangunan ekonomi dalam rangka pembangunan nasional harus pula memperhitungkan, bukan saja faktor teknis ekonomis, akan tetapi juga faktor mental tersebut. Tambahan pula telah kita lihat bahwa Negara-negara terbelakang di bidang ekonomi memiliki cirri-ciri antara lain: Pertama: struktur perekonomian yang agraris sentries; Kedua: sebagian besar penduduk yang masih highly unskilled; Ketiga: pendapatan yang rendah, baik dalam arti pendapatan per capita, maupun pendapatan nasional; Keempat: pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah daripada pertambahan penduduk; Kelima: managerial dan technological skills yang masih sangat rendah. Dengan perkataan lain Negara-negara yang terbelakang di bidang ekonomi dihadapkan kepada suatu lingkaran setan (viscious circle) dam usaha penerobosan lingkaran itu sering dijadikan sebagai prioritas utama sampai mengakibatkan sebagian orang berfikir bahwa pembangunan ekonomi merupakan satu-satunya aspek pembangunan nasional. Sudah barang tentu hal ini tidak tepat. Namun demikian harus diakui bahwa memang salah satu sasaran kegiatan-kegiatan ekonomi dan pembangunan di Negara-negara terbelakang itu ialah untuk mencari jalan keluar dari lingkaran setan itu. Pada hakekatnya lingkaran setan tersebut terdiri dari unsure-unsur:

1. Pendapatan per capita yang rendah; 2. Sebagai akibat dari pendapatan yang rendah itu tidak adanya tabungan;
3. Sebagai akibat daripada tidak adanya tabungan (saving) tidak ada pembentukan

modal (capital formation); 4. Tidak adanya pembentukan modal mengakibatkan tidak adanya investasi; 5. Tidak adanya investasi mengakibatkan tidak adanya perluasan usaha (expansion); 6. Tidak adanya ekspansi mengakibatkan tidak adanya perluasan kesempatan kerja; 7. Tidak adanya perluasan kesempatan kerja mengakibatkan produktifitas yang stagnant; 8. Keadaan yang stagnant itu mengakibatkan pendapatan per capita yang rendah. Akibat dari keseluruhannya ini tentunya tercermin pula dalam perekonomian nasional yang terbelakang dalam arti bahwa pendapatan per capita rendah. Rendahnya pendapatan per capita itu kemungkinan mempunyai konsekuensi pula bahwa pendapatan per capita rendah, akan tetapi pendapatan nasional tinggi. Atau, bukan mustahil pendapatan nasional rendah sedangkan pendapatan percapita relatif tinggi. ALTERNATIF-ALTERNATIF BAGI PEMBANGUNAN EKONOMI Penyelidikan dan pengalaman telah menujukkan bahwa pada hakekatnya ada dua alternatif yang tersedia bagi Negara-negara terbelakang yang mereka dapat pilih dan tempuh untuk melaksanakan pembangunan ekonomi dalam rangka pembangunan nasionalnya. Kedua alternatif tersebut ialah: 1. Modernisasi pertanian; 2. Industrialisasi. Modernisasi pertanian. Sebagian besar Negara-negara terbelakang terutama di asia sedang terlibat dalam suatu gree revolution. revolusi hijau ini pada dasarnya bertitik tolak dari dan berorientasi kepada peningkatan produksi bahan pangan. Ada beberapa Negara yang demikian suksesnya melaksanakan revolusi ini sehingga Negara-negara itu yang tadinya kekurangan bahan makanan, kini sudah dapat mengcukupinya dan bahkan kemungkinan mengekspor bahan makanan itu sudah semakin besar. Namun demikian masalah-masalah yang bertalian dengan bidang pertanian tetap merupakan masalah yang sulit untuk dipecahkan dan memerlukan tindakan-tindakan pembangunan yang sistematis. Biasanya dengan modernisasi pertanian dimaksudkan: Pertama: memperkenalkan cara bertani yang modern seperti penggunaan mesin-mesin yang sesuai dengan topografi wilayah pertanian tertentu; misalnya dengan mempergunakan traktor, alat penuai masinal dan mesin-mesin lainnya;

Kedua: mempergunakan bibit unggul, terutama bibit unggul yang melalui penyelidikan telah terbukti mendatangkan hasil yang lebih melalui penyelidikan telah terbukti mendatangkan hasil yang lebih memuaskan daripada bibit yang secara tradisionil dipergunakan oleh para petani. Ketiga: penggunaan insektisida untuk membunuh hama yang bisa merusak tanaman. Keempat: penggunaan system irigasi yang lebih baik agar supaya tanam-tanaman itu dapat diairi sesuai dengan kebutuhan tanaman yang bersangkutan. Kelima: penggunaan yang lebih intensif dari pupuk kimiawi dan atau pupuk alam.

Industrialisasi. Tercatat bahwa masalah-masalah yang dihadapi oleh Negara-negara terbelakang dibidang perekonomian ialah bahwa: 1. Sebahagian besar penduduk terdiri dari orang-orang yang highly unskilled dalam arti bahwa kalaupun ada keahlian yang dimiliki terbatas kepada keahlian bertani secara tradisionil dan tidak untuk bidang industry. 2. Bahwa managerial dan technological skills berada pada tingkat yang masih sedemikian rendahnya sehingga tidak memungkinkannya untuk dipergunakan dalam bidang industri, apalagi dalam industri berat dan raksasa/industrialisasi yang dilaksanakan secara padat. 3. Bahwa modal yang tersedia atau berada dalam tangan para usahawan pribumi relatif sangat sedikit jika dibandingkan dengan modal asing yang telah tertanam dalam Negara yang bersangkutan. 4. Tingkat entrepreneurship yang dimiliki oleh para usahawan nasional masih sangat rendah. Mengingat hal dan situasi yang demikian ini maka kiranya untuk sesuatu Negara yang terbelakang di bidang perekonomian hamper tidak mungkin untuk memilih industrialisasi sebagai alternatif yang dapat ditempuh secara efektif dan pragmatis untuk pembangunan ekonomi dalam rangka pembangunan nasional.

You might also like