You are on page 1of 9

Intervensi Keperawatan Komunitas

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Para ahli mendefenisikan komunitas atau masyarakat dari berbagai sudut pandang, WHO (1974) mendefenisikan sebagai kelompok sosial yang ditentukan oleh batas-batas wilayah, nilai-nilai keyakinan dan minat yang sama serta adanya saling mengenal dan berinteraksi antara anggota masyarakat yang satu dengan yang lainnya, sedangkan Spradley (1985) mendefenisikan komunitas sebagai sekumpulan orang yang saling bertukar pengalaman penting dalam hidupnya. Saunders (1991) juga mendefenisikan komunitas sebagai tempat atau kumpulan orang-orang atau sistem sosial. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa komunitas berarti sekelompok individu yang tinggal pada wilayah tertentu, yang memiliki nilai-nilai keyakinan minta relatif sama serta ada interaksi satu sama lain untuk mencapai tujuan. Selain itu komunitas juga dipandang sebagai target pelayanan kesehatan, yang bertujuan mencapai kesehatan komunitas sebagai suatu peningkatan kesehatan dan kerjasama sebagai suatu mekanisme untuk mempermudah pencapaian tujuan yang berarti masyarakat/komunitas tersebut dilibatkan secara aktif untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam pelaksanaannya Asuhan Keperawatan komunitas diupayakan dekat dengan komunitas, sehingga strategi pelayanan kesehatan utama merupakan pendekatan yang juga menjadi acuan. Artinya upaya pelayanan atau asuhan yang diberikan merupakan upaya essensial atau sangat dibutuhkan komunitas secara universal upaya tersebut mudah dijangkau. Dengan demikiaan di dalam keperawatan komunitas penggunaan teknologi tepat guna, tumbuh kembang pada balita di wilayah binaannya, seyogyanya ia bisa memilih alat permainan edukatif sederhana yang tersedia di wilayah tersebut.Bantuan yang diberikan karena ketidakmampuan, ketidaktahuan dan ketidakmauan dengan menggunakan potensi lingkungan untuk mendirikan masyarakat, sehingga pengembangan wilayah setempat (Locality Development) merupakan bentukpengorganisasian yang tepat digunakan. Dalam praktek keperawatan komunitas pendekatan ilmiah yang digunakan adalah proses keperawatan komunitas yang terdiri dari 4 tahapan yaitu: Pengkajian, Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi. Intervensi keperawatan dilakukan haruslah yang dapat dilakukan oleh perawat secara mandiri, maupun dengan berkolaborasi dengan tim kesehatan lain melalui lintas program atau lintas sektoral. Pada kenyataannya belum semua tenaga keperawatan komunitas memberikan pelayanan sesuai konsep, hal ini antara lain karena pemahaman yang belum sama tentang konsep dasar keperawatan komunitas dan perannya dalam keperawatan komunitas, dengan materi ini diharapkan para sejawat perawat dapat mendesiminasikan ilmunya baik kepada peserta didik maupun kepada sejawat perawat lain yang bekerja di komunitas, selanjutnya akan diuraikan asumsi keyakinan dan falsafah komunitas. B. MASALAH YANG DIBAHAS 1. Strategi intervensi dan pengorganisasian masyarakat 2. Tingkat pencegahan intervensi keperawatan 3. Bentuk intervensi keperawatan yang dapat dilakukan oleh perawat komunitas

4. Contoh perencanaan keperawatan

BAB II INTERVENSI/ RENCANAKEPERAWATAN Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah sesuai dengan diagnosis eperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan pasien (Pusdiklat DJJ Keperawatan). Jadi perencanaan asuhan keperawatan kesehatan masyarakat disusun berdasarkan diagnosa keperawatan yang telah ditetapkan dan rencana keperawatan

A. STRATEGI INTERVENSI DAN PENGORGANISASIAN MASYARAKAT Strategi intervensi keperawatan komunitas adalah (1) kemitraan (partnership), (2) pemberdayaan (empowerment), (3) pendidikan kesehatan, dan (4) proses kelompok (Hitchcock, Schubert, & Thomas 1999; Helvie, 1998). Strategi intervensi pendidikan kesehatan dalam pengelolaan diabetes secara mandiri juga diuraikan pada bagian berikut: 1. Kemitraan Kemitraan memiliki definisi hubungan atau kerja sama antara dua pihak atau lebih, berdasarkan kesetaraan, keterbukaan dan saling menguntungkan atau memberikan manfaat (Depkes RI, 2005). Perawat spesialis komunitas perlu membangun dukungan, kolaborasi, dan koalisi sebagai suatu mekanisme peningkatan peran serta aktif masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi implementasi PKP. Anderson dan McFarlane (2000) dalam hal ini mengembangkan model keperawatan komunitas yang memandang masyarakat sebagai mitra (community as partner model). Fokus dalam model tersebut menggambarkan dua prinsip pendekatan utama keperawatan komunitas, yaitu (1) lingkaran pengkajian masyarakat pada puncak model yang menekankan anggota masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan kesehatan, dan (2) proses keperawatan. Asumsi dasar mekanisme kolaborasi perawat spesialis komunitas dengan masyarakat tersebut adalah hubungan kemitraan yang dibangun memiliki dua manfaat sekaligus yaitu meningkatnya partisipasi aktif masyarakat dan keberhasilan program kesehatan masyarakat (Kreuter, Lezin, & Young, 2000). Mengikutsertakan masyarakat dan partisipasi aktif mereka dalam pembangunan kesehatan dapat meningkatkan dukungan dan penerimaan terhadap kolaborasi profesi kesehatan dengan masyarakat (Schlaff, 1991; Sienkiewicz, 2004). Dukungan dan penerimaan tersebut dapat diwujudkan dengan meningkatnya sumber daya masyarakat yang dapat dimanfaatkan, meningkatnya kredibilitas program kesehatan, serta keberlanjutan kemitraan perawat spesialis komunitas dengan masyarakat (Bracht, 1990). Kemitraan dalam PKP dapat dilakukan perawat komunitas melalui upaya membangun dan membina jejaring kemitraan dengan pihak-pihak yang terkait (Robinson, 2005) dalam upaya penanganan pada baik di level keluarga, kelompok, maupun komunitas. Pihak-pihak tersebut adalah profesi kesehatan lainnya, stakes holder (Puskesmas, Dinas Kesehatan Kota, Departemen Kesehatan, Departemen Sosial, Pemerintah Kota), donatur/sponsor, sektor terkait, organisasi masyarakat (TP-PKK, Lembaga Indonesia/LLI, Perkumpulan , atau Klub Jantung Sehat Yayasan Jantung Indonesia), dan tokoh masyarakat setempat.

2. Pemberdayaan Konsep pemberdayaan dapat dimaknai secara sederhana sebagai proses pemberian kekuatan atau dorongan sehingga membentuk interaksi transformatif kepada masyarakat, antara lain: adanya dukungan, pemberdayaan, kekuatan ide baru, dan kekuatan mandiri untuk membentuk pengetahuan baru (Hitchcock, Scubert, & Thomas, 1999). Pemberdayaan, kemitraan dan partisipasi memiliki inter-relasi yang kuat dan mendasar. Perawat spesialis komunitas ketika menjalin suatu kemitraan dengan masyarakat maka dirinya juga harus memberikan dorongan kepada masyarakat. Kemitraan yang dijalin memiliki prinsip bekerja bersama dengan masyarakat bukan bekerja untuk masyarakat, oleh karena itu perawat spesialis komunitas perlu memberikan dorongan atau pemberdayaan kepada masyarakat agar muncul partisipasi aktif masyarakat (Yoo et. al, 2004). Membangun kesehatan masyarakat tidak terlepas dari upaya-upaya untuk meningkatkan kapasitas, kepemimpinan dan partisipasi masyarakat (Nies & McEwan, 2001). Kemandirian agregat dalam PKP berkembang melalui proses pemberdayaan. Tahapan pemberdayaan yang dapat dilalui oleh agregat (Sulistiyani, 2004), yaitu: a. Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli sehingga merasa membutuhkan kemampuan dalam mengelola secara mandiri. Dalam tahap ini, perawat komunitas berusaha mengkondisikan lingkungan yang kondusif bagi efektifitas proses pemberdayaan agregat . b. Tahap transformasi kemampuan berupa pengetahuan dan ketrampilan dalam pengelolaan secara mandiri agar dapat mengambil peran aktif dalam lingkungannya. Pada tahap ini agregat memerlukan pendampingan perawat komunitas. c. Tahap peningkatan pengetahuan dan ketrampilan sehingga terbentuk inisiatif dan kemampuan inovatif untuk mengantarkan pada kemandirian mengelola. Pada tahap ini dapat melakukan apa yang diajarkan secara mandiri. 3. Pendidikan Kesehatan Strategi utama upaya prevensi terhadap kejadian adalah dilakukannya kegiatan pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan mengurangi disabilitas serta mengaktualisasikan potensi kesehatan yang dimiliki oleh individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat (Swanson & Nies, 192011). Pendidikan kesehatan dapat dikatakan efektif apabila dapat menghasilkan perubahan pengetahuan, menyempurnakan sikap, meningkatkan ketrampilan, dan bahkan mempengaruhi perubahan di dalam perilaku atau gaya hidup individu, keluarga, dan kelompok (Pender, Murdaugh, & Parsons, 2002). Pendidikan kesehatan diharapkan dapat mengubah perilaku untuk patuh terhadap saran pengelolaan secara mandiri. Pendidikan kesehatan dapat dilakukan secara individu, kelompok, maupun komunitas. Upaya pendidikan kesehatan di tingkat komunitas penting dilakukan dengan beberapa alasan, yaitu: individu akan mudah mengadopsi perilaku sehat apabila mendapatkan dukungan sosial dari lingkungannya terutama dukungan keluarga, intervensi di tingkat komunitas dapat mengubah struktur sosial yang kondusif terhadap program promosi kesehatan, unsur-unsur di dalam komunitas dapat membentuk sinergi dalam upaya promosi kesehatan (Meillier, Lund, & Kok, 1996). Intervensi keperawatan melalui pendidikan kesehatan untuk menurunkan risik dan komplikasinya dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: (1) pencegahan primer, (2) pencegahan sekunder, dan (3) pencegahan tersier. Pendidikan kesehatan dalam tahap

pencegahan primer bertujuan untuk menurunkan risiko yang dapat mengakibatkan . Pendidikan kesehatan dalam tahap pencegahan sekunder bertujuan untuk memotivasi kelompok berisiko melakukan uji skrining dan penatalaksanaan gejala yang muncul, sedangkan pada tahap pencegahan tersier, perawat dapat memberikan pendidikan kesehatan yang bersifat readaptasi, pendidikan kesehatan untuk mencegah komplikasi terulang dan memelihara stabilitas kesehatan . 4. Proses Kelompok Proses kelompok merupakan salah satu strategi intervensi keperawatan yang dilakukan bersama-sama dengan masyarakat melalui pembentukan sebuah kelompok atau kelompok swabantu (self-help group). Intervensi keperawatan di dalam tatanan komunitas menjadi lebih efektif dan mempunyai kekuatan untuk melaksanakan perubahan pada individu, keluarga dan komunitas apabila perawat komunitas bekerja bersama dengan masyarakat. Berbagai kelompok di masyarakat dapat dikembangkan sesuai dengan inisiatif dan kebutuhan masyarakat setempat, misalnya Posbindu, Bina Keluarga , atau Karang . Kegiatan pada kelompok ini disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai oleh agar dapat mencapai masa tua yang sehat, bahagia, berdaya guna, dan produktif selama mungkin (Depkes RI, 1992). Menurut penelitian, yang mengikuti secara aktif sebuah kelompok sosial dan menerima dukungan dari kelompok tersebut akan memperlihatkan kondisi kesehatan fisik dan mental yang lebih baik daripada yang lebih sedikit mendapatkan dukungan kelompok (Krause, 192011). Bentuk dukungan kelompok ini juga terkait dengan rendahnya risiko morbiditas dan mortalitas (Berkman, Leo-Summers, & Horwitz, 1992). Meskipun penjelasan risiko morbiditas dan mortalitas tersebut tidak lengkap dikemukakan, beberapa laporan menekankan bahwa dukungan yang diterimadapat meningkatkan pemanfaatan dan kepatuhan individu terhadap pelayanan yang diinginkan dengan mengikuti informasi yang diberikan, ikut serta dalam kelompok dan meningkatkan perilaku mencari bantuan kesehatan (Cohen, 1988). Berdasarkan strategi intervensi yang telah ditentukan oleh perawat komunitas seperti tersebut di atas, selanjutnya dilakukan pengorganisasian masyarakat. Pengorganisasian masyarakat sebagai suatu proses merupakan sebuah perangkat perubahan komunitas yang memberdayakan individu dan kelompok berisiko (agregat) dalam menyelesaikan masalah komunitas dan mencapai tujuan yang diinginkan bersama. Menurut Helvie (1998), terdapat tiga model pengorganisasian masyarakat yaitu: a. Model pengembangan masyarakat (locality development), Model pengembangan masyarakat didasarkan pada upaya untuk memaksimalkan perubahan yang terjadi di komunitas, di mana masyarakat dilibatkan dan berpartisipasi aktif dalam menentukan tujuan dan pelaksanaan tindakan. Tujuan dari model pengembangan masyarakat adalah (1) agar individu dan kelompok-kelompok di masyarakat dapat berperan-serta aktif dalam setiap tahapan proses keperawatan, dan (2) perubahan perilaku (pengetahuan, sikap dan tindakan) dan kemandirian masyarakat yang dibutuhkan dalam upaya peningkatan, perlindungan dan pemulihan status kesehatannya di masa mendatang (Nies & McEwan, 2001; Green & Kreuter, 1991). Sejalan dengan Mapanga dan Mapanga (2004) tujuan dari proses keperawatan komunitas pada adalah meningkatkan kemampuan dan kemandirian fungsional agregat melalui pengembangan kognisi dan kemampuan merawat dirinya sendiri. Pengembangan kognisi dan kemampuan agregat difokuskan pada dayaguna aktifitas

kehidupan, pencapaian tujuan, perawatan mandiri, dan adaptasi terhadap permasalahan kesehatan sehingga akan berdampak pada peningkatan partisipasi aktif . b. Model perencanaan sosial (social planning) Model perencanaan sosial dalam pengelolaan agregat lebih menekankan pada teknik menyelesaikan masalah kesehatan agregat dari pengelola program di birokrasi, misalnya Dinas Kesehatan atau Puskesmas. Kegiatan bersifat kegiatan top-down planning. Tugas perencana program kesehatan adalah menetapkan tujuan kegiatan, menyusun rencana kegiatan, dan mensosialisasikan rencana tindakan kepada masyarakat. Perencana program harus memiliki kemampuan dan ketrampilan untuk menyelesaikan permasalahan yang kompleks termasuk kemampuan untuk mengorganisasikan lintas sektor terkait. c. model aksi sosial (social action) Model aksi sosial menekankan pada pengorganisasian masyarakat untuk memperjuangkan isu-isu tertentu terkait dengan permasalahan yang sedang dihadapi agregat , misalnya kampanye gaya hidup sehat untuk mencegah penyakit diabetes. Tingkat dan bentuk intervensi keperawatan komunitas B. TINGKAT PENCEGAHAN INTERVENSI KEPERAWATAN MELIPUTI: 1. Prevensi primer ditujukan bagi orang-orang yang termasuk kelompok risiko tinggi, yakni mereka yang belum menderita tetapi berpotensi untuk menderita . Perawat komunitas harus mengenalkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya dan upaya yang perlu dilakukan untuk menghilangkan faktor-faktor tersebut. Sejak masa prasekolah hendaknya telah ditanamkan pengertian tentang pentingnya latihan jasmani teratur, pola dan jenis makanan yang sehat, menjaga badan agar tidak terlalu gemuk, dan risiko merokok bagi kesehatan. 2. Prevensi sekunder bertujuan untuk mencegah atau menghambat timbulnya penyulit dengan tindakan deteksi dini dan memberikan intervensi keperawatan sejak awal penyakit. Dalam mengelol, sejak awal sudah harus diwaspadai dan sedapat mungkin dicegah kemungkinan terjadinya penyulit menahun. Penyuluhan mengenai dan pengelolaannya secara mandiri memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien. Sistem rujukan yang baik akan sangat mendukung pelayanan kesehatan primer yang merupakan ujung tombak pengelolaan . 3. Prevensi tersier. Apabila sudah muncul penyulit menahun , maka perawat komunitas harus berusaha mencegah terjadinya kecacatan/komplikasi lebih lanjut dan merehabilitasi pasien sedini mungkin, sebelum kecacatan tersebut menetap. Pendidikan kesehatan bertujuan untuk melindungi upaya rekonstitusi, yaitu: mendorong untuk patuh mengikuti program PKP , pendidikan kesehatan kepada dan keluarga untuk mencegah hipoglikemi terulang dan melihara stabilitas klien (Allender & Spradley, 2005).

C. BENTUK INTERVENSI KEPERAWATAN YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH PERAWAT KOMUNITAS TERDIRI DARI: 1. Observasi. Observasi diperlukan dalam pelaksanaan keperawatan . Observasi dilakukan sejak pengkajian awal dilakukan dan merupakan proses yang terus menerus selama melakukan kunjungan (Hitchcock, Schubert & Thomas, 1999). Lingkungan yang perlu diobservasi yaitu keadaan, kondisi rumah, interaksi antar keluarga, tetangga dan komunitas. Observasi diperlukan

untuk menyusun dan mengidentifikasi permasalahan yang terjadi pada . 2. Terapi modalitas. Terapi modalitas adalah suatu sarana penyembuhan yang diterapkan pada dengan tanpa disadari dapat menimbulkan respons tubuh berupa energi sehingga mendapatkan efek penyembuhan (Starkey, 2004). Terapi modalitas yang diterapkan pada, yaitu: manajemen nyeri, perawatan gangren, perawatan luka baru, perawatan luka kronis, latihan peregangan, range of motion, dan terapi hiperbarik. 3. Terapi komplementer (complementary and alternative medicine/CAM). Terapi komplementer adalah penyembuhan alternatif untuk melengkapi atau memperkuat pengobatan konvensional maupun biomedis (Cushman & Hoffman, 2004; Xu, 2004) agar bisa mempercepat proses penyembuhan. Pengobatan konvensional (kedokteran) lebih mengutamakan penanganan gejala penyakit, sedangkan pengobatan alami (komplementer) menangani penyebab penyakit serta memacu tubuh sendiri untuk menyembuhkan penyakit yang diderita (Sustrani, Alam & Hadibroto, 2005). Ranah terapi komplementer dan bentuk-bentuk terapi komplementer (Cushman & Hoffman, 2004): 1. Pengobatan alternative : Terapi herbal, akupunktur, pengobatan herbal Cina 2. Intervensi tubuh dan pikiran : Meditasi, hipnosis, terapi perilaku, relaksasi Benson, relaksasi progresif, guided imagery, pengobatan mental dan spiritual 3. Terapi bersumber bahan organik : Terapi diet , terapi jus, pengobatan orthomolekuler (terapi megavitamin), bee pollen, terapi lintah, terapi larva 4. Terapi pijat, terapi gerakan somatis, dan fungsi kerja tubuh : Pijat refleksi, akupresur, perawatan kaki, latihan kaki, senam 5. Terapi energi : Qigong, reiki, terapi sentuh, latihan seni pernafasan tenaga dalam, Tai Chi 6. Bioelektromagnetik : Terapi magnet Bentuk intervensi terapi modalitas dan komplementer memerlukan kajian dan pengembangan yang disesuaikan dengan peran dan fungsi perawat, terutama pada agregat . D. CONTOH PERENCANAAN KEPERAWATAN Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah sesuai dengan diagnosis eperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan pasien (Pusdiklat DJJ Keperawatan). Jadi perencanaan asuhan keperawatan kesehatan masyarakat disusun berdasarkan diagnosa keperawatan yang telah ditetapkan dan rencana keperawatan yang disusun harus mencakup: 1. Perumusan Tujuan Dalam perumusan tujuan harus memenuhi criteria sebagai berikut: a. berfokus pada masyarakat b. jelas dan singkat c. dapat diukur dan diobservasi d. realistic e. ada target waktu f. melibatkan peran serta masyarakat Dalam pencapaian tujuan dengan menggunakan formulasi criteria yang mencakup: T= S + P + K.1 + K.2

Keterangan: S : subjek P : predikat K.1 : kondisi K.2 : kriteria Selain itu dalam perumusan tujuan: Dibuat berdasarkan goal = sasaran dibagi hasil akhir yang diharapakan Perilaku yang diharapkan berubah S : spesifik M : measurable atau dapat diukur A : attainable atau dapat dicapai R : relevant / realistic atau sesuai T : time-bound atau waktu tertentu S : sustainable atau berkelanjutan Contoh: Goal dan Tujuan Nama komuniti : Masalah : Goal : No Tanggal diterapkan Tujuan Tanggal dicapai (Anderson dan Mc.Farlane, 1988: 264) Contoh kasus: Mahasiswa Akper Gersik melaksanakan praktek keperawatan komunitas di desa kandangan Cerme kabupaten Gersik membuat jamban umum melalui swadaya masyarakat secara gotong royong dalam waktu 1,5 bulan Jadi kaitan dengan rumus di atas dapat diketahui bahwa: Subjek : mahasiswa akper gersik Predikat : membuat jamban umum Kondisi : swdaya dan gotong royong Criteria : waktu 1,5 bulan 2. Rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan Langkah-langkah dalam perencanaan keperawatan kesehatan masyarakat: a. Identifikasi alternatif tindakan keperawatan b. Tetapkan teknik dan prosedur yang akan digunakan c. Melibatkan peran serta masyarakat dalam menyusun perencanaan melalui kegiatan musyawarah masyarakat desa atau lokakarya mini d. Pertimbangkan sumberdaya masyarakat dan fasilitas yang tersedia e. Tindakan yang akan dilaksanakan harus dapat memenuhi kebutuhan yang sangat dirasakan masyarakat. f. Mengarah kepada tujuan yang akan dicapai g. Tindakan harus bersifat realistic h. Disusun secara berurutan

3. Kriteria hasil untuk menilai pencapaian tujuan Penentuan kriteria dalam perancanaan keperawatan komunitas adalah sebagai berikut: a. Menggunakan kata yang tepat b. Dapat dimodifikasikan c. Bersifat spesifik Siapa yang melakukan? Apa yang dilakukan? Di mana dilakukan? Kapan dilakukan? Bagaimana melakukan? Frekuensi melakukan? Contoh kasus: Mahasiswa Akper Gersik melakukan praktek keperawatan komunitas di Desa Kandangan Crme Kabupaten Gersik membuat jamban umum melalui swadaya masyarakat secara gotong royong dalam waktu 1,5 bulan. Dari contoh di atas, maka rencana tindakan yang dibuat adalah: a. Mahasiswa memberikan penyuluhan kesehatan masyarakat dengan topic Pentingnya Jamban Bagi Kesehatan Masyarakat sebanyak 4 kali sesuai dengan schedule kegiatan (setiap hari senin di balai desa). b. Mahasiswa melakukan pendekatan terhadap tokoh-tokoh masyarakat baik formal maupu informal untuk mengalang dukungan. c. Mahasiswa melibatkan partisipasi dan peran serta masyarakat dalam menggalang dana untuk pembuatan jamban umum melalui Dana Upaya Kesehatan Masyarakat (DUKM) yang ada atau iuran desa. d. Mahasiswa menetapkan waktu peresmian pembuatan jamban umum oleh kepala desa dan tokoh-tokoh masyarakat yang lain. e. Melalui tokoh-tokoh masyarakat formal maupun informal menghimbau dan mengajak masyarakat secara gotong-royong membangun jamban umum f. Kerjasama dengan instansi terkait untuk mendapatkan bantuan teknis pembuatan jamban umum yang emnuhi syarat kesehatan (tenaga sanitarian) DX Keperawatan Sasaran Tujuan Strategi Rencana Kegiatan Sumber Tempat Waktu Kriteria Standar Evaluasi Evaluator Resiko terjadinya kenakalan remaja di RW 011 kelurahan Cipinang sehubungan dengan : Kurang pengetahun remaj tentang tumbuh kembang dan masalah-msalah kenakalan remaja dan akibatnya. Tidak berfungsinya wadah remaja untuk melakukan kegiatan Dimanifestasikan dengaan -Jumlah remaja : 194 orang -Kebiasaan remaja; tidur larut malam / begadang (32,5%), merokok (30,2%), lain-lain (37,12%)

-Tanda-tanda yang sering dijumpai pada remaja : tidak ada nafsu makan (33,5%), mengantuk (12,8%), mata merah, malas dan sering mengururng diri (54,13%) -Kegiatan remaja di masyarakat : pengajian (36,7%0, karang taruna (28,35%), olah raga (20,62%), PMR (3,61%) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 tahun diharapkan tidak terjadi kenakalan remaja di wilayah RW 011 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5 minggu diharapkan :

1. Pengetahuan remaja dan masyarakat tentang tumbuh kembang remaja dan masalah kenakalan remaja serta penanggulangan masalah tersebut akan meningkat. Penyebaran informasi Penggerakan massa KIM 1.1.Memasang poster dan pengumuman melalui mesjid dan kader untuk kegiatan penyuluhan remaja. 1.2. Memberikan materi penyuluhan tentang : Tumbuh kembang remaja Masalah yang berkaitan dengan kenakalan remaja seperti miras, AIDS Cara menanggulangi kenakalan remaja. Disetiap lokasi masing-masing RT dan Posya 80% remaja mendapat undangan Poster terpasang di depan posyandu dan di masing-masing RT 70% remaja dan 50% kader di pokjakes an tokoh masyarakat hadir pada acara penyuluhan 80% remaja yang diberi pertanyaan dapat menjawab dengan ben Mahasiswa PSIK Mercubaktijaya Padang Kader Pokjakes -Dari hasil wawancara dan observasi banyak remaj putus sekolan dan pengangguran. 2.Keikutsertaan remaja dalam kegiatan yang ada dalam masyarakat 3.Remaja membentuk kegiatan-kegiatan baru yang menarik dan bermanfaat KIM Penggerakan massa KIM Penyebaran informasi 1.3.Melakukan sosiodrama / simulasikan tentang kenakalan remaja dan peran orang tua 2.1.Mengikutsertakan remaja dalam kegiatan di RW 011seperti kerja bakti massal. 2.2.Mengikutsertakan remaja dalam pelatihan dan penyegaran kader 3.1. Memasang pengumuman berupa poster dan penyebaran undangan untuk acara pembentukan pengurus karang tarunaRW 011 yang baru. 3.2.Bersama pengurus karang taruna yang lama dan pokjakes membentuk pengurus karang taruna yang baru Setiap RT,Balai RW,Diwilayah RT,Balai RW

You might also like