You are on page 1of 25

TUGAS KEPERAWATAN GAWAT DARURAT ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN PENINGKATAN TEKANAN INTRA KRANIAL

Disusun Oleh : Jellia Naungan Mega Purnama Sari Anjar Mahanani Asep Saiful Amri Agus Sumarna Regi Triandani Dewi Yeliska Ulil Albar G1D008004 G1D008013 G1D0080 G1D0080 G1D008038 G1D008047 G1D008054

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN ILMU KEPERAWATAN PURWOKERTO

2011

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pleksus koroideus merupakan bagian dari ventrikel cerebri. Pleksdsus ini terdiri dari jalinan pembuluh darah piameter yang mempunyai hubungan langsung dengan ependima. Pleksus koroideus yang mensekresi CSF jernih dan tak berwarna, yang merupakan bantalan cairan pelindung disekitar SSP. CSF terdiri dari air, elektrolit, gas oksigen dan karbondioksida terlarut, glukosa, beberapa leukosit (terutama limfosit), dan sedikit protein. Setelah mencapai ruang subarakhnoid, CSF dalam sirkulasi di sekitar otak dan medulla spinalis lalu keluar menuju sistem vaskular (SSP tidak mengandung sistem getah bening). Sebagian besar CSF direabsorbsi ke dalam darah melalui struktur khusus yang dinamakan vili arakhnoidalis atau granulatio arakhnoidalis, yang menonjol dari ruang subarakhnoid ke sinus sagitalis superior otak. CSF diproduksi dan direabsorbsi terus menerus dalam SSP. Otak kemampuan yang normal memiliki kemampuan aliran autoregulasi, yaitu

organ mempertahankan

darah meskipun terjadi

perubahan sirkulasi arteri dan tekanan perfusi. Autoregulasi menjamin aliran darah yang konstan melalui pembuluh darah serebral diatas rentang tekanan perfusi dengan mengubah diameter pembuluh darah dalam merespon tekanan arteri. Pada klien dengan gangguan autoregulasi,

perubahan

beberapa aktivitas yang dapat meningkatkan tekanan darah seperti batuk, suctioning, dapat meningkatkan aliran darah otak sehingga juga

meningkatkan tekanan TIK. Peningkatan tekanan intrakranial adalah masalah medis serius. Tekanan itu sendiri dapat merusak sistem saraf pusat dengan menekan struktur otak yang penting dan dengan membatasi aliran darah melalui pembuluh darah yang memasok otak. Banyak kondisi yang dapat meningkatkan tekanan intrakranial. Penyebab umum termasuk: Aneurisma pecah dan pendarahan subarachnoid, tumor otak, pendarahan otak hipertensi, pendarahan, cedera kepala parah.

B. Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas maka rumusan masalahnya sebagai berikut. 1. Apa yang dimaksud peningkatan tekanan intra kranial? 2. Apa penyebab peningkatan tekanan intra cranial? 3. Bagaimana manifestasi klinis PTIK? 4. Bagaimana penatalaksanaan pasien PTIK? 5. Bagaimana asuhan keperawatan pasien dengan PTIK?

BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Tekanan tinggi intra kranial secara klasik ditandai dengan suatu trias yaitu nyeri kepala, muntah-muntah dan papil edem. Dalam hal ini foto polos kepala dapat membantu untuk menentukan ada tidaknya tekanan tinggi intra kranial. Peningkatan tekanan intra kranial merupakan salah satu dari kegawatan neurologi yang sering dijumpai (Putranti, 2004). Tekanan intra kranial merupakan jumlah tekanan dari jaringan otak, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Kenaikan tekanan intrakranial dihubungkan dengan penurunan tekanan perfusi dan aliran darah serebral (CBF) dibawah tingkat kritis (60 mmHg) mengakibatkan kerusakan otak iskemik. Penyebabnya karena infeksi SSP, perdarahan intrakranial, tumor otak dan hidrosefalus (Putranti, 2004). Peningkatan tekanan intra kranial (intracranial pressure, ICP) didefinisikan sebagai peningkatan tekanan dalam rongga kranialis. Ruang intra kranial adalah suatu ruang kaku yang tersisi penuh sesuai dengan kapasitasnya dengan unsur yang tidak dapat ditekan : otak (1400 g), cairan serebrospinal (sekitar 75 ml) dan darah (sekitar 75 ml). Peningkatan volume pada salah satu dari ketiga unsur utama ini mengakibatkan desakan ruang yang ditempati oleh unsur lainnya dan menaikkan tekanan intra kranial. Hipotesis Monro-Kellie memberikan suatu contoh konsep pemahaman peningkatan ICP. Teori ini menyatakan bahwa tulang tengkorak tidak dapat meluas sehingga bila salah satu dari ketiga ruangannya meluas, dua ruangan lainnya harus mengompensasi dengan mengurangi volumenya (apabila ICP masih konstan). Mekanisme kompensasi intra kranial terbatas, tapi terhentinya fungsi neural ini dapat menjadi parah bila mekanisme ini gagal. Kompensasi terdiri dari meningkatnya aliran CSF ke dalam kanalis spinalis dan adaptasi otak terhadap peningkatan tanpa meningkatkan ICP. Mekanisme kompensasi yang berpotensi mengakibatkan kematian adalah penurunan aliran darah ke otak dan pergeseran otak ke arah bawah atau horizontal (herniasi) bila ICP makin meningkat (Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson, 2006).

B.

Etiologi Etiologi peningkatan tekanan intra kranial yaitu: 1. Volume intra kranial yang meninggi (Adams RD 1989) Volume intrakranial yang meninggi dapat disebabkan oleh Tumor serebri, Infark yang luas, trauma, perdarahan, abses, hematoma ekstraserebral, acute brain swelling (pembengkakan otak akut) (Adams RD, Victor, 2000). 2. Faktor pembuluh darah Meningginya tekanan vena karena kegagalan jantung atau karena obstruksi mediastinal superior, tidak hanya terjadi peninggian volume darah vena di piameter dan sinus duramater, juga terjadi gangguan absorpsi cairan serebrospinalis. 3. Obstruksi pada aliran dan pada absorpsi dari cairan serebrospinalis, maka dapat terjadi hidrosefalus. 4. Masalah cerebral antara lain peningkatan produksi LCS, bendungan sistem ventrikel, menurunnya absorbsi LCS. 5. Edema cerebral, penggunaan zat kontras yang merubah homeostatis otak atau trauma kepala (Japardi, 2002).

C.

Patofisiologi Ruang cranial berisi jaringan otak (1400 g), darah (75 ml), dan cairan

serebrospinal (75 ml). Volume dan tekanan pada ketiga komponen ini selalu berhubungan dengan keseimbangan. Hipotesa Monro-Kellie menyatakan bahwa karena keterbatasan ruang ini untuk ekspansi di dalam tengkorak, adanya peningkatan salah satu dari komponen ini menyebabkan perubahan pada volume yang lain, dengan mengubah posisi atau menggeser CSS, meningkatkan absorpsi CSS, atau menurunkan volume darah serebral. Tanpa adanya perubahan, tekanan intracranial akan naik. Dalam keadaan normal, perubahan ringan pada volume darah dan volume CSS yang konstan tidak ada perubahan tekanan intratorakal (seperti batuk, bersin, tegang), perubahan bentuk dan tekanan darah, dan fluktuasi kadar gas darah arteri. Keadaan patologisnya seperti cedera kepala, stroke, lesi karena radang, tumor otak atau bedah intracranial dan tekanan.

Peningkatan TIK secara signifikan menurunkan aliran darah dan menyebabkan iskemia. Bila terjadi iskemia komplet dan lebih dari 3 sampai 5 menit, otak akan menderita kerusakan yang tidak dapat diperbaiki. Pada keadaan iskemia serebral, pusat vasomotor terstimulasi dan tekanan sistemik meningkat untuk mempertahankan aliran darah. Keadaan ini selalu disertai dengan lambatnya denyutan pembuluh darah dan pernapasan yang tidak teratur. Perubahan dalam tekanan darah, frekuensi nadi dan pernapasan adalah gejala klinis yang penting, yang memperlihatkan peningkatan tekanan intra kranial (TIK). Konsentrasi karbon dioksida dalam darah dan dalam jaringan otak juga berperan dalam pengaturan aliran darah serebral. Tingginya tekanan karbon dioksida parsial menyebabkan dilatasi pembuluh darah serebral, yang berperan penting dalam peningkatan aliran darah serebral dan peningkatan TIK, sebaliknya menurunnya PaCO2 menyebabkan vasokontriksi. Menurunnnya darah vena yang keluar dapat meningkatkan volume darah serebral yang akhirnya menyebabkan peningkatan tekanan intracranial (TIK) (Brunner & Suddarth. 2002). Edema Serebral. Edema atau pembengkakan serebral terjadi bila ada peningkatan air di dalam system syaraf pusat. Adanya tumor otak dihubungkan dengan produksi yang berlebihan dari hormon antidiuretik, yang hasilnya terjadi retensi urine. Bahkan adanya tumor kecil dapat menimbulkan peningkatan TIK yang besar. Peningkatan Tekanan Intrakranial sebagai Efek Sekunder. Walaupun peningkatan TIK sering di hubungkan dengan cedera kepala, namun tekanan yang tinggi dapat terlihat sebagai pengaruh sekunder dari kondisi lain: tumor otak, perdarahan subarachnoid, keracunan dan ensefalopati virus. Sehingga peningkatan TIK adalah penjumlahan dari proses fisiologik. Peningkatan TIK dari penyebab apa pun mempengaruhi perfusi serebral dan menimbulkan distorsi dan bergesernya otak. Respons Serebral terhadap Peningkatan TIK. Ada dua keadaan penyesuaian diri terhadap peningkatan TIK yaitu kompensasi dan dekompensasi. 1. Kompensasi. Selama fase kompensasi, otak dan komponennya dapat mengubah volumenya untuk memungkinkan pengembangan volume jaringan otak.

TIK selama fase ini kurang dari tekanan arteri, sehingga dapat mempertahankan tekanan perfusi serebral. Pasien dalam kondisi seperti ini tidak menunjukkan adanya perubahan fungsi neurologis. Tekanan perfusi serebral (TPS) dihitung dengan mengurangi nilai TIK dari tekanan dari otak, mengalami kerusakan akan menyebabkan TPS lebih dari 150 mm Hg atau kurang dari 60 mm Hg. Pasien dengan TPS kurang dari 50 mm Hg memperlihatkan disfungsi neurologis yang tidak dapat pulih kembali. Hal ini terjadi disebabkan oleh penurunan perfusi serebral yang mempengaruhi perubahan keadaan sel dan mengakibatkan hipoksia serebral. 2. Dekompensasi. Keadaan fase dekompensasi dimulai dengan tidak efektifnya kemampuan otak untuk mengkompensasi peningkatan tekanan, dalam keadaan volume yang sudah terbatas. Pada fase ini menunjukkan perubahan status mental dan tanda-tanda vital bradikardi, tekanan denyut nadi melebar, dan perubahan pernapasan. Pada titik ini, terjadi herniasi batang otak dan sumbatan aliran darah serebral dapat terjadi bila intervensi pengobatan tidak dilakukan. Herniasi terjadi bila bagian jaringan otak bergeser dari daerah tekanan tinggi ke daerah tekanan rendah. Herniasi jaringan berupa herniasi pergeseran sesuatu yang mendesak tekanan dalam daerah otak dan mengganggu suplai darah ke daerah tersebut. Penghentian aliran darah serebral menyebabkan hipoksia serebral yang menunjukkan kematian otak.. Adanya kematian otak sering digunakan dalam mengidentifikasi beberapa pasien yang mengalami fungsi serebral yang buruk. Akhirnya menyebabkan penunjukkan yang salah karena walaupun fungsi otak berhenti, jantung pasien terus berdenyut, tekanan darah dapat terlihat dan pernapasan terus berlangsung dengan menggunakan ventilasi mekanik (Brunner & Suddarth. 2002). PATHWAY :

Lesi /SOL (pace occupaying lesions)

Masalah serebral (peningkatan produksi GCS, ganguan penyerapan GCS, sumbatan di bedungan sistem ventrikel)

Peningkatan tekanan intra kranial

Penurunan aliran darah Perubahan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan peningkatan volume otak

iskhemia

Penurunan tekanan sistemik

Nyeri kepala akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intra kranial

Manuver valsava

Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran

D.

Manifestasi Klinis Pada saat TIK meningkat di mana kemampuan otak untuk menyesuaikan diri

telah mencapai batasnya, fungsi saraf yang terganggu dimanifestasi dengan perubahan tingkat kesadaran dan respirasi serta respons vasomotor abnormal. Tingkat responsivitas/kesadaran adalah indikator paling penting terhadap kondisi pasien. Tanda paling dini dari peningkatan TIK adalah letargi. Lambatnya

bicara dan lambatnya respons verbal, bahkan hal ini menjadi indikator awal. Adanya perubahan tiba-tiba pada kondisi pasien seperti gelisah (tanpa penyebab yang nyata), terlihat konfusi, atau menunjukkan peningkatan mengantuk. Tandatanda ini dapat diakibatkan dari kompresi otak karena pembengkakan akibat hemoragi atau edema atau meluasnya lesi intracranial (hematoma atau tumor), atau kombinasi keduanya (Brunner & Suddarth. 2002). Pada tekanan yang tinggi, pasien bereaksi hanya terhadap suara yang keras atau stimulus nyeri. Pada keadaan ini terdapat gangguan yang serius pada sirkulasi otak yang memungkinkan pada suatu tempat dan membutuhkan intervensi pembedahan segera. Manifestasi klinik dari peningkatan TIK disebabkan oleh tarikan pembuluh darah dari jaringan yang merenggang karena tekanan pada duramater yang sensitif dan berbagai struktur dalam otak. Indikasi peningkatan TIK berhubungan dengan lokasi dan penyebab naiknya tekanan dan kecepatan serta perluasannya. Manifestasi klinis dari peningkatan TIK meliputi beberapa perubahan dalam kesadaran seperti kelelahan, iritabel, confusion, penurunan GCS, perubahan dalam berbicara, reaktifias pupil, kemampuan sensorik/motorik dan ritme/denyut jantung. Sakit kepala, mual, muntah, penglihatan kabur sering terjadi. Papiledema juga tanda terjadinya peningkatan TIK. Cushing triad yaitu peningkatan tekanan sistolik, baradikardi dan melebarnya tekanan pulsasi adalah respon lanjutan dan menunjukkan peningkatan TIK yang berat dengan hilangnya aoturegulasi (Black&Hawks, 2005). Perubahan pola nafas dari cheyne-stokes ke hiperventilasi neurogenik pusat ke pernafasan apnuestik dan pernafasan ataksik menunjukkan kenaikan TIK. Pembuktian adanya kenaikan TIK dibuktikan dengan pemeriksaan diagnostik seperti radiografi tengkorak, CT scan, MRI. Lumbal pungsi tidak direkomendasikan karena berisiko terjadinya herniasi batang otak ketika tekanan cairan serebrsopinal di spinal lebih rendah daripada di kranial. Lagi pula tekanan cairan serebrospinal di lumbal tidak selalu menggambarkan keakuratan tekanan cairan serebrospinal intrakranial. E. Komplikasi a. Herniasi batang otak

Herniasi diakibatkan dari peningkatan tekanan intrakranial

yang

berlebihan, bila tekanan bertambah di dalam ruang kranial dan penekanan jaringan otak ke arah batang otak. Tingginya tekanan pada batang otak menyebabkan penghentian aliran darah ke otak. b. Diabetes insipidus Merupakan hasil dari penurunan sekresi hormon anti-diuretik. Urine pasien yang berlebihan. c. Sindrome ketidaktepatan hormon anti-diuretik (SIADH) Merupakan akibat dari peningkatan sekresi hormon anti-diuretik. Pasien mengalami volume berlebihan dan menurunnya jumlah urine yang keluar. (Brunner & Suddarth. 2002) F. Penatalaksanaan Managemen peningkatan tekanan intracranial a. Posisi pasien b. Managemen cairan: Peningkatan TIK diatur dengan restriksi cairan dalam usaha untuk mencegah brain water. c. Managemen suhu: dengan menggunakan kompres dingin dan

acetaminophen. d. Propilaksis kejang: Kejang dapat menyebabkan meningkatnya cerebral lood fluid. Meningkatnya cerebral blood venous akan mengurangi cerebral compliance yang akan menyebabkan peningkatan TIK. e. Steroid: seharusnya tidak secara rutin digunakan sebagai standar untuk peningkatan TIK. Kortikosteroid diketahui tidak efektif melawan cytotoxic edema atau efek massa dari cerebral infarction,intracerebral hemorrhage atau trauma kepala. Steroid dapat digunakan untuk perawatan vasogenic edema dari tumor atau abses.Steroid diberikan 10 sampai 100 mg bolus diikuti dengan 4 sampai 20 mg setiap 6 jam. Penurunan dramatis dalam volume lesi dan TIK. Peningkatan TIK merupakan kedaruratan yang harus diatasi segera. Ketika tekanan meninggi, substansi otak di tekan. 1. Menurunkan edema serebral. Diuretik osmotik (monitol,gliserol) dapat diberikan untuk mengeluarkan cairan dari otak dan mnegurangi edema

serebral.

Kortikosteroid (dexametazon) membantu menurunkan edema

sekitar tumor otak bila tumor menyebabkan peningkatan TIK. 2. Mempertahankan perkusi serebral, darah yang dipompa jantung

dipertahankan untuk memberikan perkusi otak yang adekuat. Perbaikan darah yang dikeluarkan jantung (curah jantung) adalah dengan menggunakan cairan danagen inotropik, seperti dobotamin hidroklorida. Tidak efektifnya curah jantung mempengaruhi tekanan perfusi serebral. 3. Menurunkan CSS dan Volume darah. Drainase CSS sering dilakukan karena pengeluaran CSS yang dapat menurunkan tekanan intrakranial dan memperbaiki tekanan perfusi serebral. 4. Mengontrol demam. Kontrol suhu dilakukan dengan mencegah tingginya suhu, karena demam meningkatkan metabolisme serebral dari dari ukuran bentuk edeme serebral.strategi dalam menurunkan suhu mencakup pemberian obat antibiotik dan menggunakan selimut dingin. 5. Menurunkan kebutuhan metabolisme. Penurunan kebutuhan metabolisme seluler dapat dilakukan melalui pemberian barbiturat dosis tinggi. Metode penurunan kebutuhan metabolik seluler lain dan perbaikan oksigenasi adalah pemberian agens paralitik farmakologi (relaksan otot seperti pankuronium). Penanganan Cedera Kepala 1. Pada setiap cedera kepala harus selalu diwaspadai adanya fraktur servikal. 2. Airway dan Breathing Gangguan airway dan breathing sangat berbahaya pada trauma kapitis karena akan dapat menimbulkan hipoksia atau hiperkarbia yang kemudian akan menyebabkan kerusakan otak sekunder. Bila koma harus dipasang jalan napas definitif karena reflek menelan dan batuk kemungkinan sudah tidak ada sehingga ada bahaya obstruksi jalan napas. Oksigen selalu diberikan dan bila pernapasan diragukan lebih baik memulai ventilasi tambahan. 3. Circulation

Gangguan sirkulasi (syok) akan menyebabkan gangguan perfusi darah ke otak yang akan menyebabkan kerusakan otak sekunder. Dengan demikian syok dengan trauma kapitis harus dilakukan penanganan dengan agresif. 4. Disabilities Selalu dilakukan penilaian GCS, pupil dan tanda lateralisasi yang lain. Penurunan kesadaran dalam bentuk penurunan GCS lebih dan satu (dua atau lebih) menandakan perlunya konsultasi bedah syaraf dengan cepat. Monitoring TIK paling sering dilakukan pada trauma kepala dengan situasi: 1. GCS kurang dari 8 2. Mengantuk/drowsy dengan hasil temuan CT scan 3. Post op evakuasi hematoma 4. Klien risiko tinggi seperti usia diatas 40 tahun, tekanan darah rendah, klien dengan bantuan ventilasi. Tidak ada yang dapat dicapai jika monitoring dilakukan pada klien dengan GCS kurang dari 3. Untuk mengetahui dan memonitor tekanan intrakranial, dapat digunakan metode non invasif atau metode invasif (Sunardi, 2008). 1. Metode non invasif meliputi : a. Penurunan status neurologi klinis dipertimbangkan sebagai tanda peningkatan TIK. Bradikardi, peningkatan tekanan pulsasi, dilatasi pupil normalnya dianggap tanda peningkatan TIK. b. Transkranial dopler, pemindahan membran timpani, teknik ultrasound time of flight sedang dianjurkan. Beberapa peralatan digunakan untuk mengukur TIK melalui fontanel terbuka. Sistem serat optik digunakan ekstra kutaneus. c. Dengan manual merasakan pada tepi kraniotomi atau defek tengkorak jika ada, dapat juga memberi tanda. 2. Metode invasif meliputi : a. Monitoring intraventrikular menjadi teknik yang popular, terutama pada klien dengan ventrikulomegali. Keuntungan tambahan adalah dapat juga mengalirkan cairan serebrospinal. Cara ini tidak mudah dan dapat menimbulkan perdarahan dan infeksi (5%).

b. Sekrup dan palang dan kateter subdural. Sekrup Richmond dan palang Becker digunakan ekstradural. Cairan dimasukkan oleh kateter ke dalam ruang subdural, kemudian dihubungkan ke system monitoring tekanan arteri. Cara ini hemat biaya dan berguna secara adekuat. c. Ladd device digunakan secara luas. Cara ini memerlukan sistem serat optik unutk mendeteksi adanya distorsi pada cermin kecil dalam sistem balon, dapat digunakan subdural, ekstra dural dan ekstra kutaneus. d. Cardio Serach monitoring sensor digunakan subdural atau ekstradural. Sistem ini jarang digunakan. e. Peralatan elektronik (Camino dan Galtesh) popular di dunia. f. Peralatan yang ditanam secara penuh diperlukan oleh klien yang memerlukan monitoring TIK jangka panjang, seperti pada tumor otak, hidrocephalus, atau penyakit otak kronik lainnya. Cosmon telesensor dapat ditanam sebagai bagian dari sistem shunt. g. Lumbal pungsi dan pengukuran tekanan cairan serebrospinal tidak direkomendasikan. Masing-masing cara memilki keuntungan dan kerugian/kelemahan. Monitor TIK yang digunakan sebaiknya memiliki kapabilitas 0 100 mmHg, akurasi dalam 1-20 mmHg + 2 mmHg, dan kesalahan maksimum 10% dalam rentang 10-100. Klien dengan kenikan TIK perlahan seperti klien dengan tumor otak lebih toleran terhadap kenaikan TIK daripada klien dengan kenaikan TIK mendadak, seperti klien dengan hematoma subdural akut (Sunardi, 2008). G. Pemeriksaan Penunjang 1) Laboratorium Hitung darah lengkap Hitung darah lengkap atau CBC diantaranya memeriksa jenis sel dalam darah antara lain : 1. Leukosit dengan nilai rujukan 4.000-10.000 sel/mikroliter. a. Neutrofil nilai rujukannya 55-70% dari jumlah leukosit. b. Limfosit dengan nilai rujukan 20-40% dari jumlah leukosit. c. Monosit dengan nilaia rujukan 2-8% leukosit

d. Eusinofil dengan niali rujukan 1-3% leukosit. e. Basofil dengan nilai rujukan > 1% leukosit. 2. Hitung sel darah merah : pria (4,7-6,1 juta sel/mikroliter); wanita (4,2-5,4 juta sel/mikroliter). 3. Hemoglobin nilai rujukan pada : pria (13,8-17,2 mg/dL); wanita (12,1-15,1 mg/dL). 4. Hematokrit 44,3%). 5. Hitung trombosit dengan nilai rujukan : 150.000-400.000 trombosit/mikroliter. 6. Kimia klinik a. gula sewaktu dengan nilai rujukan 12-16 g/dl b. leukosit dengan nilai rujukan 4-11 rb/mmk c. trmbosit dengan niali rujukan 150-400 rb/mmk d. hematokrit dengan niali rujukan 35-47% 7. Masa protombin a. Bleeding Time merupakan pemeriksaan untuk menilai kemampuan darah membeku setelah ada trauma atau luka, dimana trombosit berinteraksi dengan dinding pembuluh darah untuk membentuk bekuan. Pada penekanan TIK BT nilai rujukan: pria (40,7%-50,3%); wanita (36,1%-

memanjang karena adanya defek homeostasis dengan niali rujukan jumlah trombosit dibawah 100.000/mm3 b. Cloting Time merupakan prinsip pemeriksaan dengan

mengukur waktu terbentuknya fibrin dengan cara interaksi sample darah dengan actifating agent. c. Masa protrombin plasma, PT dapat diukur secara manual, fotoaktif atau elektromekanik. 8. Urinalisis a. Warna urin normal kuning pucat sampai urin jernih b. Bau urin segar berwarna kuning jernih, dibiarkan agal lama lama berbau khas yaitu amoniak c. PH urine dengan nilai rujukan 4,8-7,5

d. Bert jenis urine dengan nilai rujukan 1,002-1,035 e. Volume urine normal dengan nilai rujukan 900-1200 ml per hari. f. Secara kimiawi kandungan zat dalam urine antara lain sampah nitrogen ( ureum,kreatinin dan asam urat) (wilson, 2006). 2) Diagnostik 1. CT-Scan kepala mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, dterminan ventrikuler dan perbahan jaringan otak, disamping untuk mengetahui adanya infark/iskemia, CT-Scan ini merupakan Gold dari pemeriksaan karena dapat mengetahui dengan cepat dan tepat mendeteksi adanya kerusakan dan perdarahan yang terjadi sehingga penangganan lebih cepat dan tepat pula. 2. Angiografi serebral, menunjukkan anomaly sirkulasi cerebral, seperti perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma. 3. EEG ( Elektrofisiologik) : dengan cara mengukur potensial listrik yang dihasilkan oleh jaringan saraf dalam responnya terhadap stimulasi eksternal. stimulasi eksternal dapat berupa auditorius, visual, atau sensori. 4. Pungsi lumbal, dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid. 5. MRI, digunakan sama sperti CT-Scan dengan atau tampa kontras 6. X ray tengkorak, Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan/edema), fragmen tulang (mansjoer, 2009). PEMERIKSAAN Glasgow Coma Scale(suddarth, 2002) PEMERIKSAAN PENGKAJIAN KLINIS INTERPETASI

Tingkat responsivitas atau Pembukaan mata : respon Mentaati perintah adalah kesadaran verbal dan motorik, pupil respon yang diinginkan ( ukuran, ekualitas, reaksi dan menunjukkan

pada cahaya).

kembalinya kesadaran. Ganguan pusat

pernapasan otak dapat mengakibatkan berbagai pola pernapasan.

Mata Pupil (ukuran, ekualitas, reaksi pada cahaya).

Pupil normal

sama,

reaksi Menunjukkan

bahwa

koma karena toksik atau metabolik.

Pupil dilatasi terfiksasi

Menunjukkan

cidera

pada tingkat otak tengah.

Gerakan mata

Mata secara normal harus Integritas fungsional dan bergerak dari satu sisi ke struktural sisi lain. batang otak

dikaji dengan inspeksi gerakan ekstraokular,

biasanya tidak ada pada koma. Reflek kornea Ketika kornea disentuh dengan usapan kapas

bersih, respon berkedip adalah normal.

ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian

Pengkajian keperawatan yang perlu dilakukan terkait dengan peningkatan TIK yaitu 1. Pengkajian fokus Pengumpulan data pasien baik subyektif atau obyektif pada gangguan peningkatan tekanan intrakranial adalah sebagi berikut. a. Identitas pasien dan keluarga (penanggung jawab) : nama, umur, jenis kelamin, agama/suku bangsa, status perkawinan, pendidikan,

pekerjaan, alamat, golongan darah, penghasilan, hubungan pasien dengan penagnggung jawab dan lain-lain. b. Riwayat Kesehatan 1. Keluhan utama Pada umumnya pasien dengan peningkatan intrakranial datang ke rumah sakit dengan penurunan tingkat kesadaran, bingung, muntah, dispnea/takipnea, sakit kepala, wajah tidak simestris, lemah, paralise, hemiparise, luka di kepala, akumulasi spuntum pada saluran nafas, adanya liquor dari hidung dan telinga dan adanya kejang. Saat dikaji pasien tidak bisa mengatakan kata-kata dengan jelas, klien terlihat kesakitan bila ada rangsang nyeri, klien dalam keadaan apatis dengan GCS: E4V- M3/2, gelisah, pernafasan cepat, gerakan tidak tertuju dan mental berkabut. 2. Riwayat penyakit sekarang 3. Riwayat penyakit dahulu Harus diketahui baik yang berhubungan dengan sistem persyarafan maupun penyakit sistemik lainnya. Demikian pula riwayat penyakit keluarga, terutama yang mempunyai penyakit menular. Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari pasien atau keluarga sebagai data subyektif (Bahrudin, 2010). 4. Pemeriksaan Fisik a. Pemeriksaan Dissability. b. Pemeriksaan GCS primer : Airway, Breathing, Circulation,

GCS adalah pengkajian neurologi yang paling umum dan terdapat tiga komponen pemeriksaan yaitu membuka mata, respon verbal dan respon motorik. Nilai tertinggi 15 dan nilai terendah 3. pemeriksaan GCS tidak dapat dilakukan jika klien diintubasi sehingga tidak bisa berbicara, mata bengkak dan tertutup, tidak bisa berkomunikasi, buta, afasia, kehilangan pendengaran, dan mengalami paraplegi/paralysis. Pemeriksaan GCS pertama kali menjadi nilai dasar yang akan dibandingkan dengan nilai hasil pemeriksaan selanjutnya untuk melihat indikasi keparahan. Penurunan nilai 2 poin dengan GCS 9 atau kurang menunjukkan injuri yang serius. c. Pemeriksaan Saraf Kranial. Pemeriksaan ini misalnya berupa memeriksa gerkaan

ekstraokular, gerak refleks, pemeriksaan otot wajah, dan sebagainya.Selain pemeriksaan diatas, pengkajian menyeluruh terhadap semua data-data lain dari klien tetap diperlukan

untukmendapatkan data yang lebih lengkap, sehingga dapat disusun rencana keperawatan dengan akurat dan tepat. d. Tanda-tanda vital. Pada peningkatan TIK, frekuensi nadi dan pernafasan menurun dan tekanan darah serta suhu meningkat. Tanda-tanda spesifik yang diobservasi termasuk adanya tekanan tinggi pada arteri, bradikardi dan respirasi tidak teratur (Bahrudin, 2010). Tanda-tanda vital diperiksa setiap 15 menit sampai keadaan klien stabil. Suhu tubuh diukur setiap 2 jam. Pola nafas klien dikaji dengan cermat. Jika TIK meningkat dan herniasi terjadi di medulla, maka Chusing response dapat terjadi, sehingga respon ini perlu juga diperiksa. e. Respon pupil. Pupil diperiksa tampilan dan respon fisiologisnya.pupil yang terpengaruh biasanya pada sisi yang sama (ipsilateral) dengan lesi otak yang terjadi, dan defisit motorik dan sensorik biasanya pada sisi yang berlawanan (kontralateral).

Pemeriksaan pupil meliputi : kesamaan ukuran pupil, ukuran pupil, posisi pupil (ditengah atau miring), rekasi terhadap cahaya, bentuk pupil (pupil oval bukti awal peningkatan TIK), akomodasi pupil. f. Gerakan mata. Gerakan mata normalnya bersamaan. Jika bergerak tidak bersamaan (diskonjugasi), catat dan segera laporkan. g. Aspek Neurologis. Yang dikaji adalah tingkat kesadaran, biasanya GCS kurang dari 15, disorentasi orang/tempat dan waktu, adanya refleks babinski yang positif, perubahan nilai tanda-tanda vital, adanya gerakan decebrasi atau dekortikasi dan kemungkinan didapatkan kaku kuduk dengan brudzinski positif dan adanya hemiparese. Pada pasien sadar, dia tidak dapat membedakan berbagai rangsangan/stimulus rasa, raba, suhu dan getaran. Terjadi gerakan-gerakan involunter, kejang dan ataksia, karena gangguan koordinasi. Pasien juga tidak dapat mengingat kejadian sebelum dan sesuadah trauma. Gangguan keseimbangan dimana pasien sadar, dapat terlihat limbung atau tidak dapat mempertahankan keseimbangan tubuh. Nervus kranialis dapat terganggu bila trauma kepala meluas sampai batang otak karena edema otak atau pendarahan otak (Thamrin, 2010). h. Aspek Kardiovaskuler Didapat perubahan tekanan darah menurun, kecuali apabila terjadi peningkatan intrakranial maka tekanan darah

meningkat, denyut nadi bradikardi, kemudian takhikardia, atau iramanya tidak teratur. Selain itu pengkajian lain yang perlu dikumpulkan adalah adanya perdarahan atau cairan yang keluar dari mulut, hidung, telinga, mata. Adanya hipereskresi pada rongga mulut. Adanya perdarahan terbuka/hematoma pada bagian tubuh lainnya. Hal ini perlu pengkajian dari kepala hingga kaki (Thamrin, 2010).

i. Aspek sistem pernapasan Terjadi perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun frekuensi yaitu cepat dan dangkal, irama tidak teratur (chyne stokes, ataxia brething), bunyi napas ronchi, wheezing atau stridor. Adanya sekret pada tracheo brokhiolus. Peningkatan suhu tubuh dapat terjadi karena adanya infeksi atau rangsangan terhadap hipotalamus sebagai pusat pengatur suhu tubuh. j. Aspek sistem eliminasi Akan didapatkan retensi/inkontinen dalam hal buang air besar atau kecil. Terdapat ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, dimana terdapat hiponatremia atau hipokalemia. Pada sistem gastro-intestinal perlu dikaji tanda-tanda penurunan fungsi saluran pencernaan seperti bising usus yang tidak

terdengar/lemah, adanya mual dan muntah. Hal ini menjadi dasar dalam pemberian makanan. k. Pengkajian Psikologis Dimana pasien dengan tingkat kesadarannya menurun, maka untuk data psikologisnya tidak dapat dinilai, sedangkan pada pasien yang tingkat kesadarannya agak normal akan terlihat adanya gangguan emosi, perubahan tingkah laku, emosi yang labil, iritabel, apatis, delirium, dan kebingungan keluarga pasien karena mengalami kecemasan sehubungan dengan penyakitnya. Data sosial yang diperlukan adalah bagaimana pasien berhubungan dnegan orang-orang terdekat dan yang lainnya, kemampuan berkomunikasi dan peranannya dalam keluarga. Serta pandangan pasien terhadap dirinya setelah mengalami trauma kepala dan rasa aman (Thamrin, 2010). l. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan dalam menegakkan diagnosa medis adalah Angiografi. x-Ray tengkorak, CT-Scan dan

B. Diagnosa Diagnosa yang dapat ditegakkan untuk klien dengan peningkatan tekanan intra kranial antara lain : 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran, gangguan saraf pusat pernafasan. 2. Perubahan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan peningkatan volume otak atau sumbatan aliran darah ke otak 3. Nyeri kepala akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intra kranial C. Rencana dan Intervensi
Diagnosa Keperawatan Perubahan perfusi jaringan cerebral Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. memposisikan klien terlentang dengan posisi kepala lebih tinggi 30 derajat, jika tidak ada NOC NIC

kontraindikasi. 2. menjaga netral posisi untuk kepala tetap

berhubungan selama 4 x 24 dengan peningkatan jam dapat diharapkan

memfasilitasi

venous return dari otak lancar. 3. mengindari rotasi dan fleksi pada leher karena dapat menghambat venous return dan meningkatkan TIK. 4. menghindari fleksi berlebihan pada pinggang karena dapat meningkatkan tekanan intra-

volume otak mengembalikan atau sumbatan perfusi jaringan cerebral normal criteria

aliran darah dengan ke otak hasil:

a.penurunan tekanan intrakranial skala 3

abdomen dan intratoraks yang dapat meningkatkan TIK. 5. menghindari valsava maneuver, meminta klien ekshalasi ketika berputar atau pindah posisi. 6. memberikan obat-obatan untuk menurunkan edema sesuai instruksi serebral seperti

osmotik diuretik dan obat untuk menurunkan risiko kejang seperti antikonvulsan.

Nyeri kepala Setelah akut dilakukan

1. Mengkaji adanya nyeri 2. Mengkaji

pasien

mengenal

berhubungan asuhan dengan peningkatan tekanan intra kranial keperawatan selama 4 x 24 jam klien

presepsi

pasien

mengenai ketidaknyamananya. 3. Memahami adanya nyeri;

menginformasikan pada klien macam-macam analgesic dan

diharapkan dapat melakukan control yang dengan hasil: a. Penurunan frekuensi nyeri b. Ekspresi nyeri dengan skala 3 nyeri adekuat criteria

relaksan yang tersedia. 4. memodifikasi menggunakan nyeri seperti analgetik,

mengatur posisi dalam batas yang diperbolehkan, modifikasi lingkungan, kolaborasi dengan tenaga diperlukan 5. Mengevaluasi dan mencatat dan medis lain jika

ketidaknyamanan

keefektifan teknik modifikasi nyeri

Bersihan jalan

Setelah

Intervensi

keperawatan

yang

nafas dilakukan

dapat dilakukan berupa : a. Lakukan suctioning untuk mencegah penumpukan sekret dan CO2 yang dapat

tidak efektif asuhan berhubungan keperawatan dengan penurunan kesadaran, gangguan saraf selama 4 x 24 jam diharapkan

meningkatkan TIK. b. Beri oksigen yang cukup sebelum, antara dan sesudah melakukan suctioning. c. Hindari suction nasal jika terdapat drainase nasal, karena drainase nasal mengindikasikan robekan di dural, sehingga meningitis. d. Auskultasi daerah paru e. Monitor hasil AGD dan pulse oksimetri f. Tinggikan posisi kepala klien dengan posisi netral. g. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian terapi medis. berisiko terjadinya

dapat mencapia bersihan jalan efektif criteria

pusat nafas dengan hasil :

pernafasan

a. Kepatenan jalan dengan skala 3 b. Efektivitas pertukaran pernafasan skala 3 nafas

DAFTAR PUSTAKA
Adams RD, Victor M. Principles of neurology. 4th ed. New York: McGraw Hill, 2000: 501-508. Bahrudin, Moh dan Sunardi . 2010. Posisi Kepala dalam Stabilitasi Tekanan Intrakranial. http://nardinurses.files.wordpress.com/2008/02/posisi-dalamstabilitas-tik.pdf (diakses tanggal 6 Oktober 2011). Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta; EGC Ginsberg, lionel. 2005. Lecture Notes Neurologi. Jakarta:Erlangga Japardi, Iskandar. 2002. Tekanan Intrakranial. Jurnal Fakultas Kedokteran Bagian Bedah Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara. 15-3-2011. Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson.2006. Patofisiologi Konsep Klinis ProsesProses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC Putranti, Alifiani. 2004. Peningkatan Tekanan Intrakranial. Jakarta. 15-3-2011. Sunardi. 2008. Manajemen TIK. http ://nardinurses.files.wordpress.com/2008/01/ manajemen-tik.pdf. Diakses tanggal 6 Oktober 2011 Thamrin, MH.2010.Asuhan Keperawatan Trauma Kepala dan Peningkatan Tekanan Intrakranial. http://www.thamrincileungsi.com/show_artikel.php (diakses tanggal 6 Oktober 2011). Weisberg L. Cerebral computed tomography. 2nd ed. Philadelphia ; WB Sounders, 1984; 193-202.

You might also like