You are on page 1of 13

BAB I PENDAHULUAN Perubahan tidak dapat dielakkan dalam kehidupan manusia.

Perubahan mulai disadari menjadi bagian yang penting dari suatu organisasi. Dimulai oleh dunia usaha yang lebih dulu menyadari pentingnya perubahan bagi peningkatan kualitas produksi yang dihasilkan. Berbagai upaya dan pendekatan telah dilakukan untuk memecahkan masalah yang timbul akibat adanya perubahan. Perubahan semakin cepat terjadi, dunia sedang dan akan terus mengalami perubahan yang makin cepat, walau arah perubahan tidak mudah diprediksi. Walhasil para manager dan pembuat keputusan perlu lebih memahami kemana arahnya. Pada dasarnya manusia pasti mengalami perubahan dan membutuhkan perubahan. Manusia yang hidup akan selalu berubah, manusia membutuhkan perubahan karena perubahan adalah hukum alam yang tidak dapat dihindari, perubahan memberikan harapan, dan dalam lingkungan : politik,ekonomi,informasi, teknologi,sosial, hukum, infra struktur, tekanan internasional dan persaingan global yang juga akan berubah sangat pesat, yang tidak mau berubah ( adaptif ) akan diubah, tergusur dan mati. Dalam kenyataannya tidak semua orang bisa diajak melihat perubahan. Banyak orang yang menganggap perubahan sebagai sesuatu yang menakutkan dan menimbulkan kepanikan sehingga banyak muncul resistensi sebagai respon terhadap perubahan Sehingga, dibutuhkan upaya khusus terhadap repon tersebut. Perubahan mempunyai manfaat bagi kelangsungan hidup, tanpa adanya perubahan maka dapat dipastikan tidak akan bertahan lama. Perubahan bertujuan agar organisasi tidak menjadi statis melainkan tetap dinamis dalam menghadapi perkembangan jaman,

BAB II PEMBAHASAN 1. Definisi Perubahan Perubahan merupakan keadaan sesuatu yang berbeda dengan sebelumnya. Perubahan juga bermakna melakukan hal-hal dengan cara baru, mengikuti jalur baru, mengadopsi teknologi baru, memasang sistem baru, mengikuti prosedur-prosedur manajemen baru, penggabungan (merging), melakukan reorganisasi, atau terjadinya peristiwa yang bersifat mengganggu (disruptive) yang sangat signifikan. Perubahan organisasi termasuk lembaga pendidikan tinggi bisa terjadi di berbagai aspek kehidupan organisasi (Davidson,2005:3). Winardi (2005:2) menyatakan, bahwa perubahan organisasi adalah tindakan beralihnya sesuatu organisasi dari kondisi yang berlaku kini menuju ke kondisi masa yang akan datang yang di inginkan guna meningkatkan efektivitasnya. Sejalan dengan itu Anne Maria (1998: 209) berpendapat, bahwa perubahan organisasi adalah suatu tindakan menyusun kembali komponen-komponen organisasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas organisasi. Potts dan LaMarsh melihat bahwa perubahan merupakan pergeseran dari keadaan sekarang suatu organisasi menuju keadaan yang diinginkan di masa depan. Perubahan dari keadaan sekarang tersebut dilihat dari sudut struktur, proses, orang dan budaya. Perubahan lembaga menurut Potts dan LaMarsh dibatasi pada aspek struktur organisasi, proses, orang dan budaya organisasi (Potts, 2004:36). Menurut Hussey, faktor pendorong terjadinya perubahan adalah perubahan teknologi yang terus meningkat, persaingan semakin intensif dan menjadi lebih global, pelanggan semakin banyak tuntutan, profil demografis negara berubah, privatisasi bisnis milik masyarakat berlanjut dan stakeholders minta lebih banyak nilai (Hussey, 2000:6). 2. Karakteristik Perubahan Misterius karena tak mudah dipegang Memerlukan change makers Tidak semua orang bisa diajak melihat perubahan
2

Terjadi setiap saat. Ada sisi keras (uang dan teknologi) dan sisi lunak (manusia dan organisasi) Perlu waktu, biaya dan kekuatan. Perlu upaya-upaya khusus untuk menyentuh nilai-nilai dasar organisasi (budaya organisasi) Diwarnai oleh mitos-mitos Menimbulkan ekspektasi/harapan Selalu menakutkan dan menimbulkan kepanikan

3. Tipe Perubahan Perubahan terdiri dari 3 tipe yang berbeda, dimana setiap tipe memerlukan strategi manajemen perubahan yang berbeda pula. Tiga macam perubahan tersebut adalah: Perubahan Rutin, dimana telah direncanakan dan dibangun melalui proses organisasi; Perubahan Peningkatan, yang mencakup keuntungan atau nilai yang telah dicapai organisasi; Perubahan Inovatif, yang mencakup cara bagaimana organisasi memberikan pelayanannya. 4. Manajemen Perubahan Manajemen Perubahan adalah upaya yang dilakukan untuk mengelola akibat-akibat yang ditimbulkan karena terjadinya perubahan dalam organisasi. Perubahan dapat terjadi karena sebab-sebab yang berasal dari dalam maupun dari luar organisasi tersebut Manajemen perubahan merupakan suatu proses secara sistematis dalam menerapkan pengetahuan, sarana dan sumber daya yang diperlukan untuk mempengaruhi perubahan pada orang yang akan terkena dampak dari perubahan tesebut. (Wibowo, 2006:36). 5. Tahap-tahap Manajemen Perubahan Suatu perubahan terjadi melalui tahap-tahapnya. Pertama-tama adanya dorongan dari dalam (dorongan internal), kemudian ada dorongan dari luar (dorongan eksternal). Untuk manajemen perubahan perlu diketahui adanya tahapan perubahan. Tahap-tahap manajemen perubahan ada empat, yaitu:
3

Tahap 1, tahap identifikasi perubahan Pada tahap ini diharapkan seseorang dapat mengenal perubahan apa yang akan dilakukan /terjadi. Dalam tahap ini seseorang atau kelompok dapat mengenal kebutuhan perubahan dan mengidentifikasi tipe perubahan. Tahap 2, tahap perencanaan perubahan Pada tahap ini harus dianalisis mengenai diagnostik situasional tehnik, pemilihan strategi umum, dan pemilihan. Dalam proses ini perlu dipertimbangkan adanya factor pendukung sehingga perubahan dapat terjadi dengan baik. Tahap 3, tahap implementasi perubahan Pada tahap ini terjadi proses pencairan, perubahan dan pembekuan yang diharapkan. Apabila suatu perubahan sedang terjadi kemungkinan timbul masalah.

Untuk itu perlu dilakukan monitoring perubahan. Tahap 4, tahap evaluasi dan umpan balik Pada tahap ini didalam melakukan evaluasi diperlukan data, oleh karena itu dalam tahap ini dilakukan pengumpulan data dan evaluasi data tersebut. Hasil evaluasi ini dapat di umpan balik kepada tahap 1 sehingga memberi dampak pada perubahan yang diinginkan berikutnya. Suatu perubahan melibatkan perasaan, tindakan, perilaku, sikap, nilai-nilai dari orang yang terlibat dan tipe gaya manajemen yang dibutuhkan. Jika perubahan melibatkan sebagian besar terhadap perilaku dan sikap mereka, maka akan lebih sulit untuk merubahnya dan membutuhkan waktu yang lama. Jika pimpinan manajemen perubahan mengetahui emosi normal yang dicapai, ini akan lebih mudah untuk memahami dan menghandel emosi secara benar. Tanggung jawab

terhadap pengelolaan perubahan ini harus mempertimbangkan perasaan dan emosi orangorang yang terlibat di dalamnya. Jika hal ini diabaikan atau tim manajemen perubahan tidak sensitif terhadap hal ini, perubahan tidak akan dapat terjadi sesuai rencana yang telah dibuat. Perubahan dapat menjadi sangat resisten dan defensif.
4

6. Resistensi Perubahan Resistensi perubahan dipahami sebagai sebuah respon terhadap suatu inisiatif perubahan, suatu respon hasil percakapan yang membentuk realitas dimana individu hidup (Ford, 1999, Ford dkk, 2001). Hasilnya, mereka akan menempuh tindakan yang berbeda, dan menunjukkan bentuk resistensi yang berbeda, tergantung pada realitas dimana mereka hidup. Selanjutnya, Ford dkk (2001) mengemukakan bahwa memahami resistensi terhadap perubahan dapat dilihat dari percakapan yang dilakukan oleh anggota organisasi. Dalam melakukan percakapan, individu membawa sejarah dan latar belakangnya menjadi suatu ungkapan masa kini, dengan cara merespon, mengacu ulang, dan mengulang percakapan masa lalu yang mengantisipasi dan membentuk ungkapan masa kini. Percakapan kita dibentuk oleh apa yang dikatakan orang lain sebelum kita, dan oleh apa yang kita katakan serta cara mengungkapkannya. Proses akumulasi ini yang berjalan secara kontinyu dan konsisten akan memelihara dan mengobyektifkan realitas. Dalam konteks ini, resistensi adalah sebuah realitas yang dikonstruksikan, oleh dan melalui percapakan. Hal ini menempatkan resistensi dalam pola percakapan dibandingkan dalam diri individu. Lebih lanjut, resistensi adalah fungsi dari tingkat persetujuan yang hadir untuk melakukan perubahan. Resistensi terhadap perubahan, kemudian, dapat dipandang sebagai sebuah fungsi dari latar belakang atau konteks percakapan. Dalam suatu konteks dan percakapan, maka segala sesuatunya adalah tepat. Ini berarti sangat sulit menantang sebuah realitas dari cara pandang yang berbeda. Sejumlah tantangan, mengasumsikan resistensi hadir secara terpisah dari percakapan yang membentuknya, dan respon terhadap resistensi itu tetaplah terpisah dari konteksnya (Ford dkk, 2001). 7. Tipe Resistensi Perubahan Berdasarkan Percakapan Mengacu pada Ford ddk. (2001), terdapat tiga tipe generik latar belakang percakapan yang menghasilkan perbedaan tipe resistensi terhadap perubahan. Tiga konteks tersebut adalah :
5

a. Konteks Kepuasan Suatu konteks kepuasan adalah konstruksi yang didasarkan pada keberhasilan masa lalu: organisasi telah berhasil, entah dengan inovasi atau dengan gigih bertahan. Dalam realitas ini, sukses masa lalu dipandang sebagai kenyataan yang memadai dan orang menghindari untuk membuat perubahan yang merusak kesuksesan. Konteks ini melahirkan sindrom ketakutan akan kegagalan yang merusak kesuksesan. Percakapan dalam konteks ini menggambarkan tema jika sesuatu yang berbeda atau sesuatu yang baru tidak dibutuhkan. Dalam konteks kepuasan ada percakapan tentang kenyamanan relatif dan kepuasan akan cara melakukan sesuatu dan kecenderungan meneruskan cara itu untuk memastikan kesuksesan di masa depan. Akibatnya, setiap upaya yang menginspirasi atau menghasilkan sebuah perubahan akan dipandang tidak penting dan mengancam keberhasilan masa depan. b. Konteks Menyerah Konteks Menyerah terkonstruksikan karena kegagalan sejarah, daripada kesuksesan. Dalam organisasi dimana sesuatu telah berjalan salah, percakapan akan membentuk latar belakang menyerah yang terakumulasi, sehingga percakapan dalam konteks tersebut merefleksikan ketiadaan harapan pada orang-orang untuk melakukan perubahan atas sesuatu itu. Secara normal, ketika orang terlibat dalam suatu kesalahan, mereka akan menyalahkan faktor diluar diri mereka sebagai penyebab kesalahan. Dalam konteks menyerah, percakapan yang menyalahkan diri sendiri begitu dominan, dan individu menyalahkan diri atau organisasinya atas ketidakmampuan mencapai kesuksesan. Percakapan dalam konteks menyerah ini diwarnai oleh nada apatis, putus asa, tertekan, dan sedih. Pembentukan sebuah usulan perubahan dalam konteks menyerah ini akan menghasilkan resistensi yang ditandai dengan tindakan setengah hati, dan merefleksikan rendahnya motivasi dan ketidakmauan berpartisipasi. Orang-orang sulit mendengarkan

dan enggan merespon usulan perubahan, sebagaimana mereka menghindari area yang mereka merasa tidak mempunyai kekuasaan. c. Konteks Sinisme Konteks Sinisme terkonstruksi, sebagaimana Konteks Menyerah, dari kegagalan masa lalu secara langsung ataupun melalui cerita pengalaman orang lain. Akan tetapi percakapan mengenai penyebab kegagalan membedakan konteksi ini, yaitu penyebab kegagalan adalah realitas eksternal, orang dan kelompok lain. Percakapan dalam konteks ini menguatkan suatu realitas bahwa tidak ada yang dapat melakukan perubahan. Konteks sinisme merupakan sebuah konteks pesimistis yang ditandai dengan frustasi dan ketidaksetujuan. Tidak ada yang dapat merubah sampai saatnya berubah dengan sendirinya. Dalam konteks ini, tercakup juga tindakan serangan terhadap orang lain, serta menggambarkan orang yang melakukan perubahan sebagai tidak mampu dan malas, tidak jujur, mementingkan kepentingan diri sendiri, dan tidak dapat dipercaya. Tiga konteks percakapan tersebut menunjukkan resistensi terhadap perubahan sebagai suatu kumpulan percakapan mengenai subtansi, makna dan penyebab kesuksesan dan keberhasilan masa lalu, daripada sebagai sebuah respon terhadap kondisi aktual dan situasi yang melingkupi usulan perubahan itu sendiri. Resistensi terhadap perubahan tidak hanya berkaitan dengan apa yang terjadi saat ini, tetapi juga mencakup apa yang telah terjadi dan pemaknaan akan kemungkinan di masa depan. 8. Kegagalan Perubahan Bagi semua pihak yang memiliki kepentingan pada kelangsungan perusahaan, termasuk bagi orang orang yang di dalamnya, sangatlah penting perubahan dan pengembangan organisasi dikelola secara efektif sehingga kemudian sukses mencapai tujuannya. Penyebab terjadinya kegagalan dapat disebabkan hal-hal dari luar yeng meliputi kurangnya mengantisipasi dampak-dampak yang muncul dari perubahan. Dampak dampak tersebut yang tidak diperkirakan sebelumnya dalam program perubahan adalah:

a. Pengalaman terkilir sering tak tertangani dengan baik oleh manajemen puncak, yang cenderung tidak mau melibatkan diri, Mereka justru menyerahkan penanganan pada manajemen menengah dan penyelia, yang belum dibekali untuk menangani situasi seperti itu. b. Reaksi psikologis pada masa transisi yang berdampak pada saat bersalah di pihak karyawan yang bertahan. Mereka kehilangan kepercayaan pada manajemen, menjadi takut, curiga, sinis dan tak bersemangat; loyalitas mereka juga menurun karena kontrak psikologis lama yang di dalamnya termasuk jaminan keamanan kerja, telah dilanggar begitu saja oleh perusahaan. c. Reaksi keperilakuan dari karyawan yang bertahan dalam organisasi pasca transisi, dimana beban dan jam kerja umumnya justru makin bertambah, karyawan merasa kehilangan arah, cenderung bekerja seperti kesetanan dan berjuang agar kepalanya tetap di atas permukaan air, pengambilan resiko meninggi, permainan politik memanas dan tingkat stres memuncak. Semua dampak yang tak masuk rencana ini membuat karyawan menjadi terasing dan secara psikologis menarik diri dari organisasi.

Penyebab kegagalan kebanyakan berasal dari dalam organisasi yang meliputi : a. Semua orang memandang perubahan sebagai tujuan ketimbang sebagai sebuah proses yang memerlukan perencanaan, persiapan, manajemen proyek dan perhatian yang konsisten. b. Visi tentang tujuan jangka pendek maupun jangka panjang tidak jelas. c. Peninggalan program perubahan organisasi sebelumnya yang gagal karena penanganan buruk menciptakan budaya skeptis dan cenderung menghindari resiko. d. Gagal memberikan dukungan pelatihan dan ketrampilan yang diperlukan dan memungkinkan karyawan mampu beradaptasi dan menyesuaikan diri atas perubahan organisasi. e. Kurangnya komunikasi menyangkut perubahan, termasuk memberi informasi kepada karyawan terlalu bertahap, yang risikonya tumbuh gosip-gosip. f. Terlalu memfokuskan upaya perubahan secara sempit pada satu aspek organisasi dan mengengabaikan tketerkaitannya pada kehidupan organisasi.

Kegagalan juga merupakan dampak dari kurang ahlinya agen perubahan, termasuk manajer, instruktur dan konsultan. Di samping itu kegagalan juga disebabkan oleh : Manajer tidak menguasai prinsip prinsip manajemen perubahan. Manajer tergoda pada solusi mudah dan perbaikan cepat. Manajer tidak menganggap penting aspek budaya dan kepemimpinan dalam perubahan. Manajer mengabaikan aspek manusia dalam mengelola perubahan. Kotter menerapkan delapan kesalahan manajer dalam memimpin perubahan : Tidak mampu menandaskan a sense of urgency. Tidak mampu menciptakan koalisi pemandu yang kuat dari orang-orang kunci yang mampu bekerja sama dalam tim dan memimpin upaya perubahan. Tidak memiliki visi untuk mengarahkan upaya perubahan dan gagal

mengembangkan strategi yang diperlukan dalam mencapainya. Kurang berhasil mengkomunikasikan visi baru dan dan tak mampu memberi teladan dalam menunjukkan perilaku baru yang dibutuhkan bagi perubahan. Tidak mampumengatasi hambatan bagi terwujudnya visi baru. Kurang sistematis merencanakan dan menciptakan beberapa kemenangan jangka pendek sebagai tanda tercapainya perbaikan kinerja, kurang memberi pengakuan dan poenghargaan bagi karyawanyang terlibat. Mengumumkan kemenangan terlalu cepat, yang bisa berdeampak matinya momentum, berhentinya proses perubahan dan kembalinya tradisi lama. Tidak mampu menamcapkan perubahan pada budaya perubahan.

9. Penyebab Terjadinya Resistensi Dampak utama dari kesalahan yang dilakukan dalam mengelola perubahan adalah munculnya resistensi dari para manajer atau para karyawan yang terkait terhadap perubahan yang dilakukan perusahaan. Hal-hal yang menyebabkan terjadinya resistensi terhadap perubahan menurut Robbins dan Kreitner serta Kinicki adalah :

Kebiasaan. Manusia adalah mahluk yang hidup dari kebiasaan yang dibangunnya. Kebiasaan manusia untuk menjalankan kehidupannya cukup komplek. Manusia cenderung enggan merubah kebiasaan yang telah dilakukan.

Ketakutan terhadap munculnya dampak yang tak diinginkan. Perubahan membuat seseorang bergerak dari situasi yang ia ketahui menuju situasi yang tidak diketahuinya Faktor-faktor ekonomi. Perubahan memberikan dampak ekonomi yang cukup besar terhadap seseorang, maka dapat diramalkan bahwa resistensi dari orang orang yang bersangkutan terhadap perubahan akan semakin kuat

Tidak adanya kepercayaan dalam situasi kerja. Seorang manajer mempercayai bawahannya akan memperlakukan perubahan sebagai hal yang sifatnya terbuka, jujur dan partisipasif. Disisi lain bawahan yang dipercaya atasannya melakukan upaya yang lebih baik dalam menghadapi dan melihat perubahan sebagai sebuah kesempatan

Takut mengalami kegagalan. Perubahan pada pekerjaan yang menekan karyawan dapat memunculkan keraguan pada karyawan akan kemampuannya untuk melakukan pekerjaan dengan baik.

.Hilangnya status atau keamanan kerja. Pemanfaatan teknologi dalam dunia kerja dapat mempercepat proses kerja. Hilangnya pekerjaan karyawan dapat diartikan sebagai hilangnya status dan penghasilan. Maka karyawan cenderung untuk resisten terhadap perubahan.

Tidak ada manfaat yang diperoleh dari perubahan. Seseorang melakukan resistensi terhadap perubahan bila yang bersangkutan melihat bahwa dirinya tidak akan memperoleh manfaat jika melakukan perubahan. Para pimpinan baik ditingkat direksi, divisi atau departemen dan para pelaksana

perubahan lainnya harus bekerja sama dalam sebuah tim yang solid dalam melaksanakan perubahan ini. Dengan demikian akan dapat meningkatkan dukungan terhadap perubahan yang digulirkan dan mencegah terjadinya resistensi terhadap perubahan. 10. TEORI-TEORI UNTUK MENGATASI RESISTENSI DALAM PERUBAHAN Kotter & Schlesinger (1979) mengenalkan 6 strategi mengatasi resistensi : 1. Komunikasi Berikan informasi ttg perubahan
10

Berikan alasan logis/rasional Berikan edukasi manfaat Berikan Perdebatan/ pendekatan

2. Partisipasi libatkan kelompok yang merasa dirugikan partisipasikan dalam mengambil keputusan peroleh komitmen dari kelompok yang lebih luas

3. Fasilitas explore area yang resisten rujuk untuk bergabung fasilitasi perub sikap dan perilaku

4. Negosiasi secara formal / informal gunakan arbitrase (pihak ke-3)

5. Manipulasi Gunakan kekuasaan untuk memanipulasi kepatuhan Kombinasikan ancaman dengan imbalan

Beberapa faktor yang membuat seseorang dapat dimanipulasi : Adanya prakondisi yang sudah disosialisasikan pada kelompok yang akan diubah untuk menerima norma2 otoritas, dan bila mematuhinya akan diberikan imbalan atau hukuman bila sebaliknya. Adanya persepsi yang kuat terhadap figur otoritas. Adanya faktor pengikat : Setuju untuk berpartisipasi. 6. Paksaan Paksa secara explisit / implisit Ancam akan mencabut imbalan Beri surat teguran untuk menghentikan kontrak

11

BAB III PENUTUP Perubahan merupakan keadaan sesuatu yang berbeda dengan sebelumnya. Perubahan organisasi adalah tindakan beralihnya sesuatu organisasi dari kondisi yang berlaku kini menuju ke kondisi masa yang akan datang yang di inginkan guna meningkatkan efektivitasnya. Menurut Potts dan LaMarsh, bahwa perubahan merupakan pergeseran dari keadaan sekarang suatu organisasi menuju keadaan yang diinginkan di masa depan. Perubahan dari keadaan sekarang tersebut dilihat dari sudut struktur, proses, orang dan budaya. Resistensi perubahan dipahami sebagai sebuah respon terhadap suatu inisiatif perubahan, suatu respon hasil percakapan yang membentuk realitas dimana individu hidup . Memahami resistensi terhadap perubahan dapat dilihat dari percakapan yang dilakukan oleh anggota organisasi. Dalam melakukan percakapan, individu membawa sejarah dan latar belakangnya menjadi suatu ungkapan masa kini, dengan cara merespon, mengacu ulang, dan mengulang percakapan masa lalu yang mengantisipasi dan membentuk ungkapan masa kini. Resistensi terhadap perubahan, dapat dipandang sebagai sebuah fungsi dari latar belakang atau konteks percakapan. Terdapat tiga tipe generik latar belakang percakapan yang menghasilkan perbedaan tipe resistensi terhadap perubahan, yaitu : Konteks Kepuasan Konteks menyerah Konteks sinisme

12

Disusun oleh kelompok 5 : Ade Sulystiawan Dewi Fatimah Maratus Sholiha Rizki Aprilia Sopiah

PROGRAM STUDI ILMU KEPEERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011

13

You might also like