You are on page 1of 8

EPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK __________________________________________________________________________________________ __ 11 Januari 2010 SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR SE - 3/PJ/2010 TENTANG TATA CARA DISTRIBUSI DATA MODUL PENERIMAAN NEGARA (MPN) KE SISTEM INFORMASI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK (SIDJP/SIPMOD) DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan diperlukannya pengaturan proses distribusi data Modul Penerimaan Negara (MPN) ke SIDJP/SIPMOD dalam rangka tertib administrasi dan pengawasan data pembayaran pajak serta verifikasi kebenaran data pembayaran pajak di Kantor Pelayanan Pajak, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut: I. Kegiatan Distribusi Data MPN Kegiatan distribusi data MPN adalah kegiatan transfer data dari Sistem MPN ke SIDJP/SIPMOD yang dilakukan oleh Direktorat Teknologi Informasi Perpajakan (Dit. TIP) berkoordinasi dengan Direktorat Transformasi Teknologi Komunikasi dan Informasi (Dit. TTKI). II. Rekonsiliasi Data MPN Rekonsiliasi data MPN dilakukan oleh perbankan/pos dengan pengelola sistem MPN dengan ketentuan bahwa hasil rekonsiliasi dituangkan dalam Surat Pernyataan yang ditandatangani di atas meterai oleh pihak perbankan/pos, dan ditujukan ke Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak cq. Direktorat Potensi Kepatuhan dan Penerimaan (Dit PKP) dengan menggunakan formulir sebagaimana pada Lampiran I Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini. III. Ruang Lingkup 1. Jenis Data Jenis data MPN yang akan didistribusikan ke SIDJP/SIPMOD adalah: Data Penerimaan Pajak yang diterima melalui Bank/Pos Persepsi yang telah dilakukan rekonsiliasi antara pihak perbankan/pos dan MPN yang meliputi data pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), kecuali Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB). 2. Periode Data dan Pemanfaatan Data a. Data penerimaan pajak untuk penerimaan tahun 2007 hingga bulan Desember 2009 dapat digunakan untuk pengawasan pembayaran pajak. b. Data penerimaan pajak untuk penerimaan mulai tanggal 1 Januari 2010 dapat digunakan untuk pengawasan pembayaran pajak dan pemutakhiran data tunggakan pajak (piutang pajak). IV. Waktu Pelaksanaan 1. Untuk Periode Data sampai dengan bulan Desember 2009 Pelaksanaan distribusi data MPN dilakukan paling lambat 1 (satu) bulan sejak berlakunya Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini. 2. Untuk Periode Data Harian mulai tanggal 1 Januari 2010 dan seterusnya Pelaksanaan distribusi data MPN dilakukan paling lambat 2 (dua) minggu sejak tanggal transaksi penerimaan dengan perbankan/pos. V. Tata Cara 1. Tata cara distribusi data MPN adalah sebagaimana dimaksud pada Lampiran II Surat Edaran ini. 2. Tata cara perbaikan data MPN adalah sebagaimana dimaksud pada Lampiran III Surat Edaran ini. VI. Hal-hal yang perlu diperhatikan 1. Kantor Pelayanan Pajak agar memperhatikan kemungkinan terjadinya duplikasi pengurangan tunggakan pajak sebagai akibat telah direkamnya SSP yang dilaporkan oleh Wajib Pajak.

2. Tata cara sinkronisasi data tunggakan (piutang) pajak oleh karena dilakukannya distribusi data MPN akan diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran tersendiri. 3. Dalam hal ditemukan data penerimaan pajak yang dilaporkan oleh Wajib Pajak berbeda dengan data yang telah didistribusikan ke SIDJP/SIPMOD, KPP dapat menindaklanjuti dengan: a. Tata Cara Penyelesaian Pemindahbukuan (Pbk) dalam hal perbaikan data MPN tersebut memenuhi kriteria untuk dilakukan pemindahbukuan; b. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor : SE-79/PJ/2009 tanggal 29 Agustus 2009 perihal Kebijakan Perubahan Data Pada SIDJP/SIPMOD/SISMIOP dalam hal perbaikan data MPN dilakukan secara jabatan. 4. Usulan perbaikan data pembayaran hanya dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau Wajib Pajak melalui kuasanya (harus dibuktikan dengan surat kuasa dari Wajib Pajak bersangkutan) yang memegang SSP asli (SSP lembar ke-1) ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dan ditindaklanjuti dengan prosedur perbaikan data MPN sebagaimana diatur pada Lampiran III Surat Edaran ini. 5. Data MPN yang didistribusikan ke SIDJP/SIPMOD selanjutnya digunakan untuk memantau pemenuhan kewajiban Wajib Pajak, sedangkan untuk laporan penerimaan digunakan data penerimaan dari portal DJP menu aplikasi MPN. Demikian untuk menjadi perhatian dan dilaksanakan sebaik-baiknya. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 11 Januari 2010 DIREKTUR JENDERAL, ttd MOCHAMAD TJIPTARDJO

MODUL PENERIMAAN NEGARA


Tempat Pembabayaran Penerimaan Negara Bank Persepsi/Devisa Persepsi/Pos Persepsi yang ditunjuk oleh Menkeu, selama jam buka kas, wajib menerima setiap setoran penerimaan negara dari Wajib Pajak/Wajib Setor tanpa melihat jumlah pembayaran dan dalam hal pembayaran dilakukan melalui teller, Bank/Pos Persepsi tidak dibenarkan mengenakan biaya atas transaksi pembayaran. Seluruh pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak/Bayar akan mendapatkan Bukti Penerimaan Negara (BPN) sebagai dokumen sumber penerimaan negara yang dinyatakan sah setelah mendapatkan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN)/Nomor Transaksi Bank (NTB) untuk pembayaran melalui Bank, NTPN/Nomor Transaksi Pos (NTP) untuk pembayaran melalui Pos atau NTPN/Nomor Penerimaan Potongan (NPP) untuk pemotongan SPM di KPPN. Secara bertahap, bankbank yang sebelumnya melaksanakan tiga sistem pelaporan penerimaan negara dari Ditjen Pajak, Ditjen Bea dan Cukai dan Ditjen Perbendaharaan, selanjutnya hanya akan membuat satu sistem pelaporan penerimaan negara (MPN) yang dikelola oleh Depkeu. Sampai dengan saat ini, sudah ada 74 bank di seluruh Indonesia yang telah siap melaksanakan MPN. Untuk menindaklanjuti Peraturan Menkeu di atas, Direktur Jenderal (Dirjen) Perbendaharaan menetapkan Peraturan Dirjen Perbendahaan Nomor PER-78/PB/2006 tanggal 27 Desember 2006 tentang Penatausahaan Penerimaan Negara melalui MPN yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2007. Peraturan tersebut ditetapkan dengan pertimbangan bahwa penatausahaan penerimaan negara perlu dilakukan secara cepat, tepat dan efisien agar menghasilkan laporan yang dapat dipertanggungjawabkan. Proses pembayaran dengan MPN dapat dilakukan dengan: a) Pembayaran melalui loket, Wajib Pajak/Wajib Bayar datang ke loket Bank/Pos dan melakukan

pembayaran sebelum pukul 15.00 WIB waktu setempat, b) Pembayaran melalui electronic banking, Wajib Pajak/Bayar mendapatkan Nomor Registrasi Pembayaran (NRP) dengan melengkapi data pada website www.djpbn.depkeu.go.id dan menggunakan NRP tersebut untuk pembayaran melalui ATM, internet banking, mobile banking, dan fasilitas e-banking lainnya.

Modul Penerimaan Negara (MPN)


Perdedaan dengan TSA Pelaksanaan penerimaan negara telah disebutkan dalam postingan sebelumnya bahwa dilaksanakan dengan Treasury Single Account (TSA). Perbedaan TSA dengan MPN terletak pada fungsinya. TSA digunakan untuk "menyapu" seluruh penerimaan negara pada hari tersebut ke Rekening Kas Umum Negara (RKUN), sedangkan MPN digunakan untuk menerima seluruh penerimaan pada hari tersebut. jadi dapat dikatakan, MPN menghimpun dan TSA yang mengalirknnya ke RKUN. Latar Belakang Dalam rangka menciptakan central database penerimaan negara yang sebelumnya terpisah antara data penerimaan negara pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Direktorat Jenderal Pajak, dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Ketiga instansi ini menggunakan sistem yang berbeda-beda untuk mendata penerimaan harian yang mereka terima, padahal instansi-instansi ini terletak dalam satu wadah yaitu Kementerian Keuangan. DJPB dengan Sistem Penerimaan Negara (SISPEN), DJP dengan Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3) dan DJBC dengan Electronic Data Interchange (EDI). Oleh karena itu, untuk membentuk central databasetersebut dibentuklah Modul Penerimaan negara (MPN) yang dikelola oleh DJPB. Tujuan Adapun tujuan dari diadakannya TSA ini antara lain untuk: 1. Meningkatkan Pelayanan 2. Meningkatkan Validitas Penerimaan Negara 3. Meningkatkan Akuntabilitas 4. Mendukung Pelaksanaan TSA dan Sistem Akuntansi Berbasis Akrual Jenis-Jenis Penerimaan MPN 1. Penerimaan Perpajakan 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) 3. Penerimaan Hibah 4. Penerimaan Pengembalian Belanja 5. Penerimaan Pembiayaan 6. Penerimaan Perhitungan Fihak Ketiga (PFK)

MPN Disempurnakan, Penerimaan Negara Dioptimalkan


MPN (Modul Penerimaan Negara) sebagai alat penatausahaan penerimaan Negara, senantiasa dikembangkan dan disempurnakan. Berbagai fase dan keadaan telah dilalui, Pada tahun pertama (2007), saya sering diledekin bahwa kita tidur di atas tumpukan uang, karena kita belum bisa mengoptimalkan dana yang nganggur. Alhamdulillah, sekarang kita sudah bisa mengoptimalkan (uang nganggur, red), meskipun belum sempurna. Kenang Direktur Jenderal Perbendaharaan, Herry Purnomo dalam pengarahan Koordinasi Teknis Bidang Penerimaan Negara, Selasa (21/9), di Jakarta. Kegiatan Koordinasi Teknis Bidang Penerimaan Negara merupakan upaya penyempurnaan sekaligus penyelesaian berbagai permasalahan yang terungkap dalam rapat mingguan Tim Operasional MPN yang masih mengeluhkan belum adanya kesamaan pandangan termasuk rasa memiliki terhadap sistem MPN. Kegiatan ini diikuti oleh 177 Kepala Seksi Bank/Giro Pos KPPN seluruh Indonesia dan 30 Kepala Seksi Pembinaan Perbendaharaan yang masing-masing merupakan perwakilan dari Kanwil Ditjen Perbendaharaan seluruh Indonesia. Dalam pelaksanaannya, Penatausahaan Penerimaan Negara melalui MPN masih menghadapi berbagai kendala. Antara lain, belum efektifnya pelaksanaan tindak lanjut atas hasil rekonsiliasi yang diakibatkan oleh belum adanya standarisasi pemahaman mengenai prinsip penatausahaan penerimaan negara melalui MPN tersebut. Melalui sistem MPN, Bendahara Umum Negara melakukan pengawasan langsung terhadap terjadinya transaksi penatausahaan Penerimaaan Negara. Pengawasan tersebut merupakan bentuk mekanisme check and balance yang dapat direkonsiliasi kemudian dilakukan tindak lanjut atas hasil rekonsiliasi tersebut oleh pihakpihak terkait. BPK mengindentifikasi bahwa penerapan sistem MPN masih belum dapat diyakini keandalannya. Oleh karena itu kantor vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan (Kanwil dan KPPN) bertanggung jawab untuk melakukan kegiatan tindak lanjut atas hasil rekonsiliasi. Sebagai langkah konkrit untuk menindaklanjuti berbagai permasalahan terkait penatausahaan penerimaan negara melalui MPN, salah satu hal penting yang disepakati adalah menempatkan Direktorat Pengelolaan Kas Negara (Direktorat PKN) selaku Useratas sistem MPN di tingkat Kantor Pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Sehingga Direktorat PKN bertindak selaku pemegang anchor sistem MPN sehingga segala hal menyangkut data referensi harus mengacu pada data yang dikeluarkan oleh Direktorat PKN. Selain itu, Direktorat PKN telah berupaya untuk melakukan peremajaan data referensi yang selanjutnya digunakan oleh sistem MPN. Salah satu sumber penting data referensi adalah data Kode Bank, Kode Cabang Bank, Nomor Rekening Kas Negara pada Bank/Pos Persepsi, kode Akun terkait penerimaan negara, dan data lainnya. Selanjutnya diperlukan pula update data yang kini berada pada KPPN-KPPN. Selanjutnya, dalam rangka peningkatan akuntabilitas atas penunjukan Bank/Pos Persepsi, mulai Tahun 2009 Ditjen Perbendaharaan memberlakukan perjanjian jasa pelayanan perbankan dan/atau kantor pos sebagai bank/pos persepsi. Sebagai perjanjian antara Ditjen Perbendaharaan dengan perbankan dan PT Pos Indonesia (Persero), materinya mengikat seluruh unsur Ditjen Perbendaharaan. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya, Kanwil dan KPPN harus merasa bertanggung jawab atas keberhasilan implementasi perjanjian tersebut. Dirjen Perbendaharaan juga mengharapakan, bahwa koordinasi horizontal di tingkat instansi vertikal perlu segera diinisiasi dan dilaksanakan. Hal tersebut dilakukan guna tujuan strategis Direktorat Jenderal Perbendaharaan dalam memerankan fungsi selakuChief Financial Officer Pemerintah. Selain itu, Ditjen Perbendaharaan harus mampu bertindak sebagai leading agent yang seyogyanya dapat mengambil langkahlangkah koordinatif secara aktif.

Modernisasi Sistem Penerimaan Negara


Ditulis oleh Heryanto Sijabat Kamis, 20 Januari 2011 05:47

Pada era majunya fasilitas informasi dan teknologi di bidang perbankan, dalam pelaksanaan kegiatan keuangan negara khususnya untuk dalam negeri, penerimaan dan pembayaran dana dikelola oleh Kementerian Keuangan melalui Kantor Kas Negara (KKN). Kantor Kas Negara yang melaksanakan tugas menerima setoran pajak maupun non-pajak, juga membayarkan gaji pegawai negeri sipil, POLRI dan TNI serta kewajiban pada pihak ketiga yang merupakan rekanan negara. Dalam penerimaan negara masyarakat harus datang langsung ke Kantor Kas Negara dan mengisi formulirnya dan melakukan pembayaran. Bukti setoran tersebut kemudian ditera sebagai bukti telah terjadi penyetoran uang kepada negara. Modernisasi pelaksanaan penyetoran penerimaan negara dimulai sejak tahun 1988 walaupun masih bersifat partial, dimana dalam penyetoran dana negara sudah mulai melibatkan mekanisme perbankan dimana Kementerian Keuangan menerapkan sistem giralisasi. Untuk menunjang kegiatan tersebut maka pada tahun 1990 dilengkapi dengan teknologi komputerisasi walaupun masih terpisah dari sistem komputerisasi bank. Sistem pencatatan penerimaan negara ini dibagi tiga yaitu Sistem Penerimaan Negara (SISPEN) yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Anggaran, sistem Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3) yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak dan Sistem Electronic Data Interchange (EDI) yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk melayani penerimaan eksport maupun import. Harus diakui bahwa sistem SISPEN, MP3, dan EDI memiliki perbedaan teknologi komputer yang cukup signifikan. Perbedaan tersebut tentunya berdampak kepada akurasi dan kompilasi data dan juga kepada pihak ketiga khususnya perbankan selaku mitra kerja. MODERNISASI SISTEM PENERIMAAN NEGARA Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan negara menjelaskan dalam pasal 1 ayat (1) menjelaskan pengertian keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Dan dalam pasal 2 dengan sangat jelas dikatakan bahwa negara memiliki hak untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang dan melakukan pinjaman dan kewajiban negara adalah menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pada pihak ketiga. Untuk menindaklanjuti agar pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran APBN dapat berjalan dengan sistematis maka berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara Pasal 7 ayat 2 huruf d Menteri Keuangan selaku BUN berwenang menetapkan Sistem Penerimaan dan Pengeluaran Kas Negara. Sistem tersebut sebenarnya sudah dibangun oleh Kementerian Keuangan hanya saja belum bersifat menyeluruh seperti dijelaskan dalam pendahuluan, maka berdasarkan kondisi tersebut untuk sistem penerimaan negara, maka pada tahun 2006 melalui Peraturan Menteri Keuangan RepubIik Indonesia Nomor : 99/PMK.06/2006 tentang Modul Penerimaan Negara, dalam pertimbangannya dijelaskan dalam rangka menyempurnakan penatausahaan dan pertanggungjawaban penerimaan negara, diperlukan suatu sistem

penerimaan negara yang terpadu serta dengan adanya perkembangan teknologi informasi, dimungkinkan seluruh penerimaan negara disajikan secara realtime melalui jaringan sistem informasi yang terhubung secaraon-line dengan Bank Persepsi, Bank Devisa Persepsi, dan Pos Persepsi. Sistem Modul Penerimaan Negara sendiri berlaku efektif mulai 1 Januari 2007. Dijelaskan juga yang dimaksud dengan Modul Penerimaan Negara adalah modul penerimaan yang memuat serangkaian prosedur mulai dari penerimaan, penyetoran, pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan yang berhubungan dengan penerimaan negara dan merupakan bagian dari Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara. (PMK No : 02/PMK.05/2007 tentang Perubahan atas PMK NO : 99/PMK.06/2006 tentang Modul Penerimaan Negara pasal 1 ayat 1) Perlu juga diingat dalam keuangan negara ada perbedaan antara penerimaan negara dan pendapatan negara. Penerimaan negara adalah uang yang masuk ke kas negara yakni segala bentuk setoran yang diterima dan masuk ke rekening kas Negara sedangkan pendapatan negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih artinya semua penerimaaan negara yang menjadi hak pemerintah pusat yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi kantor/satuan kerja/kementerian negara/lembaga. Sedangkan Sistem Penerimaan Negara adalah serangkaian prosedur mulai dari penerimaan, penyetoran, pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan yang berhubungan dengan penerimaan negara. (PMK No : 99/PMK.06/2006 tentang MPN pasal 1 ayat 1). Jenis-jenis penerimaan negara adalah penerimaan anggaran dan penerimaan non anggaran. Penerimaan anggaran terdiri atas penerimaan pajak, penerimaan bukan pajak, penerimaan hibah, penerimaan jasa BLU, penerimaan pembiayaan sedangkan penerimaan non anggaran terdiri atas penerimaan non anggaran PFK, penerimaan non anggaran wesel pemerintah dan penerimaan non anggaran dalam rangka prefinancing dan PFK BUN lainnya SISTEM MODUL PENERIMAAN NEGARA Dokumen sumber yang telah diproses melalui MPN akan memperoleh Bukti Penerimaan Negara (BPN) yaitu dokumen yang diterbitkan oleh Bank/Pos atas transaki penerimaan negara dengan menerbitkan NTPN dan NTB/NTP. NTPN adalah Nomor Transaksi Penerimaan Negara, dimana nomor khusus yang merupakan bukti pengesahan suatu setoran ke kas negara sedangkan Nomor Transaksi Bank (NTB)/Nomor Transaksi Pos (NTP) dan dokumen yang diterbitkan oleh KPPN atas transaksi penerimaan negara yang berasal dari potongan SPM dengan teraan Nomor Penerimaan Potongan (NPP). Dengan Sistem Modul Penerimaan Negara, bank yang menerima setoran pajak maupun non pajak cukup melakukan penginputan satu kali saja dan akan langsung masuk ke database yang telah terkoneksi dengan Kementerian Keuangan. Sistem Modul Penerimaan Negara mengoneksikan seluruh bank yang menjadi partner Pemerintah yang untuk melakukan penerimaan setoran untuk negara dengan begitu validitas data akan lebih terjamin. Dokumen sumber pendukung NTB berupa formulir - formulir setoran seperti Dokumen sumber sebagai dasar pencatatan penerimaan negara antara lain meliputi Surat Setoran Pajak (SSP), Surat Setoran Bukan Pajak ( SSBP ), Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP), Surat Setoran Cukai atas Barang Kena Cukai dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Hasil Tembakau Buatan Dalam Negeri (SSCP), Surat Tanda Bukti Setor (STBS), dan Surat Setoran Pengembalian Belanja (SSPB) dan Bukti Penerimaan Negara (BPN) yang diterbitkan oleh Bank Persepsi/Devisa Persepsi/Pos Persepsi dan/atau KPPN (PMK Nomor : 02/PMK.05/2007 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.06/2006 tentang Modul Penerimaan Negara pada pasal 6 ayat 2). Pembayaran penerimaan negara dapat dilakukan dengan melalui loket/teller Bank/Pos dan e-banking. Pembayaran melalui loket/teller Bank/Pos Pembayaran melalui loket/Teller bank/pos dengan mengisi formulir bukti setoran dengan data yang lengkap, benar, dan jelas rangkap empat selanjutnya menyerahkan

formulir bukti setoran kepada petugas Bank/Pos dengan menyertakan uang setoran sebesar nilai yang tersebut dalam formulir yang bersangkutan dan penyetor menerima kembali bukti setoran lembar ke-1 dan ke-3 yang telah diberi Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) dan Nomor Transaksi Bank (NTB)/Nomor Transaksi Pos (NTP). Sedangkan pembayaran melalui e-banking terlebih dahulu melakukan pendaftaran pada system registrasi pembayaran di situs www.djpbn.depkeu.go.id. dan akan menghasilkan ID bagi yang daftar selanjutnyan mengisi data setoran untuk mendapatkan Nomor Registrasi Pembayaran(NRP) dan dengan NRP tersebut melakukan pembayaran melalui fasilitas ebanking dan menerima NTPN sebagai bukti pengesahan setelah pembayaran dilakukan juga mencetak BPN melalui sistem registrasi pembayaran atau di Bank dengan menggunakan NTPN/NTB. PENATAUSAHAAN PENERIMAAN NEGARA Peraturan Dirjen Perbendahaan Nomor PER-78/PB/2006 tanggal 27 Desember 2006 tentang Penatausahaan Penerimaan Negara melalui MPNmenjelaskan Bank/Pos mempunyai peranan yang sangat penting dalam pelaksanaan MPN. Di dua lembaga ini semua setoran penerimaan negara dihimpun. Wajib bayar/wajib setor datang ke Bank/Pos untuk membayar penerimaan negara baik penerimaan perpajakan maupun penerimaan bukan pajak. Bank/Pos yang telah ditunjuk menjadi Bank/Pos Persepsi harus membuka layanan pembayaran penerimaan negara selama jam pelayanan kas yang biasanya sampai dengan pukul 15.00 waktu setempat. Penatausahaan penerimaan setoran melalui loket/teller bank a. Menerima surat setoran penerimaan Negara dalam rangkap 4 (empat) dan meneliti kelengkapan pengisian dokumen dan uang yang disetorkan. b. Mengkredit setoran ke rekening Persepsi, Devisa Persepsi, PBB, atau BPHTB sesuai jenis setoran yang diterima. c. Melakukan pengesahan dengan menerbitkan BPN setelah mendapatkan NTPN dalam rangkap 4 (empat), dengan peruntukan lembar ke-1 dan ke-3 untuk penyetor, lembar ke-2 untuk KPPN, dan lembar ke-4 untuk Bank/Pos. d. Surat setoran yang sudah disahkan dan ditandatangani petugas Bank/Pos, lembar ke-1 dan ke-3 disampaikan kepada penyetor, lembar ke-2 untuk KPPN, dan lembar ke-4 untuk Bank/Pos. e. Menerbitkan BPN atas setoran yang diterima melalui Cabang/Cabang Pembantu Bank/Pos yang on-line setelah mendapatkan NTPN dari MPN. Penatausahaan penerimaan setoran melalui e-banking yaitu mengkredit setoran ke Rekening Kas Negara yang diterima melalui fasilitas e-banking yang dilakukan oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor/Bendahara Penerimaan berdasarkan NRP yang dihasilkan dari Sistem Registrasi Pembayaran dan memberikan NTPN dan NTB kepada pihak penyetor melalui media e-banking serta mencetak BPN. Sistem Modul Penerimaan Negara yang pekerjaannya mengandalkan jaringan komunikasi dalam keadaan tertentu juga akan mengalami kendala dalam jaringan sehingga tidak dapat bekerja secara online, maka dalam kondisi demikian bank/pos (dalam posisi offline) tetap melakukan : a. Wajib menerima setoran penerimaan Negara. b. Mengadministrasikan penerimaan negara secara offline dan memberikan NTB/NTP pada bukti setor. c. Memberitahukan secara tertulis kepada KPPN mitra kerjanya atas terjadinya gangguan jaringan komunikasi. d. Melakukan prosedur perekaman ulang pada saat jaringan komunikasi telah dapat berjalan normal. Untuk pelaporan Bank/pos atas penerimaan negara yang diterima maka Bank/pos secara harian membuat Laporan Harian Penerimaan (LHP) yang berisi penerimaan negara yang diterima setelah pukul 15.00 hari kerja sebelumnya sampai dengan pukul 15.00 hari kerja bersangkutan. Laporan Harian Penerimaan ini terdiri atas Rekapitulasi Penerimaan dan Pengeluaran, Rekapitulasi Nota Kredit dan Daftar Nominatif Penerimaan

(DNP). Laporan Harian Penerimaan beserta Bukti Penerimaan Negara (BPN) dan Arsip Data Komputer (ADK) disampaikan ke KPPN paling lambat pada pukul 09.00 waktu setempat hari kerja berikutnya. Pelimpahan penerimaan negara oleh Bank/Pos Persepsi saat ini berlaku mekanisme sebagai berikut untuk Bank/Pos Persepsi pelimpahan penerimaan negara ini akan dilakukan setiap hari pada akhir hari kerja (sore hari) sesuai dengan Treasury Single Account (TSA) yang telah berlaku. Khusus untuk penerimaan PBB dan BPHTB, pelimpahan dari bank persepsi PBB/BPHTB ke BO III PBB/BPHTB dilakukan pada hari Jumat, untuk kemudian dibagi sesuai dengan proporsinya pada hari Rabu untuk BPHTB dan hari Jumat untuk PBB dan pelimpahan ini disesuaikan dengan aturan-aturan yang dikeluarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Perbendaharaan tentang langkah-langkah akhir tahun. Dalam penyampaian Laporan Harian Penerimaan ke KPPN ternyata terdapat kesalahan perekaman data maka akan dilakukan proses reversal (pembalikan). Proses reversal dilakukan sebelum Laporan Harian Penerimaan (LHPb disampaikan ke KPPN. Apabila kesalahan perekaman baru diketahui setelah LHP dikirim ke KPPN, Bank/Pos harus memberitahukan secara tertulis kepada KPPN/Kantor Pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan. KESIMPULAN Dengan berlakunya PMK No. 99/PMK.06/2006 tentang Modul Penerimaan Negara, PMK No. 02/PMK.05/2007 tentang perubahan atas PMK NOMOR 99/PMK.06/2006 tentang Modul Penerimaan Negara, serta PMK No. 37/PMK.05/2007 tentang perubahan kedua atas PMK NOMOR 99/PMK.06/2006 tentang Modul Penerimaan Negara dengan jelas bahwa penatausahaan penerimaan negara dilakukan dengan komputerisasi sehingga mempermudah masyarakat untuk melakukan kewajibannya kepada negara guna menunjang keberlanjutan pembangunan nasional. DAFTAR PUSTAKA 1. UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA. 2. UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA. 3. PMK No. 99/PMK.06/2006 tentang Modul Penerimaan Negara. 4. PMK No. 02/PMK.05/2007 tentang perubahan atas PMK NOMOR 99/PMK.06/2006 tentang Modul Penerimaan Negara. PMK No. 37/PMK.05/2007 tentang perubahan kedua atas PMK NOMOR 99/PMK.06/2006 tentang Modul Penerimaan Negara.

You might also like