You are on page 1of 19

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Negara Indonesia yang memiliki keanekaragaman suku, bahasa,
budaya, dan agama, tentunya mencirikan Indonesia sebagai Negara yang
menganut paham pluralisme. Dengan kemajemukan tersebut, agama-agama
dan berbagai aliran tumbuh subur sehingga pemahaman tentang pluralisme
agama dalam suatu masyarakat yang demikian majemuk sangat dibutuhkan
demi terciptanya stabilitas ketertiban dan kenyamanan umat dalam
menjalankan ajaran agamanya masing-masing serta untuk mewujudkan
kerukunan antarumat sekaligus menghindari terjadinya konIlik sosial yang
bernuansa syara`.
Sebagai suatu agama yang penganutnya paling banyak di Indonesia,
Islam adalah agama universal yang menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan, persamaan hak dan mengakui adanya pluralitas agama.
Pluralisme agama menurut Islam adalah sebuah aturan Tuhan (sunnatullah)
yang tidak akan berubah, juga tidak mungkin dilawan atau diingkari.
Ungkapan ini menggambarkan bahwa Islam sangat menghargai pluralitas
karena Islam adalah agama yang dengan tegas mengakui hak-hak penganut
agama lain untuk hidup bersama dan menjalankan ajaran masing-masing
dengan penuh kesungguhan.

I.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang pada subbab sebelumnya, melalui makalah
ini kami akan memaparkan 4 masalah pokok berkaitan dengan judul
bahasan kelompok kami yang dirumuskan sebagai berikut :
Apa itu pluralitas dan pluralisme?
Bagaimana eksistensi Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam?
Bagaimana konsep pluralitas dalam ajaran Islam?
Bagaimana penerapan pluralitas dalam Islam sejak zaman Rasulullah
saw. hingga saat ini?
I.3 Tujuan Penyusunan
Dengan melihat rumusan masalah di atas, maka tujuan dari
penyusunan makalah ini ialah sebagai berikut :
Para pembaca dapat memahami dan membedakan antara pluralitas
dengan pluralisme.
Para pembaca dapat mengetahui keberadaan Islam sebagai rahmatan
lil alamin.
Para pembaca dapat memahami konsep pluralitas dalam ajaran Islam.
Para pembaca dapat mengetahui, memahami, serta menerapkan
pluralitas agama dalam kehidupannya sesuai dengan penerapan
pluralitas dalam Islam sejak zaman Rasullullah saw.

I.4 Metode Penyusunan
Kami menggunakan metode pencarian data untuk menyusun makalah
ini. Adapun sumber materi dan reIerensi dari makalah ini kami peroleh dari
beberapa situs di internet melalui search engine google dan dari sebuah
buku yang mencakup bahasan yang sesuai dengan judul makalah ini.














BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Pengertian Pluralitas dan Pluralisme
Kata pluralitas secara generik mengandung makna kejamakan atau
kemajemukan. Sebagian pandangan menunjukkan bahwa pluralitas
dipahami sebagai Iaktor yang dapat menimbulkan konIlik-konIlik sosial,
baik dilatarbelakangi oleh pemahaman dan kepentingan keagamaan,
maupun oleh supermasi budaya kelompok masyarakat tertentu. Pluralitas
Agama: Pluralitas agama adalah sebuah kenyataan bahwa di negara atau
daerah tertentu terdapat berbagai pemeluk agama yang hidup secara
berdampingan (reII: Fatwa Majelis Ulama Indonesia). DeIinisi pluralitas
agama tersebut memberikan gambaran kepada kita bahwa adalah suatu
keniscayaan bagi kita di Indonesia untuk hidup berdampingan dengan
pemeluk agama lain. Pluralitas agama juga diartikan menerima dan
mengakui keberagaman agama. Seorang Muslim mengakui bahwa di
sekelilingnya ada agama-agama lain selain Islam, tetapi pengakuan tersebut
terbatas pada keberagaman agama, bukan kebenaran agama lain. Dalam
bahasa yang sederhana, pluralitas agama mengacu pada pengertian bahwa di
sekitar kita ada pemeluk agama lain selain agama kita.
Secara etiomologi, pluralisme terdiri dari dua kata yakni kata 5lural
yang diartikan dengan menunjukkan lebih dari satu dan kata isme yang
diartikan dengan sesuatu yang berhubungan dengan paham atau aliran.
Dalam bahasa Inggris disebut 5luralism yang berasal dari kata '5lural
yang berarti lebih dari satu atau banyak. Dalam Kamus The Contem5orary
Engglish-Indonesia Dictionary, kata '5lural diartikan dengan lebih dari
satu/jamak dan berkenaan dengan keanekaragaman. Sedangkan secara
terminologi, pluralisme adalah paham atau sikap terhadap keadaan
majemuk, baik dalam konteks sosial, budaya, politik, maupun agama.
Pluralisme Agama : Pluralisme agama adalah suatu paham yang
mengajarkan bahwa semua agama adalah 'sama dan karenanya kebenaran
setiap agama adalah relatiI; oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak
boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama
yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama
akan masuk dan hidup dan berdampingan di surga. (reII: Fatwa Majelis
Ulama Indonesia). Pluralisme Agama didasarkan pada satu asumsi bahwa
semua agama adalah jalan yang sama-sama sah menuju Tuhan yang sama.
Jadi, menurut penganut paham ini, semua agama adalah jalan yang berbeda-
beda menuju Tuhan yang sama. Atau, mereka menyatakan, bahwa agama
adalah persepsi manusia yang relatiI terhadap Tuhan yang mutlak, sehingga
karena kerelatiIannya maka setiap pemeluk agama tidak boleh
mengklaim atau meyakini, bahwa agamanya lebih benar atau lebih baik dari
agama lain; atau mengklaim bahwa hanya agamanya sendiri yang benar.
Namun, perlu dipahami bahwa pluralisme agama tidak hendak
menyatakan bahwa semua agama adalah sama (benar-benar sama). Frans
Magnis-Suseno berpendapat bahwa menghormati agama orang lain tidak
ada hubungannya dengan ucapan bahwa semua agama adalah sama. Agama-
agama jelas berbeda-beda satu sama lain. Perbedaan-perbedaan syari`at
yang menyertai agama-agama menunjukkan bahwa agama tidaklah sama.
Setiap agama memiliki konteks partikularitasnya sendiri sehingga tak
mungkin semua agama menjadi sebangun dan sama persis. Yang
dikehendaki dari gagasan pluralisme agama adalah adanya pengakuan
secara aktiI terhadap agama lain. Agama lain ada sebagaimana keberadaan
agama yang dipeluk diri yang bersangkutan. Setiap agama punya hak hidup.
Dengan demikian yang dimaksud 'pluralisme agama adalah terdapat
lebih dari satu agama (samawi dan ardhi) yang mempunyai eksistensi hidup
berdampingan, saling bekerja sama dan saling berinteraksi antara penganut
satu agama dengan penganut agama lainnya, atau dalam pengertian yang
lain, setiap penganut agama dituntut bukan saja untuk mengakui keberadaan
dan menghormati hak agama lain, melainkan juga terlibat dalam usaha
memahami perbedaan dan persamaan, guna tercapainya kerukunan dalam
keragaman. Dalam prepektiI sosiologi agama, secara terminology,
pluralisme agama dipahami sebagai suatu sikap mengakui dan menerima
kenyataan kemajemukan sebagai yang bernilai positiI dan merupakan
ketentuan dan rahmat Tuhan kepada manusia.

II.2 Islam Sebagai Rahmat Bagi Seluruh Alam
Kalimat 'Negara Islam telah menjadi momok yang menakutkan,
terutama sejak dipaksakannya rekayasa sejarah yang mendiskreditkan Islam
dan gerakan Islam. Digambarkan betapa seramnya hukum Islam jika
diterapkan, betapa sadisnya hukum rajam dan potong tangan dan seterusnya.
Ditambah lagi dengan gerakan-gerakan bid`ah yang berjihad tanpa
ilmu, yang menambah rusaknya gambaran Islam di mata awam. Yang
akibatnya orang awam dan non-Islam mengira gerakan jihad identik dengan
terorisme, perampokan, penjarahan, dan seterusnya.
Akhirnya Islampobia menjalar di masyarakat, bahkan orang-orang
yang berstatus Muslim pun takut kalau hukum Islam diterapkan di Indonesia
Raya ini. Padahal kalau mereka mau melihat Islam dari sumbernya yang asli
dari Qur`an dan Sunnah, dengan pemahaman generasi-generasi terbaik yang
dipuji Allah dan Rasul-Nya, maka mereka akan dapati Islam adalah rahmat
dan kasih sayang untuk seluruh alam.
Allah ciptakan syariat ini dan Allah utus Rasul-Nya adalah sebagai
bukti kasih sayang-Nya kepada seluruh manusia. Allah berIirman:
'Tidaklah Kami mengutus engkau kecuali sebagai rahmat bagi seluruh
alam. (Al-Anbiya: 107)
Ibnu Abbas radliyallahu `anhu berkata tentang ayat ini: '$ia5a yang
beriman ke5ada Allah dan hari akhir, maka Allah tuliskan baginya rahmat
di dunia dan akhirat. Ada5un orang yang tidak beriman ke5ada Allah dan
Rasul-Nya, maka mereka 5un menda5at rahmat dengan datangnya Rasul
yaitu keselamatan dari ad:ab di dunia, se5erti ditenggelamkannya ke dalam
bumi atau dihufani dengan batu. (TaIsir Ibnu Katsir 3/222)
Oleh karena itu ketika malaikat Jibril datang kepada Nabi shallallahu
`alaihi wa sallam dalam keadaan beliau terusir dari kaumnya, dilempari
dengan batu di ThaiI hingga berdarah kakinya, duduk di luar kota tanpa
kawan, bermunajat kepada Allah. Malaikat itu berkata: 'Aku diutus Allah
untuk mentaati 5erintah-Mu. Jika engkau menginginkan agar aku
menim5akan gunung ini ke5ada mereka aku akan laksanakan.` Maka
Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda. 'Ya Allah, berilah
hidayah 5ada mereka karena sesungguhnya mereka belum mengetahui.`
Melihat Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam berdoa se5erti itu, Jibril
mengatakan. 'Maha benar Allah yang menamakanmu raufur rahim. (lihat
Nurul Yaqin hal. 56)
Inilah bukti kasih sayang beliau kepada seluruh manusia. Jika beliau
diberi pilihan doa yang maqbul terhadap kaumnya apakah dilaknat dan
diadzab ataukah diberi hidayah, tentu beliau memilih berdoa agar Allah
memberikan hidayah.
Pernah suatu hari beliau didatangi oleh ThuIail Ad-Dausi. Dia berkata:
'Wahai Rasulullah, sesungguhnya kabilah Daus menentang dan menolak
dakwah ini. Maka doakanlah agar Allah menghancurkan mereka.` Maka
Rasulullah 5un menghada5 kiblat dan mengangkat kedua tangannya. Para
shahabat yang ada di situ beruca5. 'Binasalah Daus'` Ternyata
Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam menguca5kan doa. 'Ya Allah,
berilah hidayah 5ada suku Daus dan bawalah mereka kemari` (beliau
menguca5kannya tiga kali). (HR. Bukhari dan Muslim).
Doa beliau ternyata maqbul. Suku Daus datang berbondong-bondong
kepada Nabi untuk masuk Islam.
Demikian pula diriwayatkan dari Muslim dengan sanadnya kepada
Abu Hurairah radliyallahu `anhu bahwa dia berkata: Pernah dikatakan
kepada Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam: 'Wahai Rasulullah,
doakanlah kefelekan bagi musyrikin. Maka Rasulullah shallallahu `alaihi
wa sallam menjawab:
'Aku tidak diutus sebagai tukang laknat, melainkan aku diutus
sebagai rahmat. (HR. Muslim).
Dalam riwayat lain Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda:
'Hanya safa aku diutus sebagai rahmat yang diberikan. (Lihat TaIsir Ibnu
Katsir 3 / 222).
Maka Islam adalah agama kasih sayang, dibawa oleh seorang
5enyayang dari Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.

II.3 Pluralitas dalam Ajaran Islam
Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad menjadi penutup
semua ajaran langit (agama samawi) untuk umat manusia, Islam tidak
mempersoalkan lagi mengenai asal ras, etnis, suku, agama dan bangsa.
Semua manusia dan makhluk Allah akan mendapatkan prinsip-prinsip
rahmat secara universal. Al-Qur`an telah mencapai puncaknya dalam
berbicara soal pluralisme ketika menegaskan sikap penerimaan Al-Qur`an
terhadap agama-agama selain Islam untuk hidup bersama dan
berdampingan. Yahudi, Kristen dan agama-agama lainnya baik agama
samawi maupun agama ardhi eksistensinya diakui oleh agama Islam. Ini
adalah suatu sikap pengakuan yang tidak terdapat di dalam agama lain.
Agama Islam adalah agama damai yang sangat mengahargai, toleran
dan membuka diri terhadap pluralitas agama. Isyarat-isyarat tentang
pluralitas agama sangat banyak ditemukan di dalam al-qur`an antara lain
Firman Allah 'Untukmu agamamu dan untukku agamaku`. (QS. Al-
KaIirun: 109/6). Pluarlisme agama merupakan perwujudan dari kehendak
Allah swt. Allah tidak menginginkan hanya ada satu agama walaupun
sebenarnya Allah punya kemampuan untuk hal itu bila Ia kehendaki.
'Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu dia menfadikan manusia umat yang
satu.` (QS. Hud: 11/118).
Dalam Al-Qur`an berulang-ulang Allah manyatakan bahwa perbedaan
di antara umat manusia, baik dalam warna kulit, bentuk rupa, kekayaan, ras,
budaya dan bahasa adalah wajar, Allah bahkan melukiskan pluralisme
ideologi dan agama sebagai rahmat. Allah menganugerahkan nikmat akal
kepada manusia, kemudian dengan akal tersebut Allah memberikan
kebebasan kepada manusia untuk memilih agama yang ia yakini
kebenarannya tanpa ada paksaan dan intervensi dari Allah. Sebagaimana
Firmannya 'Tidak ada 5aksaan dalam agama`. (QS. Al Baqarah: 2/256).
Manusia adalah makhluk yang punya kebebasan untuk memilih dan inilah
salah satu keistimewaan manusia dari makhluk lainnya, namun tentunya
kebebasan itu adalah kebebasan yang harus dipertanggungjawabkan kelak di
hadapan Allah swt. Pluralitas agama mengajak keterlibatan aktiI dengan
orang yang berbeda agama (the religious other) tidak sekedar toleransi,
tetapi jauh dari itu memahami akan substansi ajaran agama orang lain.
Pluralisme agama dapat berIungsi sebagai paradigma yang eIektiI bagi
pluralisme sosial demokratis di mana kelompok-kelompok manusia dengan
latar belakang yang berbeda bersedia membangun sebuah komunitas global.
Nurkhalis Madjid, mengatakan bahwa salah satu persyaratan terwujudnya
masyarakat modern yang demokratis adalah terwujudnya masyarakat yang
mengharagai kemajemukan (pluralitas) masyarakat dan bangsa serta
mewujudkan sebagai suatu keniscayaan.
Al-Qur`an melihat kemajemukan agama sebagai misteri ilahi yang
harus diterima untuk memungkinkan hubungan antarkelompok dalam
wilayah publik. Namun, Al-Qur`an mengakui ekspresi keberagamaan
manusia yang berbeda memiliki nilai spiritual intrinsik atau nilai 5erennial.
Menurut Gamal al-Banna, Al-qur`an sangat aspiratiI terhadap akal. Betapa
banyak ayat yang menyampaikan pentingnya penggunaan akal. Hingga
tidak sedikit ayat yang dimulai dari redaksi rasional seperti alam tara
(apakah kamu tidak melihat); alam talam (apakah kamu tidak mengetahui)
dan dikahiri dengan redaksi yang sama (rasional); seperti afala tatafakkarun
(apakah kalian tidak berpikir); afala taqilun (apakah kalian tidak
menggunakan akal) dan lain sebagainya.Islam meletakkan prinsip menerima
eksistensi agama lain dan memberikan kebebasan kepada pemeluk agama
lain untuk menjalankan ajaran agamanya tanpa batasan. Dengan adanya
kebebasan inilah, Yahudi, Kristen mendapatkan kebebasannya secara
sempurna.
Sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya pada bab
pendahuluan, Islam adalah agama universal yang menjunjung tinggi aspek-
aspek kemanusiaan, persamaan hak dan mengakui adanya pluralisme
agama. Pluralisme agama menurut Islam adalah sebuah aturan Tuhan
(sunnatullah) yang tidak akan berubah, juga tidak mungkin dilawan atau
diingkari. Ungkapan ini menggambarkan bahwa Islam sangat menghargai
pluralisme karena Islam adalah agama yang dengan tegas mengakui hak-hak
penganut agama lain untuk hidup bersama dan menjalankan ajaran masing-
masing dengan penuh kesungguhan.
Selain itu, melalui Al-Qur`an kita tahu bahwa Islam adalah
(agama) kebenaran dari Tuhan (AI Baqarah/2:147); Islam adalah satu-
satunya agama yang diridai Tuhan (Ali Imran/3:19); Islam adalah
agama lurus, petunjuk jalan hidup manusia (AI An`am/6:153).
Meskipun demikian, Tuhan masih memberi hak bagi orang lain
untuk tidak beriman (dalam Islam): 'Dan fikalau Tuhanmu mengendaki,
tenlulah beriman semua arang yang di muka bumi seluruhnya. Maka
a5akah kamu (hendak) memaksa manusia su5aya mereka menfadi orang-
orang yang beriman semuanya` (Yunus/10.99). Dan karena itu pula Islam
hadir bukan untuk menghancurkan agama lain. Islam bahkan secara
penuh menjamin kemerdekaan beragama: 'Tidak ada 5aksaan
(memasuki) agama (Islam)` (AI Baqarah/2:256) 'Untukmu agamamu dan
unlukku agamaku` (Al KaIirun/109:6).
Pesan-pesan penting Al-Qur`an di atas sekaligus menunjukkan
betapa Islam sangat menghargai pluralitas agama. Ajaran pluralitas
Islam itu bisa disarikan sebagai berikut: (1) agama Islam adalah ajaran
kebenaran (2) selain agama Islam, ada agama lain yang perlu dihormati
(3) masing-masing pemeluk agama harus tetap memegang teguh
ajarannya.
Ketiga ajaran pluralitas di atas, tentu saja, tidak menghendaki
sikap-perilaku yang saling kontradiktiI. Di antara sikap-perilaku
kontradiktiI yang sering terjadi adalah: (1) sikap yang menganggap
semua agama sama, dalam pengertian sama-sama bernilai benar di sisi
Allah (2) memaksa pemeluk lain berpindah agama (3) menghancurkan
agama lain, termasuk membunuh pemeluknya atau membakar tempat
ibadahnya (4) bertukar ajaran agama layaknya bergonta-ganti baju
(karena menganggap semua baju baik semua agama sama/benar),
termasuk di antaranya mengikuti ritual agama lain.
II.4 Penerapan Pluralitas dalam Islam Sejak Zaman Rasulullah saw. sampai
dengan Sekarang
Di awal kehidupan Nabi Muhammad saw. hingga akhir kehidupannya
benar-benar meyakini bahwa kitab-kitab suci yang terdahulu adalah berasal
dari Allah dan yang menyampaikannya adalah para Nabi dan Rasul Allah.
Dengan demikian, tidak heran jika Muhammad sebagai nabi terakhir
mengakui kenabian dan kerasulan Ibrahim as., Musa as., Isa as., Nuh as.,
dan para nabi lainnya. Penyikapan yang demikian semakin kuat pada diri
Nabi Muhammad setelah tampak bahwa para pengikut kitab-kitab suci
terdahulu ada yang beriman kepada Al-Qur`an dan kepada kenabiannya,
seperti Waraqa bin NauIal yang telah mengetahui akan datangnya seorang
nabi yang ciri-cirinya seperti yang ia baca dalam Kitab Injil.
Para nabi dan rasul yang diutus berhadap-hadapan dengan pluralitas
sosial-budaya dan sosial-politik dan tentunya pluralitas agama. Jadi, ketika
para nabi dan rasul diutus kepada suatu ummat, ummat tersebut tidaklah
hampa budaya tetapi padanya hidup dan berkembang pluralitas sosial-
budaya. Fenomena ini menunjukkan bahwa sebagian dari kelompok ummat
tersebut ada yang tatap berusaha berpegang pada ajaran para nabi dan
rasulnya dan sebagian lainnya menlenceng dari ajaran nabi dan rasulnya.
Kelompok pertama inilah yang kemudian senantiasa berhasul dan nabi
berharap agar Allah mengutus kembali seorang nabi dan rasul untuk
memurnikan ajaran para nabi dan rasul sebelumnya. Ketika Allah pun
mengutus nabi dan atau rasul yang baru (dan memang sebelum
pengutusannya seringkali telah diinIormasikan dalam kitab sebelumnya),
maka kelompok inilah yang kemudian beriman dan meyakini rasul tersebut
dan kitabnya. Sedangkan kelompok kedua yakni kelompok kontra risalah,
yaitu ketika Allah mengutus nabi dan rasul baru pada mereka, mereka pun
bersikap kontra terhadap rasul dan nabi yang baru tersebut.
Sesungguhnya, Ienomena agama dan beragama telah ada bersamaan
dengan keberadaan manusia dan akan terus berlanjut sampai akhir
kehidupan manusia. Untuk melihat sikap dan ajaran Islam tentang
puluralisme, kita harus menelaahnya dari Muhammad saw. dan Islam dalam
kehidupan umat manusia. Sejarah mencatat bahwa Muhammad saw. diutus
oleh Allah sebagai Nabi dan Rasul yang terakhir dengan membawa risalah
Islamiyah, dengan misi universal rahmatallilaalamin sebagaimana tertuang
dalam Firman Allah 'Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad)
melainkan untuk (menfadi) rahmat bagi seluruh alam`. (QS. Al-Anbiya`:
21/107).
Pluralitas agama dan umat beragama adalah kenyataan. Sebelum
Islam datang, di tanah Arab sudah muncul berbagai jenis agama, seperti
Yahudi, Nashrani, Majusi, Zoroaster dan Shabi`ah. Suku-suku Yahudi
sudah lama terbentuk di wilayah pertanian Yatsrib (kelak disebut sebagai
Madinah), Khaibar, dan Fadak. Di wilayah Arab ada beberapa komunitas
Yahudi yang terpencar-pencar dan beberapa orang sekurang-kurangnya
disebut Kristen. Pada abad keempat sudah berdiri Gereja Suriah. Karena itu
tak salah jika dinyatakan, Islam lahir dalam konteks agama-agama terutama
agama Yahudi dan Nashrani.
Al-Qur`an memiliki pandangan sendiri dalam menyikapi pluralitas
umat beragama tersebut.Terhadap Ahli Kitab (meliputi Yahudi, Nashrani,
Majusi, dan Shabi`ah), umat Islam diperintahkan untuk mencari titik temu
(kalimat sawa`). Kalau terjadi perselisihan antara umat Islam dan umat
agama lain, umat Islam dianjurkan untuk berdialog (wa fadilhum billati hiya
ahsan). Terhadap siapa saja yang beriman kepada Allah, meyakini Hari
Akhir, dan melakukan amal kebajikan, al-Qur`an menegaskan bahwa
mereka, baik beragama Islam maupun bukan, kelak di akhirat akan diberi
pahala. Tak ada keraguan bahwa orang-orang seperti ini akan mendapatlan
kebahagiaan ukhrawi. Ini karena, sebagaimana dikemukakan Muhammad
Rasyid Ridla, keberuntungan di akhirat tak terkait dengan jenis agama yang
dianut seseorang.
Al-Qur`an mengijinkan sekiranya umat Islam hendak bergaul bahkan
menikah dengan Ahli Kitab. Tidak sedikit para sahabat Nabi yang
memperisteri perempuan-perempuan dari kalangan Ahli Kitab. Utsman ibn
`AIIan, Thalhah ibn Abdullah, KhudzaiIah ibn Yaman, Sa`ad ibn Abi
Waqash adalah di antara sahabat Nabi yang menikah dengan perempuan
Ahli Kitab. Alkisah, KhudzaiIah adalah salah seorang sahabat Nabi yang
menikah dengan perempuan beragama Majusi. Nabi Muhammad juga
pernah memiliki budak perempuan beragama Kristen, Maria binti Syama`un
al-Qibtiyah al-Mishriyah. Dari perempuan ini, Nabi memiliki seorang anak
laki-laki bernama Ibrahim. Ia meninggal dalam usia balita. Sejarah juga
menuturkan, ayah kandung dari ShaIiyah binti Hayy yang menjadi isteri
Nabi adalah salah seorang pimpinan kelompok Yahudi.
Pengakuan tentang kenabian Muhammad datang pertama kali dari
pendeta Yahudi bernama Buhaira dan tokoh Kristen bernama Waraqah ibn
NawIal. Melalui pendeta Buhaira terdengar inIormasi, Muhammad akan
menjadi nabi pamungkas (khatam al-nabiyyin). Buhair (kerap disebut Jirjis
atau Sirjin) pernah mendengar hatif (inIormasi spritual) bahwa ada tiga
manusia paling baik di permukaan bumi ini, yaitu Buhaira, Rubab al-Syana,
dan satu orang lagi sedang ditunggu. Menurutnya, yang ketiga itu adalah
Muhammad ibn Abdillah. Dan ketika Muhammad baru pertama kali
mendapatkan wahyu, Waraqah menjelaskan bahwa sosok yang datang
kepada Muhammad adalah Namus yang dulu juga datang kepada Nabi
Musa. Waraqah mencium kening Muhammad sebagai simbol pengakuan
terhadap kenabiannya, seraya berkata, 'Berbahagialah, berbahagialah.
Sesungguhnya kamu adalah orang yang dikatakan `Isa ibn Maryam sebagai
kabar gembira. Engkau seperti Musa ketika menerima wahyu. Engkau
seorang utusan. Nabi pernah bersabda bahwa Waraqah akan dimasukkan
ke dalam surga oleh Allah.
Nabi Muhammad tak menganggap ajaran agama sebelum Islam
sebagai ancaman. Islam adalah terusan dan kontinyuasi dari agama-agama
sebelumnya. Allah berIirman kepada Nabi Muhammad agar ia mengikuti
agama Nabi Ibrahim (millat Ibrahim). Sebagaimana Isa al-Masih datang
untuk menggenapi hukum Taurat, begitu juga Nabi Muhammad. Ia hadir
bukan untuk menghapuskan Taurat dan Injil, melainkan untuk
menyempurnakan dan mengukuhkannya. Disebutkan dalam al-Qur`an, 'Dia
menurunkan al-Kitab (al-Qur`an) kepadamu dengan sebenarnya,
membenarkan kitab (mushaddiq) yang telah diturunkan sebelumnya dan
menurunkan Taurat dan Injil sebelum al-Qur`an menjadi petunjuk bagi
manusia dan Dia menurunkan al-Furqan.
Dalam masyarakat plural seperti Indonesia, saatnya umat Islam lebih
memperhatikan ayat-ayat universal, setelah sekian lama memIokuskan diri
pada ayat-ayat partikular. Ayat-ayat partikular pun kerap dibaca dengan
dilepaskan dari konteks umum yang melatar-belakangi kehadirannya.
Berbeda dengan ayat-ayat partikular, ayat-ayat universal mengandung
pesan-pesan dan prinsip-prinsip umum yang berguna untuk membangun tata
kehidupan Indonesia yang damai.
Untuk membangun Indonesia yang damai tersebut, maka beberapa
langkah berikut perlu dilakukan. Pertama, harus dibangun pengertian
bersama dan mencari titik temu (kalimat sawa`) antar umat beragama. Ini
untuk membantu meringankan ketegangan yang kerap mewarnai kehidupan
umat beragama di Indonesia. Dalam konteks Islam, membangun kerukunan
antar-umat beragama jelas membutuhkan taIsir al-Qur`an yang lebih
menghargai umat agama lain. TaIsir keagamaan eksklusiI yang cenderung
mendiskriminasi umat agama lain tak cocok buat cita-cita kehidupan damai,
terlebih di Indonesia. Sebab, sudah maklum, Indonesia adalah negara bangsa
yang didirikan bukan hanya oleh umat Islam, tetapi juga oleh umat lain
seperti Hindu, Budha, dan Kristen. Dengan demikian, di Indonesia tak
dikenal warga negara kelas dua (kafir d:immi) sebagaimana dikemukakan
sebagian ulama. Menerapkan taIsir-taIsir keagamaan eksklusiI tak cukup
menolong bagi terciptanya kerukunan dan kedamaian
Kedua, setiap orang perlu menghindari stigmatisasi dan generalisasi
menyesatkan tentang umat agama lain. Generalisasi merupakan simpliIikasi
(penyederhanaan) dan stigmatisasi adalah merugikan orang lain. Al-Qur`an
berusaha untuk menjauhi generalisasi. Al-Qur`an menyatakan, tak seluruh
Ahli Kitab memiliki perilaku dan tindakan sama. Di samping ada yang
berperilaku jahat, tak sedikit di antara mereka yang konsisten melakukan
amal saleh dan beriman kepada Allah.
Ketiga, sebagaimana diperintahkan al-Qur`an dan diteladankan Nabi
Muhammad, umat Islam seharusnya memberikan perlindungan dan jaminan
terhadap implementasi kebebasan beragama dan berkeyakinan.
Sebagaimana orang Islam bebas menjalankan ajaran agamanya, begitu juga
dengan umat dan sekte lain. Seseorang tak boleh didiskriminasi dan
diekskomunikasi berdasarkan agama yang dipilih dan diyakininya. Dalam
kaitan ini, umat Islam perlu mengembangkan sikap toleran, simpati dan
empati terhadap kelompok atau umat agama lain.


























BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan
Sebagai agama yang universal dan komprehensiI, Islam mengandung
ajaran yang integral dalam berbagai aspek kehidupan ummat manusia. Islam
tidak hanya mengajarkan tentang akidah dan ibadah semata, tetapi Islam
juga mengandung ajaran di bidang ipteks dan bidang-bidang kehidupan
lainnya.
Pluralitas agama dapat terjaga dan terpelihara dengan baik, apabila
pemahaman agama yang cerdas dimiliki oleh setiap pemeluk agama.
Antarumat beragama perlu membangun dialog dan komonikasi yang intens
guna untuk menjalin hubungan persaudaraan yang baik sesama umat
beragama. Dengan dialog akan memperkaya wawasan kedua belah pihak
dalam rangka mencari persamaan-persamaan yang dapat dijadikan landasan
hidup rukun dalam suatu masyarakat, yaitu toleransi dan pluralisme.
Wallahu Alam.

III.2 Saran
Sebaiknya dalam masyarakat plural seperti Indonesia, saatnya umat
Islam lebih memperhatikan ayat-ayat universal, setelah sekian lama
memIokuskan diri pada ayat-ayat partikular. Ayat-ayat partikular pun kerap
dibaca dengan dilepaskan dari konteks umum yang melatar-belakangi
kehadirannya. Berbeda dengan ayat-ayat partikular, ayat-ayat universal
mengandung pesan-pesan dan prinsip-prinsip umum yang berguna untuk
membangun tata kehidupan Indonesia yang damai.






DaItar Pustaka

Tim Pengajar PAI Unhas. 2010. Pendidikan Agama Islam. Makassar : UPT MKU
Universitas Hasanuddin
http://www.google.co.id/islamdanpluralitas/
http://www.google.co.id/pluralitasdanpluralisme/
http://www.google.co.id/islamsebagairahmatbagiseluruhalam/






























KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Alhamdulillahirabbil`alamin. Segala puji hanya bagi Yang Maha Berhak
Dipuji, Allah rabbul alamin atas berkat rahmat dan hidayahNya, sehingga kami
bisa menyelesaikan makalah ini tanpa hambatan yang berarti.
Salam dan salawat semoga senantiasa tercurahkan kepada Baginda Rasul
Muhammad saw. yang menjadi utusan Allah sebagai pembawa rahmat bagi
seluruh umat, keluarga Beliau, para sahabat Beliau, serta para pengikut Beliau
hingga akhir zaman.
Makalah ini kami susun selain untuk memenuhi kewajiban kami sebagai
mahasiswa yakni menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen, juga untuk
menambah wawasan kami dan para pembaca nantinya mengenai Islam dan
Pluralitas.
Sesuai dengan judul yang telah diberikan, makalah ini menguraikan tentang
perbedaan antara pengertian pluralisme dan pluralitas, eksistensi Islam sebagai
rahmatan lil alamin, pluralitas dalam ajaran Islam, serta penerapan pluralitas
dalam Islam sejak zaman Rasulullah saw. sampai dengan sekarang.
Kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. H. Andi Abdul Hamzah,
Lc.,M.Ag., dosen yang kami hormati, yang telah dengan sabar membimbing kami
dan senantiasa membagikan ilmunya kepada kami para mahasiswa beliau. Kami
juga mengucapkan terimakasih yang sama kepada seluruh pihak yang turut
membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini, baik berupa bantuan moril
maupun materil. Salam hormat dan cinta kami kepada ayahanda dan ibunda kami
yang senantiasa memberi dukungan dan doa kepada kami putera-puterinya untuk
meraih kesuksesan.
Kami menyadari, sebagai manusia yang tak pernah luput dari kesalahan,
makalah yang kami susun ini masih jauh dari kesempurnaan. Karena memang
kesempurnaan hanyalah milik Yang Maha Sempurna, Allah swt. Olehnya itu,
kami dengan kelapangan dada meminta dan akan menerima saran dan kritik dari
para pembaca atas penyusunan makalah kami ini untuk perbaikan pada
penyusunan makalah pada kesempatan berikutnya. Kepada para pembaca, kami
pun mengucapkan terimakasih yang sama.
Harapan kami, semoga makalah ini dapat memberikan manIaat kepada
siapapun yang membacanya. Amin.

Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Makassar, Oktober 2010
Tim Penyusun
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL .................. i
KATA PENGANTAR ................. ii
DAFTAR ISI ........ ............ iii

BAB I PENDAHULUAN ............... 1
I.1 Latar Belakang ............. 1
I.2 Rumusan Masalah ............. 1
I.3 Tujuan Penyusunan ............ 2
I.4 Metode Penyusunan ........... 2

BAB II PEMBAHASAN ............... 3
II.1 Pengertian Pluralitas dan Pluralisme ..... 3
II.2 Islam Sebagai Rahmat Bagi Seluruh Alam .. 5
II.3 Pluralitas dalam Ajaran Islam ....... 7
II.4 Penerapan Pluralitas dalam Islam Sejak Zaman
Rasulullah saw. Sampai Dengan Sekarang ... 10

BAB III PENUTUP ................. 15
III.1 Kesimpulan ................ 15
III.2 Saran .................. 15

DaItar Pustaka ....... ............. 16







Makalah Agama












[luun lCh :
KLLOMOK
LCl O^lkl^N1Y ^KlN^ (K 2!! !O 233)
. ^. ^!^l 1^O\^ (K 2!! !O 232)
lK^ ^lklLY^N1l (K 2!! !O 23!)

fk0l1t ktttB1 NtTRk1
PR06RN t10l llN0 6lIl
0ltRtl1t Bt0l
NkttR
1010

You might also like