You are on page 1of 2

Teknis Mengajukan Gugatan Perdata ke Pengadilan Dalam ilmu hukum ada dua teori yang dapat menjadi landasan

dalam mengajukan gugatan perdata, teori tersebut adalah: 1. Substantiering Theorie ==> Dalam teori ini, suatu gugatan harus menjelaskan mengenai pristiwa-pristiwa secara jelas, mulai dari latar belakangnya hingga ke pristiwa yang dapat digugat secara perdata tersebut. 2. Individualiserings Theorie ==> Dalam teori ini, dijelaskan bahwa gugatan hanya terdiri dari pristiwa-pristiwa hukum/ pristiwa yang dapat digugat secara perdatanya saja.Hal ini terjadi, karena menurut beberapa ahli huku, esensi dari gugatan berada pada dasar gugatan dan pristiwa hukum merupakan inti dari gugatan itu sendiri. Sehingga tatkala praktisi hukum membuat gugatan yang terdiri dari pristiwa hukumnya saja, maka ini sudah dapat dikatakan sebagai gugatan. Di Indonesia, dalam prakteknya teori yang paling sering digunakan oleh praktisi hukum adalah teori Substantiering Theorie oleh karena itu sudah seperti hukum kebiasaan, surat gugatan mayoritas ditulis secara lengkap, sistematis dan yuridis. Meskipun demikian, sebenarnya tidak pernah ada aturan hukum yang melarang penggunaan teori Individualiserings dalam pembuatan gugatan. Bahkan dalam HIR dijelaskan bahwa berbicara di persidangan tidak harus terperinci, oleh karena itu praktisi hukum khususnya advokat diperbolehkan membuat surat gugatan tanpa format dan redaksi khusus seperti Substantiering Theorie. HIR menambahkan, tata cara membuat gugatan lebih bergantung kepada kondisi dan keadaan dari perkara tersebut ketimbang teori diatas. Kelonggaran

aturan ini juga dipertegas oleh Keputusan Mahkamah Agung pada tanggal 15 Maret 1972 nomor 547K/Sip/1972. Jika ketua pengadilan merasa gugatan yang telah dibuat praktisi hukum tersebut kurang jelas(Berdasarkan Keputusan Mahkamah Agung pada tanggal 1970 nomor 482 K/Sip/1970 dijelaskan bahwa surat gugatan yang tidak sempurna adalah surat gugatan yang tidak menyebutkan dengan jelas gugatannya) , maka sesuai pasal 119 HIR dan pasal 143 R.Bg, ketua pengadilan dapat memberikan petunjuk kepada penggugat untuk memperbaikinya. Setelah gugatan pengadilan dirasa cukup jelas, maka penggugat dapat menyerahkan gugatan tersebut kepada pengadilan melalui panitra. Atau penggugat juga dapat mengajukan gugatannya secara langsung kepada tergugat dan kuasanya. Seseorang dapat dikatakan tlah menjadi kuasa atas tergugat, jika ia memiliki surat kuasa yang digunakan sebagai barang bukti kelegalan atas keberadaannya sebagai kuasa hukum tergugat. Ketika seorang praktisi hukum telah selesai membuat gugatan terhadap kasus pidana, maka gugatan tersebut diajukan ke pengadilan melalui panitra. Atau dapat juga langsung Sr, 14112011

You might also like