You are on page 1of 1

Sopir dan Seorang Bapak

Dulu ketika saya berusia 10 tahun, saya selalu berfikir kenapa pak kondektur begitu nurut
sekali kepada pak sopir padahal kalau saya pikir pak sopirlah yang harus tunduk kepada pak
kondektur. tanpa kondektur mungkin pak sopir ga bakalan dapat penumpang atau sekalipun
dapat pasti sedikit, disamping itu dengan pak kondekturlah arah mobil bisa terkendalai. Pak
sopirkan cuman duduk dan pegang kendali.

Aneh juga ya, sampai ingin sekali saya protes kepada pak sopir kalau pak kondektur tuh lebih
tinggi darinya. Terkdang saya merasa jengkel ketika melihat pak sopir memarahi pak
kondektur. Dalam hati berujar dialah lebih tinggi, tanpa dia kamu ga ada apa-apanya tapi
kenapa kamu merasa sok tinggi.

Pertanyaan-pertanyaan itu selalu menghantui diriku samapi suatu hari-ketika saya sudah
beranjak 24 tahun. Ternyata perasangka saya selama ini salah. ternyata memang pak
sopirlah yang lebih tinggi dari pak kondektur. Memang pak kondektur yang menunjukan arah,
yang memanggil dan mencari penumpang tapi dia tetaplah pak kondektur yang
keberadaanya hanya sebagai pelangkap atau bisa dibilang partner lah gitu. pak sopirlah yang
selama ini me-manage mobilnya sehingga kapan dan kemana ia harus mengendalikan arah
mobilnya dengan baik. Dengan pak sopir sebagai "bapak' semua kendala-kendala yang
selalu menghadang ketika dalam perjalanan ia hadapi dengan senyum dan kekuatannya.

memang kalau saya lihat pak soir hanya duduk diam di kursi sambil memegang kendali tapi
taukah itu begitu berat bebannya ketimbang pak kondektur.

Sahabat,...

begitu juga dengan rumah tangga. karenanya tak heran Allah memberikan kelebihan kepada
pria dibandingkan wanita. karena label "bapak" yang ia sandang sungguh sangat berat
baginya. Jika boleh mengilustrasikan "bapak" dalam rumah tangga adalah seperti pak sopir
tadi dan pak kondektur adalah "ibu" yang notabene adalah istrinya. sedangkan
penumpangnya adalah anak-anaknya.

Pak Sopir tahu dan mungkin tidak tau hendak kemana 'penumpang-penumpang'nya akan
pergi dan juga berhenti ketika mereka sudah naik kendarannya. tapi dengan kerendahan hati
dan tanpa pamrih ia tetap akan mengantarkan penumpangnya itu kemana saja yang meraka
mau.

Hasil kerja sama yang baik antara sopir dan kondektur tadi akan membuahkan kepuasaaan
tersendiri bagi penumpangnya. ia akan dihormati di sayangi bahkan para penumpangnya
akan merasa tenang ketika berada dalam naungannya.

Bapak dan ibu yang baik adalah selalu mendengar apa yang di resahkan oleh anak-anaknya.
ia akan menuntun kemana anak-anaknya pergi. Hari-harinya hanya dipersembahkan untuk
mereka.

Sahabat,
saya dan juga anda kelak akan menjadi seorang bapak, marilah kita tuntun anak-anak kita
menjadi anak yang sholeh dan sholehah tak lupa didik pula istri kita yang notabene adalah
sang kondektur yang akan selalu membantu kita menghantarkan anak-anak ke tujuannya
masing-masing.

Ingatlah bahwa ketika satu diantara kita (suami istri) sudah tidak saling menghormati maka
malapetakalah yang akan terjadi. Karenanya dalam sebuah rumah tangga di tuntut sebuah
kejujuran, kesiapan, keterbukaan dan tentunya saling menghormati. Karena tujuan
pernikahan selain menambah keturunan juga adalah bagaimana kendaraan kita bisa tetap
stabil dalam perjalanan. Stabil disini saya artikan mawadah, warrahmah.

Moga kita semua di tuntun Allah agar selalu tetap d jalan-Nya. amiin.

You might also like