You are on page 1of 14

GAGAL 1ANTUNG

Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan
merupakan penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung.1
Diperkirakan hampir lima persen dari pasien yang dirawat di rumah sakit, 4,7
wanita dan 5,1 laki-laki. Insiden gagal jantung dalam setahun diperkirakan 2,3
3,7 perseribu penderita pertahun.2 Kejadian gagal jantung akan semakin
meningkat di masa depan karena semakin bertambahnya usia harapan hidup dan
berkembangnya terapi penanganan inIark miokard mengakibatkan perbaikan
harapan hidup penderita dengan penurunan Iungsi jantung. Gagal jantung susah
dikenali secara klinis, karena beragamnya keadaan klinis serta tidak spesiIik serta
hanya sedikit tanda tanda klinis pada tahap awal penyakit. Perkembangan terkini
memungkinkan untuk mengenali gagal jantung secara dini serta perkembangan
pengobatan yang memeperbaiki gejala klinis, kualitas hidup, penurunan angka
perawatan, memperlambat progresiIitas penyakit dan meningkatkan kelangsungan
hidup. (santoso, 2010)
Gagal jantung dideIinisikan sebagai kondisi dimana jantung tidak lagi
dapat memompakan cukup darah ke jaringan tubuh. Keadaan ini dapat timbul
dengan atau tanpa penyakit jantung. Gangguan Iungsi jantung dapat berupa
gangguan Iungsi diastolik atau sistolik, gangguan irama jantung, atau
ketidaksesuaian preload dan afterload. Keadaan ini dapat menyebabkan kematian
pada pasien.2 Gagal jantung dapat dibagi menjadi gagal jantung kiri dan gagal
jantung kanan. Gagal jantung juga dapat dibagi menjadi gagal jantung akut, gagal
jantung kronis dekompensasi, serta gagal jantung kronis. Beberapa sistem
klasiIikasi telah dibuat untuk mempermudah dalam pengenalan dan penanganan
gagal jantung. Sistem klasiIikasi tersebut antara lain pembagian berdasarkan
Killip yang digunakan pada InIark Miokard Akut, klasiIikasi berdasarkan
tampilan klinis yaitu klasiIikasi Forrester, Stevenson dan NYHA. KlasiIikasi
berdasarkan Killip digunakan pada penderita inIark miokard akut, dengan
pembagian:

- Derajat I : tanpa gagal jantung
- Derajat II : Gagal jantung dengan ronki basah halus di basal paru, S3 galop dan
peningkatan tekanan vena pulmonalis
- Derajat III : Gagal jantung berat dengan edema paru
seluruh lapangan paru.
- Derajat IV : Syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan
darah sistolik 90 mmHg) dan
vasokonstriksi periIer (oliguria, sianosis dan diaIoresis)
KlasiIikasi Stevenson menggunakan tampilan klinis dengan melihat tanda
kongesti dan kecukupan perIusi. Kongesti didasarkan adanya ortopnea, distensi
vena juguler, ronki basah, reIluks hepato jugular, edema periIer, suara jantung
pulmonal yang berdeviasi ke kiri, atau 86:are wave blood pre88:re pada manuver
valsava. Status perIusi ditetapkan berdasarkan adanya tekanan nadi yang sempit,
pulsus alternans, hipotensi simtomatik, ekstremitas dingin dan penurunan
kesadaran. Pasien yang mengalami kongesti disebut basah (wet) yang tidak
disebut kering (dry). Pasien dengan gangguan perIusi disebut dingin (cold) dan
yang tidak disebut panas (warm). Berdasarkan hal tersebut penderta dibagi
menjadi empat kelas, yaitu:
- Kelas I (A) : kering dan hangat (dry warm)
- Kelas II (B) : basah dan hangat (wet warm)
- Kelas III (L) : kering dan dingin (dry cold)
- Kelas IV (C) : basah dan dingin (wet cold)
(santoso, 2010)
Etiologi Gagal 1antung
Gagal jantung adalah komplikasi yang paling sering dari segala jenis penyakit
jantung kongenital maupun didapat. Mekanisme Iisiologis yang menyebabkan
gagal jantung mencakup keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban
akhir, atau menurunkan kontraktilitas miokardium.
Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi regurgitasi aorta dan
cacat septum ventrikel, sedangkan stenosis aorta dan hipertensi sistemik akan
meningkatkan beban akhir. Kontraktilitas miokardium dapat menurun karena
inIark miokardium dan kardiomiopati.
Selain dari ketiga mekanisme Iisiologis tersebut, ada Iaktor-Iaktor Iisiologis
lain yang dapat juga mengakibatkan jantung gagal bekerja sebagai pompa, seperti
stenosis katup atrioventrikularis dapat mengganggu pengisian ventrikel,
rditis konstriktiI dan tamponade jantung dapat mengganggu pengisian ventrikel
dan ejeksi ventrikel, sehingga menyebabkan gagal jantung.
Diperkirakan bahwa abnormalitas penghantaran kalsium di dalam sarkomer
atau dalam sintesisnya atau Iungsi dari protein kontraktil merupakan penyebab
gangguan kontraktilitas miokardium yang dapat mengakibatkan gagal jantung.
Faktor-Iaktor yang dapat memicu perkembangan gagal jantung melalui
penekanan sirkulasi yang mendadak dapat berupa : 1) aritmia, akan mengganggu
Iungsi mekanis jantung dengan mengubah rangsangan listrik yang memulai
respon mekanis. Respon mekanis yang tersinkronisasi dan eIektiI tidak akan
dihasilkan tanpa adanya ritme jantung yang stabil, 2) inIeksi sistemik dan inIeksi
paru-paru. Respon tubuh terhadap inIeksi akan memaksa jantung untuk memenuhi
kebutuhan tubuh akan metabolisme yang meningkat, dan 3) emboli paru-paru,
secara mendadak akan meningkatkan resistensi terhadap ejeksi ventrikel kanan,
memicu terjadinya gagal jantung kanan.
Penanganan yang eIektiI terhadap gagal jantung membutuhkan pengenalan dan
penanganan tidak saja terhadap mekanisme Iisiologis dan penyakit yang
mendasarinya, tetapi juga terhadap Iaktor-Iaktor yang memicu terjadinya gagal
jantung (Carleton,P.F dan M.M. O`Donnell, 1995 ; Ignatavicius and Bayne,
1997 ).

!atofisiologi Gagal 1antung
Gangguan kontraktilitas miokardium ventrikel kiri yang menurun pada gagal
jantung akan mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel, sehingga volume
residu ventrikel menjadi meningkat akibat berkurangnya 8troke vol:me yang
diejeksikan oleh ventrikel kiri tersebut. Dengan meningkatnya EDV ( End
Dia8tolic Jol:me ), maka terjadi pula peningkatan LVEDP ( Left Jentricle End
Dia8tolic Pre88:re ), yang mana derajat peningkatannya bergantung pada
kelenturan ventrikel. Oleh karena selama diastol atrium dan ventrikel
berhubungan langsung, maka peningkatan LVEDP akan meningkatkan LAP ( Left
Atri:m Pre88:re ), sehingga tekanan kapiler dan vena paru-paru juga akan
meningkat. Jika tekanan hidrostatik di kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik
vaskular, maka akan terjadi transudasi cairan ke interstitial dan bila cairan tersebut
merembes ke dalam alveoli, terjadilah edema paru-paru.
Peningkatan tekanan vena paru yang kronis dapat meningkatkan tekanan arteri
paru yang disebut dengan hipertensi pulmonari, yang mana hipertensi pulmonari
akan meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Bila proses yang
terjadi pada jantung kiri juga terjadi pada jantung kanan, akhirnya akan terjadi
kongesti sistemik dan edema (Carleton,P.F dan M.M. O`Donnell, 1995 ;
Ignatavicius and Bayne, 1997 ).

Gambaran Klinik
ManiIestasi klinis dari gagal jantung harus dipertimbangkan relatiI terhadap
derajat latihan Iisik yang menyebabkan timbulnya gejala. Pada permulaan, secara
khas gejala-gejala hanya muncul pada latihan/aktivitas Iisik, tetapi dengan
bertambah beratnya gagal jantung, toleransi terhadap latihan semakin menurun
dan gejala-gejala muncul lebih awal dengan aktivitas yang ringan
KlasiIikasi Iungsional dari %e New York Heart A88ociation ( NYHA ) umum
dipakai untuk menyatakan hubungan antara awitan gejala dan derajat latihan Iisik,
yang mana klasiIikasinya sebagai berikut :
Kelas I : tidak ada gejala bila melakukan kegiatan Iisik biasa
Kelas II : timbul gejala bila melakukan kegiatan Iisik biasa
Kelas III : timbul gejala sewaktu melakukan kegiatan Iisik ringan
Kelas IV : timbul gejala pada saat istirahat.
2.4.1. Tanda dan Gejala (Carleton,P.F dan M.M. O`Donnell, 1995 ; Ignatavicius
and Bayne, 1997 ).
Dispnea, atau perasaan sulit bernaIas, adalah maniIestasi yang paling umum
dari gagal jantung. Dispnea disebabkan oleh peningkatan kerja pernaIasan akibat
kongesti vaskular paru-paru yang mengurangi kelenturan paru-paru.
Meningkatnya tahanan aliran udara juga menimbulkan dispnea.
Dispnea saat beraktivitas menunjukkan gejala awal dari gagal jantung kiri.
Ortopnea, atau dispnea pada posisi berbaring, terutama disebabkan oleh
redistribusi aliran darah dari bagian-bagian tubuh yang di bawah ke arah sirkulasi
sentral. Reabsorpsi dari cairan interstitial dari ekstremitas bawah juga akan
menyebabkan kongesti vaskular paru-paru lebih lanjut. Dispnea nokturnal
paroksismal (PND) atau mendadak terbangun karena dispnea, dipicu oleh
perkembangan edema paru-paru interstitial. PND merupakan maniIestasi yang
lebih spesiIik dari gagal jantung kiri daripada dispnea atau ortopnea. Asma kardial
adalah mengi akibat bronkospasme dan terjadi pada waktu malam atau karena
aktivitas Iisik.
Batuk nonproduktiI juga dapat terjadi sekunder dari kongesti paru-paru,
terutama pada posisi berbaring. Terjadinya ronki akibat transudasi cairan paru-
paru adalah ciri khas dari gagal jantung, ronki pada awalnya terdengar di bagian
bawah paru-paru sesuai pengaruh gaya gravitasi. Hemoptisis dapat disebabkan
oleh perdarahan vena bronkial sekunder dari distensi vena. Distensi atrium atau
vena pulmonalis dapat menyebabkan kompresi esophagus dan disIagia atau
kesulitan menelan.
Gagal ke belakang pada sisi kanan jantung menimbulkan tanda dan gejala
bendungan vena sistemik. Dapat diamati peningkatan tekanan vena jugularis
(JVP), vena-vena leher meninggi dan terbendung. Tekanan vena sentral (CVP)
dapat meningkat secara paradoks selama inspirasi jika jantung kanan yang gagal
tidak dapat menyesuaikan terhadap peningkatan alir balik vena ke jantung selama
inspirasi, yang dikenal sebagai tanda Kussmaul. Jika terjadi regurgitasi katup
trikuspidalis, gelombang v p:l8atil dapat terlihat pada vena jugularis. Uji reIluks
hepatojugularis yang positiI dapat dibangkitkan dengan cara kompresi manual
pada kuadran kanan atas abdomen yang menyebabkan peningkatan tekanan vena
jugularis karena jantung kanan yang gagal tidak dapat mneyesuaikan dengan
peningkatan alir balik vena. Hepatomegali, atau pembesaran hati dapat terjadi,
nyeri tekan hati dapat terjadi akibat peregangan kapsula hati. Gejala-gejala saluran
cerna lain seperti anoreksia, rasa penuh, atau mual, dapat disebabkan oleh
bendungan hati dan usus.
Edema periIer terjadi sekunder terhadap penimbunan cairan pada ruang-ruang
interstitial. Edema mula-mula tampak pada daerah yang tergantung dan terutama
pada malam hari, dapat terjadi nokturia atau diuresis malam hari, mengurangi
retensi cairan. Nokturia disebabkan oleh redistribusi cairan dan reabsorpsi pada
waktu berbaring dan juga berkurangnya vasokonstriksi ginjal pada waktu istirahat.
Gagal jantung yang berlanjut dapat menimbulkan asites atau anasarka atau edema
seluruh tubuh. Semua maniIestasi yang dijelaskan , secara khas diawali dengan
bertambahnya berat badan, yang mencerminkan adanya retensi cairan dan
natrium.
Gagal ke depan pada ventrikel kiri menimbulkan tanda-tanda berkurangnya
perIusi ke organ-organ, karena darah dialihkan dari organ-organ nonvital demi
mempertahankan perIusi ke jantung dan otak, maka maniIestasi paling dini dari
gagal jantung kiri adalah berkurangnya perIusi organ-organ seperti kulit dan otot
rangka. Kulit yang pucat dan dingin diakibatkan oleh vasokonstriksi periIer,
penurunan lebih lanjut dari curah jantung dan meningkatnya kadar hemoglobin
tereduksi mengakibatkan sianosis. Vasokonstriksi kulit menghambat kemampuan
tubuh untuk melepaskan panas, oleh karena itu demam ringan dan keringat yang
berlebihan dapat ditemukan. PerIusi yang kurang pada otot-otot rangka
menyebabkan kelemahan dan keletihan. Gejala-gejala ini dapat dieksaserbasi oleh
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit atau anoreksia. Penurunan lebih lanjut
dari curah jantung dapat disertai insomnia, kegelisahan atau kebingungan. Pada
gagal jantung kronik yang berat, kehilangan berat badan yang progresiI dapat
terjadi.
Denyut jantung yang cepat atau takikardia, mencerminkan respons terhadap
perangsangan saraI simpatik. Penurunan yang bermakna dari curah sekuncup dan
adanya vasokonstriksi periIer mengurangi tekanan nadi, menghasilkan denyut
nadi yang lemah atau tready p:l8e. Hipotensi sistolik ditemukan pada gagal
jantung yang lebih berat. Pada gagal jantung kiri yang berat dapat timbul pulsus
alternans, yang menunjukkan gangguan Iungsi mekanis yang berat dengan
berulangnya variasi denyut ke denyut pada curah sekuncup.
Pada auskultasi dada selain ronki, ditemukan juga bunyi gallop vemtrikel atau
S3. terdengarnya S3 pada auskultasi merupakan ciri khas dari gagal ventrikel kiri.
Gallop ventrikel terjadi selama diastolik awal dan disebabkan oleh pengisian cepat
pada ventrikel yang tidak lentur atau yang terdistensi. Terangkatnya sternum pada
waktu sistolik dapat disebabkan oleh pembesaran ventrikel kanan.
Pada pemeriksaan Ioto toraks didapatkan adanya : 1) kongesti vena paru-paru,
berkembang menjadi edema interstitial atau alveolar pada gagal jantung yang
lebih berat, 2) redistribusi vaskular pada lobus atas paru-paru, dan 3)
kardiomegali.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan perubahan yang khas pada kimia
darah, seperti adanya hiponatremia, sedangkan kadar kalium dapat normal atau
menurun sekunder terhadap terapi diuretik. Hiperkalemia dapat terjadi pada tahap
lanjut dari gagal jantung karena gangguan ginjal. Kadar nitrogen urea darah
(BUN) dan kreatinin dapat meningkat sekunder terhadap perubahan laju Iiltrasi
glomerulus. Urin menjadi lebih pekat dengan berat jenis yang tinggi dan kadar
natriumnya berkurang. Kelainan pada Iungsi hati dapat mengakibatkan
pemanjangan masa protrombin yang ringan. Dapat pula terjadi peningkatan
bilirubin dan enzim-enzim hati, aspartat aminotransIerase (AST) dan IosIatase
alkali serum, terutama pada gagal jantung yang akut.

!0nanganan Gagal 1antung
Strategi penanganan gagal jantung kongestiI kronik pada orang dewasa
menurut kelas Iungsional NYHA menitikberatkan pada pengurangan kerja
jantung, pengurangan beban awal, peningkatan kontraktilitas dan pengurangan
beban akhir.



!0ngurangan K0rja 1antung
Pembatasan aktivitas Iisik yang ketat merupakan tindakan awal yang sederhana
namun sangat tepat dalam penanganan gaagal jantung. Tetapi harus diperhatikan
jangan sampai memaksakan larangan yang tak perlu untuk menghindari
kelemahan otot-otot rangka. Telah diketahui bahwa kelemahan otot rangka dapat
mengakibatkan intoleransi terhadap latihan Iisik. Tirah baring dan aktivitas yang
terbatas juga dapat menyebabkan Ilebotrombosis. Pemberian antikoagulansia
mungkin diperlukan pada pembatasan aktivitas yang ketat untuk mengendalikan
gejala.

DIAGNOSIS
Secara klinis pada penderita gagal jantung dapat ditemukan gejala dan tanda
seperti sesak naIas saat aktivitas, edema paru, peningkatan JVP, hepatomegali,
edema tungkai.8-10 Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan untuk
mendiagnosis adanya gagal jantung antara lain Ioto thorax, EKG 12 lead,
ekokardiograIi, pemeriksaan darah, pemeriksaan radionuklide, angiograIi dan tes
Iungsi paru.2,11,12 Pada pemeriksaan Ioto dada dapat ditemukan adanya
pembesaran siluet jantung (cardio toraxic ratio 50), gambaran kongesti vena
pulmonalis terutama di zona atas pada tahap awal, bila tekanan vena pulmonal
lebih dari 20 mmHg dapat timbul gambaran cairan pada Iisura horizontal dan
garis Kerley B pada sudut kostoIrenikus. Bila tekanan lebih dari 25 mmHg
didapatkan gambaran batwing pada lapangan paru yang menunjukkan adanya
udema paru bermakna. Dapat pula tampak gambaran eIusi pleura bilateral, tetapi
bila unilateral, yang lebih banyak terkena adalah bagian kanan.8,10 Pada
elektrokardiograIi 12 lead didapatkan gambaran abnormal pada hampir seluruh
penderita dengan gagal jantung, meskipun gambaran normal dapat dijumpai pada
10 kasus. Gambaran yang sering didapatkan antara lain gelombang Q,
abnormalitas ST T, hipertroIi ventrikel kiri, b:ndle branc block dan Iibrilasi
atrium. Bila gambaran EKG dan Ioto dada keduanya menunjukkan gambaran
yang normal, kemungkinan gagal jantung sebagai penyebab dispneu pada pasien
sangat kecil kemungkinannya. EkokardiograIi merupakan pemeriksaan non-
invasiI yang sangat berguna pada gagal jantung. EkokardiograIi dapat
menunjukkan gambaran obyektiI mengenai struktur dan Iungsi jantung. Penderita
yang perlu dilakukan ekokardiograIi adalah : semua pasien dengan tanda gagal
jantung, susah bernaIas yang berhubungan dengan murmur, sesak yang
berhubungan dengan Iibrilasi atrium, serta penderita dengan risiko disIungsi
ventrikel kiri (inIark miokard anterior, hipertensi tak terkontrol, atau aritmia).
EkokardiograIi dapat mengidentiIikasi gangguan Iungsi sistolik, Iungsi diastolik,
mengetahui adanya gangguan katup, serta mengetahui risiko emboli. Pemeriksaan
darah perlu dikerjakan untuk menyingkirkan anemia sebagai penyebab susah
bernaIas, dan untuk mengetahui adanya penyakit dasar serta komplikasi. Pada
gagal jantung yang berat akibat berkurangnya kemampuan mengeluarkan air
sehingga dapat timbul hiponatremia dilusional, karena itu adanya hiponatremia
menunjukkan adanya gagal jantung yang berat. Pemeriksaan serum kreatinin perlu
dikerjakan selain untuk mengetahui adanya gangguan ginjal, juga mengetahui
adanya stenosis arteri renalis apabila terjadi peningkatan serum kreatinin setelah
pemberian angiotensin converting enzyme inhibitor dan diuretik dosis tinggi. Pada
gagal jantung berat dapat terjadi proteinuria. Hipokalemia dapat terjadi pada
pemberian diuretik tanpa suplementasi kalium dan obat pota88i:m 8parring.
Hiperkalemia timbul pada gagal jantung berat dengan penurunan Iungsi ginjal,
penggunaan ACE-inhibitor serta obat pota88i:m 8parring. Pada gagal jantung
kongestiI tes Iungsi hati (bilirubin, AST dan LDH) gambarannya abnormal karena
kongesti hati. Pemeriksaan proIil lipid, albumin serum Iungsi tiroid dianjurkan
sesuai kebutuhan. Pemeriksaaan penanda BNP sebagai penanda biologis gagal
jantung dengan kadar BNP plasma 100pg/ml dan plasma NT-proBNP adalah 300
pg/ml.2,8,12-14
Pemeriksaan radionuklide atau multigated ventrikulograIi dapat mengetahui
efection fraction, laju pengisian sistolik, laju pengosongan diastolik, dan
abnormalitas dari pergerakan dinding. AngiograIi dikerjakan pada nyeri dada
berulang akibat gagal jantung. AngiograIi ventrikel kiri dapat mengetahui
gangguan Iungsi yang global maupun segmental serta mengetahui tekanan
diastolik, sedangkan kateterisasi jantung kanan untuk mengetahui tekanan sebelah
kanan (atrium kanan, ventrikel kanan dan arteri pulmonalis) serta p:lmonary
artery capillary wedge pre88:re.

PENANGANAN
Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi penalaksanaan secara
non Iarmakologis dan secara Iarmakologis, keduanya dibutuhkan karena akan
saling melengkapi untuk penatlaksaan paripurna penderita gagal jantung.
Penatalaksanaan gagal jantung baik itu akut dan kronik ditujukan untuk
memperbaiki gejala dan progosis, meskipun penatalaksanaan secara individual
tergantung dari etiologi serta beratnya kondisi. Sehingga semakin cepat kita
mengetahui penyebab gagal jantung akan semakin baik prognosisnya.2,16
Penatalaksanaan non Iarmakologis yang dapat dikerjakan antara lain adalah
dengan menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya, pengobatan serta
pertolongan yang dapat dilakukan sendiri. Perubahan gaya hidup seperti
pengaturan nutrisi dan penurunan berat badan pada penderita dengan kegemukan.
Pembatasan asupan garam, konsumsi alkohol, serta pembatasan asupan cairan
perlu dianjurkan pada penderita terutama pada kasus gagal jantung kongestiI
berat. Penderita juga dianjurkan untuk berolahraga karena mempunyai eIek yang
positiI terhadap otot skeletal, Iungsi otonom, endotel serta neurohormonal dan
juga terhadap sensitiIitas terhadap insulin meskipun eIek terhadap kelengsungan
hidup belum dapat dibuktikan. Gagal jantung kronis mempermudah dan dapat
dicetuskan oleh inIeksi paru, sehingga vaksinasi terhadap inIluenza dan
pneumococal perlu dipertimbangkan. ProIilaksis antibiotik pada operasi dan
prosedur gigi diperlukan terutama pada penderita dengan penyakit katup primer
maupun pengguna katup prostesis.16 Penatalaksanaan gagal jantung kronis
meliputi penatalaksaan non Iarmakologis dan Iarmakologis. Gagal jantung kronis
bisa terkompensasi ataupun dekompensasi. Gagal jantung terkompensasi biasanya
stabil, dengan tanda retensi air dan edema paru tidak dijumpai. Dekompensasi
berarti terdapat gangguan yang mungkin timbul adalah episode udema paru akut
maupun malaise, penurunan toleransi latihan dan sesak naIas saat aktiIitas.
Penatalaksaan ditujukan untuk menghilangkan gejala dan memperbaiki kualitas
hidup.
Tujuan lainnya adalah untuk memperbaiki prognosis serta penurunan angka rawat.
Obat obat yang biasa digunakan untuk gagal jantung kronis antara lain: diuretik
(loop dan thiazide), angioten8in converting en:yme inibitor8, blocker (carvedilol,
bisoprolol, metoprolol), digoxin, spironolakton, vasodilator (hydralazine/nitrat),
antikoagulan, antiaritmia, serta obat positiI inotropik.
Pada penderita yang memerlukan perawatan,restriksi cairan (1,5 2 l/hari) dan
pembatasan asupan garam dianjurkan pada pasien. Tirah baring jangka pendek
dapat membantu perbaikan gejala karena mengurangi metabolisme serta
meningkatkan perIusi ginjal. Pemberian heparin subkutan perlu diberikan pada
penderita dengan imobilitas. Pemberian antikoagulan diberikan pada pemderita
dengan Iibrilasi atrium, gangguan Iungsi sistolik berat dengan dilatasi ventrikel.
Penderita gagal jantung akut datang dengan gambaran klinis dispneu, takikardia
serta cemas, pada kasus yang lebih berat penderita tampak pucat dan hipotensi.
Adanya trias hipotensi (tekanan darah sistolik 90 mmHg), oliguria serta cardiac
output yang rendah menunjukkan bahwa penderita dalam kondisi syok
kardiogenik. Gagal jantung akut yang berat serta syok kardiogenik biasanya
timbul pada inIark miokard luas, aritmia yang menetap (Iibrilasi atrium maupun
ventrikel) atau adanya problem mekanis seperti ruptur otot papilari akut maupun
deIek septum ventrikel pasca inIark. Gagal jantung akut yang berat merupakan
kondisi emergensi dimana memerlukan penatalaksanaan yang tepat termasuk
mengetahui penyebab, perbaikan hemodinamik, menghilangan kongesti paru, dan
perbaikan oksigenasi jaringan. Menempatkan penderita dengan posisi duduk
dengan pemberian oksigen konsentrasi tinggi dengan masker sebagai tindakan
pertama yang dapat dilakukan. Monitoring gejala serta produksi kencing yang
akurat dengan kateterisasi urin serta oksigenasi jaringan dilakukan di ruangan
khusus. Ba8e exce88 menunjukkan perIusi jaringan, semakin rendah menunjukkan
adanya asidosis laktat akibat metabolisme anerob dan merupakan prognosa yang
buruk. Koreksi hipoperIusi memperbaiki asidosis, pemberian bikarbonat hanya
diberikan pada kasus yang reIrakter. Pemberian loop diuretik intravena seperti
Iurosemid akan menyebabkan venodilatasi yang akan memperbaiki gejala
walaupun belum ada diuresis. Loop diuretik juga meningkatkan produksi
prostaglandin vasdilator renal. EIek ini dihambat oleh prostaglandin inhibitor
seperti obat antiIlamasi nonsteroid, sehingga harus dihindari bila memungkinkan.
Opioid parenteral seperti morIin atau diamorIin penting dalam penatalaksanaan
gagal jantung akut berat karena dapat menurunkan kecemasan, nyeri dan stress,
serta menurunkan kebutuhan oksigen. Opiat juga menurunkan preload dan
tekanan pengisian ventrikel serta udem paru. Dosis pemberian 2 3 mg intravena
dan dapat diulang sesuai kebutuhan.2 Pemberian nitrat (sublingual, buccal dan
intravenus) mengurangi preload serta tekanan pengisian ventrikel dan berguna
untuk pasien dengan angina serta gagal jantung. Pada dosis rendah bertindak
sebagai vasodilator vena dan pada dosis yang lebih tinggi menyebabkan
vasodilatasi arteri termasuk arteri koroner. Sehingga dosis pemberian harus
adekuat sehingga terjaid keseimbangan antara dilatasi vena dan arteri tanpa
mengganggu perIusi jaringan. Kekurangannya adalah teleransi terutama pada
pemberian intravena dosis tinggi, sehingga pemberiannya hanya 16 24 jam.2,19
Sodium nitropusside dapat digunakan sebagai vasodilator yang diberikan pada
gagal jantung reIrakter, diberikan pada pasien gagal jantung yang disertai krisis
hipertensi. Pemberian nitropusside dihindari pada gagal ginjal berat dan gangguan
Iungsi hati. Dosis 0,3 0,5 g/kg/menit.2,19 Nesiritide adalah peptide natriuretik
yang merupakan vasodilator. Nesiritide adalah BNP rekombinan yang identik
dengan yang dihasilkan ventrikel. Pemberiannya akan memperbaiki hemodinamik
dan neurohormonal, dapat menurunkan aktivitas susunan saraI simpatis dan
menurunkan kadar epineIrin, aldosteron dan endotelin di plasma. Pemberian
intravena menurunkan tekanan pengisian ventrikel tanpa meningkatkan laju
jantung, meningkatkan stroke volume karena berkurangnya aIterload. Dosis
pemberiannya adalah bolus 2 g/kg dalam 1 menit dilanjutkan dengan inIus 0,01
g/kg/menit.2 Pemberian inotropik dan inodilator ditujukan pada gagal jantung
akut yang disertai hipotensi dan hipoperIusi periIer. Obat inotropik dan / atau
vasodilator digunakan pada penderita gagal jantung akut dengan tekanan darah 85
100 mmHg. Jika tekanan sistolik 85 mmHg maka inotropik dan/atau
vasopressor merupakan pilihan. Peningkatan tekanan darah yang berlebihan akan
dapat meningkatkan aIterload. Tekanan darah dianggap cukup memenuhi perIusi
jaringan bila tekanan arteri rata - rata 65 mmHg.1,2,16 Pemberian dopamin 2
g/kg/mnt menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah splanknik dan ginjal. Pada
dosis 2 5 g/kg/mnt akan merangsang reseptor adrenergik beta sehingga terjadi
peningkatan laju dan curah jantung. Pada pemberian 5 15 g/kg/mnt akan
merangsang reseptor adrenergik alIa dan beta yang akan meningkatkan laju
jantung serta vasokonstriksi. Pemberian dopamin akan merangsang reseptor
adrenergik 1 dan 2, menyebabkan berkurangnya tahanan vaskular sistemik
(vasodilatasi) dan meningkatnya kontrkatilitas. Dosis umumnya 2 3 g/kg/mnt,
untuk meningkatkan curah jantung diperlukan dosis 2,5 15 g/kg/mnt. Pada
pasien yang telah mendapat terapi penyekat beta, dosis yang dibutuhkan lebih
tinggi yaitu 15 20 g/kg/mnt.2 Phospodiesterase inhibitor menghambat
penguraian cyclic-AMP menjadi AMP sehingga terjadi eIek vasodilatasi periIer
dan inotropik jantung. Yang sering digunakan dalam klinik adalah milrinone dan
enoximone. Biasanya digunakan untuk terapi penderia gagal jantung akut dengan
hipotensi yang telah mendapat terapi penyekat beta yang memerlukan inotropik
positiI. Dosis milrinone intravena 25 g/kg bolus 10 20 menit kemudian inIus
0,375 075 g/kg/mnt. Dosis enoximone 0,25 0,75 g/kg bolus kemudian 1,25
7,5 g/kg/mnt.2 Pemberian vasopressor ditujukan pada penderita gagal jantung
akut yang disertai syok kardiogenik dengan tekanan darah 70 mmHg. Penderita
dengan syok kardiogenik biasanya dengan tekanan darah 90 mmHg atau terjadi
penurunan tekanan darah sistolik 30 mmHg selama 30 menit. Obat yang biasa
digunakan adalah epineIrin dan norepineIrin. EpineIrin diberikan inIus kontinyu
dengan dosis 0,05 0,5 g/kg/mnt. NorepineIrin diberikan dengan dosis 0,2 1
g/kg/mnt.2 Penanganan yang lain adalah terapi penyakit penyerta yang
menyebabkan terjadinya gagal jantung akut de novo atau dekompensasi. Yang
tersering adalah penyakit jantung koroner dan sindrom koroner akut. Bila
penderita datang dengan hipertensi emergensi pengobatan bertujuan untuk
menurunkan preload dan aIterload. Tekanan darah diturunkan dengan
menggunakan obat seperti lood diuretik intravena, nitrat atau nitroprusside
intravena maupun natagonis kalsium intravena (nicardipine). Loop diuretik
diberkan pada penderita dengan tanda kelebihan cairan. Terapi nitrat untuk
menurunkan preload dan aIterload, meningkatkan aliran darah koroner.
Nicardipine diberikan pada penderita dengan disIungsi diastolik dengan aIterload
tinggi. Penderita dengan gagal ginjal, diterapi sesuai penyakit dasar. Aritmia
jantung harus diterapi.2 Penanganan invasiI yang dapat dikerjakan adalah Pompa
balon intra aorta, pemasangan pacu jantung implantable cardioverter defibrilator
ventric:lar a88i8t device. Pompa balon intra aorta ditujukan pada penderita gagal
jantung berat atau syok kardiogenik yang tidak memberikan respon terhadap
pengobatan, disertai regurgitasi mitral atau ruptur septum interventrikel.
Pemasangan pacu jantung bertujuan untuk mempertahankan laju jantung dan
mempertahankan sinkronisasi atrium dan ventrikel, diindikasikan pada penderita
dengan bradikardia yang simtomatik dan blok atrioventrikular derajat tinggi.
Implantable cardioverter device bertujuan untuk mengatasi Iibrilasi ventrikel dan
takikardia ventrikel. Ja8c:lar A88i8t Device merupakan pompa mekanis yang
mengantikan sebgaian Iungsi ventrikel, indikasi pada penderita dengan syok
kardiogenik yang tidak respon terhadap terapi terutama inotropik.


hLLp//wwwakademlkunsrlacld//[ournal/flles/ude[ournal/9_gagal [anLungpdf
hLLp//wlngedgoddesmulLlplaycom/arLlkel/flle/drrlzky/penanganan gagal [anLunghLml
Santoso A, Erwinanto, Munawar M, Suryawan R, RiIqi S, Soerianata S.
Diagnosis dan
tatalaksana praktis gagal jantung akut. 2007

You might also like